Anda di halaman 1dari 53

Nama : Safira Hani

TUGAS FARMASI II
NIM: 1965050031

KEPANITRAAN KLINIK FARMASI


UNIVERSITAS KRISTEN
INDONESIA
PERIODE 30 MARET – 2 MEI 2020
SOAL NO.1
SALEP
• Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian
topical pada kulit atau selaput lendir
• Etiket, harus juga tertera “Obat Luar”
• Salep yang baik :
1. Stabil secara kimia
2. Lembut dan rata
3. Tidak berbutir-butir atau bergumpal-gumpal
4. Mudah dipergunakan
5. Agak mencair atau lembek pada suhu tubuh
6. Menghasilkan pengobatan yang sempurna dan seragam.

Sumber : Dasar-Dasar Kefarmasian Jilid 1.


SYARAT SALEP
1. Pemberian : Tidak boleh berbau tengik
2. Kadar : Kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras atau
narkotik, kadar bahan obat adalah 10%.
3. Dasar salep (Ds)
Kualitas dasar salep yang baik, yaitu :
a. Stabil, tidak terpengaruh oleh suhu dan kelembapan, dan harus bebas dari
inkompatibilitas selam pemakaian
b. Lunak, harus halus, dan homogeny
c. Mudah dipakai
d. Dasar salep yang cocok
e. Dapat terdistribusi secara merata.
4. Homogenitas : Jika salep dioleskan pada kekeping kaca atau bahan transparan lain
yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
5. Penandaan : pada etiket harus tertera ” obat luar ”

Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 76


PENGGOLONGAN SALEP
MENURUT KONSISTENSI • Konsistensi seperti mentega
Unguenta • Tidak mencari pada suhu biasa
• Mudah dioleskan

• Banyak mengandung air


Cream • Mudah diserap kulit
• Dapat dicuci dengan air

Pasta • Mengandung >50% zat padat (serbuk)

• Salep berlemak yang mengandung konsentrasi tinggi


Cerata lilin wax
• Konsistensinya lebih keras
• Suatu salep yang lebih halus
Gelones Spumae • mengandung sedikit atau tanpa lilin digunakan terutama pada

(Jelly) membran mukosa sebagai pelicin atau basis


• Contohnya, starch jelly (amilum 10% dengan air mendidih )

Sumber : Dasar-Dasar Kefarmasian Jilid 1.


PENGGOLONGAN SALEP
MENURUT EFEK TERAPI
Salep • Digunakan pada permukaan kulit yang berfungsi

Epidermik hanya untuk melindungi kulit dan menghasilkan efek


lokal, karena bahan obat tidak diabsorbsi

(penutup)
• Dasar salep terbaik : vaseline

Salep
• Digunakan pada permukaan kulit yang berfungsi
hanya untuk melindungi kulit dan menghasilkan efek
lokal, karena bahan obat tidak diabsorbsi
Endodermik • Dasar salep : minyak lemak

Salep
• Salep dimana bahan obatnya menembus ke dalam
melalui kulit dan mencapai efek yang diinginkan
karena diabsorbsi seluruhnya
Diadermik • Dasar salep : adeps lanae, oleum cacao

(Serap) • salep yang mengandung senyawa Mercuri, Iodida,


Belladonnae
Sumber : Dasar-Dasar Kefarmasian Jilid 1.
PENGGOLONGAN SALEP
MENURUT DASAR SALEP
Salep • Salep dengan bahan dasar lemak

hidrofob • Misalnya: campuran dari lemak-lemak,


minyak lemak, malam yang tak tercuci
dengan air.
ik
Salep • Salep yang kuat menarik air
• biasanya dasar salep tipe o/w atau seperti
hidrofili dasar hydrophobic tetapi konsistensinya
lebih lembek, kemungkinan juga tipe w/o

k antara lain campuran sterol dan petrolatum.

Sumber : Dasar-Dasar Kefarmasian Jilid 1.


DASAR SALEP• Dasar salep berlemak, antara lain vaselin putih dan salep putih.
Dasar • Digunakan terutama sebagai emolien, sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak
salep berubah dalam waktu lama.
• Contoh : senyawa hidrocarbon (vaselinum dan petroleum jelly)
hidrokarb • terdapat 2 macam: - vaselinum album, white petrolatum - vaselinum flavum, petroltum,
on adeps petrolei

• Kelompok pertama, dasar salep anhydrous yaitu dasar salep yang dapat bercampur dengan
Dasar air membentuk emulsi air dalam minyak, misalnya parafin hidrofilik dan lanolin anhidrat.
salem • Kelompok kedua, dasar salep yang telah mengandung air, sudah menjadi emulsi air dalam
minyak, tetapi masih dapat menyerap air yang ditambahkan, misalnya lanoline dan Rose
serap water ointment.

Dasar salep
• Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air, antara lain salep hidrofilik (krim).
yang dapat • Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan
dicuci dengan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan dermatologik.
air

Dasar salep yang larut • Dasar salep tak berlemak dan terdiri dari konstituen larut air.
• Contohnya: Salep Polietilenglikol (USP 27, 2911)  Formula :
dalam air Polietilenglikol 3350 (padat) 400 g, Polietilenglikol 400 (cair) 600 g.
Untuk membuat 1000 g dasar salep

Sumber : Dasar-Dasar Kefarmasian Jilid 1.


ZAT AKTIF SALEP
1. Asam salisilat / acidum salicylicum (Farmakope Indonesia III: 51)
 Pemerian : Hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur halus putih,
rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak berbau.
Jika dibuat dari metal salisilat alami dapat berwarna kekuningan atau merah jambu dan
berbau lemah mirip menthol.
 Kelarutan : Sukar larut dalam air dan dalam benzene, mudah larut dalam air dan dalam
benzene, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih, agak sukar
larut dalam kloroform.
 Khasiat : Antifungi

2. Sulfur Praeciptatum / belerang endap (Farmakope Indonesia IV; 771)


 Pemerian : Serbuk amorf atau serbuk hablur renik, sangat halus, warna kuning pucat, tidak
berbau dan tidak berasa.
 Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam karbon disulfide, sukar
larut dalam minyak zaitun, praktis tidak larut daam etanol.
 Khasiat : Antiskabie

Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 91


ZAT TAMBAHAN SALEP
1. Vaselinum flanum/ vaselin kuning (Farmakope Indonesia IV : 823)
 Pemerian : massa seperti lemak, kekuningan hingga amber lemah, berfluoresensi sangat lemah
walaupun setelah melebur. Dalam lapisan tipis transparan, tidak atau hampir tidak berbau dan
berasa.
 Kelarutan : tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzene, dalam karbo disulfide, dalam
kloroform dan dalam minyak terpentin, larut dalam eter, dalam heksana, dan umumnya dalam
minyak lemak dan minyak atsiri, praktis tidak larut dalam etanol mutlak dingin.
 Khasiat : Zat tambahan

2. Vaselinum (Farmakope Indonesia III hal 633)


 Pemerian : Massa lunak, lengket, bening, putih: sifat in tetap selama dileburkan dan dibiarkan
hingga dingin tanpa diaduk.
 Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan etanol (95%) P, larut dalam kloroform P, dan dalam
eter P dan dalam eter minyak tanah P, larut kadang-kadang berfluoresensi.
 Khasiat : Zat tambahan

Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 91


ZAT TAMBAHAN SALEP
3. Adeps Lanae (Farmakope Indonesia III hal 61)
 Pemerian : Zat berupa lemak, lekat, kuning muda atau kuning pucat agak tembus cahaya
bau lemah dan rasa khas.
 Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P, mudah
larut dalam kloroform P dan eter P.
 Khasiat : Zat tambahan

4. Oleum Menthae, minyak permen, Ol. Menth. Pip (Farmakope Indonesia


III: 458 da Farmakope Indonesia IV: 629)
 Pemerian : cairan tidak berwarna atau kuning pucat, bau khas kuat menusuk, rasa
pedas diikuti rasa dingin jika udara dihirup melalui mulut.
 Kelarutan : Dalam etanol 70% satu bagian volume dilarutkan dalam 3 bagian volume
etanol 70% tidak terjadi opalesensi.
 Khasiat : Zat tambahan dan karminativum

Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 92


KETENTUAN UMUM CARA
PEMBUATAN SALEP
Peraturan salep • Zat-zat yang dapat larut dalam dasar salep, dilarutkan kedalamnya, jika

pertama perlu dengan pemanasan.

