Anda di halaman 1dari 83

TEKNIK JALAN RAYA

(Pertemuan 5)
TIM PENGAJAR
Dr. Noor Mahmudah, S.T., M.Eng.
Dian Setiawan. M, S.T., M.Sc.,Sc.
HARD SKILL: Mampu mendesain trase jalan, merancang alinemen horizontal,
menjelaskan potongan jalan raya dan menghitung jarak pandangan.

Materi:
1. Perancangan trase jalan;
2. Perancangan alinyemen horizontal.
3. Menggambar potongan melintang jalan;
4. Menghitung jarak pandangan.

Referensi:
Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997
UU Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan

Diskusi Kelompok
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 2
APA PENTINGNYA PERENCANAAN GEOMETRI JALAN YANG BAIK???
 Mendapatkan keseragaman dalam merencanakan
geometrik jalan antar kota.
 Menghasilkan geometrik jalan yang memberikan
kelancaran, keamanan, keselamatan, dan kenyamanan
bagi pemakai jalan.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - MY 3


U
TRASE JALAN RAYA – Dasar Perencanaan Trase

Profil Lahan Situasi dan Desain optimal


karakteristik
(Peta (aman,
pengendara,
topografi, foto lalu lintas, dan nyaman, dan
udara, dll) kendaraan ekonomis)

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 4


TRASE JALAN RAYA – Dasar Perencanaan Trase
Data dan Informasi Pada Kawasan Studi
Pada tahap perencanaan trase, diperlukan suatu kegiatan survei dan pertimbangan,
apakah jalan raya rencana tersebut dengan trasenya “layak” atau “tidak layak” dibangun di
lokasi tersebut.
 Survei awal (Reconnaisance survei) >> Peta dasar dalam koridor rencana jalan >>
media penggambaran rencana trase jalan;
 Analisis multikriteria >> 4 kriteria utama >> tiap kriteria utama memiliki beberapa sub-
kriteria >> pembobotan nilai >> trase terpilih adalah trase dengan nilai tertinggi.
 Survei pendahuluan dan pengukuran lapangan >> Trase terpilih dipetakan dan diukur
kembali secara teliti >> mendapat rencana penentuan trase jalan yang pasti.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 5


TRASE JALAN RAYA – Dasar Pemilihan Trase

Suatu analisis
sederhana
Dapat berupa
menggunakan
penilaian kualitatif
kriteria-kriteria
ataupun kuantitatif
sebagai atribut
penilaian
METODE
PEMILIHAN
TRASE TERBAIK
– ANALISIS
MULTI KRITERIA
Kriteria yang
dikembangkan
Dapat disertai
untuk kasus jalan
dengan
diantaranya Teknik,
pembobotan
ekonomi, tata kota,
dan lingkungan
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 6
TRASE JALAN RAYA – Dasar Pemilihan Trase

KRITERIA KRITERIA KRITERIA KRITERIA


TEKNIS EKONOMI TATA KOTA LINGKUNGAN
Topografi Kebutuhan Tata guna Lingkungan
Geologi Dana lahan/tata Fisik
Geoteknik Kelayakan ruang wilayah Lingkungan
Rekayasa aspek ekonomi Sosial
teknologi dan finansial Lingkungan
Kemudahan Cagar Alam-
pelaksanaan Budaya

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 7


TRASE JALAN RAYA – Dasar Pemilihan Trase
Kriteria TEKNIS

Data yang dibutuhkan:


 Kondisi Topografi;
Memenuhi aturan alinyemen horizontal (lintasan lurus ataupun tikungan) dan vertikal (meminimalisir
kelandaian, mendaki dan menurun) yang baik. Perancangan antara belokan dengan tanjakan atau turunan
yang berurutan didesain agar antara keduanya memiliki jarak yang cukup, untuk menjamin keamanan,
keselamatan dan kenyamanan.
 Kondisi Geologi;
Trase terletak pada kondisi tanah stabil/tidak mudah longsor, tidak terdapat banyak patahan ataupun sesar,
dan diupayakan melewati tanah keras yang mengandung sedikit air agar besar kembang susut tanah tidak
mudah merusak jalan dan juga memudahkan pelaksanaan konstruksi.
 Kriteria Desain Trase;
Memenuhi persyaratan dan kriteria desain (geometri, lalulintas, perkerasan) yang baik.
 Perpotongan dengan Jalan Raya, Jalan Rel, dan Sungai;
Perpotongan dengan sungai harus dibuat tegak lurus dengan sungai tersebut sehingga ketika akan dibangun
jembatan, bentang jembatan yang diperlukan lebih pendek, yang berarti biaya yang dibutuhkan menjadi lebih
sedikit. Sedangkan untuk perpotongan dengan jalan rel tidak dibangun menanjak, menurun, maupun
menikung, karena akan membahayakan pengguna jalan yang melintas di perpotongan tersebut dan hal yang
sama juga berlaku pada perpotongan dengan jalan lain ketika bertemu pada sebuah persimpangan.
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 8
TRASE JALAN RAYA – Dasar Pemilihan Trase
Kriteria TEKNIS (Lanjutan)

Data yang dibutuhkan:


 Lintasan sependek mungkin.
 Jumlah maupun Volume Galian dan Timbunan;
Memiliki pekerjaan tanah yang paling sedikit atau paling murah. Yang dimaksud pekerjaan tanah di sini
melingkupi volume galian, volume timbunan, dan volume perpindahan serta pengoperasian tanah galian dan
timbunan;
 Memiliki jumlah dan panjang jembatan paling sedikit atau paling pendek atau paling murah.
 Kemudahan pelaksanaan (rekayasa teknologi);
Trase yang baik semaksimal mungkin akan terhindar dari kendala pekerjaan di lapangan (teknis maupun non-
teknis) sehingga metode pekerjaan dan teknologi yang digunakan pun tidak sulit.
 Kebutuhan SDM.
Dengan dihasilkannya trase terpilih yang semaksimal mungkin mudah untuk dilaksanakan, otomatis akan
membutuhkan SDM yang efektif dan efisien.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 9


TRASE JALAN RAYA – Dasar Pemilihan Trase
Kriteria EKONOMIS

 Kebutuhan Dana
1. Jalan harus dibuat dengan lintasan sependek mungkin sehingga biaya yang diperlukan tidak terlalu besar.
2. Menghindari adanya pekerjaan galian timbunan yang terlalu banyak dengan mempertimbangkan kemiringan
memanjang dan panjang landai kritis.
3. Melewati daerah dengan daya dukung tanah baik sehingga meminimalisir biaya perbaikan tanah.
4. Meminimalisir melewati sungai, rawa, gunung, perlintasan sebidang dengan jalan raya dan jalan rel.
5. Pembangunan jalan sebisa mungkin tidak dibangun di daerah padat yang sudah dibangun (built up area)
maupun lahan-lahan produktif (pertanian, perkebunan, industri) guna lebih memudahkan saat pembebasan
lahan (biaya) sehingga tidak terjadi konflik masyarakat. Namun juga tidak terlalu jauh dari pemukiman untuk
memudahkan mobilitas pekerja dan peralatan pembangunan yang nantinya dibawa untuk memudahkan
pekerjaan pada saat konstruksi berlangsung.
6. Biaya teknologi yang dibutuhkan.
7. Biaya operasi dan biaya pemeliharaan.
 Manfaat Ekonomi
Trase jalan nantinya akan dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan masyarakat.
 Kelayakan Finansial
Trase jalan dibuat dengan biaya seminimal mungkin.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 10


