Anda di halaman 1dari 11

Syed Muhammad Naquib al-Attas

Syed Muhammad al Naquib bin Ali


bin Abdullah bin Muhsin al Attas (
Bogor, 5 September 1931) adalah
seorang cendekiawan dan filsuf muslim
saat ini dari Malaysia. Ia menguasai
teologi, filsafat, metafisika, sejarah,
dan literatur. Ia juga menulis berbagai
buku di bidang pemikiran dan
peradaban Islam, khususnya tentang
sufisme, kosmologi, filsafat, dan
literatur Malaysia.
Syed Muhammad Naquib al-Attas lahir di Bogor, Indonesia. Ia menempuh
pendidikan dasar pada usia 5 tahun di Johor, Malaysia, namun saat pendudukan
Jepang ia pergi belajar ke Jawa untuk belajar Bahasa Arab di Madrasah Al-
`Urwatu’l-wuthqa di Sukabumi.
Setelah Perang Dunia II pada tahun 1946 ia kembali ke Johor untuk
menyelesaikan pendidikan menengahnya. Ia tertarik dan mempelajari sastra
Melayu, sejarah, dan kebudayaan Barat. Saat kuliah di Universitas Malaya, al-
Attas menulis Rangkaian Ruba`iyat, sebuah karya literatur, dan Some Aspects of
Sufism as Understood and Practised among the Malays. Dari sini ia melanjutkan
studi ke the Institute of Islamic Studies di McGill University, Montreal, Kanada.
Tahun 1962 Al-Attas menyelesaikan studi pasca sarjana di sini dengan
thesis Raniri and the Wujudiyyah of 17th Century Acheh. Al-Attas kemudian
melanjutkan studi ke School of Oriental and African Studies , University of London
di bawah bimbingan Professor A. J. Arberry dari Cambridge dan Dr. Martin Lings.
Thesis doktornya (1962) adalah studi tentang dunia mistik Hamzah Fansuri.
In 1987, Al-Attas mendirikan sebuah institusi pendidikan tinggi bernama
International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) di Kuala Lumpur
. Melalui institusi ini Al-Attas bersama sejumlah kolega dan mahasiswanya
melakukan kajian dan penelitian mengenai Pemikiran dan Peradaban Islam, serta
memberikan respons yang kritis terhadap Peradaban Barat.
1970) The Correct Date of the Terengganu Inscription, Kuala Lumpur Museum
Department.
(1972) Islam Dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu
(1975) Comments on the Re-Examination of Al-Raniri’s Hujjat au’l Siddiq: A
Refutation, Kuala Lumpur Museum Department.
(1978) Islam and Secularism ISBN 983-99628-6-8
(1980) The Concept of Education in Islam
(1988) The Oldest Known Malay Manuscript: A 16th Century Malay Translation of
the `Aqa’id of al-Nasaf
(1989) Islam and the Philosophy of Science, Kuala Lumpur: ISTAC, 2001)
(1990) The Nature of Man and the Psychology of the Human Soul
(1990) On Quiddity and Essence
(1990) The Intuition of Existence
(1992) The Concept of Religion and the Foundation of Ethics and Morality
(1993) The Meaning and Experience of Happiness in Islam, Kuala Lumpur: ISTAC,
1998)
(1994) The Degrees of Existence
(1995) Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An Exposition of the
Fundamental Elements of the Worldview of Islam
(2011) Historical Fact and Fiction
Azyumardi Azra

Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, CBE (lahir


di Lubuk Alung, Padang Pariaman, 
Sumatra Barat, 4 Maret 1955; umur 64 tahun
[1]) adalah akademisi Muslim asal Indonesia.[