• Bahan-bahan yang mudah larut dalam air dan stabil , jika tidak ada

Peraturan salep peraturan-peraturan lain dilarutkan lebih dahulu dalam air, asalkan air
yang digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis salep.

kedua
• Jumlah air yang dipakai dikurangi dari basis.

Peraturan salep • Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak
atau air, harus diserbuk lebih dahulu kemudian diayak dengan pengayak

ketiga B40 (No.100) lalu digerus dengan setengah – sama banyak (aa) dasar
salep.

Peraturan salep • Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan (pemanasan) ,


keempat campurannya harus digerus sampai.

Sumber : Dasar-Dasar Kefarmasian Jilid 1.


PENGAWET SALEP
1. Hidroksi benzoat
2. Fenol
3. Asam benzoat
4. Asam sorbat
5. Garam ammonium kuarterner dan campuran lain

Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 80


PENGEMASAN DAN
PENYIMPANAN SALEP
1. Botol ( gelas berwarna / tak berwarna; buram atau biru;
porselen; plastik)
2. Tube ( kaleng atau plastic)

Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 80


KRIM
• Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan (pemanasan) , campurannya
harus digerus.
• Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air.
• Lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetika dan estetika.
• Kestabilan krim akan terganggu / rusak jika sistem campurannya terganggu,
terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi
• Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam jangka waktu 1 bulan.
Sebagai pengawet pada krim umumnya digunakan metil paraben (nipagin) dengan
kadar 0,12% hingga 0,18% atau propil paraben (nipasol) dengan kadar 0,02%
hingga 0,05%.
• Penyimpanan krim dilakukan dalam wadah tertutup baik atau tube di tempat sejuk.
• Penandaan pada etiket harus juga tertera “Obat Luar”.

Sumber : Dasar-Dasar Kefarmasian Jilid 1.


TIPE KRIM
m/a • Zat pengemulsi : sabun monovalen seperti
trietanolamin, natrium stearat, kalium
stearat dan ammonium stearat. Selain itu
Minyak dapat juga dipakai tween, natrium
laurylsulfat, kuning telur, gelatinum,
air caseinum, CMC dan emulgidum.

a/m
• Zat pengemulsi : sabun polivalen, span,
Air adeps lanae, koleterol dan cera

minyak
Sumber : Dasar-Dasar Kefarmasian Jilid 1.
GEL
• Terdiri dari suspensi yang dibuat
dari partikel anorganik kecil atau
molekul organik besar, terpenetrasi
oleh suatu cairan.
• Gel dapat digunakan untuk obat
yang diberikan secara topical atau
dimasukkan dalam lubang tubuh
• Penyimpanan dalam wadah tertutup
baik, dalam bermulut lebar
terlindung dari cahaya dan ditempat
sejuk
• Contoh : Voltaren Gel, Bioplacenton
Sumber : Dasar-Dasar Kefarmasian Jilid 1.
PENGGOLONGAN GEL
BERDASARKAN FASE
TERDISPERSI
Gel • terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairan
sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi
fase dan cairan.
• Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (karbomer) atau dari gom
tungg alam (tragakan).
• Contohnya minyak mineral dapat dikombinasi dengan resin polietilena untuk
al membentuk dasar salep berminyak

Gel • Terbentuk Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah

siste • Jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar disebut Magma (misalnya Magma
Bentonit).

m • Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan
dan menjadi cair pada pengocokan.

dua
• Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas dan hal
ini tertera pada etiket.
• Contoh : gel Aluminium Hidroksida
fase
Sumber : Dasar-Dasar Kefarmasian Jilid 1.
PENGGUNAAN GEL
1. Sediaan oral : gel murni sebagai cangkang kapsul yang dibuat
dari gelatin
2. Sediaan topical : langsung dipakai pada kulit, membran mukosa,
mata
3. Sediaan dengan kerja lama yang disuntikkan secara i.m
4. Dalam Kosmetika :
- shampoo
- pasta gigi
- sediaan pewangi
- sediaan perawatan kulit dan rambut
Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 100
PELARUT YANG BIASA
DIGUNAKAN DALAM GEL
1. Air (hidrogel ), Misal : magma bentonit, gelatine
2. Organik ( organogel ), Misal : plastibase (merupakan Polietilen
BM rendah, dilarutkan dalam minyak mineral, dan didinginkan
secara cepat )
3. Xerogel : gel padat, konsentrat, pelarut rendah, Misal : Gom,
polistiren, gelatine kering, selulosa kering.

Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 101


PASTA
• Pasta adalah sediaan setengah padat
yang mengandung satu atau lebih
bahan obat yang ditujukan untuk
pemakaian topikal (Farmakope
Indonesia IV).
• Pasta sama dengan salep yang
dimaksudkan untuk pemakaian luar
pada kulit, tetapi berbeda dari salep
terutama dalam kandungannya

Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 95


Sumber : Dasar-Dasar Kefarmasian Jilid 1.
PENGGOLONGAN PASTA
MENURUT FI IV

Kelompok • Dibuat dari gel fase tunggal mengandung air


• Misalnya pasta natrium
pertama karboksimetilselulose

Kelompok • Merupakan salep yang padat, kaku, tidak


meleleh pada suhu tubuh
pasta • Berfungsi sebagai lapisan pelindung pada
bagian yang diolesi
berlemak • Misalnya pasta zinc oksida

Sumber : Dasar-Dasar Kefarmasian Jilid 1.


•Pasta berlemak ternyata kurang berminyak dan lebih menyerap
dibandingkan dengan salep karena tinggi kadar obat yang
mampunyai afinitas terhadap air. Pasta ini cenderung untuk
menyerap sekresi seperti serum dan mempunyai daya penetrasi
dan daya maserasi lebih rendah dari salep. Oleh karena itu pasta
digunakan untuk lesi akut yang cenderung membentuk kerak,
menggelembung atau mengeluarkan cairan.
• Pasta gigi digunakan untuk pelekatan pada selaput lendir untuk
memperoleh efek lokal, misalnya pasta gigi Triamsinolon
asetonida.

Sumber : Dasar-Dasar Kefarmasian Jilid 1.


MACAM-MACAM PASTA
Mengandung >50% bahan padat (serbuk)
Pasta

• Bahan dasar salep : Vaseline, paraffin cair
• Bahan tidak berlemak : gilserin, mucilago, sabun
berlemak • Merupakan salep yang tebal, kaku, keras, tidak meleleh
pada suhu badan

Pasta • Pasta tidak berlemak, mengandung kurang lebih 60% bahan

kering
padat (serbuk)

Pasta • Campuran serbuk dengan minyak lemak dan cairan

pendingin
mengandung air, dan dikenal dengan salep Tiga Dara

Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 96-97


SOAL N0.2
LARUTAN
• Menurut Farmakope Indonesia ed. IV, solutiones atau larutan
adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
yang terlarut.
• Larutan terjadi jika suatu bahan padat tercampur atau terlarut
secara kimia maupun fisika ke dalam bahan cair

Larutan • Jika bahan NaCl atau KBr dilarutkan dalam air,


ke 2 bahan akan larut, terjadinya larutan ini

langsung karena peristiwa kimia, apabila pelarut air


diuapkan akan terbentuk kembali NaCl dan KBr

Larutan • Jika Zn dilarutkan ke dalam H2SO4 akan terjadi

tidak reaksi kimia menjadi larutan ZnSO4 dan larutan


ini tidak dapat kembali menjadi bahan awal Zn
dan H2SO4.
langsung
Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 106
KEUNTUNGAN LARUTAN
1. Merupakan campuran yang homogen
2. Dosis dapat diubah-ubah dalam pembuatan
3. Dapat diberikan dalam larutan encer, sementara kapsul dan
tablet tidak dapat diencerkan
4. Kerja awal obat lebih cepat karena absorpsi lebih cepat
dibandingkan sediaan padat
5. Lebih cocok untuk anak-anak, kerena dapat ditambahkan
pemanis, zat warna, dan aroma tertentu sehingga menarik

Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 106


KERUGIAN LARUTAN
1. Bahan obat ada yang tidak larut dalam larutan
2. Bahan obat tidak stabil dalam sediaan cair
3. Bau dan rasa yang tidak dapat ditutupi jika dalam bentuk
sediaan cair

Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 106


PENGGOLONGAN LARUTAN
BERDASARKAN JENIS BAHAN
YANG TERLARUT
Larutan • Merupakan larutan yang mengandung mikrounit yang

mikromoleku terdiri dari molekul atau ion


• Contoh : alkohol, gliserin, ion natrium, dan ion klorida

ler
dengan ukuran 1 – 10 Ả.