TRASE JALAN RAYA – Dasar Pemilihan Trase
Kriteria TATA RUANG (TATA GUNA LAHAN)

 Ketersediaan lahan.
 Trase jalan yang direncanakan juga harus mendukung pusat pengembangan wilayah sesuai rencana umum
tata ruang wilayah dan menunjang arah potensi pengembangan kota di masa yang akan datang, namun tetap
mengedepankan aspek lingkungan.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 11


TRASE JALAN RAYA – Dasar Pemilihan Trase
Kriteria LINGKUNGAN

 Trase jalan tidak menerobos (tidak melewati batas jarak minimal gangguan/kebisingan dan getaran) cagar
alam, cagar budaya, sumber mata air, dan hutan, agar tidak mengganggu habitat asli dalam suatu ekosistem
sehingga pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan jalan tidak merusak tatanan hidup yang berakibat
fatal pada lingkungan sekitar jalan raya di masa yang akan datang.
 Pembangunan jalan sebisa mungkin tidak dibangun di daerah padat yang sudah dibangun (built up area)
maupun lahan-lahan produktif tinggi (pertanian, perkebunan, industri) agar mudah dalam proses pembebasan
tanah (lahan) dan agar tidak berdampak pada pengurangan pasokan yang nantinya berakibat pada
berkurangnya pendapatan masyarakat sehingga tidak terjadi konflik masyarakat.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 12


TRASE JALAN RAYA – Dasar Pemilihan Trase

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 13


TRASE JALAN RAYA – Dasar Pemilihan Trase
Tabel. Rekapitulasi Penentuan Penilaian Sub-Kriteria
Kriteria Interval Penilaian Sub-Kriteria
D TEKNIS
1. Seluruh trase jalur KA baru melewati daerah rawan bencana termasuk sesar, patahan, banjir dan
rob, dan memiliki daya dukung tanah rendah; variasi kondisi topografi tinggi mencakup daerah
perbukitan, bergelombang, dan dataran rendah.

2. Sebagian besar trase jalur KA baru melewati daerah rawan bencana termasuk sesar, patahan,
banjir dan rob, dan memiliki daya dukung tanah sedang; variasi kondisi topografi cukup tinggi
mencakup daerah perbukitan, bergelombang, dan dataran rendah.
Kondisi
D.1 Geologi dan 3. Beberapa segmen trase jalur KA baru memiliki potensi salah satu tipe bencana apakah sesar,
Topografi patahan, banjir atau rob, dan memiliki daya dukung tanah yang cukup tinggi; variasi kondisi
topografi rendah
4. Hanya sebagian kecil trase jalur KA baru melewati daerah rawan bencana, memiliki daya
dukung tanah yang cukup tinggi, dan kondisi topografi sebagian besar berada pada daerah
cenderung datar.
5. Seluruh trase jalur KA baru tidak melewati daerah rawan bencana, memiliki daya dukung
3/8/2016 tanah yang tinggi, dan berada padaSIPIL
DSM - TEKNIK kondisi topografi yang datar
- FT - UMY 14
TRASE JALAN RAYA – Dasar Pemilihan Trase
NILAI NILAI x BOBOT
KRITERIA BOBOT
Seleksi route A. OPERASI KA
Alt. 1 Alt. 2 Alt. 3 Alt. 1 Alt. 2 Alt. 3

optimal 1. Efek pada operasi KA eksisting


2. Efek pada operasi KA ganda
4
4
3
4
2
5
10.0%
10.0%
0.400
0.400
0.300
0.400
0.200
0.500
Dalam menyeleksi route 3. Keselamatan Operasi 4 3 2 10.0% 0.400 0.300 0.200
30%
optimal (scoring akhir) B. NON-TEKNIS
penilaian sebagai berikut : 1. Konflik Sosial Kemasyarakatan 3 4 2 6.3% 0.188 0.250 0.125
 Nilai score tertinggi 2. Lingkungan dan Fisik 3 4 3 6.3% 0.188 0.250 0.188
3. Cagar Alam-Budaya 4 4 3 6.3% 0.250 0.250 0.188
mendapat prioritas 4. Keamanan dari Vandalism 4 4 3 6.3% 0.250 0.250 0.188
pertama yang potensial. 25%
C. EKONOMI
 Nilai score berdasar 1. Kebutuhan Dana 4 3 2 8.3% 0.333 0.250 0.167
gabungan pendekatan 2. Manfaat Ekonomi 5 5 5 8.3% 0.417 0.417 0.417
3. Finansial 5 5 5 8.3% 0.417 0.417 0.417
kuantitatif dan 25%
kualitatif. D. TEKNIS
1. Kondisi Geologi dan Topografi 4 4 3 5.0% 0.200 0.200 0.150
2. Desain Trase 4 4 3 5.0% 0.200 0.200 0.150
3. Kemudahan Pelaksanaan 4 3 2 5.0% 0.200 0.150 0.100
4. Dampak Terhadap Lalulintas 3 3 3 5.0% 0.150 0.150 0.150
20%
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 15
TOTAL 100% 3.992 3.783 3.138
TRASE JALAN RAYA – Dasar Pemilihan Trase
TRASE TERPILIH

Dari beberapa alternatif rencana trase jalan raya yang ada, maka dipilih yang paling optimal, dengan kata lain bisa
memenuhi pertimbangan-pertimbangan tersebut dengan memperhatikan faktor-faktor pembatas yang ada.

Trase jalan terpilih merupakan trase yang terpendek, aman, nyaman, ekonomis, tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan, dan berkeselamatan

3/8/2016 Sumber : Prahara, 2011 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 16


ALINYEMEN HORIZONTAL – Pengertian

Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang


horizontal.
Alinyemen horizontal dikenal juga dengan nama “situasi jalan” atau
“trase jalan”.
Alinyemen horizontal terdiri dari garis-garis lurus yang dihubungkan
dengan garis-garis lengkung.
Garis lengkung tersebut dapat terdiri dari busur lingkaran ditambah
busur peralihan, busur peralihan saja ataupun busur lingkaran saja.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 17


ALINYEMEN HORIZONTAL – Gaya Sentrifugal

 Apabila suatu kendaraan bergerak dengan kecepatan tetap V pada


bidang datar atau miring dengan lintasan berbentuk suatu lengkung
seperti lingkaran, maka pada kendaraan tersebut bekerja gaya
kecepatan V dan gaya sentrifugal F.
 Gaya sentrifugal mendorong kendaraan secara radial keluar dari
lajur jalannya, berarah tegak lurus terhadap gaya kecepatan V.
 Gaya ini menimbulkan rasa tidak nyaman pada si pengemudi.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 18


ALINYEMEN HORIZONTAL – Gaya Sentrifugal
Gaya sentrifugal (F) yang terjadi F = m . a
Dimana :
m = massa = G/g berat
G = kendaraan gaya
=
g = gravitasi bumi
a = percepatan sentrifugal
= V²/R
V = kecepatan kendaraan
R jari-jari lengkung lintasan
Dengan demikian besarnya gaya sentrifugal dapat ditulis sebagai
berikut: 2
GV
F
gR
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 19
ALINYEMEN HORIZONTAL – Gaya Sentrifugal
a. Untuk dapat mempertahankan kendaraan tersebut pada sumbu
lajur jalannya, maka perlu adanya gaya yang dapat mengimbangi
gaya tersebut sehingga terjadi suatu keseimbangan.
b. Gaya yang mengimbangi gaya sentrifugal tersebut dapat berasal
dari:
 Gaya gesekan melintang antara ban kendaraan dengan
permukaan jalan.
 Komponen berat kendaraan akibat kemiringan melintang
permukaan jalan.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 20


