Anda di halaman 1dari 49

Martinus V Tjandra

Dokter Internsip Rumah Sakit Al Huda


 Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi
dimana jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme
jaringan
 Faktor resiko modifiable & non modifiable

 Data WHO (2012) tahun 2008 17 juta kematian


atau sekitar 48 % dari total kematian disebabkan
oleh penyakit Kardiovaskular
 Dari RISKESDAS Kementrian Kesehatan
Indonesia tahun 2007 yaitu terdapat 7,2%
penduduk Indonesia menderita Penyakit Jantung.
 Gagal Jantung umumnya terjadi pada:
 Ppenyakit jantung stadium akhir
 Setelah infark miokard dan sirkulasi perifer
mengalami kelelahan akibat berkurangnya
cadangan oksigen dan nutrisi
 Kegagalan mekanisme kompensasi.
 Seorang perempuan berusia 50 tahun dengan
keluhan sesak nafas berat dibawa ke IGD Rumah
Sakit sesaat setelah keluhan muncul. Keluhan
disertai nyeri dada dirasakan seperti tertimpa
beban berat di bagian tengah dada yang tembus
sampai ke punggung, tidak menjalar ke lengan
maupun rahang. Pasien tetap sadar saat keluhan
sesak muncul. Aktifitas pasien sebelumnya
sedang mengerjakan pekerjaan rumah tangga,
menyapu dan mencuci baju. Keluhan sesak nafas
ringan berulang sudah dirasakan pasien sejak 15
hari sebelumnya, tetapi belum pernah dibawa ke
rumah sakit sebelumnya.
 Pasien mengatakan keluhan sesak sudah
berulang kali muncul hanya dengan berjalan
lebih kurang 50 meter, dan merasa lebih
nyaman saat tidur dengan bantal yang lebih
tinggi. Pasien juga mengatakan terkadang
terbangun pada malam hari karena sesak
nafas. Pasien mengatakan kedua kaki pernah
bengkak sebelumnya, tetapi tidak tahu persis
kapan munculnya, dan sekarang sudah tidak
bengkak.
 Pasien mengatakan tidak pernah merasa
nyeri dada berat sebelumnya, tetapi memang
memiliki tekanan darah tinggi yang tidak
terkontrol dan tidak minum obat. Tidak ada
keluhan batuk pada malam hari. Orang tua
pasien memiliki riwayat darah tinggi, dan
ayah pasien pernah mengalami serangan
jantung. Makanan pasien tidak terkontrol,
suka mengkonsumsi makanan berlemak,
santan, dan garam tidak terukur.
 Keadaan umum tampak sakit sedang
 Kesadaran compos mentis
 Tekanan darah 140/90 mmHg
 HR78x/menit
 RR 24x/menit
 Suhu aksilla 36.7oC
 JVP meningkat
 Kepala:
 Normocephal
 Conjunctiva anemis -/-
 Sclera icteric -/-
 Wajah simetris
 Leher
 tidak teraba benjolan atau massa pada leher
 Thoraks
 Inspeksi : sela iga simetris kanan dan kiri, tidak
melebar, ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : focal fremitus simetris kanan dan kiri.
 Perkusi: batas jantung kanan di linea midclavicula
dextra ICS V, batas jantung kiri di linea axilaris
anterior ICS VI.
 Auskultasi: bunyi jantung tambahan atau gallop (-)
murmur (-)
 Thoraks
 Auskultasi: Ronkhi +/+ dari medial hingga basal,
Wheezing (-). Suara nafas menurun di basal paru
kiri.
 Abdomen
 Inspeksi: Bentuk cembung, tidak tampak kelainan
kulit
 Palpasi: Hepar tidak teraba membesar, tidak
terdapat nyeri tekan
 Perkusi: Tymphani
 Auskultasi:bising usus dalam batas normal
 Extremitas
 pitting oedem minimal di kedua tungkai bawah
 CRT kurang dari 2 detik
 tidak anemis.
 Darah rutin pada tanggal 23 Februari 2019

