Anda di halaman 1dari 13

Graves Disease, Tiroiditis

Hashimoto, Karsinoma Tiroid


Graves Disease
a. Patofisiologi
 Penyakit Graves disebabkan oleh autoantibodi tiroid (TSHR-Ab) yang mengaktifkan reseptor
TSH (TSHR), sehingga merangsang tiroid melakukan sintesis dan sekresi hormon, dan
pertumbuhan tiroid ( menyebabkan gondok membesar difus).
 limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada didalam kelenjar tiroid
yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen
tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam membran
sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid dikenal dengan TSH-R
antibody.
 Mekanisme autoimunitas merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya
hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati pada penyakit Graves.
 ada 3 autoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase
(TPO) dan reseptor TSH (TSH-R). Disamping itu terdapat pula suatu protein dengan BM 64
kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid dan sel-sel orbita yang diduga berperan
dalam proses terjadinya perubahan kandungan orbita dan kelenjar tiroid penderita penyakit
Graves.
 Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen diatas dan bila terangsang
oleh pengaruh sitokin (seperti interferon gamma) akan mengekspresikan molekul-molekul
permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4) untuk mempresentasikan antigen pada
limfosit T.
 Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan antibodi
sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan tiroglobulin
atau TSH-R pada fibroblas, otot-otot bola mata, dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk
dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblas dan miositis orbita, sehingga
menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia
b. Diagnosis Klinis Graves Disease
 Graves Disease adalah penyakit autoimun yag ditandai dengan
hipertiroid, difus goiter, opthalmopathy, dan dermopathy.
 Gambaran klinik hipertiroid dapat ringan dengan keluhan-keluhan yang
sulit dibedakan dari reaksi kecemasan, tetapi dapat berat sampai
mengancam jiwa penderita karena timbulnya hiperpireksia, gangguan
sirkulasi dan kolaps. Keluhan utama biasanya berupa salah satu dari
meningkatnya nervositas, berdebar-debar atau kelelahan.
 Dari penelitian pada sekelompok penderita didapatkan 10 gejala yang
menonjol, yaitu: nervositas, kelelahan atau kelemahan otot-otot,
penurunan berat badan sedangkan nafsu makan baik, diare atau
sering buang air besar, intoleransi terhadap udara panas, keringat
berlebihan, perubahan pola menstruasi, tremor, berdebar-debar,
penonjolan mata dan leher.
 Pada pemeriksaan klinis didapatkan gambaran yang khas yaitu: seorang
penderita tegang disertai cara bicara dan tingkah laku yang cepat,
tanda-tanda pada mata, telapak tangan basah dan hangat, tremor,
oncholisis, vitiligo, pembesaran leher, nadi yang cepat, aritmia,
tekanan nadi yang tinggi dan pemendekan waktu refleks achilles.
 Pemeriksaan Fisik TES KHUSUS
 Inspeksi  Pumberton’s sign: mengangkat kedua tangan
ke atas, muka menjadi merah
pembengkakan, meliputi : lokasi: lobus kanan,
lobus kiri, atau ismus; ukuran: besar/kecil  Tremor sign: tangan kelihatan gemetaran. Jika
tremor halus, diperiksa dengan meletakkan
permukaan rata/noduler; jumlah: uninodusa sehelai kertas di atas tangan.. Oftalmopati
atau multinodusa meliputi
bentuk: apakah difus (leher terlihat bengkak)  joffroy sign : tidak bisa mengangkat alis dan
ataukah berupa noduler lokal menegerutkan dahi;
gerakan: pasien diminta untuk menelan,  Von Stelwag : mata jarang berkedip
apakah pembengkakannya ikut bergerak
 Von Grave: melihat ke bawah, palpebra
pulsasi: bila nampak adanya pulsasi pada superior tidak dapat mengikuti bulbus okuli
permukaan pembengkakan. sehingga antara palpebra superior dan kornea
 Palpasi terlihat jelas sklera bagian atas

Perluasan dan tepi, gerakan saat menelan,  Rosenbach sign : memejam mata, tremor dari
apakah batas bawah dapat diraba atau palpebra ketika mata tertutup;
tidak, dapat diraba trakea dan kelenjarnya  Moebius sign : mengarahkan jari telunjuk
konsistensi, temperatur, permukaan, dan mendekati mata pasien di medial, pasien sukar
adanya nyeri tekan mengadakan dan mempertahankan
konvergensi
hubungan dengan m.