ALINYEMEN HORIZONTAL – Gaya Sentrifugal

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 21


ALINYEMEN HORIZONTAL – Koefisien Gesekan Melintang (f)

 Koefisien gesekan melintang (f) adalah besarnya gesekan yang


timbul antara ban dan permukaan jalan dalam arah melintang jalan
yang berfungsi untuk mengimbangi gaya sentrifugal.
 Perbandingan antara gaya gesekan melintang dan gaya normal yang
bekerja disebut koefisien gesekan melintang.
 Besarnya koefisien gesekan melintang dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti jenis dan kondisi ban, tekanan ban, kekasaran
permukaan perkerasan, kecepatan kendaraan, dan keadaan cuaca.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 22


ALINYEMEN HORIZONTAL – Koef. Gesekan Melintang maks(fmaks) vs Vr

Sumber : Traffic Engineering


Handbook”, 1992, 4th Edition,
Institute of Transportation
Engineers, Prentice Hall, Inc

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 23


ALINYEMEN HORIZONTAL – Koef. Gesekan Melintang maks(fmaks) vs Vr

 Gambar tersebut menunjukkan besarnya koefisien gesekan


melintang jalan yang diperoleh oleh beberapa peneliti.
 Perbedaan nilai yang diperoleh untuk satu nilai kecepatan dapat
disebabkan oleh perbedaan kekasaran permukaan jalan, cuaca, dan
kondisi serta jenis ban.
 Nilai koefisien gesekan melintang yang dipergunakan untuk
perencanaan haruslah merupakan nilai yang telah
mempertimbangkan faktor keamanan pengemudi, sehingga
bukanlah merupakan nilai maksimum yang terjadi.
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 24
ALINYEMEN HORIZONTAL – Koef. Gesekan Melintang maks(fmaks) vs Vr

 Untuk kecepatan rendah diperoleh koefisien gesekan melintang


yang tinggi dan untuk kecepatan tinggi diperoleh koefisien gesekan
melintang yang rendah.
 Untuk perencanaan disarankan mempergunakan nilai koefisien
gesekan melintang maksimum seperti garis lurus pada gambar
korelasi antara koefisien gesekan melintang
maksimum dan kecepatan rencana (TEH’92).
 Untuk besarnya koefisien gesekan melintang maksimum
perencanaan untuk satuan SI akan disajikan dalam gambar berikut
ini :
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 25
ALINYEMEN HORIZONTAL – Koef. Gesekan Melintang maks(fmaks)

Untuk kecepatan rencana < 80 km/jam berlaku f = -0,00065 V + 0,192


dan untuk kecepatan rencana antara 80 – 112 km/jam berlaku f = -0,00125 V + 0,24
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 26
ALINYEMEN HORIZONTAL – Superelevasi (e)

 Komponen berat kendaraan untuk mengimbangi gaya


sentrifugal diperoleh dengan membuat kemiringan
melintang jalan.
 Kemiringan melintang jalan pada lengkung horizontal yang
bertujuan untuk memperoleh komponen berat kendaraan
guna mengimbangi gaya sentrifugal biasanya disebut
superelevasi.
 Semakin besar superelevasi semakin besar pula komponen
berat kendaraan yang diperoleh.
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 27
ALINYEMEN HORIZONTAL – Superelevasi (e)

Superelevasi maksimum yang dapat dipergunakan pada suatu jalan


raya dibatasi oleh beberapa keadaan seperti:
 Keadaan cuaca, seperti sering turun hujan, berkabut. Di
daerah yang memiliki 4 musim, superelevasi maksimum yang
dipilih dipengaruhi juga oleh sering dan banyaknya salju yang
turun.
 Jalan yang berada di daerah yang sering turun hujan, berkabut,
atau sering turun salju, superelevasi maksimum lebih rendah
daripada jalan yg berada di daerah yang selalu bercuaca baik.
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 28
ALINYEMEN HORIZONTAL – Superelevasi (e)
Keadaan medan, seperti datar, berbukit-bukit atau pergunungan.
 Di daerah datar superelevasi maksimum dapat dipilih lebih tinggi
daripada di daerah berbukit-bukit, atau di daerah pergunungan.
Dalam hal ini batasan superelevasi maksimum yang dipilih lebih
ditentukan dari kesukaran yang dialami dalam hal pembuatan dan
pelaksanaan dari jalan dengan superelevasi maksimum yang besar.
Di samping itu superelevasi maksimum yang terlalu tinggi akan
menyebabkan rasa tidak nyaman bagi pengemudi yang
mengendarai kendaraannya dengan kecepatan rendah.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 29


ALINYEMEN HORIZONTAL – Superelevasi (e)
Keadaan lingkungan, perkotaan (urban) atau luar kota (rural).
 Di dalam kota kendaraan bergerak lebih peralahan-lahan, banyak
terdapat persimpangan-persimpangan, rambu-rambu lalu lintas yang
harus diperhatikan, arus pejalan kaki, arus lalu lintas yang padat,
sehingga sebaiknya superelevasi maksimum di perkotaan dipilih lebih
kecil daripada di luar kota.
Komposisi jenis kendaraan dari arus lalu lintas
 Banyak kendaraan berat yang bergerak lebih lambat serta adanya
kendaraan yang ditarik oleh hewan atau kendaraan tak bermesin,
mengakibatkan gerak arus lalu lintas menjadi tidak menentu. Pada
kondisi ini sebaiknya dipilih superelevasi maksimum yang lebih rendah.
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 30
ALINYEMEN HORIZONTAL – Superelevasi (e)
 Untuk daerah yang licin akibat sering turun hujan atau kabut
sebaiknya e maksimum 8%, dan di daerah perkotaan di mana sering
kali terjadi kemacetan dianjurkan menggunakan e maksimum 4-6%.
 Pada daerah persimpangan tempat pertemuan beberapa jalur jalan,
e maksimum yang dipergunakan sebaiknya rendah, bahkan dapat
 tanpa superelevasi.
AASHTO menganjurkan pemakaian beberapa nilai superelevasi
maksimum yaitu 0,04, 0,06, 0,08, 0,10 dan 0,12. Indonesia pada
 saat ini umumnya mengambil nilai 0,08 dan 0,10.
Bina Marga (luar kota) menganjurkan superelevasi maksimum 10%
untuk kecepatan rencana > 30 km/jam dan 8% untuk kecepatan
rencana 30 km/jam,
dipergunakan sedangkan
superelevasi maksimum untuk jalan 6%. di dalam kota dapat
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 31
ALINYEMEN HORIZONTAL – Rumus Umum

 Gesekan melintang antara antara ban kendaraan dengan permukaan


jalan bersama-sama dengan komponen berat kendaraan akibat
adanya kemiringan melintang lengkung horizontal digunakan untuk
mengimbangi gaya sentrifugal yang timbul.
 Gaya-gaya yang bekerja digambarkan seperti pada gambar berikut,
yaitu gaya sentrifugal F, berat kendaraan G, dan gaya gesekan antara
ban dan permukaan jalan Fs (f).

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 32


ALINYEMEN HORIZONTAL – Rumus Umum

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 33


ALINYEMEN HORIZONTAL – Rumus Umum
2
G V
G sin   Fs  cos 
g R

 GV
2
 G V2
G sin   f  G cos   sin    cos 
 g R  g R
2

G sin   f G cos  
GV
cos  - f sin  
g R
sin  2
G
cos 
f G
GV
g R
1 - f tg  
e  tg 
G V2
G ( e  f)  1 - ef
g R
e  f V2

1- ef gR
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 34
ALINYEMEN HORIZONTAL – Rumus Umum

 Karena nilai (e x f) itu kecil, maka dapat diabaikan, dengan demikian


diperoleh rumus umum untuk lengkung horizontal sebagai berikut:
2
V
e f 
gR

 Jika V dinyatakan dalam km/jam, g = 9,81 m/det2, dan R dalam m,


maka dipeorleh : 2
V
e f 
127 R

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 35


ALINYEMEN HORIZONTAL – Rumus Umum

 Ketajaman lengkung horizontal dinyatakan dengan besarnya radius


dari lengkung tersebut atau dengan besarnya derajat lengkung.
 Derajat lengkung adalah besarnya sudut lengkung yang
menghasilkan panjang busur 25 m.
 Semakin besar R semakin kecil D dan semakin tumpul lengkung
horizontal rencana.
 Sebaliknya semakin kecil R, semakin besar D dan semakin tajam
lengkung horizontal yang direncanakan.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 36


ALINYEMEN HORIZONTAL – Rumus Umum

 Dengan demikian berarti :

25
D x360 0
2R

1432.39
D
R

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 37


ALINYEMEN HORIZONTAL – Rmin dan Derajat Lengkung Maks (D)
 Dari persamaan e + f = Vr²/127R terlihat bahwa besarnya radius lengkung horizontal
dipengaruhi oleh nilai e dan f serta nilai kecepatan rencana yang ditetapkan. Ini berarti
terdapat nilai radius minimum atau derajat lengkung maksimum untuk nilai
superelevasi maksimum dan koefisien gesekan melintang maksimum. Lengkung
tersebut dinamakan lengkung tertajam yang dapat direncanakan untuk satu nilai
kecepatan rencana yang dipilih pada satu nilai superelevasi maksimum.
 Berdasarkan pertimbangan peningkatan jalan dikemudian hari sebaiknya dihindarkan
merencanakan alinyemen horizontal jalan dengan mempergunakan radius minimum
yang menghasilkan lengkung tertajam tersebut. Di samping sukar menyesuaikan diri
dengan peningkatan jalan juga menimbulkan rasa tidak nyaman pada pengemudi yang
bergerak dengan kecepatan lebih tinggi dari kecepatan rencana. Harga radius
minimum ini sebaiknya hanya merupakan harga batas sebagai petunjuk dalam
memilih radius untuk perencanaan saja.
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 38
ALINYEMEN HORIZONTAL – Rmin dan Derajat Lengkung Maks (D)

 R minimum dapat ditentukan dengan mempergunakan rumus


tersebut di bawah ini:
V2
Rmin 
127(e maks  f maks)
Atau

181913,53(e maks  f maks)


Dmaks 
V2

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 39


ALINYEMEN HORIZONTAL – Rmin dan Derajat Lengkung Maks (D)
Besarnya R minimum dan D maksimum untuk beberapa kecepatan rencana dengan
mempergunakan persamaan R Minimum dan D Maksimum sebelumnya.
Kecepatan
e maks Rmin (perhitungan) Rmin desain D maks desain
Rencana f maks
m/m` m m (o)
km/jam

40 0,10 0,166 47,363 47 30,48


0,08 51,213 51 28,09
50 0,10 0,160 75,858 76 18,85
0,08 82,192 82 17,47
60 0,10 0,153 112,041 112 12,79
0,08 121,659 122 11,74
70 0,10 0,147 156,522 157 9,12
0,08 170,343 170 8,43
80 0,10 0,140 209,974 210 6,82
0,08 229,062 229 6,25
90 0,10 0,128 280,350 280 5,12
0,08 307,371 307 4,67
100 0,10 0,115 366,233 366 3,91
0,08 403,796 404 3,55
110 0,10 0,103 470,497 470 3,05
0,08 522,058 522 2,74
120 0,10 0,090 596,768 597 2,40
3/8/2016 0,08 666,975 667 2,15
40
ALINYEMEN HORIZONTAL – Hubungan antara Vr, R, D, dan (e+f)
Hubungan antara nilai (e + f),
kecepatan rencana, radius
lengkung, dan derajat lengkung.
Untuk satu kecepatan rencana,
hubungan antara (e+f) dari radius
lengkung berupa garis lurus.
Garis putus-putus menunjukkan
batasan untuk sebuah
superelevasi maksimum, tidak
terdapat lagi lengkung horizontal
dengan radius lebih kecil dari
batasan tersebut.
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL FT - UMY 41
-
ALINYEMEN HORIZONTAL – Distribusi nilai e dan f

 Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi bersama-sama oleh


komponen berat kendaraan akibat adanya superelevasi dan gaya
gesekan melintang antara permukaan jalan dan ban kendaraan.
 Nilai ekstrim diperoleh untuk jalan lurus dimana radius lengkung
adalah tak berhingga.
 Nilai ekstrim yang lain adalah untuk kondisi lengkung tertajam
untuk satu kecepatan rencana, yaitu untuk lengkung dengan radius
minimum.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 42


ALINYEMEN HORIZONTAL – Distribusi nilai e dan f

Berarti :
 e + f = 0 -------------> jalan lurus, R tak berhingga
 e + f = (e + f)maks, ---------> jalan pada lengkung dengan R = Rmin
 Di antara kedua harga ekstrim itu nilai superelevasi(e) dan koefisien
gesekan (f) terdistribusi menurut beberapa metode.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 43


POTONGAN MELINTANG JALAN – Bagian-bagian Jalan
Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA) dibatasi oleh (lihat Gambar):
a) lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan,
b) tinggi 5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan, dan
c) kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan.
Daerah manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. Badan jalan
meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa pemisah dan bahu jalan.
Daerah Milik Jalan (DAMIJA) dibatasi oleh lebar yang sama dengan Damaja ditambah ambang pengaman
konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan kedalaman 1.5 meter. Daerah milik jalan merupakan ruang
sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh Pembina Jalan dengan
suatu hak tertentu. Biasanya pada tiap jarak 1 km dipasang patok Damija berwarna kuning. Sejalur tanah
tertentu di luar Damaja tetapi di dalam Damija dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan
keamanan penggunaan jalan antara lain untuk keperluan pelebaran Damaja di kemudian hari.
Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA) adalah ruang sepanjang jalan di luar Damija dengan maksud agar
tidak mengganggu pandangan pengemudi dan konstruksi bangunan jalan, dalam hal ini tak cukup luasnya
Damija. DAWASJA dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan sebagai berikut :
(1) jalan Arteri minimum 20 meter,
(2) jalan Kolektor minimum 15 meter,
(3) jalan Lokal minimum 10 meter.
Untuk keselamatan pemakai jalan, Dawasja di daerah tikungan ditentukan oleh jarak pandang bebas.
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 44
POTONGAN MELINTANG JALAN – Bagian-bagian Jalan

http://www.civildoqument.com/
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 45
POTONGAN MELINTANG JALAN – Bagian-bagian Jalan

Sumber: TPGJAK, 1997


3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 46
POTONGAN MELINTANG JALAN – Bagian-bagian Jalan
Penampang melintang jalan adalah potongan suatu jalan secara melintang tegak lurus sumbu jalan
(Sukirman, 1994). Bagian-bagian penampang melintang jalan yang terpenting dapat dibagi menjadi :

Bagian yang langsung berguna untuk lalu lintas Bagian pelengkap jalan
1. Jalur lalu lintas 1. Kereb
2. Lajur 2. Pengaman tepi
3. Bahu jalan
4. Median
5. Fasilitas pejalan kaki (Trotoar) Bagian Konstruksi Jalan
1. Lapisan perkerasan jalan
2. Lapisan pondasi atas
Bagian yang berguna untuk drainase jalan
3. Lapisan pondasi bawah
1. Saluran samping
2. Kemiringan melintang jalur lalu lintas 4. Lapisan tanah dasar
3. Kemiringan melintang bahu 5. Daerah manfaat jalan (Damaja)
4. Kemiringan lereng 6. Daerah milik jalan (Damija)
7. Daerah pengawasan jalan (Dawasja)
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 47
POTONGAN MELINTANG JALAN – Bagian-bagian Jalan

Penampang Melintang Jalan Tanpa Median


Penampang Melintang Jalan Dengan Median

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 48


POTONGAN MELINTANG JALAN – Jalur Lalu Lintas
Jalur lalu lintas adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang diperuntukan untuk lalu lintas kendaraan
(Sukirman ,1994). Lebar jalur lalu lintas (travelled way = carriage way) adalah saluran perkerasan jalan yang
digunakan untuk lalu lintas kendaraan yang terdiri dari beberapa lajur yaitu lajur lalu lintas yang khusus
diperuntukkan untuk di lewati oleh kendaraan dalam satu arah. Pada jalur lalu lintas di jalan lurus dibuat miring, hal
ini diperuntukkan terutama untuk kebutuhan drainase jalan dimana air yang jatuh di atas permukaan jalan akan
cepat mengalir ke saluran-saluran pembuangan. Selain itu, kegunaan kemiringan melintang jalur lalu lintas adalah
untuk kebutuhan keseimbangan gaya sentrifugal yang bekerja terutama pada tikungan.
Batas jalur lalu lintas dapat berupa median, bahu, trotoar, pulau jalan, dan separator.

Jalur lalu lintas dapat terdiri atas beberapa lajur dengan type anatara lain:
1 jalur-2 lajur-2 arah (2/2 TB)

1 jalur-2 lajur-l arah (2/1 TB)

2 jalur-4 1ajur-2 arah (4/2 B)

2 jalur-n lajur-2 arah (n/2 B)


3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 49
POTONGAN MELINTANG JALAN – Jalur Lalu Lintas

Jalan 1 Jalur-2 Lajur-2 Arah (2/2 TB) Jalan 1 Jalur-2 Lajur-1 Arah (2/1 TB)

3/8/2016 Jalan 2DSM - TEKNIK


Jalur-4 SIPILArah
Lajur-2 - FT - (4/2
UMYTB) 50
POTONGAN MELINTANG JALAN – Jalur Lalu Lintas
Tabel II.7.Penentuan Lebar Jalur dan Bahu jalan (TPGJAK 1997)

Keterangan: **)= Mengacu pada persyaratan ideal


*) = 2 jalur terbagi, masing – masing n × 3, 5m, di mana n= Jumlah lajur per jalur
- = Tidak ditentukan

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 51


POTONGAN MELINTANG JALAN – Lajur Lalu Lintas
Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka lajur jalan, memiliki lebar
yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai kendaraan rencana.
Lebar lajur lalu lintas merupakan bagian yang paling menentukan lebar melintang jalan secara
keseluruhan (Sukirman, 1994). Besarnya lebar lajur lalu lintas hanya dapat ditentukan dengan
pengamatan langsung dilapangan karena :
a. Lintasan kendaraan yang satu tidak mungkin akan dapat diikuti oleh lintasan kendaraan lain
dengan tepat.
b. Lajur lalu lintas mungkin tepat sama degan lebar kendaraan maksimum. Untuk keamanan dan
kenyamanan setiap pengemudi membutuhkan ruang gerak antara kendaraan.
c. Lintasan kendaraan tidak mungkin dibuat tetap sejajar sumbu lajur lalu lintas, karena selama
bergerak akan mengalami gaya – gaya samping seperti tidak ratanya permukaan, gaya sentritugal
di tikungan, dan gaya angin akibat kendaraan lain yang menyiap.

Lebar lajur lalu lintas merupakan lebar kendaraan ditambah dengan ruang bebas antara kendaraan,
yang besarnya sangat ditentukan oleh keamanan dan kenyamanan yang diharapkan.
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 52
POTONGAN MELINTANG JALAN – Lajur Lalu Lintas
Pada jalan lokal (kecepatan rendah) lebar jalan minimum 5,50 m (2 x 2,75) cukup memadai untuk
jalan 2 lajur dengan 2 arah. Dengan pertimbangan biaya yang tersedia, lebar 5 m pun masih
diperkenankan. Jalan arteri yang direncanakan untuk kecepatan tinggi, mempunyai lebar lajur lalu
lintas lebih besar dari 3,25 m (sebaiknya 3,50 m).

Lebar lajur tergantung pada kecepatan rencana dan kendaraan rencana, yang dalam hal ini
dinyatakan dengan fungsi dan kelas jalan seperti ditetapkan dalam Tabel berikut.

Tabel II.8. Lebar Jalur Jalan Ideal (TPGJAK 1997)

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 53


POTONGAN MELINTANG JALAN – Kemiringan Melintang
Kemiringan melintang jalur lalu lintas jalan lurus diperuntukkan untuk kebutuhan drainase jalan (Jotin Khisty,
2003). Air yang jatuh di atas permukaan jalan supaya cepat dialirkan ke saluran – saluran pembuangan.
Kemiringan melintang bervariasi antara 2% - 3%, untuk jenis lapisan permukaan dengan menggunakan
bahan pengikat seperti aspal dan semen. Semakin kedap air lapisan tersebut semakin kecil kemiringan melintang
yang dapat dipergunakan.
Sedangkan untuk jalan dengan lapisan permukaan belum mempergunakan bahan pengikat seperti jalan berkerikil
kemiringan melintang dibuat sebesar 4-5%. Kemiringan melintang jalur lalu lintas di tikungan dibuat untuk
kebutuhan keseimbangan gaya sentrifugal yang bekerja, di samping kebutuhan akan drainase. Besarnya
kemiringan melintang yang dibutuhkan pada tikungan dibahas kembali di pertemuan tentang “Alinyemen
Horizontal”.

3/8/2016 DSM -Jalan


Kemiringan TEKNIKNormal
SIPIL - FT - UMY 1997)
(TPGJAK 54
POTONGAN MELINTANG JALAN – Bahu Jalan
Bahu jalan adalah jalur yang terletak di tepi jalur
lalu lintas. Bahu jalan mempunyai kemiringan
untuk keperluan pengairan air dari permukaan
jalan dan juga untuk memperkokoh konstruksi
perkerasan. Kemiringan bahu jalan normal antara
3% - 5% (TPGJAK 1997).
Lebar bahu dapat dilihat pada Tabel II.7
Bahu jalan berfungsi sebagai :
1. Tempat berhenti sementara kendaraan mogok atau yang sekedar berhenti;
2. Menghindarkan diri dari saat-saat darurat sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan;
3. Memberikan kelegaan pada pengemudi sehingga dapat meningkatkan kapasitas jalan yang
bersangkutan;
4. Memberikan sokongan pada konstruksi perkerasan jalan dari arah samping agar tidak mudah
terkikis;
5. Ruang pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan perbaikan atau pemeliharaan jalan (Bina
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 55
Marga, 1997).
POTONGAN MELINTANG JALAN – Bahu Jalan
Berdasarkan tipe perkerasannya, bahu jalan dapat dibedakan atas :
1. Bahu lunak (soft shoulder) yaitu bahu jalan yang tidak diperkeras, hanya dibuat dari
material perkerasan jalan tanpa pengikat. Biasanya digunakan material agregat
bercampur sedikit lempung.
Bahu yang tidak diperkeras ini dipergunakan untuk daerah-daerah yang tidak begitu
penting, dimana kendaraan yang berhenti dan mempergunakan bahu tidak begitu
banyak jumlahnya.
2. Bahu diperkeras (hard shoulder) yaitu bahu yang dibuat dengan mempergunakan
bahan pengikat sehingga lapisan tersebut lebih kedap air dibandingkan dengan bahu
yang tidak diperkeras.
Bahu jenis ini dipergunakan untuk jalan-jalan dimana kendaraan yang akan berhenti dan
memakai bagian tersebut besar jumlahnya, seperti di sepanjang jalan tol, di sepanjang
jalan arteri yang melintasi kota, dan di tikungan-tikungan yang tajam.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 56