hemoglobin 11.8 g/dL

hematokrit 39.3 %

trombosit 391.000/uL

leukosit 8.300/uL

eritrosit 5.23x106/uL
 Kimia darah
 GDA 183 mg/dL
 urea 28.0 mg/dL
 creatinin 0.58
 SGOT 44 u/L
 SGPT 57 u/L.
 ACCF)/AHA mendefinisikan gagal jantung :sindroma
klinis yang kompleks yang terjadi akibat gangguan
struktur atau fungsi dari pengisian ventrikel serta
pemompaan darah, yang menyebabkan gejala klinis
 Gagal jantung merupakan kelainan bersifat progresif
 Proses terjadinya gagal jantung dimulai setelah
timbulnya suatu peristiwa/index event yang
menyebabkan kerusakan pada otot jantung:
 Mendadak -> infark miokard
 Peningkatan tekanan hemodinamik -> hipertensi dan
stenosis katup ataupun kelebihan cairan
 Herediter ->kardiomiopati yang bersifat genetik.
 Pada mayoritas kasus pasien tetap tidak bergejala /
dapat mempunyai gejala minimal setelah penurunan
awal kapasitas pemompaan jantung
 Kompensasi aktif jika terjadi cedera pada jantung atau
disfungsi ventrikel kiri
 Mekanisme kompensasi yang telah diketahui
 Aktivasi renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS) serta
sistem saraf adrenergik ->menjaga curah jantung melalui
retensi garam dan air
 Peningkatan kontraktilitas miokard
 Aktivasi sejumlah molekul yang bersifat vasodilator -> atrial
dan brain natriuretic peptide (ANP dan BNP), prostaglandin
(PGE2 dan PGI), dan nitric oxide yang mengimbangi
vasokonstriksi vaskular perifer yang berlebihan.
 Pada satu titik akhirnya menunjukkan gejala –
gejala yang jelas -> peningkatan tingkat
morbiditas dan mortalitas
 Proses peralihan ke kondisi gagal jantung
yang bergejala -> perubahan adaptif pada
miokardium dikenal dengan proses
remodelling ventrikel kiri
 Dapat membutuhkan waktu beragam dari
hitungan hari sampai berminggu-minggu
 Gagal jantung kronik = compensated heart
failure
 Beberapa kasus, gagal jantung terjadi akibat
peningkatan kebutuhan jaringan akan darah
yang meningkat (high-output failure).
 Cardiac output yang tidak adekuat (forward
failure) hampir selalu diikuti oleh peningkatan
kongesti sirkulasi vena (backward failure),
dikarenakan kegagalan ventrikel untuk
mengejeksi darah yang masuk
 Mekanisme neurohormonal
 Mekanisme Frank – Starling
 Perubahan struktur miokardium
 Penurunan curah jantung pada gagal jantung ->
aktivasi simpatis yang dimediasi baroresptor
yang terletak di ventrikel kiri, sinus karotikus, dan
arkus aorta -> hilangnya efek inhibisi oleh tonus
parasimpatis di susunan saraf pusat ->
peningkatan tonus simpatis dan pelepasan anti
diuretic hormone/ADH) oleh hipofisis
 ADH = vasokonstriktor kuat yang meningkatkan
permeabilitas dari duktus koligentes di ginjal
menyebabkan reabsorbsi air
 Stimulasi simpatis di ginjal menyebabkan
pelepasan renin yang kemudian