Sternokleidomastoideus; limfonodi dan jaringan  exoftalmus : mata kelihatan menonjol keluar.
sekitarnya..
Tatalaksana
Indikasi antithyroid drugs (ATDs) : pasien menjadi eutiroid
 Pasien yang memiliki kemungkinan besar remisi pada penyakitnya observasi laboratorium dan evaluasi klinis tetap berjalan selama
(terutama pasien wanita dengan penyakit yang masih ringan, interval 2-3 bulan. Sebelum menginisasi terapi antitiroid juga sebaiknya
pembesaran tiroid yang masih kecil, dan memiliki TRAb yang melakukan pemeriksaan darah lengkap, termasuk hitung jenis sel
negatif/bertiter rendah) darah putih, bilirubin, dan transaminase.
 pasien manula yang memiliki resiko tinggi untuk menjalankan operasi Pada kehamilan, PTU dan MMI merupakan terapi antitiroid pilihan. PTU
atau memiliki keterbatasan sebaikanya dimulai ketika kehamilan memasuki trimester pertama.
Sedangkan MMI sebaiknya diberikan setelah trimester pertama.
 pasien di rumah perawatan atau fasilitas kesehatan lainnya yang
memiliki keterbatasan untuk mengikuti pengobatan radiasi  Dosis yang direkomendasikan untuk PTU ialah 100-450 mg sebanyak 3
kali sehari, tergantung pada gejala dan hasil tes fungsi tiroid. Dosis
 pasien dengan riwayat operasi atau radiasi di leher, pasien dengan MMI dapat diberikan sebanyak 10-20 mg per hari. Dosis keduanya
moderate-severe Graves’s Ophtalmopathy (GO). sebaiknya diberikan serendah mungkin.
 Kontraindikasi pemakaian obat antitiroid ialah pemakaian obat Terapi kombinasi antitiroid dan levotiroksin (hormone replacement
antitiroid jangka panjang dan adanya reaksi berlebih pada obat therapy) sebaiknya tidak diberikan pada saat kehamilan. Namun jika
antitiroid. pasien sebelum hamil mendapatkan terapi tersebut, maka saat hamil
terapi yang diberikan cukup obat antitiroid saja.
 Terdapat 2 kelas obat antitiroid yang tersedia, yaitu thiouracil
(propilthiouracil/PTU) dan imidazole (methimazole/MMI, carbimazole, Pemakaian β-adrenergik bloker, seperti propranolol sebanyak 10-40
dan thiamazole). mg sebanyak 4 kali sehari juga direkomendasikan untuk pengobatan
gejala hiperadrenergik yang muncul pada hipertiroid, tetapi
 PTU sangat disarankan sebagai obat pilihan antitiroid pada kehamilan sebaiknya langsung dihentikan ketika gejala membaik atau satu
trimester pertama, thyroid crisis, dan pasien dengan riwayat alergi minggu awal terapi.
atau intoleransi terhadap obat antitiroid, serta pasien hipertiroid yang
tidak dapat melakukan terapi radioaktif atau operasi.  Monitoring terapi antitiroid pada kehamilan sebaiknya dilakukan
setiap 2 minggu. Dosis mulai diturunkan jika terdapat perbaikan dari
 Kombinasi obat antitiroid dengan dosis rendah levotiroksin (hormone gejala dan tanda-tanda hipertiroid (berat badan naik dan frekuensi
replacement therapy) kini sudah tidak direkomendasikan. Adapun nadi normal) dan T4 bebas. Sekali target remisi T4 bebas tercapai, tes
dosis PTU ialah cukup tinggi, dimulai dari 100-200 mg sebanyak 3 kali fungsi tiroid tetap dilakukan setiap 2-4 minggu untuk benar-benar
sehari, tergantung dari keparahan penyakitnya. memastikannya.
 Setelah melihat klinisnya kembali, serta menunjukkan fungsi tiroid yang
kembali normal, dosis maintenance PTU menjadi 50 mg sebanyak 2-3x
sehari, bahkan memungkinkan untuk 1 kali sehari.
 Sama seperti PTU, dosis MMI juga cukup tinggi, dimulai dari 10-20 mg
per hari dan dosis maintenance 5-10 mg per hari. Penilaian serum T4
bebas sebaiknya di observasi selama 4 minggu setelah inisiasi terapi
hingga level eutiroid dapat tercapai dengan dosis minimal. Sekali
Tiroiditis Hashimoto
Patofisiologi Tiroiditis Hashimoto
a. Faktor genetik
 Gen yg terlibat dalam patogenesis PTAI adalah gen yang mengatur respon imun seperti major histocompatibility
complex (MHC), reseptor sel T, serta antibodi, dan gen yang mengkode (encoding) autoantigen sasaran seperti
tiroglobulin, TPO (thyroid peroxidase), transporter iodium, TSHR (TSH Receptor). Dari sekian banyak gen kandidat, saat ini
baru enam gen yang dapat diidentifikasi, yaitu CTLA-4 (Cytotoxic T Lymphocyte Antigen-4), CD40, HLA-DR, protein
tyrosine phosphatase-22, tiroglobulin, dan TSHR. Cytotoxic T lymphocyte antigen-4 (CTLA-4) merupakan molekul
kostimulator yang terlibat dalam interaksi sel T dengan Antigen Presenting Cells (APC). APC akan mengaktivasi sel T
dengan mempresentasikan peptide antigen yang terikat protein HLA kelas II pada permukaan reseptor sel T. Sinyal
kostimulator berasal dari beberapa protein yang diekspresikan pada PC (seperti B7-1, B7-2, B7h, CD40), dan berinteraksi
dengan reseptor (CD28, CTLA-4, dan CD40L) pada permukaan limfosit T CD4+ pada waktu presentasi antigen. CTLA-4
dan CD40 merupakan molekul kostimulator non-spesifik, yang dapat meningkatkan suseptibilitas terhadap PTAI dan
proses autoimun lain. CTLA-4 berasosiasi dan terkait dengan berbagai bentuk PTAI (tiroiditis Hashimoto, penyakit
Graves, dan pembentukan antibodi antitiroid), dan dengan penyakit autoimun lain seperti diabetes tipe 1, penyakit
Addison, dan myasthenia gravis.
b. Faktor Lingkungan
 Beberapa faktor lingkungan telah dapat diidentifikasi berperan sebagai penyebab penyakit tiroid autoimun,
diantaranya berat badan lahir rendah, kelebihan dan kekurangan iodium, defisiensi selenium, paritas, penggunaan
obat kontrasepsi oral, jarak waktu reproduksi, mikrochimerisme fetal, stres, variasi musim, alergi, rokok, kerusakan
kelenjar tiroid akibat radiasi, serta infeksi virus dan bakteri. Di samping itu penggunaan obat-obat seperti lithium,
interferon-α, amiodarone dan Campath-1H, juga meningkatkan risiko autoimunitas tiroid. Stress mempengaruhi sistem
imun melalui jaringan neuroendokrin. Saat stress sumbu hypothalamic-pituitaryadrenal (HPA) akan diaktivasi,
menimbulkan efek imunosupresif. Belum diketahui apakah penyakit Hashimoto juga terkait dengan faktor stress. Faktor
infeksi baik virus maupun bakteri juga berperan dalam patogenesis PTAI.
c. Autoantigen dan autoantibodi tiroid
 Penyakit tiroid autoimun (PTAI) menyebabkan kerusakan seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme imun
humoral dan seluler.Kerusakan seluler terjadi saat limfosit T yang tersensitisasi (sensitized) dan/atau autoantibodi
berikatan dengan membran sel, menyebabkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Perubahan fungsi tiroid terjadi karena kerja
autoantibodi yang bersifat stimulator atau blocking pada reseptor di membran sel. Ada tiga autoantigen spesifik yang
dominan pada PTAI yaitu thyroid peroxidase (TPO), tiroglobulin, dan thyrotropin receptor (TSHR). TPO, yang dulu disebut
sebagai ”thyroid microsomal antigen”, merupakan enzim utama yang berperan dalam hormogenesis tiroid.