butuh rujukan] Ia juga dikenal sebagai 

cendekiawan muslim.[2] Azyumardi terpilih


sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada 1998 dan mengakhirinya pada 2006. [2].
Pada tahun 2010, dia memperoleh titel 
Commander of the Order of British Empire ,
sebuah gelar kehormatan dari 
Kerajaan Inggris.[3][4]
Azyumardi memulai karier pendidikan tinggginya sebagai 
mahasiswa sarjana di Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta pada tahun
1982, kemudian atas bantuan beasiswa Fullbright, ia mendapakan
gelar Master of Art (MA) pada 
Departemen Bahasa dan Budaya Timur Tengah, 
Columbia University tahun 1988.[1] Ia memenangkan beasiswa
Columbia President Fellowship dari kampus yang sama, tetapi kali
ini Azyumardi pindah ke Departemen Sejarah, dan memperoleh
gelar MA pada 1989.[5]
Pada 1992, ia memeroleh gelar Master of Philosophy (MPhil) dari
Departemen Sejarah, Columbia University tahun 1990, dan 
Doctor of Philosophy Degree dengan disertasi berjudul The
Transmission of Islamic Reformism to Indonesia: Network of Middle
Eastern and Malay-Indonesian ‘Ulama ini the Seventeenth and
Eighteenth Centuries.[5] Tahun 2004 disertasi yang sudah direvisi
diterbitkan secara simultan di Canberra (Allen Unwin dan AAAS), 
Honolulu (Hawaii University Press), dan Leiden, Negeri Belanda
(KITLV Press).[1]
Ia pernah menjadi Wartawan Panji Masyarakat
(1979-1985)[6], Dosen Fakultas Adab dan Fakultas
Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1992-
sekarang), Guru Besar Sejarah Fakultas Adab IAIN
Jakarta, dan Pembantu Rektor I IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta (1998).[5] Ia juga merupakan
orang Asia Tenggara pertama yang di angkat
sebagai Professor Fellow di Universitas Melbourne,
Australia (2004-2009), dan anggota Dewan
Penyantun (Board of Trustees) International Islamic
University Islamabad Pakistan (2004-2009).[5] Ia
juga masih menjadi salah satu anggota Teman
Serikat 
Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan .[7]
Buku-buku yang ia terbitkan:
Jaringan Ulama, terbit tahun 1994
Pergolakan Poitik Islam, terbit tahun 1996
Islam Reformis, terbit tahun 1999
Konteks Berteologi di Indonesia, terbit tahun 1999
Menuju Masyarakat Madani, terbit tahun 1999
Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, terbit tahun 1999
Esei-esei Pendidikan Islam dan Cendekiawan Muslim,1999
Renaisans Islam di Asia Tenggara – buku ini berhasil memenangkan penghargaan nasional
sebagai buku terbaik untuk kategori ilmu-ilmu sosial dan humaniora pada tahun 1999,
terbit tahun 1999
Islam Substantif, terbit tahun 2000
Historiografi Islam Kontemporer: Wacana, Aktualitas dan Aktor Sejarah (2002)
Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan Demokratisasi (2002)
Reposisi Hubungan Agama dan Negara (2002)
Menggapai Solidaritas: Tensi antara Demokrasi, Fundamentalisme, dan Humanisme (2002)
Konflik Baru Antar-Peradaban: Globalisasi, Radikalisme, dan Pluralitas
Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal (2002)
Surau: Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi (2003)
Disertasi doktor berjudul “The Transmission of Islamic Reformism to Indonesia: Network of
Middle Eastern and Malay-Indonesian ‘Ulama in the Seventeenth and Eighteenth
Centuries’”, pada tahun 2004 sesudah direvisi diterbitkan secara simultan di Canberra
(Allen Unwin dan AAAS), di Honolulu (Hawaii University Press), dan di Leiden Negeri 
Belanda (KITLV Press).
Abdul Malik Karim Amrullah

Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah gelar Datuk


Indomo, pemilik nama pena Hamka (lahir di 
Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, 
Sumatra Barat, 17 Februari 1908 – meninggal di Jakarta, 
24 Juli 1981 pada umur 73 tahun) adalah seorang ulama
dan sastrawan Indonesia. Ia melewatkan waktunya sebagai
wartawan, penulis, dan pengajar. Ia terjun dalam politik
melalui Masyumi sampai partai tersebut dibubarkan,
menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama,
dan aktif dalam Muhammadiyahsampai akhir hayatnya. 
Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia
 menganugerahkannya gelar doktor kehormatan,
sementara Universitas Moestopo, Jakarta mengukuhkan
Hamka sebagai guru besar. Namanya disematkan untuk 
Universitas Hamkamilik Muhammadiyah dan masuk dalam 
daftar Pahlawan Nasional Indonesia.
Dibayangi nama besar ayahnya Abdul Karim Amrullah, Hamka sering
melakukan perjalanan jauh sendirian. Ia meninggalkan
pendidikannya di Thawalib, menempuh perjalanan ke Jawa dalam
usia 16 tahun. Setelah setahun melewatkan perantauannya, Hamka
kembali ke Padang Panjang membesarkan Muhammadiyah.
Pengalamannya ditolak sebagai guru di sekolah milik
Muhammadiyah karena tak memiliki diploma dan kritik atas
kemampuannya berbahasa Arab melecut keinginan Hamka pergi ke 
Mekkah. Dengan bahasa Arab yang dipelajarinya, Hamka
mendalami sejarah Islam dan sastra secara otodidak. Kembali ke
Tanah Air, Hamka merintis karier sebagai wartawan sambil bekerja
sebagai guru agama di Deli. Dalam pertemuan memenuhi kerinduan
ayahnya, Hamka mengukuhkan tekadnya untuk meneruskan cita-cita
ayahnya dan dirinya sebagai ulama dan sastrawan. Kembali ke
Medan pada 1936 setelah pernikahannya, ia menerbitkan majalah 
Pedoman Masyarakat. Lewat karyanya Di Bawah Lindungan Ka'bah
 dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck , nama Hamka melambung
sebagai sastrawan
Hamka memiliki metode tersendiri dalam memaparkan
penelitiannya di bidang sejarah. Ia mengedepankan sikap kritis
dalam menelaah tulisan-tulisan sejarawan Belanda tentang
Indonesia. Menurutnya, para sejarawan Belanda telah memberikan
andil yang besar dalam banyak data, tetapi tetap perlu kritis
menerimanya. Dengan daya kritis dan analisisnya, Hamka berani
merekonstruksi sejarah dengan argumentasi dan dalil yang kuat. Ia
tak sekadar mengulang-ulang catatan sejarah yang terpapar dalam
literatur-literatur baku ketika berbicara maupun menulis tentang
sejarah. Dalam memandang sosok Gajah Mada, Hamka melihat
Gajah Mada tak ubahnya seperti "penjajah" yang "...menjarah,
menjajah sampai ke mana-mana". Bersama daya bacanya yang
kuat, Hamka berjuang keras mengkritisi dan berusaha
menyingkirkan teks-teks beraroma dongeng yang kerap dijumpai
dalam teks-teks klasik. Dalam karyanya berjudul Antara Fakta dan
Khayal Tuanku Rao tentang riwayat hidup Tuanku Rao dan sejarah 
Perang Padri, Hamka memberi komentar tentang penulisan sejarah.
Ia berpendapat perlu membedakan antara khayal dan fakta

Anda mungkin juga menyukai