mengakibatkan peningkatan kadar
angiotensin (AT) II dan aldosterone yang
bersirkulasi -> retensi garam dan air dan
vasokonstriksi dari pembuluh darah perifer,
hipertrofi miosit, kematian sel miosit, dan
fibrosis miokardium
 Model hemodinamik
 Jantung mampu
mengimbangi supply dan
demand dengan
peningkatan frekuensi
jantung, isi sekuncup, atau
keduanya.
 Peningkatan pre load
menyebabkan peningkatan
kontraktilitas, namun proses
latihan serta volume yang
berlebihan tidak akan
menyebakan peningkatan
kontraktilitas lebih lanjut
(fase plateau) -> penurunan
kekuatan kontraksi
 Penurunan fungsi sistolik -> peningkatan
tekanan akhir diastolik ventrikel, dilatasi
ventrikel, dan peningkatan massa ventrikel.
 Hasil akhir dari proses remodeling ini : curah
jantung menurun, sesak nafas dan edema
yang terjadi secara kronis
 Gagal jantung sistolik -> cardiac output penurunan
secara langsung melalui penurunan fungsi ventrikel
kiri.
 Gagal jantung diastolik -> penurunan cardiac output
terjadi karena buruknya kompliansi ventrikel,
kegagalan relaksasi, dan perburukan tekanan end-
diastolic
 Mengkategorikan gagal jantung apakah fraksi
ejeksi ventrikel kiri (Left Ventricular Ejection
Fraction atau LVEF) mengalami penurunan atau
tidak
 Penurunan LVEF pada gagal jantung sistolik
merupakan prediktor kuat terhadap mortalitas
 Hipertensi
 Penyakit arteri koroner
 Serangan jantung sebelumnya
 Diabetes Mellitus
 Sleep apnea
 Defek jantung kongenital
 Virus
 Konsumsi minuman beralkohol
 Merokok
 Obesitas
 Aritmia
 Ischaemic
Heart
Disease
(IHD)
 Hipertensi
sistemik
 Penyakit
katup
mitral atau
aorta
 Penyakit
miokardiu
m primer
 Di negara-negara industri, Penyakit Jantung
Koroner (PJK) menjadi penyebab predominan
pada 60-75% pada kasus gagal jantung
 Hipertensi memberi kontribusi pada
perkembangan gagal jantung pada 75%
pasien, termasuk dengan PJK.
 Interaksi antara PJK dan hipertensi
memperbesar risiko pada gagal jantung, juga
Diabetes Mellitus
 Riwayat sebelum masuk rumah sakit
 Hipertensi
 perkembangan hipertrofi ventrikel kiri dan penyakit jantung
koroner.
 Usia
 Orang dengan usia lanjut mengalami perubahan anatomis,
fisiologis dan patologi anatomis
 Pengurangan jumlah sel pada nodus sinoatrial (SA Node)
 Pembuluh darah terjadi kekakuan
 Jenis Kelamin
 laki-laki prevalensinya > perempuan pada usia 40-75 tahun
 Pada pria penyebab mendasarnya adalah PJK
 Tetapi pada wanita dengan gagal jantung kualitas hidup < laki” -
dikaitkan dengan aktivitas fisik.
 Kelas I: tidak ada gejala bila melakukan
kegiatan fisik biasa
 Kelas II: timbul gejala bila melakukan
kegiatan fisik biasa.
 Kelas III: timbul gejala sewaktu melakukan
kegiatan fisik ringan.
 Kelas IV: timbul gejala pada saat istirahat.
KRITERIA MAYOR KRITERIA MINOR

 Edema ekstremitas
 Paroxysimal nokturnal  Batuk malam hari
dyspnoe  Dispnea d'effort
 Distensi vena leher
 Hepatomegali
 Ronki paru
 Efusi pleura
 Kardiomegali
 Edema paru akut  Penurunan kapasitas vital
 Gallop S3 1/3 dari normal
 Peninggian tekanan vena  Takikardia (>120 x/menit)
jugularis
 Refluks hepatojugular
 Hiponatremia dengan kejadian peningkatan mortalitas
 Aktivasi RAAS pada pasien gagal jantung
menunjukkan korelasi dengan mortalitas
 AT II sebagai penyebab remodeling miokard, dan
peningkatan aldosterone -> meningkatkan kejadian
fibrosis miokard dan nekrosis pada jantung
 Peningkatan tonus simpatis ginjal sekunder akibat
gangguan pada baroreseptor juga berperan
menyebabkan retensi natrium
 Angiotensin dan stimulasi adrenergik mengaktivasi
reseptor pada epitel tubulus proksimal yang
meningkatkan reabsorbsi natrium
 Membuat keputusan merawat atau
memulangkan pasien
 Kadar BNP meningkat sebagai respon
peningkatan tekanan dinding ventrikel
 Kadar peptida natriuretik yang tetap tinggi
walaupun terapi optimal mengindikasikan
prognosis buruk
 Waktu paruh panjang
 Troponin
 Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal
jantung jika gambaran klinisnya disertai dugaan
sindroma koroner akut
 Peningkatan ringan kadar troponin sering pada gagal
jantung berat
 Echocardiografi
 Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi
jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah
keharusan dan dilakukan secepatnya pada pasien
dengan dugaan gagal jantung
 Pengukuran fungsi ventrikel
 Ketaatan pasien berobat
 Pemantauan berat badan rutin setap hari
 kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus
menaikan dosis diuretik
 Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/har
 Gejala berat yang disertai hiponatremia
 Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30
kg/m2)
 Kehilangan berat badan tanpa rencana
 Malnutrisi klinis sering dijumpai pada gagal jantung berat
 Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor
penurunan angka kelangsungan hidup.
 Latihan fisik pada kondisi stabil
 ACE Inhibitor (kelas
rekomendasi I, Bukti A)  Kontra Indikasi
 Diberikan pada semua pasien  Riwayat
gagal jantung simtomatik dan angioedema
fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40  Stenosis renal
%. bilateral
 Memperbaiki fungsi ventrikel  Kadar kalium
 Kadang menyebabkan serum > 5,0
perburukan fungsi ginjal, mmol/L
hiperkalemia, hipotensi  Serum kreatinin >
simtomatik -> hanya diberikan 2,5 mg/dL
pada pasien dengan fungsi  Stenosis aorta
ginjal adekuat dan kadar berat
kalium normal.
 Cara Pemberian:
▪ Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
▪ Periksa kembali fungsi ginjal dan serum
elektrolit 1 -2 minggu setelah terapi ACEI.
Naikan dosis secara titrasi Pertimbangkan
menaikandosis secara titrasi setelah 2 -4
minggu.
▪ Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan
fungsi ginjal atau hiperkalemia
 PENYEKAT β / β Blocker
 Indikasi  Kontra Indikasi
 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %  Asma
 Gejala ringan sampai berat  Blok AV
(kelas fungsional II -IV NYHA)
 ACEI/ ARB (dan antagonis
(atrioventrikular)
aldosteron jika indikasi) derajat 2 dan 3
sudah diberikan  Sinus bradikardia
 Pasien stabil secara klinis (nadi < 50
(tidak ada perubahan dosis
diuretik, tidakada kebutuhan x/menit)
inotropik i.v. dan tidakada
tanda retensi cairan berat)
 Antagonis Aldosterone
 Penambahan antagonis  Kontra Indikasi
aldosteron dosis kecil  Konsentrasi serum kalium
harus dipertimbangkan > 5,0 mmol/L
 Serum kreatinin> 2,5
pada semua pasien dengan
mg/dL
fraksi ejeksi ≤ 35 % dan
 Bersamaan dengan diuretic
gagal jantung simtomatik hemat kalium atau
berat (kelas fungsional III - suplemen kalium
IV NYHA) tanpa  Kombinasi ACEIdan ARB
hiperkalemia dan
gangguan fungsi ginjal
berat)
 Digoksin
 Pada fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk
memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun B
blocker lebih diutamakan.
 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
 Inisiasi pemberian digoksin
 Dosis awal: 0,25 mg, 1 x/hari pada fungsi ginjal normal. Pada
pasien usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dosis
diturunkan menjadi 0,125 atau 0,0625 mg, 1 x/hari
 Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat terapi
kronik
 Kadar terapi digoksin harus antara 0,6 -1,2 ng/mL
 Tanda keracunan digoksin: mual, muntah, anoreksia dan
gangguan melihat warna
 Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
 Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun
sudah diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal,
kecuali juga mendapat antagonis aldosteron
 Sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEI
 ARB dapat menyebabkan perburukanfungsi ginjal,
hiperkalemia, dan hipotensi simtomatik sama sepert
ACEI
 Tidak menyebabkan batuk
 Diuretik (kelas rekomendasi I, bukti B)
 Gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala
kongesti
 Tujuan pemberian diuretik: untuk mencapai status
euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang
serendah mungkin
 ICD (Implantable cardioverter-defibrillator)
 CRT (Cardiac resynchronization therapy)
 merupakan alat yang direkomendasikan pada
gagal jantung lanjut (advanced heart failure )
simtomatik, yang sudah mendapatkan terapi
farmakologis gagal jantung secara optimal

Anda mungkin juga menyukai