POTONGAN MELINTANG JALAN – Bahu Jalan
Besarnya lebar bahu jalan dipengaruhi oleh :
1. Fungsi jalan; jalan arteri direncanakan untuk kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan jalan lokal. Dengan demikian jalan arteri membutuhkan kebebasan samping,
keamanan, dan kenyamanan yang lebih besar, atau menuntut lebar bahu yang lebih
besar dari jalan lokal.
2. Volume lalu lintas; volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan lebar bahu yang lebih
besar dibandingkan dengan volume lalu lintas yang lebih rendah.
3. Kegiatan disekitar jalan.; Jalan yang melintasi daerah perkotaan, pasar, sekolah,
membutuhkan lebat bahu jalan yang lebih besar dari pada jalan yang melintasi daerah
rural.
4. Ada atau tidaknya trotoar.
5. Biaya yang tersedia; sehubungan dengan biaya pembebasan tanah, dan biaya untuk
konstruksi.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 57


POTONGAN MELINTANG JALAN – Median Jalan
Median adalah suatu bagian bangunan jalan yang terletak di tengah jalan yang secara fisik memisahkan dua jalur
ataupun lajur lalulintas yang berlawanan arah. Jalan 2 arah dengan 4 lajur atau lebih harus dilengkapi median.
Fungsi Median
1. Menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana pengemudi masih dapat mengontrol kendaraannya pada
saat-saat darurat;
2. Menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi /mengurangi kesilauan terhadap lampu besar dari kendaraan
yang berlawanan arah;
3. Menambah rasa kelegaan, kenyamanan dan keindahan bagi setiap pengemudi;
4. Mengamankan kebebasan samping dari masing-masing arah arus lalu-lintas;
5. Ruang tunggu penyeberang jalan;
6. Penempatan fasilitas jalan;
7. Tempat prasarana kerja sementara;
8. Penghijauan.
9. Tempat berhenti darurat (jika cukup luas);
10. Cadangan lajur (jika cukup luas).
Jenis Median
1. Median direndahkan, terdiri atas jalur tepian dan bangunan pemisah jalur yang direndahkan;
2. Median ditinggikan, terdiri atas jalur tepian dan bangunan pemisah jalur yang ditinggikan.
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 58
POTONGAN MELINTANG JALAN – Median Jalan
Lebar minimum median terdiri
atas jalur tepian selebar 0,25-
0,50 meter dan bangunan
pemisah jalur, ditetapkan dapat
dilihat dalam Tabel II.9.
TPGJAK 1997).

Perencanaan median yang


lebih rinci mengacu pada
Standar Perencanaan
Geometrik untuk Jalan
Perkotaan, Direktorat Jenderal
Bina Marga,Maret 1992.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 59


POTONGAN MELINTANG JALAN – Fasilitas Pejalan Kaki (Trotoar)
Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang
khusus dipergunakan untuk pejalan kaki (pedestrian). Untuk menjamin
keselamatan dan keamanan pejalan kaki serta kelancaran lalulintas, maka trotoar
ini harus dibuat terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik berupa kerb. Perlu
tidaknya trotoar disediakan sangat tergantung dari volume pedestrian dan volume
lalu lintas pemakai jalan tersebut.
Lebar trotoar yang dibutuhkan ditentukan oleh volume pejalan kaki, tingkat
pelayanan pejalan kaki yang diinginkan, dan fungsi jalan. Lebar trotoar yang umum
digunakan berkisar 1,5 – 3,0 m.
Jika fasilitas pejalan kaki diperlukan maka perencanaannya mengacu kepada
Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Direktorat Jenderal
Bina Marga, Maret 1992.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 60


POTONGAN MELINTANG JALAN – Saluran Samping
Saluran samping berguna untuk :
 Mengalirkan air dari permukaan perkerasan jalan ataupun dari bagian luar jalan.
 Menjaga supaya konstruksi jalan selalu berada dalam keadaan kering tidak terendam air.
Umumnya bentuk saluran samping trapesium, atau empat persegi panjang. Untuk daerah perkotaan, dimana
daerah pembebasan jalan sudah sangat terbatas, maka saluran samping dapat dibuat empat persegi panjang dari
konstruksi beton dan ditempatkan di bawah trotoar. Sedangkan di daerah pedalaman dimana pembebasan lahan
bukan menjadi masalah, saluran samping umumnya dibuat berbentuk trapesium. Dinding saluran dapat dengan
mempergunakan pasangan batu kali, atau tanah asli. Lebar dasar saluran disesuaikan dengan besarnya debit
yang diperkirakan akan mengalir pada saluran tersebut, minimum sebesar 30 cm.
Landai dasar biasanya dibulatkan mengikuti kelandaian
dari jalan. Tetapi pada kelandaian jalan yang cukup besar,
dan saluran hanya terbuat dari tanah asli, kelandaian
dasar saluran tidak lagi mengikuti kelandaian jalan. Hal ini
untuk mencegah pengkikisan oleh aliran air. Kelandaian
dasar saluran dibatasi sesuai dengan material dasar
saluran. Jika terjadi perbedaan yang cukup besar antara
kelandaian saluran dan kelandaian jalan, maka perlu
Gambar Kelandaian Dasar Saluran (Sumber : Silvia Suk61irman)
dibuatkan terasering.
POTONGAN MELINTANG JALAN – Kemiringan Lereng (Talud)
Talud untuk saluran samping yang berbentuk trapesium dan tidak
diperkeras adalah 2H : 1V, atau sesuai dengan kemiringan yang
memberikan kestabilan lereng yang aman. Untuk saluran samping yang
mempergunakan pasangan batu, talud dapat dibuat 1:1.
Talud jalan umumnya dibuat 2H : 1V, tetapi untuk tanah-tanah yang mudah
longsor talud jalan harus dibuat sesuai dengan besarnya landai yang aman,
yang diperoleh dari perhitungan kestabilan lereng. Berdasarkan keadaan
tanah pada lokasi jalan tersebut, mungkin saja dibuat bronjong, tembok
penahan tanah, lereng bertingkat (berm) ataupun hanya ditutupi rumput
saja.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 62


POTONGAN MELINTANG JALAN – Kereb (Kerb)
Yang dimaksud dengan kereb adalah penonjolan atau peninggian tepi perkerasan atau bahu jalan,
yang terutama dimaksudkan untuk keperluan-keperluan drainase, mencegah keluarnya kendaraan
dari tepi perkerasan, dan memberikan ketegasan tepi perkerasan. Pada umumnya kereb digunakan
pada jalan-jalan di daerah perkotaan, sedangkan untuk jalan-jalan antar kota kereb hanya
dipergunakan jika jalan tersebut direncanakan untuk lalu lintas dengan kecepatan tinggi atau apabila
melintasi perkampungan.