Larutan • Suatu larutan yang mengandung bahan padat terlarut

miseler berupa agregat (misel) bisa berupa molekul atau ion.

Larutan • Larutan yang mengandung bahan padat dimana

makromolek molekulnya lebih besar dari larutan mikro


• Contoh larutan : Pulvis Gummi Arabicum, CMC, PVP,

uler
albumin.

Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 106


KOMPOSISI LARUTAN
Bahan • Bahan aktif untuk sediaan bentuk larutan umumnya bersifat larut dalam air
atau garamnya yang larut dalam air.
aktif/ob • Contoh bahan aktif : parasetamol, amonium klorida, ibuprofen, mentol, dan
at lain lain.

• Zat Warna : zat warna yang dianjurkan anatara 0,1 – 3,5%, misalnya
karetenoid, tartrazin, karminum, karamel. Persyaratan zat warna sebagai
berikut: inert, stabil, mudah bercampur, tidak menimbulkan bau dan rasa
pada produk.
Bahan • Flavoring agent juga sebagai zat tambahan yang digunakan untuk
tambaha memperbaiki bau sediaan, misalnya Oleum Cinnamommi, Oleum Citri, Ol.
Mentha Piperitae.
n • Penutup rasa, misalnya menutupi rasa yang pahit dengan menambahkan
pemanis. Pemanis ada yang sintetis seperti aspartam, acesulfamek,
siklamat Na, saccharin. Disamping itu ada pemanis alami, contoh :
manitol, xylitol, laktitol, maltitol, gliserin, fruktosa.
Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 108
ELIKSIR
• Menurut M. Anief: Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol 90 %
yang berfungi sebagai kosolven.
• Menurut Ansel 19: Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis
dimaksudkan untuk penggunaan vital, dan biasanya diberi rasa untuk
menambah kelezatan. Eliksir bukan obat yang digunakan sebagai pembawa
tetapi eliksir obat untuk efek terapi dari senyawa obat yang dikandungnya.
Dibandingkan dengan sirup, eliksir biasanya kurang manis dan kurang
kental karena mengandung kadar gula yang lebih rendah dan akibatnya
kurang efektif dibanding sirup dalam menutupi rasa senyawa obat.
Walaupun demikian, karena sifat hidroalkohol, eliksir lebih mampu
mempertahankan komponen-komponen larutan yang larut dalam air dan
yang larut dalam alkohol daripada sirup. Juga karena stabilitasnya yang
khusus dan kemudahan dalam pembuatannya, dari sudut pembuatan eliksir
lebih disukaidari sirup
Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 111-112
ELIKSIR
• Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol 90% yang
berfungsi sebagai kosolven (pelarut) dan untuk mempertinggi
kelarutan obat.
• Kadar etanol untuk eliksir biasanya sekitar 5 – 10 %.
•Untuk mengurangi kebutuhan etanol dapat digantikan kosolven lain
seperti glisein, sorbitol, dan propilen glikol.
• Bahan tambahan yang digunakan antara lain pemanis, pengawet,
pewarna dan pewangi, sehingga memiliki bau dan rasa yang sedap.
• Sebagai pengganti gula dapat digunakan sirup gula.

Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 112


SUSPENSI
• Farmakope Indonesia IV Th. 1995 : Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung
partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Suspensi Oral : sediaaan cair
mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan
pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk penggunaan oral.
• Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi
dalam fase cair.
• Suspensi oral adalah sediaan cair rnengandung-partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk penggunaan
oral.
• Suspensi topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit. Beberapa suspensi yang diberi
etiket sebagai "lotio" termasuk dalam kategori ini.
• Suspensi tetes telinga adalah sediaan : cair mengandung partikel-partikel halus yang
ditujukan untuk di teteskan telinga bagian luar.
•Suspensi optalmik adalah sediaan cair steal yang mengandung partikel-partikel yang
terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.
Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 117
SYARAT SUSPENSI
1. Menurut Farmakope Indonesia edisi III adalah :
a. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
b. Jika dikocok harus segera terdispersi kembali
c. Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi
d. Kekentalan suspensi tidak bolah terlalu tinggi agar mudah dikocok atau
dituang
e. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari
suspensi tetap agak konstan untuk jangka penyimpanan yang lama
2. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV adalah :
a. Suspensi tidak boleh di injeksikan secara intravena dan intratekal
b. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan untuk cara tertentu harus
mengandung anti mikroba
c. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan.

Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 118


KELEBIHAN SUSPENSI
a. Suspensi merupakan sediaan yang menjamin stabilitas kimia dan
memungkinkan terapi dengan cairan.
b. Untuk pasien dengan kondisi khusus, bentuk cair lebih disukai
dari pada bentuk padat.
c. Suspensi pemberiannya lebih mudah serta lebih mudah
memberikan dosis yang relatif lebih besar.
d. Suspensi merupakan sediaan yang aman, mudah di berikan
untuk anak-anak, juga mudah diatur penyesuain dosisnya untuk
anak-anak dan dapat menutupi rasa pahit.

Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 119


KERUGIAN SUSPENSI
a. Suspensi memiliki kestabilan yang rendah
b. Jika terbentuk caking akan sulit terdispersi kembali sehingga
homogenitasnya turun
c. Aliran yang terlalu kental menyebabkan sediaan sukar di tuang
d. Ketepatan dosis lebih rendah dari pada bentuk sediaan larutan
e. Pada saat penyimpanan kemungkinan terjadi perubahan sistem
dispersi (caking, flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi
fluktuasi/perubahan suhu
g. Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk
memperoleh dosis yang diinginkan.

Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 119


JENIS-JENIS SUSPENSI
Suspensi oral
• Sediaan cair yang mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa
cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukkan untuk penggunaan oral.

Suspensi topical
• Sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair
yang ditujukkan untuk penggunaan pada kulit.

Suspensi opthalmik
• Sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam
cairan pembawa yang ditujukkan untuk penggunaan pada mata.

Suspensi tetes telinga • Sediaan cair yang mengandung partikel-partikel halus yang ditujukkan untuk
diteteskan pada telinga bagian luar.

Suspensi untuk injeksi • Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak
disuntikan secara intravena atau kedalam saluran spinal.

Suspensi untuk injeksi • Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk
terkontinyu larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan bahan pembawa yang sesuai.
Sumber : Farmasetika Dasar Halaman 118
SOAL NO. 3
3A. BUATLAH JURNAL DARI
RESEP DIBAWAH INI !

I. PERSIAPAN
A. Alat dan Bahan yang digunakan : Timbangan gram halus dan
kasar, mortir dan stamfer, sudip, batang pengaduk, wadah pot.
PERHITUNGAN BAHAN
Acidum benzoicum = 500 mg
Acidum salicylicum = 500 mg
Lanolin = 4.5 mg (Adeps lanae + Air) dengan perbandingan 3 :1
Adeps lanae = ¾ x 4.5 mg = 3.375 mg = 3.4 mg = 0.0034 gram
Air = ¼ x 4.5 mg = 1.125 mg = 1.1 mg = 0.0011 gram
Vaselin flavum = 10 – ( 0.5 +0.5 + 0.0045) = 8.995 gram
II. PELAKSANAAN
1. Siapkan alat dan bahan dan setarakan timbangan
2. Timbang Acidum benzoicum 500 mg ; Timbang Acidum
Salicylicum 500 mg ; Timbang Adeps lanae 3,4 mg dan air 1,1 mg;
Timbang Vaselin flavum 8,995 gram .
3. Acidum benzoicum ditimbang dimasukkan kedalam mortir
dilarutkan dengan etanol 95% qs, digerus ditambahkan sebagian
Vaselinum diaduk hingga homogen. (Massa 1)
4. Acidum salicylicum ditimbang dimasukkan kedalam mortir
dilarutkan dengan etanol 95% digerus ditambahkan sisa
Vaselinum diaduk homogen. Gerus hingga homogen dan halus.
(Massa 2)
5. Kemudian dimasukkan massa 1 dan massa 2 diaduk hingga
homogen
6. Adaps lanae dan air di campur dan diaduk sehingga menjadi
lanolin
7. Lalu tambahkan Lanolin ke gabungan massa 1 dan 2, diaduk
hingga massa salep homogen.
8. Massa salep kemudian dimasukkan kedalam pot obat, ditimbang
berat salep dalam kemasan untuk mengetahui selisih berat salep
yang dihasilkan
9. Agar selisih berat salep yang dihasilkan tidak terlalu besar, mortir
harus bersih tidak ada massa salep yang tertinggal di mortir/di
stamfer.
10. Berikan etiket biru pada pot tersebut
III. ETIKET BIRU
Instalasi Farmasi RSU UKI
JL. MAYJEN SUTOYO 2-5, CAWANG, JAKARTA TIMUR
Apoteker : Drs. Renaldi, Apt
SIP : 8179721
Jakarta, 8 April 2020
No. I
Tn. Badu
Salep
Untuk Pemakaian Luar
OBAT LUAR
3B. BUATLAH JURNAL DARI
RESEP DIBAWAH INI !

