Anda di halaman 1dari 39

NEUROTRAUMA

CEDERA KEPALA
Pendahuluan
◦ Cedera Kepala adalah perubahan fungsi otak atau terdapat bukti
patologi pada otak yang disebabkan oleh kekuatan mekanik
eskternal

◦ Cedera kepala dapat diakibatkan oleh trauma mekanik pada kepala


baik secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan
gangguan fungsi neurologis.

◦ Konsekuensi akibat cedera kepala dipengaruhi beberapa faktor


seperti usia, faktor komorbid, sepsis, dan tata laksana yang didapat.
Patofisiologi Cedera Kepala
◦ Akselerasi kepala memiliki dua komponen sesuai arah vektornya yaitu
translasi dan rotasi.

◦ Saat kepala yang sedang bergerak lalu terbentur, terjadi kombinasi


akselerasi, translasi, dan rotasi serta deselerasi.

◦ Terdapat dua cidera kepala yang terbentuk yaitu cedera tumpul dan
cedera tembus.
Cedera otak primer
◦ Cedera otak primer terjadi karena gaya sangat segera (immediate effect) pada
otak akibat gaya mekanik eksternal saat trauma terjadi.

◦ Pada cedera otak primer , lesi difus dapat berupa cedera aksonal difus dan
cedera vaskular difus, sedangkan lesi fokal berupa kontusio fokal, perdarahan
intraserebral, perdarahan subdural, dan perdarahan epidural.
Lesi fokal dan difus akibat cedera kepala

◦ Lesi Fokal ◦ Lesi Diffus


1. Cedera SCALP 1. Cedera aksonal difus
2. Fraktur Basis Cranii 2. Cedera Vaskular diffus
3. Kontusio dan laserasi serebri
3. Edema otak dan iskemia serebral
4. Perdarahan intrakranial
Gejala dan Tanda Klinis
◦ Berdasarkan tingkat kesadaran, cidera kepala dapat dibagi menjadi :
a. Cedera Kepala Minimal : GCS 15; Tidak ada pingsan, tidak ada defisit neurologis, CT Scan
otak normal

b. Cedera Kepala Ringan : GCS 13-15; Terdapat pingsan kurang dari 10 menit, tidak terdapat
defisit neurologis, CT Scan otak normal.

c. Cedera Kepala Sedang: GCS 9-12; Terdapat pingsan 10 menit-6 jam, terdapat defisit
neurologis, CT Scan otak abnormal.

d. Cedera Kepala Berat : GCS 3-8; Terdapat pingsan lebih dari 6 jam, Terdapat defisit neurologi,
CT Scan Otak abnormal
Cedera kepala berdasarkan lokasi lesi

a. Cedera Kepala lesi diffus : aksonal dan vaskular

b. Cedera kepala lesi fokal, yang terbagi menjadi :


I. Kontusio dan laserasi serebri

II. Perdarahan (Hematom) intrakranial : hematom epidural, hematom subdural, hematom


intraparenkim (hematom subaraknoid, hematom intraserebral, hematom intrasereberal)
Cedera kepala berdasarkan patologi

Berdasarkan patologi, cedera kepala dapat diklasifikasikan menjadi


komosio, kontusio, dan laserasi serebri. Pembagian lain dapat berupa
komosio serebri serta perdarahan epidural, subdural, subaraknoid, dan
intraserebral.
Diagnosis Cedera Kepala
◦ Berikut hal-hal yang perlu digali dalam anamnesis cedera kepala :
1. Mekanisme cedera kepala

2. Tingkat kesadaran

3. Durasi hilangnya kesadaran

4. Amnesia pasca trauma

5. Nyeri Kepala

6. Gejala neurologis lain seperti anosmia, kejang, kelemahan tubuh pada satu sisi

7. Rutinitas obat yang dikonsumsi, riwayat penyakit dahulu, dan gaya hidup.
Pemeriksaan Penunjang
◦ Pemeriksaan Pada Fase akut
CT Scan merupakan modalitas utama yang digunakan dalam kasus cedera kepala akut. CT Scan tanpa kontras
dapat mengindentifikasi masa desak ruang dalam bentuk hematom yang membutuhkan tatalaksana operatif
segera.

CT Scan dapat dilakukan jika pasien :

- GCS <13 pasca cedera

- GCS 13/14 dua jam pasca cedera

- Dicurigai mengalami fraktur terbuka

- Tanda-tanda fraktur basis kranii

- Kejang pascacidera

- Defisit neurologis sentral

- Muntah > 1 kali

- Amnesia tentang kejadia 30 menit sebelum cedera kepala


Pemeriksaan penunjang
◦ Pencitraan pada fase subakut
Pemeriksaan MRI dapat dilakukan setelah pasien dalam keadaan stabil. MRI
dapat memberi gambaran lebih jelas dan dapat menggambarkan luasnya
cidera. Serta mampu memberikan informasi tentang prognosis pasien ketika
berada di ruang rawat intensif.
Penatalaksanaan Cedera Kepala
◦ Penangana cedera kepala diawali dengan survei primer, yaitu :
◦ Airway
◦ Breathing
◦ Circulation
◦ Dissabiity

Terapi farmakologis : Dilakukan dengan menangani Hipotensi dan peningkatan TIK


- Hipotensi ditangani dengan pemberian cairan Kristaloid isotonis sebagai cairan pengganti
- Peningkatan TIK ditangani dengan pemberian manitol 20%
Penatalaksanaan operatif
◦ Tindakan operatif dilakukan bila
1. Perdarahan epidural
a. Lebih dari 40 cc dengan pergerseran garis tengah
b. Lebih dari 30 cc pada daerah fossa posterior dengan tanda-tanda penekanan batang otak
c. Perdaraha epidural yang progresif
d. Perdarahan epidural tipis dengan penurunan kesadaran

2. Perdarahan Subdural
a. SDH Luas (> 40 cc) dengan skor GCS >6 , fungsi bata otak masih baik
b. SDH Tipis dengan penurunan kesadaran
c. SDH dengan edema serebri/kontusio serebri disertai pergeseran garis tengah dengan fungsi batang
otak masih baik.
Penatalaksanaan Operatif
3. Perdarahan intraserebral

a. Penurunan kesadaran progresif

b. Hipertensi, bradikardi, dan gangguan pernafasan

c. Terjadi perburukan pada suatu kondisi defisit neurologis fokal

4. Fraktur Impresi

5. Fraktur kranii dengan leserasi serebri

6. Fraktus Kranii terbuka

7. Edema serebri berat yang disertai dengan tanda peningkatan TIK


CEDERA MEDULLA
SPINALIS
Pendahuluan
◦ Trauma medulla spinalis adalah trauma langsung atau tidak langsung yang
menyebabkan jejas pada medulla spianlis, sehingga dapat menimbulkan gangguan
fungsi sensorik, motorik, dan otonom.
Patofisiologi cedera spinalis
1. Mekanisme Kerusakan Primer

2. Mekanisme Kerusakan Sekunder


Gejala dan tanda klinis cedera spinalis.

◦ Gejala dan tanda klinis cedera medulla spinalis perlu diketahui akrena akan
menentukan tatalaksana dan prognosis. Gambaran klinisi ini diklasifikasikan
berdasarkan :
a) Level Cedera

b) Derajat Keparahan defisit neurologis

c) Sindrom Medulla Spinalis.


Diagnosis Cedera Spinalis
◦ Penanganan awal kasus cedera medula spinalis menganut asas praduga positif.

◦ Anamnesis
- Mekanisme Trauma
- Riwayat Penyakit sebelumnya
- Riwayat pengobatan yang didapat sebelumnya (AMPLE)
◦ Pemeriksaan Fisik
◦ Pemeriksaan Radiologis.
Tatalaksana Cedera medulla spinalis

◦ Terdapat tiga tujuan utama yang perlu dicapai dalam tatalaksana cedera
medula spinalis, yaitu maksimalisasi pemulihan neurologis, stabilisasi spinal dan
rehabilitasi. Untuk itu terdapat alur tata laksana yang dimulai sejak fase Pra-RS
, Fase RS, dan rehabilitasi pasca cedera yang berkesinambungan
Tatalaksana Pra- RS
1. Imobilisasi Pasien
a. Imobilisasi area servikal

b. Imobilisasi sepanjang tulang belakang

2. Tindakan Resusitasi
a. Penjagaan jalan nafas dan ventilasi

b. Kontrol perdarahan dan rejatan


Tatalaksana di RS
◦ Penanganan Gawat Darurat
1. Imobilisasi
2. Primary Survey
3. Secondary Survey
4. Medikamentosa Akut
◦ Perawatan Intensif
◦ Perawatan masalah kardiopulmo
◦ Trombosis Vena dalam
◦ Perawatan sistem kesehatan
◦ Perawatan masalah berkemih
Tatalaksana Rehabilitatif
◦ Proses rehabilitasi pada pasien cedera medula spinalis adalah untuk :
 Memberikan pengertian mengenai cedera medula spinalis kepada pasien dan
keluarga

 Memaksimalkan fungsi mobilisasi dan kemampuan perawatan diri (Kemandirian


pasien)

 Mencegah masalah kesehatan komorbid, sepertri kontraktus, luka dekubitus,


masalah pernafasan dan seterusnya
KOMPLIKASI
PASCACEDERA KEPALA
Pendahuluan
◦ Komplikasi pasca cedera pada kasus-kasus neurologi dapat
terjadi segera ataupun kemudian.

◦ Secara garis besar, komplikasi pascacedera di bidang neurologis


terbagi menjadi komplikasi neurologis yang terdiri dari komplikasi
kognitif dan non kognitif serta komplikasi metabolik.
Komplikasi Neurologis
1. Komplikasi Kognitif pasca cedera kepala
Masalah neurobehaviour sering terjadi setelah cedera kepala
diantaranya gejala neuropsikiatrik, masalah kognitif, dan agresi.
Patofisiologi
Trauma kepala picu Terjadi cedera yang
proses akselerasi- memicu pelepasan
deselerasi neurotransmiter
◦ Sirkuit yang terlibat dalam pengaturan perilaku yang rentan terhadap
cedera :
1. Frontal/Prefrontal-Sub kotikal dorsolateral akan mengganggu fungsi eksekutif
seperti memori , pengambilan keputusan, penyelesaian masalah, dan fleksibilitas
mental
2. Orbitofrontal-subkortikal lateral
3. Medial frontal-subkortikal anterior akan menyebabkan gangguan motivasi dan
inisiasi.
Gejala dan Tanda Klinis
◦ Ranah kognitif yang terganggu mengikuti cedera kepala :
◦ Atensi dan Kecepatan Proses Pikir

◦ Memori

◦ Fungsi Eksekutif
Diagnosis dan Diagnosis Banding
◦ Evaluasi menyeluruh merupakan prasyarat sebelum melakukan
penatalaksanaan terhadap gangguan fungsi kognitif

◦ Harus dipastikan bahwa gangguan tersebut memang terkait cedera otak,


bukan oleh penyebab lain karena gangguan kognitif yang terjadi pada masa
akut dan kronik
Tatalaksana
◦ Medikamentosa

Beberapa penelitian menganjurkan menggunakan pendekatan start-low, go slow, but


go . Selanjutnya perlu penilaian ulang berkesinambungan untuk mengetahui manfaat,
efek samping, dan interaksi obat.

a. Antagonis reseptor n-metil-d-aspartat non kompetetif

b. Augmentasi Katekolamin

c. Augmentasi Katekolamin

d. Augmentasi Kombinasi katekolamin kolinergik

e. Pertimbangan penggunaan obat golongan lain


Tatalaksana
◦ Rehabiitasi kognitif merupakan program intervensi sistematis yang dirancang
untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan aplikasinya ditujukan untuk
aktivitas fungsi sehari-hari.

◦ Rehabilitasi Neuropsikologis secara komprehensif-holistik direkomendasikan


selama pascaakut untuk memperbaiki gangguan kognitif.
Komplikasi Non kognitif pascacedera
◦ Cedera Saraf Kranialis

Cedera yang terjadi pada saraf kranial merupakan defisit neurologis


yang paling sering terjadi akibat trauma kepala. Patel dan Coello
menyebutkan bahwa cedera saraf kranial pascacedera lebih banyak
merupakan lesi tunggal dibandingkan lesi multipel
Tatalaksana
◦ Secara umum penatalaksanaan dibagi menjadi
penatalaksanaan medikamentosa dan non medikamentosa.
1. Medikamentosa
a. Kortikosteroid

b. Medikamentosa lainnya

2. Non Medikamentosa
Bangkitan pascacedera kepala
◦ Bangkitan pascacedera kepala biasanya berkaitan dengan cedera kepala berat dan
dapat terjadi segera setelah cedera maupun tertunda.

◦ Epileptogenesis pascacedera kepala terjadi akibat adanya perubahan molekular dan


seluler setelah adanya cedera jaringan otak, sehingga mengakibatkan peningkatan
proses eksitabilitas
Gejala dan tanda klinis
Bentuk bangkitan pascacedera kepala dapat berupa bangkitan fokal maupun
umum. Adanya bangkitan ini dapat menyebabkan peningkatan morbiditas
berupa penurunan fungsi neurokognitif, fungsi status pasien secara umum, Iuran
buruk terhadap defisit neurologis yang ada, terjadi status epileptikus dan yang
terburuk adalah kematian.
Diagnosis dan diagnosis banding
◦ Bangkitan pascacedera dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Early-posttraumatic Seizure

2. Late Posttraumatic Seizure

3. Posttraumatic Epilepsy
Tatalaksana
◦ Berdasarkan rekomendasi dari Brain Trauma foundation , pemberian
profilaksis bangkitan pascacedera termasuk dalam level IIA :
1. Penggunaan fenitoin atau valproat tidak direkomendasikan untuk pencegahan
late-PTS

2. Fenitoin direkomendasikan untuk menurunkan insiden early-PTS bila manfaatnya


dirasa lebih banyak dibandingkan komplikasi yang dapat terjadi. Obat ini diberikan
selama 7 hari pertama.

Anda mungkin juga menyukai