Anda di halaman 1dari 9

Maulid Nabi ‫ ﷺ‬dalam


Kaidah Al - Adah Muhakkamah

Oleh :
Hadi Susanto (161701132)
Hendro Lutin (171801055)
Irfan Fauzi (161701155)
Junaedi Ahmad (161701154)
Pengertian

Maulid Nabi Muhammad SAW kadang-kadang Maulid Nabi atau Maulud


saja (Arab: ‫مولد النبي‬, Mawlid an-Nabī), adalah peringatan hari lahir Nabi
Muhammad SAW, yang di Indonesia perayaannya jatuh pada setiap
tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah. Kata maulid atau
milad dalam bahasa Arab berarti hari lahir
Sejarah
Peringatan Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh Raja Irbil (wilayah Irak
sekarang), bernama Muzhaffaruddin Al-Kaukabri, pada awal abad ke 7 Hijriyah.
Ibn Katsir dalam kitab Tarikh berkata:

“Sultan Muzhaffar mengadakan peringatan Maulid Nabi pada


bulan Rabi'ul Awal. Dia merayakannya secara besar-besaran. Dia
adalah seorang yang berani, pahlawan, alim dan seorang yang adil
-semoga Allah merahmatinya.”
Quwaid
Fiqhiyya Dalil yang Berkaitan
h
‫فَ َم ْن يَ ْع َم ْل ِمثْقَا َل َذ َّرةٍ َخي ًْرا يَ َره‬
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan) nya. (QS. Al-Zalzalah ayat 7)

‫من سن سنة حسنة فله اجرها واجرمن عمل به‬


Barang siapa yang mentradisikan perbuatan baik maka ia akan men-dapatkan paha
lanya, dan pahala dari orang yang mengikutinya (HR. Imam Muslim)
Hukum Maulid Nabi dalam Kaidah fiqih
Kaidah-kaidah fikih merupakan kaidah hukum yang bersifat menyeluruh yang
mencakup semua bagian-bagiannya. Terdapat lima kaidah yang fikih asasi yang disepakati.
Namun dalam konteks maulid Nabi kaidah yang sesuai adalah kaidah al-adah muhakkamah
(adat itu bisa menjadi dasar dalam menetapkan suatu hukum) yang diambil dari kebiasaan-
kebiasaan baik yang tumbuh dan berkembang didalam masyarakat sehingga dapat dijadikan
dasar dalam menetakan hukum sesuai dengan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat.

Bid’ah yang disematkan dalam perayaan maulid nabi di Indonesia adalah bid’ah
hasanah. Artinya, sebuah bid’ah yang mengajarkan untuk mengerkakan sebuah amalan baik
yang dapat dikatakan sebagai sebuah ibadah.
Hukum Maulid Nabi dalam Kaidah fiqih
mengacu pada hadits nabi yang menjelaskan tentang, “umatku tidak akan bersep
akat dalam kesesatan”. Jadi, jika perayaan maulid nabi dikatakan sebagai bid’ah maka peray
aan maulid nabi tidak memiliki esensi kebaikan. Tapi realita yang ada, perayaan maulid nabi j
ustru mampu memperkuat ukhuwah persaudaraan sesama muslim.

Dalam konteks ‫ محكمة العادة‬al- ‘adah al- muhakamah ( adat kebiasaan dapat dijadi-
kan hukum) merupakan dalil yang dapat menjadi argument bawasanya suatu kebiasaan yang
dilakukakan masyarakat pada umumnya maka hukumnya dibolehkan.

ِ َّ‫اِ ْسِِ ْع َمال الن‬


‫اِ ح َّجة يَ ِجُ العَ َمل بِ ََا‬
“apa yang biasa diperbuat orang banyak adalah hujjah yang wajib diamalkan”
Kesimpulan
Qawaid fiqih adalah ilmu untuk memahami hukum islam secara obyektik tidak
terlalu eksklusif atau kaku dalam menilai fenomena yang terjadi pada kalangan masyarakat
dalam melakukan amaliah ataupun muamalah seperti halnya perayaan maulid Nabi, dimana
qawaid fiqih memberikan penjelasan hukum atas suatu amaliah ataupun muamalah yang di-
lakukan masyarakat islam.
Kaidah dalam qawaid fiqh bisa dijadikan sebagai sandaran hukum untuk menyikapi
fenomena yang ada pada kalangan umat muslim khususnya di Indonesia dimana banyak ke-
anekaragaman kebudayaan yang tersebar didalam kehidupan masyarakat pada umumnya yang
terkadang di refleksikan dalam kegiatan agama.

Kaidah ‫ العادة محكمة‬al- ‘adah al- muhakamah ( adat kebiasaan dapat dijadikan hukum)
merupakan dalil yang bisa dijadikan hujjah tatkala ada beberapa kalangan yang menyikapi
sebuah fenomena tersebut sebagai kegiatan yang sesat.
Kegiatan yang dilakukan masyarakat muslim yaitu perayaan maulid Nabi merupakan
bentuk implementasi kecintaan umatnya kepada Rasulullah, dimana kita adalah umat yang
sangat jauh dari zaman Rasulullah tetapi kita masih bisa merasakan kecintaan kepada Rasulullah
Saran
1. Jangan menjadi layaknya seorang hakim atas suatu perkara yang kita
sendiri belum mengetahui secara mendalam benar atau tidak perkara
tersebut.

2. Jika kita melihat suatu perkara yang baru dalam tradisi yang ada di
masyarakat tidak boleh menjustifikasi sendiri harus menanyakan pada
yang ahlinya dan mencari sumber pengetahuan yang dapat di pertanggung-
jawabkan untuk menyikapi perkara tersebut.

3. Jangan menganggap semua hal yang baru (bid’ah) itu adalah berbuatan
yang tidak baik. Karena hal baru (bid’ah) ada kategori yang bid’ah dhalalah
(buruk) dan bid’ah hasanah (baik).

Anda mungkin juga menyukai