3/8/2016 63
Gambar Jenis Kereb (Sumber : Silvia Sukirman)
POTONGAN MELINTANG JALAN – Kereb (Kerb)
Berdasarkan fungsi dari kereb, maka kereb dapat dibedakan atas :
 Kereb peninggi (mountable curb) adalah kereb yang direncanakan agar dapat didaki
kendaraan, biasanya terdapat di tempat parkir di pinggir jalan/ jalur lalu lintas. Untuk
kemudahan didaki oleh kendaraan maka kereb harus mempunyai bentuk permukaan
lengkung yang baik. Tingginya berkisar antara 10-15 cm
 Kereb penghalang (barrier curb), adalah kereb yang direncanakan untuk menghalangi atau
mencegah kendaraan meninggalkan jalur lalu lintas, terutama di median, trotoar, pada
jalan-jalan tanpa pagar pengaman. Tingginya berkisar antara 25-30 cm
 Kereb berparit (gutter curb) adalah kereb yang direncanakan untuk membentuk sistem
drainase perkerasan jalan. Kereb ini dianjurkan pada jalan yang memerlukan sistem
drainase perkerasan lebih baik. Pada jalan lurus diletakkan di tepi luar dari perkerasan,
sedangkan pada tikungan diletakkan pada tepi dalam. Tingginya berkisar antara 10-20 cm
 Kereb penghalang berparit (barrier guter curb) adalah kereb penghalang yang
direncanakan untuk membentuk sistem drainase perkerasan jalan. Tingginya berkisar
a3/n8/t2a01r 20-30 cm. DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 64
6a
POTONGAN MELINTANG JALAN – Pengaman Tepi
Pengaman tepi bertujuan untuk memberikan ketegasan tepi badan jalan. Jika terjadi
kecelakaan, dapat mencegah kendaraan keluar dari badan jalan. Umumnya dipergunakan
di sepanjang jalan yang menyusur jurang, pada tanah timbunan lebih besar dari 2,5 meter,
dan pada jalan-jalan dengan kecepatan tinggi.

3/8/2016 65
Gambar Jenis Pagar Pengaman (Sumber : Silvia Sukirman)
POTONGAN MELINTANG JALAN – Pengaman Tepi
Pengaman tepi dibedakan atas :
 Pengaman tepi dari besi yang digalvanized (guard rail), dipergunakan jika bertujuan
untuk melawan tumbukan (impact) dari kendaraan dan mengambalikan kendaraan ke
arah dalam sehingga kendaraan tetap bergerak dengan kecepatan yang makin kecil
sepanjang pagar pengaman. Dengan adanya pagar pengaman diharapkan kendaraan
tidak dengan tiba-tiba berhenti atau berguling ke luar badan jalan.
 Pengaman tepi dari beton (parapet), dianjurkan dipergunakan pada jalan dengan
kecepatan rencana 80-100 km/jam.
 Pengaman tepi dari tanah timbunan, dianjurkan digunakan untuk kecepatan rencana <
80 km/jam.
 Pengaman tepi dari batu kali, tipe ini dikaitkan terutama untuk keindahan (estetika) dan
pada jalan dengan kecepatan rencana < 60 km/jam.
 Pengaman tepi dari balok kayu.
Tipe ini dipergunakan untuk kecepatan rencana < 40 km/jam dan pada daerah parkir.
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 66
JARAK PANDANGAN – Pengertian dan Manfaat
Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada
saat mengemudi sedemikian rupa sehingga jika pengemudi melihat suatu
halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk
menghidari bahaya tersebut dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu
Jarak Pandang Henti (Jh) dan Jarak Pandang Mendahului (Jd).

Manfaat jarak pandang:


1. Menghindarkan terjadinya tabrakan.
2. Memberi kemungkinan untuk mendahului kendaraan lain yang bergerak dengan
kecepatan yang lebih rendah dengan mempergunakan lajur di sebelahnya.
3. Menambah efisiensi jalan, sehingga volume pelayanan dapat dicapai
semaksimal mungkin.
4. Sebagai pedoman bagi pengatur lalu-lintas dalam menempatkan rambu-rambu
3l/a
8/l2u
016lintas yang diperlukan padaDSsMe- tTiEa
KNp
IK Ss
IPe
IL -g
FTm
- Ue
MnY jalan. 67
JARAK PANDANGAN – Persepsi dan Waktu Reaksi (PIEV)
Perception (tanggapan memahami):
Proses mengenali suatu rangsangan yang diterima melalui mata, telinga maupun indera
yang lain yang memerlukan penelaahan di otak. Waktu yang dibutuhkan untuk proses ini
disebut waktu tanggapan (perception time).
Intellection or identification (pengenalan):
Proses pemikiran yang diterima otak. Proses ini disebut proses pengenalan (intellection
process). Bagi pengemudi yang berpengalaman, proses ini akan lebih cepat.
Emotion or decision (emosi atau keputusan):
Keputusan untuk melakukan respon yang tepat terhadap suatu rangsangan dan proses
pengenalan. Emosi mempengaruhi proses pengambilan keputusan, setelah melalui
perception dan intellection. Emosi dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin.
Volition or reaction (kemauan atau reaksi):
Reaksi untuk mengambil suatu tindakan dengan berbagai pertimbangan yang diambil,
seperti: menginjak pedal rem atau membanting setir ke kiri/kanan. Waktu untuk merespon
ini 3d/8is/2e01b6 volition time. DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 68
JARAK PANDANGAN – Persepsi dan Waktu Reaksi (PIEV)
Contoh proses PIEV:
Pengemudi yang menuju rambu STOP
1. Pengemudi melihat rambu (perception)
2. Pengemudi mengenali rambu tersebut sebagai
rambu STOP (intellection)
3. Pengemudi memutuskan untuk berhenti (emotion)
4. Pengemudi meletakkan kakinya pada pedal rem
(volition)
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 69
JARAK PANDANGAN – Persepsi dan Waktu Reaksi (PIEV)
PIEV dipengaruhi oleh: Jarak yang dibutuhkan untuk proses PIEV (dp):
dp = 0,278 Vr * T
 Umur dengan:
 Kelelahan Vr : kecepatan (km/jam)
T : PIEV time (detik)
 Keterbatasan fisik
 Kompleksitas tanda/rambu dan tugas
 Pengaruh alkohol dan obat bius
those who talk on a phone while driving are four times more likely to have an accident
when compared to those who do not talk on a phone (Redelmeier and Tibshirani, 1997).
In fact, an estimated 330,000 driving related injuries and 2600 fatalities per year could be
attributed to the use of cell phone (Cohen and Graham, 2003).
the cognitively distracting nature of the cell phone or the physical limitations caused by
dialing or holding a cell phone while driving??
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 70
JARAK PANDANGAN – Jarak Pandang Henti
Jarak Pandang Henti (Jh)
1. Jh adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikan
kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan. Setiap titik di
sepanjang jalan harus memenuhi Jh.
2. Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi
halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan.
3. Jh terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu:
a. Jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi melihat
suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat pengemudi menginjak
rem; dan
b. jarak pengereman (Jhr,) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan
sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
4. Jh dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus:
VR = kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tanggap PIEV, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det²
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35-0,5. f
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 71
akan semakin kecil jika kecepatan Vr semakin tinggi dan sebaliknya.
JARAK PANDANGAN – Jarak Pandang Henti
Persamaan tersebut sebelumnya dapat disederhanakan menjadi:
 Untuk jalan datar :

(metric unit)

 Untuk jalan dengan kelandaian tertentu :

Dimana : L = landai jalan dalam (%) dibagi 100

Tabel berikut berisi Jh minimum yang dihitung berdasarkan persamaan sebelumnya dengan
pembulatan-pembulatan untuk berbagai Vr.
Tabel II.10. Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum (TPGJAK 1997)

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY


72
JARAK PANDANGAN – Jarak Pandang Mendahului
Jarak Pandang Mendahului
(Jd)
1) Jd adalah jarak yang
memungkinkan suatu
kendaraan mendahului
kendaraan lain di depannya
dengan aman sampai
kendaraan tersebut kembali ke
lajur semula (lihat Gambar
berikut).
2) Jd diukur berdasarkan asumsi
bahwa tinggi mata pengemudi
adalah 105 cm dan tinggi
halangan adalah 105 cm.

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 73


(TPGJAK 1997)
JARAK PANDANGAN – Jarak Pandang Mendahului
Asumsi yang digunakan untuk menghitung jarak pandang mendahului standar:
 Kendaraan yang akan didahului berjalan dengan kecepatan tetap.
 Sebelum melakukan gerakan mendahului, kendaraan harus mengurangi kecepatannya
dan mengikuti kendaraan yang akan didahului dengan kecepatan yang sama.
 Apabila kendaraan sudah berada pada lajur untuk mendahului maka pengemudi harus
mempunyai waktu untuk menentukan arah apakah gerakan mendahului dapat
diteruskan.
 Kecepatan kendaraan yang mendahului mempunyai perbedaan sekitar 15 km/jam
dengan kecepatan kendaraan yang didahului pada waktu melakukan gerakan menyiap.
 Pada saat kendaraan yang mendahului telah berada kembali pada jalur jalannya, maka
harus tersedia cukup jarak dengan kendaraan yang bergerak dari arah yang
berlawanan.
 Tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan adalah 105 cm.
 Kendaraan yang bergerak dari arah yang berlawanan mempunyai kecepatan yang sama
d3/e8/n20g16a kendaraan yang mendahului. 74
n
JARAK PANDANGAN – Jarak Pandang Mendahului
Jd, dalam satuan meter ditentukan sebagai berikut:
Jd=d1+d2+d3+d4
dimana :
d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m),
d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula (m),
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang dari arah
berlawanan setelah proses mendahului selesai (m),
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan (m).

Jd yang sesuai dengan Vr ditetapkan dari Tabel berikut.


Tabel II.11. Panjang Jarak Pandang Mendahului/Menyiap Berdasar Vr (TPGJAK 1997)

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 75


JARAK PANDANGAN – Jarak Pandang Mendahului

Dimana :
T1 = Waktu dalam (detik), = 2.12 + 0.026 x Vr.
T2 = Waktu kendaraan mendahului/menyiap berada dijalur lawan, (detik) = 6.56+0.048xVr.
Vr = kecepatan kendaraan yang menyiap.
a = Percepatan rata-rata (km/jm/dtk), = 2.052+0.0036xVr.
m = perbedaan kecepatan dari kendaraan yang menyiap dan kendaraan yang disiap, (biasanya
diambil 10-15 km/jam).
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 76
JARAK PANDANGAN – Daerah Bebas Samping di Tikungan
Pada saat mengemudikan kendaraan pada kecepatan tertentu, ketersediaan jarak pandang
yang baik sangat dibutuhkan apalagi sewaktu kendaraan menikung atau berbelok.
Keadaan ini seringkali terganggu oleh gedung-gedung (perumahan penduduk), pepohonan,
hutan-hutan kayu maupun perkebunan, tebing galian dan lain sebagainya. Oleh karena itu
perlu adanya daerah bebas samping di tikungan untuk menjaga keamanan pemakai jalan
(Jotin Khisty,2003).
Daerah bebas samping di tikungan adalah ruang untuk menjamin kebebasan pandang di
tikungan sehingga jarak pandangan henti (Jh) dipenuhi. Daerah bebas samping
dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pandangan di tikungan dengan
membebaskan objek-objek penghalang sejauh E (m) diukur dari garis tengah lajur dalam
sampai objek penghalang pandangan sehingga persyaratan Jh dipenuhi ( Bina Marga
1997).

Jarak ini diperlukan untuk memenuhi syarat jarak pandang yang besarnya tergantung jari-
jari (R), kecepatam rencana (Vr) dan keadaan lapangan.
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 77
JARAK PANDANGAN – Daerah Bebas Samping di Tikungan
Terdapat dua kemungkinan keadaan, yaitu : Tabel. Nilai E (m) untuk Jh<Lt, VR (km/jam) dan Jh (m)
a) Jarak Pandang Henti < Panjang Tikungan (Jh < Lt)
Dimana :
E = Daerah bebas samping (m);
R = Jari – jari tikungan (m);
Jh = Jarak pandang henti (m ;
Lt = Panjang tikungan (m).

3/8/2016 DSM - TEKNIK - FT - UMY 78


SIPIL
(TPGJAK 1997)
JARAK PANDANGAN – Daerah Bebas Samping di Tikungan
Terdapat dua kemungkinan keadaan, yaitu : Tabel. Nilai E (m) untuk Jh>Lt, VR (km/jam) dan Jh (m)
b) Jarak Pandang Henti > Panjang Tikungan (Jh > Lt)
Dimana : penjelasan E, R, Jh, Lt sama dengan poin a).

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 79


(TPGJAK 1997)
JARAK PANDANGAN – Daerah Bebas Samping di Tikungan
Terdapat dua kemungkinan keadaan, yaitu : Tabel. Nilai E (m) untuk Jh>Lt, VR (km/jam) dan Jh (m)
b) Jarak Pandang Henti > Panjang Tikungan Dimana Jh - Lt = 50 m
(Jh > Lt)
Dimana : penjelasan E, R, Jh, Lt sama dengan poin a).

3/8/2016 DSM - TEKNIK S PIL - FT - UMY 80


KINERJA PENGEREMAN KENDARAAN
Jarak pengereman (braking distance), db.

db : jarak pengereman
v : kecepatan mula-mula kendaraan
u : kecepatan akhir kendaraan
f : koefisien gesek (antara ban dan perkerasan)
g : gradien (dalam desimal)
Jarak berhenti (stopping distance), ds.
ds = dp + db Dimana : g atau L = landai jalan dalam (%) dibagi 100
dp = 0,278 Vr * T
3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 81
KINERJA PENGEREMAN KENDARAAN
Faktor utama yang berpengaruh terhadap gesekan adalah:
 Kondisi jalan – jalan basah biasanya diasumsikan untuk menentukan faktor
gesekan f.
 Kualitas ban – ban yang berpola diasumsikan untuk menentukan f.
 Kecepatan – kecepatan kendaraan yang lebih tinggi mengurangi kontak ban
dan perkerasan.
 Kekasaran permukaan – semakin kasar permukaan, semakin besar nilai f.

Untuk kenyamanan kendaraan, f ≤ 0,5

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 82


MAN JADDA WA JADA

TERIMAKASIH

3/8/2016 DSM - TEKNIK SIPIL - FT - UMY 83

Anda mungkin juga menyukai