Anda di halaman 1dari 35

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA

HIV/AIDS
Dr. Kadek Dwi Pramana, SpPD
SMF Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Kabupaten Lombok Utara
DEFINISI
• HIV (Human Immunodeficiency Virus) :
– Retrovirus bersifat limfotropik  menginfeksi sel
darah putih spesifik (limfosit T-helper) / CD4
(limfosit pembawa faktor T4)
– Selama infeksi  sistem kekebalan tubuh
menurun
DEFINISI
• AIDS  kumpulan gejala/penyakit yang
disebabkan oleh menurunnya kekebalan
tubuh akibat virus HIV
– Sebagian besar orang yang terkena HIV tanpa
pengobatan  menunjukkan tanda-tanda AIDS
dalam 8-10 tahun
– Dikelompokkan oleh WHO menjadi 4 tahapan
stadium klinis berdasarkan beberapa infeksi
tertentu
EPIDEMIOLOGI

Penderita HIV kasus baru dan kematian yang terkait HIV


EPIDEMIOLOGI

Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun 2005-2012


PATOFISIOLOGI
• Dasar utama terinfeksinya HIV : berkurangnya
jenis limfosit T helper yang mengandung
marker CD4 (sel T4)
– Virus memiliki afinitas terhadap molekul
permukaan CD4
– CD4 berfungsi mengkoordinasikan fungsi
imunologis yang penting  hilangnya fungsi
tersebut menyebabkan gangguan respon imun
yang progresif
PATOFISIOLOGI
• Setelah virus HIV mengikatkan diri pada
molekul CD4  virus masuk ke dalam sel
target dan melepaskan bungkusnya  enzim
reverse transkriptase  merubah bentuk RNA
agar bisa bergabung dengan DNA sel target
– Satu kali seseorang terinfeksi HIV  tetap
terinfeksi
PATOFISIOLOGI
• Sel yang berkembang biak : mengandung
bahan genetik virus
• Infeksi HIV menjadi irreversibel dan
berlangsung seumur hidup
PATOFISIOLOGI
• Masa inkubasi : waktu yang diperlukan sejak
seseorang terpapar virus HIV sampai
menunjukkan gejala AIDS
– Window period : virus HIV tidak dapat terdeteksi
dengan laboratorium ± 3 bulan sejak tertular virus
HIV
PATOFISIOLOGI
• Sebagian penderita memperlihatkan gejala
tidak khas pada infeksi HIV akut (3-6 minggu
setelah terinfeksi)
– Gejala yang terjadi : demam, nyeri menelan,
pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare
atau batuk
– Setelah infeksi akut  infeksi asimtomatik (tanpa
gejala)
PATOFISIOLOGI
• Masa infeksi HIV asimtomatik bervariasi
– Umumnya berlangsung 8-10 tahun
– Sekelompok kecil penderita dengan perjalanan
penyakit amat cepat sekitar 2 tahun
– Berlangsung sangat lambat (non-progessor)
DIAGNOSIS
• Di Indonesia, diagnosis AIDS untuk keperluan
surveilans epidemiologi dibuat apabila
menunjukkan tes HIV positif dan sekurang-
kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dan 1
gejala minor
GEJALA MAYOR DAN MINOR INFEKSI
HIV/AIDS
STADIUM KLINIS HIV/AIDS MENURUT
WHO
LIMFADENOPATI GENERALISATA
PERSISTEN
HERPES ZOSTER MULTIFORME DAN
CANDIDIASIS BUCCAL
KEILITIS ANGULARIS
STADIUM KLINIS HIV/AIDS MENURUT
WHO
KANDIDIASIS ORAL
ORAL HAIRY LEUKOPLAKIA
TB PARU
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
UNTUK TES HIV
• Sesuai dengan panduan nasional :
menggunakan strategi 3
– Didahului konseling pra tes/informasi singkat
– Ketiga tes menggunakan reagen tes cepat/ELISA
– Tes pertama (A1) : tes dengan sensitifitas tinggi (>
99%)
– A2 dan A3 : tes dengan spesifisitas tinggi (> 99%)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
UNTUK TES HIV
• Antibodi biasanya baru terdeteksi dalam 2
minggu-3 bulan setelah terinfeksi HIV (masa
jendela)
• Bila tes HIV selama masa jendela negatif 
perlu dilakukan tes ulang
Alur Pemerikaan Laboratorium Infeksi HIV
Dewasa
INTERPRETASI DAN TINDAK LANJUT
HASIL TES A1
PENATALAKSANAAN SETELAH
DIAGNOSIS HIV DITEGAKKAN
• Prinsip penatalaksanaan pada ODHA :
– Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV
dengan obat antiretroviral (ARV)
– Pengobatan untuk mengatasi infeksi HIV/AIDS
seperti jamur, TB, hepatitis, toksoplasma, sarkoma
kaposi, limfoma, kanker serviks
– Pengobatan suportif : makanan dengan gizi yang
lebih baik, tidur yang cukup, menjaga kebersihan
dan dukungan psikososial
PENATALAKSANAAN SETELAH
DIAGNOSIS HIV DITEGAKKAN
• Setelah dinyatakan pasien terinfeksi HIV
dilakukan penilaian, berupa :
– Penilaian stadium klinis
– Penilaian imunologi ( pemeriksaan jumlah CD4)
– Pemeriksaan laboratorium sebelum memulai
terapi
PENATALAKSANAAN SETELAH
DIAGNOSIS HIV DITEGAKKAN
• Setelah dinyatakan pasien terinfeksi HIV
dilakukan penilaian, berupa :
– Penilaian stadium klinis
– Penilaian imunologi ( pemeriksaan jumlah CD4)
– Pemeriksaan laboratorium sebelum memulai
terapi
PENGOBATAN PENCEGAHAN
KOTRIMOKSASOL
• Beberapa infeksi oportunistik (IO) pada ODHA
dapat dicegah dengan obat profilaksis
• Terdapat 2 macam pengobatan profilaksis,
yaitu :
– Profilaksis primer : mencegah infeksi yang belum
pernah diderita
– Profilaksis sekunder : mencegah infeksi berulang
PEMBERIAN KOTRIMOKSASOL
SEBAGAI PROFILAKSIS PRIMER
TATALAKSANA PEMBERIAN ARV
• Tidak tersedia pemeriksaan CD4 : memulai
terapi ARV didasarkan pada penilaian klinis
• Tersedia pemeriksaan CD4
– Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan
jumlah CD4 < 350 sel/mm3 tanpa memandang
stadium klinisnya
– Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan
TB aktif, ibu hamil dan koinfeksi hepatitis B tanpa
memandang jumlah CD4
TATALAKSANA PEMBERIAN ARV
PADUAN TERAPI ANTIRETROVIRAL
PADUAN LINI PERTAMA YANG DIREKOMENDASIKAN PADA
ORANG DEWASA YANG BELUM PERNAH MENDAPAT TERAPI
ARV
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai