Anda di halaman 1dari 12

MODUL 1 : BIOETIKA

Tutor : dr. Mirsyam R,SpP


KELOMPOK 8 :
Muhammad Reynaldi Anandita G
(2018730070)
Nadif Mahendra Tiasto (2018730076)
Taufik Ismail ( 2018730107 )
Annisa Gholiza Putri (2018730009)
Annaya Noor Sabina (20187300010)
Azzahra Asya Sisdiani (2018730021)
Hanna Desnia Irfani (2018730043)
Nur Chomsatun Fasyarofa T. (2018730080)
Rizki Novita Sari (2018730092)
Siti Mardiana (2018730104)
Syifa Amalia Khairunnisa (2018730105)
SKENARIO
Kasus dr. Ayu
Kasus yang menimpa dokter ayu dan dua orang temanya tersebut berawal dari tuduhan pihak keluarga korban Julia Fransiska Makatey (25)
yang meninggal dunia sesaat setelah melakukan operasi kelahiran anak pada tahun 2010 yang lalu. Akibat dari kasus tersebut dr ayu dan
kedua temanya divonis oleh MA dengan hukuman 10 bulan penjara.
Berikut ini kronologi kasus penangkapan dokter Ayu dan kedua orang temanya yang juga ikut dihukum atas tuduhan kasus malpraktek
menurut keterangan dari Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Dr Nurdadi Saleh, SpOG seperti dilansir
dari Liputan6.
Tanggal 10 April 2010
Korban, Julia Fransiska Makatey (25) merupakan wanita yang sedang hamil anak keduanya. Ia masuk ke RS Dr Kandau Manado atas
rujukan puskesmas. Pada waktu itu, ia didiagnosis sudah dalam tahap persalinan pembukaan dua.
Namun setelah delapan jam masuk tahap persalinan, tidak ada kemajuan dan justru malah muncul tanda-tanda gawat janin, sehingga ketika
itu diputuskan untuk dilakukan operasi caesar darurat.
“Saat itu terlihat tanda tanda gawat janin, terjadi mekonium atau bayi mengeluarkan feses saat persalinan sehingga diputuskan melakukan
bedah sesar,” ujarnya.
Tapi yang terjadi menurut dr Nurdadi, pada waktu sayatan pertama dimulai, pasien mengeluarkan darah yang berwarna kehitaman. Dokter
menyatakan, itu adalah tanda bahwa pasien kurang oksigen.
“Tapi setelah itu bayi berhasil dikeluarkan, namun pasca operasi kondisi pasien semakin memburuk dan sekitar 20 menit kemudian, ia
dinyatakan meninggal dunia,” ungkap Nurdadi, seperti ditulis Senin (18/11/2013).
Tanggal 15 September 2011
Atas kasus ini, tim dokter yang terdiri atas dr Ayu, dr Hendi Siagian dan dr Hendry Simanjuntak, dituntut Jaksa Penuntut Umum
(JPU) hukuman 10 bulan penjara karena laporan malpraktik keluarga korban. Namun Pengadilan Negeri (PN) Manado
menyatakan ketiga terdakwa tidak bersalah dan bebas murni.
“Dari hasil otopsi ditemukan bahwa sebab kematiannya adalah karena adanya emboli udara, sehingga mengganggu peredaran
darah yang sebelumnya tidak diketahui oleh dokter. Emboli udara atau gelembung udara ini ada pada bilik kanan jantung pasien.
Dengan bukti ini PN Manado memutuskan bebas murni,” tutur dr Nurdadi.
Tapi ternyata kasus ini masih bergulir karena jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung yang kemudian dikabulkan.

18 September 2012
Dr. Dewa Ayu dan dua dokter lainnya yakni dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy Siagian akhirnya masuk daftar pencarian orang
(DPO).

11 Februari 2013
Keberatan atas keputusan tersebut, PB POGI melayangkan surat ke Mahkamah Agung dan dinyatakan akan diajukan upaya
Peninjauan Kembali (PK).
Dalam surat keberatan tersebut, POGI menyatakan bahwa putusan PN Manado menyebutkan ketiga terdakwa tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan kalau ketiga dokter tidak bersalah melakukan tindak pidana. Sementara itu, Majelis Kehormatan dan
Etika Profesi Kedokteran (MKEK) menyatakan tidak ditemukan adanya kesalahan atau kelalaian para terdakwa dalam melakukan
operasi pada pasien.

8 November 2013
Dr Dewa Ayu Sasiary Prawan (38), satu diantara terpidana kasus malapraktik akhirnya diputuskan bersalah oleh Mahkamah
Agung dengan putusan 10 bulan penjara. Ia diciduk di tempat praktiknya di Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Hati, Balikpapan
Kalimantan Timur (Kaltim) oleh tim dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejari Manado sekitar pukul 11.04 Wita.
Kronologi Menurut Yulin Mahengkeng, ibu Julia Fransiska Makatey seperti dilansir dari detik
Saat itu anaknya, masuk ke Puskesmas di Bahu Kecamatan Malalayang jelang melahirkan. Tanda-tanda melahirkan
terlihat pukul 04.00 WITA, keesokan harinya, setelah pecah air ketuban dengan pembukaan 8 hingga 9 Centimeter.
Tapi dokter Puskemas merujuk ke RS Prof dr Kandou Malalayang karena Fransiska mempunyai riwayat melahirkan
dengan cara divakum pada anak pertamanya. “Kami tiba pukul 07.00 WITA, lalu dimasukkan ke ruangan Irdo,” kata
Yulin kepada detikcom, Senin (25/11/2013) malam.
Karena hasil pemeriksaan terjadi penurunan pembukaan hingga 6 cm, pagi itu Fransiska lalu diarahkan ke ruang
bersalin. Yulin lalu mengatakan, saat itulah seakan terjadi pembiaran terhadap anaknya, karena terkesan mengulur
waktu menunggu persalinan normal.
“Padahal anak saya harus dioperasi karena air ketuban sudah pecah dan kondisinya sudah lemah,” terangnya.
Hingga malam hari sekitar pukul 20.00 WITA, tindakan melakukan operasi baru dilakukan dr Ayu dan dua rekannya.
Keluarga pun bolak-balik ruang operasi dan apotek untuk membeli obat. Dengan kondisi tidak membawa uang
cukup, tawar-menawar obat dan peralatan terjadi.
“Bahkan saya coba menjamin kalung emas yang saya pakai, sambil menunggu uang yang masih dalam perjalanan,
tapi tetap tidak dihiraukan. Operasi pun akhirnya mengalami penundaan,” beber Yulin.
Lanjutnya, pada pukul 22.00 WITA, uang dari adiknya pun tiba. Jumlahnya pun tidak mencukupi
seperti permintaan pihak rumah sakit. Setelah bermohon berulang kali, operasi kemudian
dilaksanakan. 15 menit kemudian, dokter keluar membawa bayi dan memberi kabar anaknya dalam
keadaan sehat. Tapi hanya berselang 20 sampai 30 menit kemudian, dokter bawa kabar lagi kalau
anaknya sudah meninggal dunia.
“Kami kecewa terjadi pembiaran selama 15 jam terhadap anak saya. Kenapa tindakan operasi baru
dilakukan setelah kondisi anak saya sudah menderita dan tidak berdaya?” tandasnya.
“Ini jelas ada kesalahan yang dilakukan dokter, itu makanya kami keluarga melaporkan ke polisi,”
tambah Yulin.
Menurutnya, kejadian itu sudah beberapa kali diceritakannya ke berbagai pihak untuk membuktikan
adanya pembiaran yang dilakukan para dokter yang menangani anaknya.
“Makanya saya menangis saat dengar, putusan bebas Pengadilan Negeri Manado. Tapi Tuhan dengar
doa kami, karena kasasi kami dan Kejaksaan diterima Mahkamah Agung dan mengabulkan tuntutan 10
bulan penjara,” tutupnya.
No. KDB PARAGRAF KONTEKS PRIMA FACIE
1. PRO Paragraf II Tanggal 10 April 2010 - Dokter melakukan KODEKI BAB II pasal 10
- Beneficence : Namun setelah delapan jam masuk tindakan operasi “seorang dokter wajib
Poin 4 (mengusahakan agar tahap persalinan, tidak ada kemajuan Caesar karena melakukan pertolongan
kebaikan/manfaatnya lebih banyak dan justru muncul tanda-tanda gawat
Munculnya tanda- darurat sebagai suatu
disbanding dengan keburukan janin, sehingga ketika itu diputuskan
Poin untuk dilakukan operasi Caesar tanda gawat janin. tugas kemanusiaan.”
Poin 10 (kewajiban menolong pasien darurat. “Saat itu terlihat tanda-tanda
gawat darurat) gawat janin , terjadi meconium atau - Dokter sudah
- Nonmaleficence bayi mengeluarkan feses saat berusaha
Poin 1 (menolong pasien emergensi) persalinan sehingga diputuskan mengeluarkan bayi,
melakukan bedah sesar,” ujarnya. Tapi namun sang ibu
yang terjadi menurut dr Nurdadi, pada meninggal setelah
waktu sayatan pertama dimulai,
20 menit kemudian.
pasien mengeluarkan darah yang
berwana kehitaman. Dokter
menyatakan, itu adalah tanda bahwa
pasien kurang oksigen.
“Tapi setelah itu bayi berhasil
dikeluarkan, namun pasca operasi
kondisi pasien semakin memburuk
dan sekitar 20 menit kemudian, ia
dinyatakan meninggal dunia,” ungkap
nurdadi, seperti di tulis senin
(18/11/2013).
No. KDB PARAGRAF KONTEKS PRIMA FACIE

KONTRA Paragraf II Tanggal 10 April 2010 - Seharusnya dokter KODEKI PASAL 12


- Nonmaleficence Korban, Julia Fransiska Makatey (25) memberikan tindakan , Dalam melakukan
Point 8 (Tidak mencegah merupakan wanita yang sedang hamil anak jangan menunggu pekerjaannya seorang dokter
pasien dari bahaya) keduanya. Ia masuk ke RS Dr Kandau tanda-tanda gawat wajib memperhatikan
Manado atas rujukan puskesmas. Pada waktu janin baru ditanganin. keseluruhan aspek pelayanan
- Autonomi itu, ia didiagnosis sudah dalam tahap kesehatan (promotif,
Poin 7 ( melakukan informed persalinan pembukaan dua. - Tidak menjelaskan preventif, kuratif, dan
consent) Namun setelah delapan jam masuk tahap tindakan apa yang akan rehabilitatif ), baik sik maupun
persalinan, tidak ada kemajuan dan justru dilakukan dan tidak psiko – social - kultural
meminta persetujuan pasiennya serta berusaha
malah muncul tanda-tanda gawat janin,
keluarga pasien. menjadi pendidik dan
sehingga ketika itu diputuskan untuk
pengabdi sejati masyarakat.
dilakukan operasi caesar darurat.

2. PRO Paragraf III Tanggal 15 September 2011 - Berdasarkan hasil otopsi KODEKI Pasal 2, Seorang
- Justice “ Dari hasil otopsi ditemukan bahwa sebab kematian bukan terjadi dokter harus senantiasa
Poin 8 (Tidak melakukan kematiannya adalah karena adanya emboli karena adanya kelalaian berupaya melaksanakan
penyalahgunaan) udara, sehingga mengganggu peredaran dari dokter. profesinya sesuai dengan
darah yang sebelumnya tidak diketahui oleh - Seharusnya dokter standar profesi yang tertinggi
KONTRA paragraf III dokter. Emboli udara atau gelembung udara melakuakan pemeriksaan
- Beneficence ini ada pada bilik kanan jantung pasien. terlebih dahulu untuk
Point 9: Meminimlisasi akibat Dengan bukti ini PN Manado memutuskan memastikan apakah
buruk bebas murni,” tutur dr Nurdadi. kondisi pasien aman atau
tidak
No. KDB PARAGRAF KONTEKS PRIMA FACIE

3. PRO Paragraf IV Dalam surat keberatan Pihak MKEK KODEKI pasal 7D yang
- Nonmaleficence tersebut. POGI menyatakan menyatakan tidak berbunyi “ setiap
Poin 10 (tidak membahayakan bahwa putusan PN Manado adanya kesalahan atau dokter harus
kehidupan pasien karena menyebutkan ketiga kelalaian yang senantiasa mengingat
kelalaian) terdakwah tidak terbukti dilakukan dokter ketika akan kewajiban
secara sah dan meyakinkan melakukan operasi melindungi hidup
kalua ketiga dokter tidak makhluk insani “
bersalah melakukan tindakan
pidana. Sementara itu,
Majelis Kehormatan dan
Etika Profesi Kedokteran
(MKEK) menyatakan tidak
ditemukan adanya kesalahan
atau kelalaian para
terdakwah dalam melakukan
operasi pada pasien.
Kronologi Menurut Yulin Mahengkeng
No. KDB PARAGRAF KONTEKS PRIMA FACIE

4. PRO Paragraf VI Tapi dokter Puskesmas merujuk - Karena kurangnya alat KODEKI Pasal 2 Tahun 2012
-Beneficence ke RS Prof dr. Kandou dan riwayat melahirkan Seorang dokter wajib selalu
Poin 9 (Minimalisasi akibat Malalayang karena Fransiska pasien, dokter melakukan pengambilan
buruk) mempunyai riwayat melahirkan puskesma merujuk keputusan profesionalsecara
-Justice dengan cara divakum pada anak pasien ke RS untuk independen,danmempertahanka
Poin 4 (Menghargai hak sehat pertamanya. “Kami tiba pukul meminimalisasi hal n perilaku profesional dalam
pasien) 07.00 WITA, lalu dimasukkan ke buruk ukuran yang tertinggi.
ruangan Irdo,” kataa Yulin
KONTRA kepada detikcom, Senin KODEKI Pasal 17 Tahun 2012
- NonMaleficence (25/11/2013).
Setiap dokter wajibmelakukan
Poin 1 ( Menolong pasien Karena hasil pemeriksaan - Dokter tidak menangani
pertolongan darurat
emergensi ) terjadi penurunan pembukaan pasien dengan segera
- Beneficence hingga 6 cm, pagi itu Fransiska sebagaisuatu wujud
Point 10 (Kewajiban menolong lalu diarahkan ke ruang tugasperikemanusiaan,
pasien gawat darurat) bersalin. Yulin lalu mengatakan, kecualibilaia yakin ada
saat itulah seakan terjadi oranglain bersediadan mampu
pembiaran terhadap anaknya, memberikannya.
karena terkesan mengulur
waktu menunggu persalinan
normal.
No. KDB PARAGRAF KONTEKS PRIMA FACIE

5. PRO “Padahal anak saya harus - Adanya hubungan PERMENKES NO.75 Thn
- Autonomy dioperasi karena air ketuban komunikasi pelayanan 2014 tentang “Pusat
Point 13 (Menjaga hubungan (kontrak)
sudah pecah dan kondisinya sudah kesehetan untuk Kesehatan Masyarakat”
lemah,” terangnya. HIngga malam melakukan tindakan tepatnya Pasal-3
hari sekitar pukul 20.00 WITA, terhadap pasien. Serta “Prinsip penyelenggaraan
tindakan operasi baru dilakukan mengikuti ketentuan Puskesmas meliputi:
dr Ayu dan dua orang rekannya. administrasi yang a. Paradigma sehat
Keluargapun bolak balik ruang berlaku di RS tersebut. b. Pertanggungjawaban
operasi dan apotek untuk membeli wilayah;
KONTRA obat. Dengan kondisi tidak c. Kemandirian
-Beneficence membawa uang yang cukup, - Terjadi penundaan masyarakat
Poin 11 (Menghargai hak-hak pasien tawar menawar obat dan peralatan cukup lama yang dapat d. Pemerataan;
secara keseluruhan) terjadi. membahayakan pasien e. Teknologi tepat guna
“Bahkan saya coba menjamin f. Keterpaduan dan
-Nonmaleficence kalung emas yang saya pakai, - Penundaan terjadi kesinambungan
Poin 1(Menolong pasien emergensi) sambil menunggu uang yang karena biaya yang
masih dalam perjalanan, tapi tetap dibayarkan belum
- Justice tidak dihiraukan. Operasi pun sesuai yang ditetapkan
Poin 16(Tidak membedakan pelayanan akhirnya mengalami penundaan,” oleh pihak administrasi
pasien atas dasar SARA, status beber Yulin. RS
social,dll)
No. KDB PARAGRAF KONTEKS PRIMA FACIE

6. PRO Lanjutnya, pada pukul 22.00 - Dokter tetap melakukan KODEKI PASAL 3 : Dalam
- Beneficence WITA, uang dari adiknya operasi walaupun biaya melakukan pekerjaan
administrasi yang kedokterannya, seorang dokter
Poin 3 (Memandang pun tiba. Jumlahnya pun tidak boleh dipengaruhi oleh
dibayarkan belum
pasien/keluarga/sesuatu tak tidak mencukupi seperti sesuatu yang mengakibatkan
tercukupi.
hanya sejauh permintaan rumah sakit. hilangnya kebebasan dan
menguntungkan dokter) Setelah bermohon berulang kemandirian profesi.
kali, operasi kemudian
dilaksanakan.15 menit - Setiap pasien Pasal 5 ayat 2 UU no. 39 tahun
- Justice kemudian,dokter keluar mempunyai hak untuk 2009 : Setiap orang mempunyai
Point5 (Melanggar hak membawa bayi dan mendapatkan hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan yang
hukum pasien) memberi kabar anaknya
secara cepat aman, bermutu, dan Terjangkau
dalam keadan sehat. Tapi
hanya berselang 20-30
menit kemudian, dokter
bawa kabar lagi kalua
anaknya sudah meninggal
dunia.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai