Anda di halaman 1dari 23

GEL

Menurut farmakope Indonesia IV gel merupakan


sistem semipadat terdiri dari suspensi yang
dibuat. dari partikel anorganik yang kecil atau
molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh
suatu cairan. gel kadang – kadang disebut jeli.
SIFAT ALIR GEL (RHEOLOGI)
Larutan pembentuk gel (gelling agent)
dan dispersi padatan yang terflokulasi
memberikan sifat aliran pseudoplastis
yang khas, dan menunjukkan jalan aliran
non–newton yang dikarakterisasi oleh
penurunan viskositas dan peningkatan
laju aliran.
KOMPONON GEL
Gelling agent
• Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur
berbentuk jaringan yang merupakan bagian penting dari
sistem gel. Termasuk dalam kelompok ini adalah gom alam,
turunan selulosa, dan karbomer.
• Kebanyakan dari sistem tersebut berfungsi dalam media air,
selain itu ada yang membentuk gel dalam cairan non-polar.
Beberapa partikel padat koloidal dapat berperilaku sebagai
pembentuk gel karena terjadinya flokulasi partikel.
• Konsentrasi yang tinggi dari beberapa surfaktan non-ionik
dapat digunakan untuk menghasilkan gel yang jernih di
dalam sistem yang mengandung sampai 15% minyak
mineral. Agent.
Komponen gel lainnya
• Bahan tambahan
a. Pengawet
• Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba,
tetapi semua gel mengandung
• banyak air sehingga membutuhkan pengawet sebagai antimikroba.
Dalam pemilihan pengawet
• harus memperhatikan inkompatibilitasnya dengan gelling agent.
b. Penambahan bahan higroskopis
• Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol,
propilenglikol dan sorbitol
• dengan konsentrasi 10-20 %.
c. Chelating agent
• Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap
logam berat. Contohnya EDTA.
Evaluasi Sediaan Gel
Organoleptis
• Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur sedian, konsistensi
pelaksanaan menggunakan subyek responden (dengan kriteria tertentu) dengan menetapkan
kriterianya pengujianya (macam dan item), menghitung prosentase masing-masing kriteria yang di
peroleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik.
Homogenitas
• Homogenitas sediaan gel ditunjukkan dengan tercampurnya bahan-bahan yang digunakan
dalam formula gel, baik bahan aktif maupun bahan tambahan secara merata. Cara pengujian
homogenitas yaitu dengan meletakkan gel pada objek glass kemudian meratakannya untuk melihat
adanya partikel-partikel kecil yang tidak terdispersi sempurna
Evaluasi pH
• Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g : 200 ml air yang di gunakan
untuk mengencerkan, kemudian aduk hingga homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya
yang di ukur dengan pH meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.
Evaluasi daya sebar
• Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala. Kemudian
bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebannya, dan di beri rentang waktu 1-2
menit. Kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti
menyebar (dengan waktu tertentu secara teratur).
OINTMENT (SALEP)

• Menurut Farmakope Indonesia Edisi III: Salep adalah


sediaan setengah padat berupa massa lunak yang
mudah dioleskan dan digunakan untuk pemakaian
luar.
• Menurut farmakope edisi IV sediaan setengah padat
ditujukan untuk pemakaian topical pada kulit atau
selaput lendir.
• Menurut Formularium Nasional adalah sedian berupa
masa lembek, mudah dioleskan, umumnya lembek
dan mengandung obat, digunakan sebagai obat luar
untuk melindungi atau melemaskan kulit, tidak
berbau tengik. Salep tidak boleh berbau tengik.
Keuntungan dan Kerugian Salep
Kerugian salep
misalnya pada salep basis hidrokarbon, sifatnya yang berminyak dapat
meninggalkan noda pada pakaian serta sulit tercuci oleh air sehingga
sulit dibersihkan dari permukaan kulit.
• Hal ini menyebabkan penerimaan pasien yang rendah terhadap basis
hidrokarbon jika dibandingkan dengan krim
• Sedangkan pada basis lanonin, kekurangan dasar salep ini ialah kurang
tepat bila dipakai sebagai pendukung bahan-bahan antibiotik dan
bahan-bahan lain yang kurang stabil dengan adanya air.

Keuntungan Salep
• misalnya salep dengan dasar salep lanonin yaitu, walaupun masih
mempunyai sifat-sifat lengket yang kurang menyenangkan, tetapi
mempunyai sifat yang lebih mudah tercuci dengan air dibandingkan
dasar salep berminyak.
• Karena sifatnya yang lengket sehingga lebih lama berpenetrasi ke kulit
Penggolongan Salep
1. Berdasarkan Efek Terapi
a. Salep epidermis.
b. Salep endodermis.
c. Salep diadermis.
2. Berdasarkan Dasar Salep
a. Dasar salep hidrokarbon
· Vaselin putih.
· Vaselin kuning.
· Campuran vaselin dengan malam putih, malam kuning.
· Paraffin encer.
· Parafin padat..
· Minyak tumbuh-tumbuhan.
b. Dasar salep serap, yaitu dapat menyerap air
· Adeps lanae, lanolin.
· Unguentum simplek.
· Hydrophilic petrolatum.
c. Dasar salep dapat dicuci air
· Dasar salep emulsi M/A, seperti vanishing cream.
· Emulsifying wax ointment B.P.
· Emulsifying wax.
· Hydrophillic ointment.
d. Dasar salep yang dapat larut dalam air, yaitu terdiri dari PEG atau campuran PEG.
(Moh. Anief. 1997):
Peraturan Pembuatan Salep
1. Zat–zat yang larut dalam dasar salep, dilarutkan bila perlu dengan pemanasan rendah.

2 Zat-zat yang larut mudah dalam air, jika tak diberikan petunjuk lain, lebih dulu dilarutkan dalam air, asal air yang
dibutuhkan untuk melarutkannya dapat diserap oleh jumlah campuran lemak yang ditentukan, banyaknya air
yang dipakai dikurangkan dari jumlah campuran lemak yang telah ditentukan (Van Duin. 1947) .
Zat yang mudah larut dalam air dan stabil, serta dasar salep mampu mendukung atau menyerap air tersebut,
dilarutkan dulu dalam air yang tersedia, setelah itu ditambahkan bagian dasar salep lain.
3 Zat-zat yang sukar larut tak cukup larut dalam lemak-lemak dan air, mula-mula diserbuk dan diayak dengan
ayakan B-40 (Van Duin. 1947) .
Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep, lebih dulu diserbuk dan diayak dengan derajat ayakan no. 100.
Pada pembuatan salep-salep ini, zat padat dicampur dengan setengah atau bobot sama lemak, yang jika perlu
telah cair atau tidak dicairkan, ditambahkan sedikit demi seedikit (Van Duin. 1947).
4 Jika salep-salep dibuat dengan jalan mencairkan, maka campuran harus diaduk sampai dingin (Van Duin. 1947).
Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebut harus diaduk sampai dingin.
Salep–salep lebur, selalu dibuat dalam mortir yang dapat ditimbang dan bukan dalam mortir porselin. Untuk
mengaduknya sampai dingin harus dipakai sebuah antan kayu dan bukan antan porselin (Van Duin. 1947).
5 Bahan yang ditambahkan terakhir pada suatu massa salep.
Balsam-balsem dan minyak atsiri, balsam merupakan campuran dari dammar dan minyak atsiri, jika digerus
terlalu lama akan keluar damarnya sedangkan minyak atsirinya akan menguap.
Suppositoria

• Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV,


Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai
bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rectal,
vagina atau uretra.
• Menurut Farmakope Indonesia Edisi III,
Supositoria adalah sediaan padat yang digunakan
melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo
dapat melarut, melunak atau meleleh pada suHu
tubuh, dan memberikan efek lokal/sistemik
MACAM MACAM SUPPOSITORIA
BERDASARKAN TEMPAT PEMBERIANNYA
• Suppositoria untuk rectum (rectal)
Suppositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan. Biasanya suppositoria rektum
panjangnya ± 32 mm (1,5 inchi), dan berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam. Bentuk suppositoria rektum
antara lain bentuk peluru, torpedo atau jari-jari kecil, tergantung kepada bobot jenis bahan obat dan basis yang
digunakan. Beratnya menurut USP sebesar 2 gram untuk yang menggunakan basis oleum cacao (Ansel,2005 ).

• Suppositoria untuk vagina (vaginal)


Suppositoria untuk vagina disebut juga pessarium biasanya berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut, sesuai
kompendik resmi beratnya 5 gram apabila basisnya oleum cacao.

• Suppositoria untuk saluran urin (uretra)


Suppositoria untuk untuk saluran urin juga disebut bougie, bentuknya ramping seperti pensil, gunanya untuk
dimasukkan kesaluran urin pria atau wanita. Suppositoria saluran urin pria bergaris tengah 3-6 mm dengan
panjang ± 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari
oleum cacao beratnya ± 4 gram. suppositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran
untuk pria, panjang ± 70 mm dan beratnya 2 gram, inipun bila oleum cacao sebagai basisnya.

• Suppositoia untuk hidung dan telinga


Suppositoia untuk hidung dan telinga yang disebut juga kerucut telinga, keduanya berbentuk sama dengan
suppositoria saluran urin hanya ukuran panjangnya lebih kecil, biasanya 32 mm. suppositoria telinga umunya
diolah dengan suatu basis gelatin yang mengandung gliserin. Seperti dinyatakan sebelumnya, suppositoria
untuk obat hidung dan telinga sekarang jarang digunakan.
Bobot Suppositoria
• Bobot Suppositoria kalau tidak dinyatakan lain
adalah 3 gram untuk dewasa, 2 gram untuk
anak.
• Suppositoria disimpan dalam wadah tertutup
baik, dan di tempat yang sejuk
TUJUAN PENGGUNAAN SUPPOSITORIA

• Supositoria dipakai unjtuk pengobatan local,baik di dalam


rectum,vagina,atau uretra,seperti pada penyakit
haemorroid/wasir/ambeien,dan infeksi lainnya.
• Cara rectal juga digunakan untuk distribusi sistemik,karena
dapat diserap oleh membran mukosa dalam rectum .
• Jika penggunaan obat secara oral tidak
memungkinkan,misalnya pada pasien yang mudah muntah
atau pasien yang tidak sadarkan diri.
• Aksi kerja awal akan cepat diperoleh,karena obat diabsorpsi
melalui mukosa rectum dan langsung masuk dalam sirkulasi
darah.
• Agar terhindar dari perusakan obat oleh enzim di dalam
saluran gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia
di dalam hati (first pass efect metabo;ism)
Macam-macam basis Suppositoria.

1. Basis berlemak, contohnya : oleum cacao.


2. Basis lain, pembentuk emulsi dalam minyak:
campuran tween dengan gliserin laurat.
3. Basis yang bercampur atau larut dalam air,
contohnya : gliserin-gelatin, PEG (polietien
glikol).
Oleum Cacao
• Lemak coklat merupakan trigliserida berwarna kekuninagan, memiliki bau
yang khas dan bersifat polimorf (mepunyai banyak bentuk krital). Jika
dipanaskan pada suhu sektiras 30°C akan mulai mencair dan biasanya
meleleh sekitar 34°-35°C, sedangkan dibawah 30°C berupa massa
semipadat. Jika suhu pemanasannya tinggi, lemak coklat akan mencai
sempurna seperti minyak dan akan kehilangan semua inti Kristal metastabil.
• Ø Keuntungan oleum cacao :
a. Dapat melebur pada suhu tubuh
b. Dapat memadat pada suhu kamar
• Ø Kerugian oleum cacao :
a. Tidak dapat bercampur dengan cairan sekresi (cairan pengeluaran).
b. Titik leburnya tidak menentu, kadang naik dan kadang turun apabila
ditambahkan dengan bahan tertentu.
c. Meleleh pada udara yang panas.
PEG (Polietilenglikol)
• PEG merupakan etilenglikol terpolimerisasi dengan bobot molekul antara 300-
6000. Dipasaran terdapat PEG 400 (carbowax 400). PEG 1000 (carbowax 1000), PEG
1500 (carbowax 1500), PEG 4000 (carbowax 4000), dan PEG 6000 (carbowax 6000).
PEG di bawah 1000 berbentuk cair, sedangkan di atas 1000 berbentuk padat lunak
seperti malam. Formula PEG yang dipakai sebagai berikut:
1. Bahan dasar tidak berair : PEG 4000 4% (25%) dan PEG 1000 96% (75%)
2. Bahan dasar berair : PEG 1540 30%, PEG 6000 50% dan aqua+obat 20%
Titik lebur PEG antara 35°-63°C, tidak meleleh pada suhu tubuh tetapi larut dalam cairan sekresi tubuh.

Keuntungan menggunakan PEG sebagai basis supositoria, antara lain:


• 1. Tidak mengiritasi atau merangsang
• 2. Tidak ada kesulitan dengan titik leburnya, jika dibandingkan dengan oleum cacao
• 3. Tetap kontak dengan lapisan mukosa karena tidak meleleh pada suhu tubuh

Kerugian jika digunakan sebagai basis supositoria, antara lain :


• 1. Menarik cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukkan, sehingga timbul rasa yang menyengat.
– Hal ini dapat diatasi dengan cara mencelupkan supositoria ke dalam air dahulu sebelum digunakan.
• 2. Dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga mengahambat pelepasan obat.
– Pembuatan supositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan bahan dasar, lalu dituangkan ke
dalam cetakan seperti pembuatan supositoria dengan bahan dasar lemak coklat
Gelatin
• Gelatin adalah makromolekul amfoter
(protein) yang dibangun dari asam amino.
Asam aminonya adalah glikol, alanin, sifat
gelatin dibawah titik isoelektrisnya atau kation
aktif diatasnya bersifat anion aktif. Gelatin
mengembang dalam air, larut dalam
pemanasan dan membentuk gel elastis.
Cara Pembuatan Suppositoria
Menurut Ansel hal 585
Pembuatan dengan cara cetak
Langkah-langkah dengan cara percetakan termasuk
• - Melebur basis
• - Mencampur bahan obat yang diinginkan
• - Menuang hasil leburan ke dalam cetakan
• - Membiarkan leburan menjadi dingin dan
membuat menjadi suppositoria
• - Melepaskan suppositoria
Evaluasi Sediaan Suppositoria
1. Uji Homogenitas (ukuran partikel)
• Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif dapat tercampur rata dengan
bahan dasar suppo atau tidak, jika tidak dapat tercampur maka akan mempengaruhi proses absorbsi
dalam tubuh. Obat yang terlepas akan memberikan terapi yang berbeda. Cara menguji homogenitas
yaitu dengan cara mengambil 3 titik bagian suppo (atas-tengah-bawah atau kanan-tengah-kiri) masing-
masing bagian diletakkan pada kaca objek kemudian diamati dibawah mikroskop, cara selanjutnya
dengan menguji kadarnya dapat dilakukan dengan cara titrasi.
2. Keseragaman Bentuk
• Bentuk suppositoria juga perlu diperhatikan karena jika dari bentuknya tidak seperti sediaan
suppositoria pada umunya, maka seseorang yang tidak tahu akan mengira bahwa sediaan tersebut
bukanlah obat. Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung karena akan memberikan keyakinan pada
pasien bahwa sediaa tersebut adalah suppositoria. Selain itu, suppositoria merupakan sediaan padat
yang mempunyai bentuk torpedo.
3. Uji Waktu Hancur/ uji disolusi
• Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama sediaan tersebut dapat hancur dalam
tubuh. Cara uji waktu hancur dengan dimasukkan dalam air yang di set sama dengan suhu tubuh
manusia, kemudian pada sediaan yang berbahan dasar PEG 1000 waktu hancurnya ±15 menit,
sedangkan untuk oleum cacao dingin ± 3 menit. Jika melebihi syarat diatas maka sediaan tersebut belum
memenuhi syarat untuk digunakan dalam tubuh. Menggunakan media air dikarenakan sebagian besar
tubuh manusia mengandung cairan.
Evaluasi Sediaan Suppositoria
4. Keseragaman Bobot
• Keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap sediaan sudah sama atau belum,
jika belum maka perlu dicatat. Keseragaman bobot akan mempengaruhi terhadap kemurnian suatu
sediaan karena dikhawatirkan zat lain yang ikut tercampur. Caranya dengan ditimbang saksama 10
suppositoria, satu persatu kemudian dihitung berat rata-ratanya. Dari hasil penetapan kadar, yang
diperoleh dalam masing-masing monografi, hitung jumlah zat aktif dari masing-masing 10 suppositoria
dengan anggapan zat aktif terdistribusi homogen. Jika terdapat sediaan yang beratnya melebihi rata-rata
maka suppositoria tersebut tidak memenuhi syarat dalam keseragaman bobot. Karena keseragaman
bobot dilakukan untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam masing-masing suppositoria
tersebut sama dan dapat memberikan efek terapi yang sama pula.
5. Uji titik lebur
• Uji ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan sediaan supositoria yang
dibuat melebur dalam tubuh. Dilakukan dengan cara menyiapkan air dengan suhu ±37°C. Kemudian
dimasukkan supositoria ke dalam air dan diamati waktu leburnya. Untuk basis oleum cacao dingin
persyaratan leburnya adalah 3 menit, sedangkan untuk PEG 1000 adalah 15 menit.
6. Kerapuhan / uji kekuatan mekanik
• Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang menjadikannya sukar meleleh.
Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji elastisitas. Supositoria dipotong horizontal. Kemudian ditandai
kedua titik pengukuran melalui bagian yang melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari lebar
bahan yang datar, kemudian diberi beban seberat lebih kurang 2kg
Uji kekerasan dirancang sebagai metode untuk mengukur kerapuhan supositoria. Supositoria
dengan bentuk-bentuk yang berbeda mempunyai titik hancur yang berbeda pula (Coben dan
Lieberman, 1994).
Alat yang digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu ruang berdinding rangkap dimana
suppositoria yang diuji ditempatkan. Air pada 37ºCdipompa melalui dinding rangkap ruang
tersebut, dan suppositoria diisikan ke dalam dinding dalam yang kering, menopang lempeng
dimana suatu batang dilekatkan. Ujung lain dari batang tersebut terdiri dari lempeng lain
dimana beban digunakan. Uji dihubungkan dengan penempatan 600 g diatas lempeng datar.
Pada interval waktu 1 menit, 200 g bobot ditambahkan, dan bobot dimana suppositoria rusak
adalah titik hancurnya atau gaya yang menentukan karakteristik kekerasan dan kerapuhan
suppositoria tersebut. Titik hancur yang dikehendaki dari masing-masing bentuk suppositoria
yang beraneka ragam ditetapkan sebagai level yang menahan kekuatan (gaya) hancur yang
disebabkan oleh berbagai tipe penanganan yakni; produksi, pengemasan, pengiriman, dan
pengangkutan dalam penggunaan untuk pasien. Pencatat waktu dihentikan bila suppositoria
sudah hancur (beban telah sampai pada batas yang ditentukan). Percobaan tersebut dilakukan
untuk masing-masing suppositoria sebanyak 3 kali. Waktu dan beban yang diperlukan dicatat
seehingga masing-masing suppositoria hancur. Pembacaaan

Anda mungkin juga menyukai