I. PERSIAPAN
A. Alat dan Bahan yang digunakan : Timbangan gram halus dan kasar,
mortir dan stamfer, sudip, batang pengaduk, wadah pot.
PERHITUNGAN BAHAN
Acidum salicylicum = 300 mg = 0.3 gram
Sulfur = 400 mg = 0.4 gram
Vaselin album = 10 – ( 0.3 + 0.4) = 9.3 gram
II. PELAKSANAAN
1. Siapkan alat dan bahan dan setarakan timbangan
2. Timbang Acidum Salicylicum 300 mg ; Timbang Sulfur 400 mg;
Timbang Vaselin album 9.3 gram .
3. Sulfur endap digerus hingga halus kemudian ditimbang lalu
ditambahkan Vaselin sebagian, diaduk homogen, lalu dikeluarkan dari
mortir (Massa 1).
4. Acidum Salicylicum ditimbang dimasukkan kedalam mortir dilarutkan
dengan etanol 95% hingga larut, lalu digerus, ditambahkan vaselinum
sebagian diaduk hingga homogen. (Massa 2)
5. Kemudian dimasukkan massa 1 dan massa 2, diaduk hingga homogen
6. Massa salep kemudian dimasukkan kedalam pot obat, ditimbang berat
salep dalam kemasan untuk mengetahui selisih berat salep yang
dihasilkan
7. Agar selisih berat salep yang dihasilkan tidak terlalu besar, mortir
harus bersih tidak ada massa salep yang tertinggal di mortir/di
III. ETIKET BIRU
Instalasi Farmasi RSU UKI
JL. MAYJEN SUTOYO 2-5, CAWANG, JAKARTA TIMUR
Apoteker : Drs. Amry, Apt
SIP : 8229200
Jakarta, 8 April 2020
No. I
Santi (16 tahun)
Salep
Pemakaian Diketahui
OBAT LUAR
3C. BUATLAH JURNAL DARI
RESEP DIBAWAH INI !

I. PERSIAPAN
A. Alat dan Bahan yang digunakan : Timbangan gram halus dan kasar,
mortir dan stamfer, sudip, batang pengaduk, wadah pot.
PERHITUNGAN BAHAN
Vaselin ad 10, yang artinya jumlah seluruh obat pada resep ini = 100%
yang totalnya = 10 gram
Ichthamolum = 10% x 10 gram = 1 gram
Adeps lanae = 25% x 10 gram = 2.5 gram
Vaselin = 10 – ( 1+ 2.5) = 6.5 gram
Berat seluruh bahan salep yang seharusnya = 1 gram + 2.5 gram + 6.5
gram = 10 gram
II. PELAKSANAAN
1. Siapkan alat dan bahan dan setarakan timbangan
2. Timbang Ichthamolum 1 gram ; Timbang Adeps lanae 2.5 gram ;
Timbang Vaselin album 6.5 gram .
3. Adeps lanae ditimbang dan dicampur dengan Vaselinum diaduk.
4. Terakhir ditambahkan Ichthammolum, diaduk hingga homogen
5. Massa salep kemudian dimasukkan kedalam pot obat, ditimbang berat
salep dalam kemasan untuk mengetahui selisih berat salep yang
dihasilkan
6. Pot untuk kemasan salep disetarakan dengan pot kosong yang ukurannya
sama.
7. Berikan etiket biru pada pot tersebut
III. ETIKET BIRU
Instalasi Farmasi RSU UKI
JL. MAYJEN SUTOYO 2-5, CAWANG, JAKARTA TIMUR
Apoteker : Drs. Arizvan, Apt
SIP : 71998891
Jakarta, 8 April 2020
No. I
Rudi (8 tahun)
Salep
Pemakaian Diketahui
OBAT LUAR
SOAL NO.4

Anda mungkin juga menyukai