Diagnosa Tiroiditis Hashimoto
 Pada tiroiditis Hashimoto, pemeriksaan goiter yang terbentuk dapat diidentifikasi melalui
pemeriksaan fisik, dan keadaan hipotiroid diketahui dengan identifikasi gejala dan tanda
fisik yang khas, serta melalui hasil pemeriksaan laboratorium.
 Peningkatan antibodi antitiroid merupakan bukti laboratorik paling spesifik pada tiroiditis
Hashimoto, namun tidak semuanya dijumpai pada kasus. Pemeriksaan hormon tiroid
biasanya diperiksa kadar TSH dan FT4.
 Dikatakan hipotiroid apabila peningkatan kadar TSH disertai penurunan FT4.
 Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan secara histopatologis melalui biopsi. Kelainan
histopatologisnya dapat bermacam – macam yaitu antara lain infiltrasi limfosit yang difus,
obliterasi folikel tiroid, dan fibrosis.
 Tiga antibodi yang paling sering ditentukan kadarnya di klinik adalah TRAb (Thyrotropin
Receptor Antibody), TPOAb (anti TPO antibody), TgAb (ATA: anti Tg antibody), dan
penentuan berbagai antibodi lainnya lebih bersifat minat akademik. Perlu diketahui
bahwa autoantibodi tiroid tidak selalu ditemukan dalam serum penderita PTAI, antara lain
disebabkan oleh sensitivitas metoda assay.
 Antibodi anti-TPO merupakan faktor resiko disfungsi tiroid, termasuk tiroiditis postpartum
dan penyulit autoimun akibat penggunaan obat-obat tertentu. Antibodi anti-TPO
merupakan kelainan yang pertama ditemukan pada hipotiroidi akibat tiroiditis Hashimoto.
Lebih dari 95% penderita tiroiditis Hashimoto dan sekitar 85% penderita penyakit Graves
mempunyai antibodi anti-TPO.
Tatalaksana
 Pengobatan dengan penggunaan sehari-hari dari hormon tiroid sintetis
sepertii levotiroksin (levothroid, Levoxyl, Synthroid).
 Levotiroksin sintetis identik dengan tiroksin, versi alami hormon ini dibuat
oleh kelenjar tiroid.
 usia tua, dosis dimulai dengan yang rendah dan ditingkatkan secara
bertahap.
 usia muda, dapat langsung dimulai dengan dosis besar.
KARSINOMA TIROID
Patogenesis
 Sebesar 9% keganasan tiroid berkaitan dengan paparan radiasi, meningkat secar linier jika radiasi yang diterima
> 20Gy.
 Faktor risiko lain terkait faktor hormonal dan asupan iodium, retinol, vitamin C, dan vitamin E, serta beberapa
sindrom bawaan termasuk sindrom gardner. Molekular (Mutasi Genteik).
 Aktivasi dari reseptor tyrosin kinase yang disebabkan perubahan atau amplifikasi genetik, spesifik muncul untuk
mentransformasi sel folikel tiroid normal menjadi karsinoma papiler tiroid. Perubahan-perubahan ini memproduksi
protein-protein chimeric dengan aktivitas dari enzim tyrosin kinase yang berkontribusi untuk pertumbuhan dari
fenotipe malignan.
 Rata-rata 40% dari orang dewasa dengan karsinoma papiler yang sporadik mempunyai perubahan dari gen RET
dan 15% memiliki perubahan gen NTRKI. Mutasi titik pada gen somatik BRAF mungkin merupakan mutasi tersering
pada kejadian karsinoma papiler, variasinya antra 29-60 % pada beberapa sel yang berbeda.
 Pada karsinogenesis karsinoma papiler tiroid, aktivasi mitogen mengaktivasi jalur protein kinase hal disebabkan
oleh perubahan seperti pada gen RET/PTC atau mutasi pada gen RAS dan BRAF, ini merupakan peristiwa
penting awal yang mengawali perubahan karsinogenesis tersebut. Aktivasi dari reseptor tyrosin kinase yang
disebabkan perubahan atau amplifikasi genetik, spesifik muncul untuk mentransformasi sel folikel tiroid normal
menjadi karsinoma papiler tiroid.
 Perubahan-perubahan ini memproduksi protein-protein chimeric dengan aktivitas dari enzim tyrosin kinase yang
berkontribusi untuk pertumbuhan dari fenotipe malignan. Beberapa mutasi DNA telah ditemukan pada
karsinoma papiler tiroid. Banyak dari karsinoma ini terjadi perubahan spesifik pada bagian gen RET. Perubahan
dari gen ini, diketahui sebagai PTC onkogen, hal ini ditemukan pada 10% sampai 30% dari seluruh karsinoma
papiler tiroid.
 Banyak sekitar 30% sampai 70% karsinoma papiler mempunyai mutasi pada gen BRAF. Mutasi gen BRAF ini lebih
sering pada karsinoma papiler pada anak-anak dan berasal dari pejanan radiasi. Karsinoma dengan
perubahan pada gen BRAF berkecenderungan berubah ke arah agresif dan lebih cenderung bermetastasis ke
beberapa bagian tubuh lainnya.
 Mutasi titik pada gen BRAF dan LOH pada kromosom 1p36, 18q21, dan 22q13 secara signifikan ditemukan lebih
tinggi pada karsinoma papiler tiroid dengan ukuran lebih dari 2 cm dibandingkan dengan karsinoma papiler
dengan ukuran kurang dari 2 cm. Mutasi genomik pada gen BRAF dan LOH pada kromosom 1p36, 18q21, dan
22q13 mungkin memberikan peranan penting dalam percepatan pertumbuhan dan agresivitas dari karsinoma
papiler tiroid.
Diagnosa Klinik
 Gejala karsinoma tiroid adalah sebagai berikut :
 Pembesaran nodul yang relatif cepat, dan nodul anaplastik cepat sekali ( dihitung dalam minggu)
 tanpa nyeri
 merasakan adanya gangguan mekanik di leher, seperti gangguan menelan yang menunjukan adanya
desakan esophagus
 perasaan sesak yang menunjukkan adanya desakan ke trakea
 pembesaran KGB di daerah leher (mungkn metastasis)
 penonjolan / kelainan pada tulang tempurung kepala ( metastasis ke tengkorak)
 perasaan sesak dan batuk-batuk disertai dahak berdarah ( metastasis di paru-paru bagi jenis folikular).

 kecurigaan tinggi :
 Riwayat neoplasma endokrin multipel dalam keluarga
 pertumbuhan tumor cepat
 nodul teraba keras
 fiksasi daerah sekitar, paralisis pita suara
 pembesaran kelenjar limfe regional
 adanya metastasis jauh.
 Kecurigaan sedang adalah:
 Usia > 60 tahun
 riwayat radiasi leher
 jenis kelamin pria dengan nodul soliter
 tidak jelas adanya fiksasi daerah sekitar
 diameter lebih besar dari 4 cm dan kistik.
Kecurigaan rendah adalah tanda atau gejala diluar / selain yang disebutkan
diatas.
Anamnesa :
Pengaruh usia dan jenis kelamin : Apabila nodul tiroid terjadi pada usia dibawah
20 tahun atau diatas 50 tahun mempunyai resiko malignansi lebih tinggi; pengaruh
radiasi di daerah leher dan kepala : Radiasi pada masa anak-anak dapat
menyebabkan malignansi pada tiroid ± 33-37 %; Kecepatan tumbuh tumor : Nodul
ganas membesar dalam waktu yang cepat, nodul anaplastik membesar dengan
sangat cepat, kista dapat membesar dengan cepat; Riwayat gangguan mekanik
di daerah leher; Riwayat penyakit serupa pada keluarga (karsinoma tiroid atau
panyakit yang tergolong pada multipel endokrin neoplasma II
(phaeochromocitoma , mukosal neuroma dan ganglioneuromatosis, paratiroid
hiperplasia)
Tatalaksana
 Penatalaksanaan karsinoma tiroid terdiri dari:
 Operatif (pembedahan)
 Non operatif, yaitu dengan: Radioterapi, Kemoterapi, Hormonal terapi.
 Pembedahan struma dapat dibagi menjadi:
 bedah diagnostik : biopsi insisi atau biopsi eksisi
 Terapeutik : ablatif berupa : Tiroidektomi totalis , Tiroidektomi subtotal, Near
total tiroidektomi, Lobektomi totalis, Subtotal lobektomi, Ismolobektomi,
Radical sNeck Dissection (RND), Selective Neck Disection (SND), Limited
Neck Disection.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai