Anda di halaman 1dari 121

MODUL 05

PERENCANAAN
PENGELOLAAN AIR LIMBAH
SISTEM SETEMPAT
(ON SITE)
• Teknologi Pengelolaan Air Limbah Dengan Sistem
Setempat (On-Site System) Sistem Individual

• Teknologi Pengelolaan Air Limbah Dengan Sistem


Setempat (On-Site System) Sistem Komunal

• Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)


KLASIFIKASI AIR
LIMBAH DOMESTIK
Limbah Cair Rumah Tangga

Berdasarkan karakteristik

Blackwater (20%) Grey Water (80%)

Berdasarkan sumbernya

Toilet, WC Buangan dapur, tempat cuci,


kamar mandi

SEPTIC TANK/CUBLUK
GOT/SALURAN DRAINASE
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Individual
Pengelolaan air limbah pada umumnya di Indonesia
IPLT

Black water

Septic tank
Cubluk
Upflow
filter
Spal Grey water Resapan

Drainase
atau SDA (dg/tanpa aerasi)
difum
Teknologi Pengelolaan Air Limbah Dengan Sistem
Setempat (On-Site System)
Sistem Individual
1. Tangki Septik
2. Tangki Septik dengan Bidang Resapan
3. Tangki Septik dengan Evapotranspirasi
4. Tangki Septik dengan Filter
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Individual

TANGKI SEPTIK
Tangki septik adalah salah satu cara pengolahan air limbah domestik
yang menggunakan proses pengolahan secara anaerobik. Proses ini
dapat memisahkan padatan dan cairan di dalam air limbah. Padatan
dan cairan memerlukan dan harus diolah lebih lanjut karena banyak
mengandung bibit penyakit atau bakteri patogen yang berasal dari
kotoran (feces) manusia. Jika tidak diolah, maka dikhawatirkan air
limbah dapat menularkan penyakit kepada manusia terutama
melalui air (waterborne disease)
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Individual

TANGKI SEPTIK
• Tangki septik terbagi menjadi 2 (dua) berdasarkan jenis air limbah yang masuk
ke dalamnya yaitu tangki septik dengan sistem tercampur dan sistem terpisah.
• Tangki septik dengan sistem tercampur adalah tangki septik yang menerima air
limbah tidak hanya lumpur tinja dari kakus saja tetapi juga air limbah dari sisa
mandi, mencuci ataupun kegiatan rumah tangga lainnya.
• Tangki septik dengan sistem terpisah adalah tangki septik yang hanya
menerima lumpur tinja dari kakus saja. Jenis air limbah yang masuk akan
menentukan dimensi tangki septik yang akan digunakan terkait dengan waktu
detensi dan dimensi ruang-ruang (zona) yang berada di dalam tangki septik
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Individual

TANGKI SEPTIK
Secara umum, tangki septik dengan bentuk persegi panjang mengikuti kriteria
disain yang mengacu pada SNI 03-2398-2002 yaitu sebagai berikut:
 Perbandingan antara panjang dan lebar adalah (2-3): 1
 Lebar minimum tangki adalah 0,75m
 Panjang minimum tangki adalah 1,5m
 Kedalaman air efektif di dalam tangki antara (1-2,1)m
 Tinggi tangki septik adalah ketinggian air dalam tangki ditambah dengan tinggi
ruang bebas (free board) yang berkisar antara (0,2-0,4)m
 Penutup tangki septik yang terbenam ke dalam tanah maksimum sedalam
0,4m
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Individual

TANGKI SEPTIK
Perhitungan dimensi tangki septik:
Q = q x p/1000
Q = debit yang akan diolah septic tank (m3/hari)
q = laju timbulan air limbah (l/or/hari), 5 – 40 l/or/hari
(sistem terpisah), 45 – 300 l/or/hari (sistem tercampur)
p = jumlah pemakai (or)
Waktu detensi ≥ 5 hari (sistem terpisah), 2 ≥ tercampur
ZONA-ZONA DALAM TANGKI SEPTIK
Dimensi Tangki Septik

Pipa udara

1.50 m
Ø > 50 mm
Manhole
Pipa inlet Pipa oulet
7.5 cm 0.25 m
Ø 100-150 mm > 30 cm < 20 % h

Sekat
Ø 100-150 mm
40 % h

h = (1-1.8) m
D i f um
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Individual
DIMENSI TANGKI SEPTIK TERCAMPUR
Jumlah Zona Zona Zona Panjang Lebar Tinggi Volume
No Pemakai Basah Lumpur Ambang Tangki Tangki Tangki Total
(KK) (m3) (m3) Bebas (m3) (m) (m) (m) (m3)
1 1 1,2 0,45 0,4 1,6 0,8 1,6 2,1
2 2 2,4 0,9 0,6 2,1 1,0 1,8 3,9
3 3 3,6 1,35 0,9 2,5 1,3 1,8 5,8
4 4 4,8 1,8 1,2 2,8 1,4 2,0 7,8
5 5 6,0 2,25 1,4 3,2 1,5 2,0 9,6
6 10 12,0 4,5 2,9 4,4 2,2 2,0 19,4

Perlu diingat bahwa tangki septik harus dibuat kedap agar cairan yang
berasal dari lumpur tinja tidak merembes keluar dari tangki sehingga
berpotensi mencemari tanah dan air tanah di sekitarnya
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Individual
DIMENSI TANGKI SEPTIK TERPISAH
Jumlah Zona Zona Zona Lebar Tinggi Volume
Panjang
No Pemakai Basah Lumpur Ambang Tangki Tangki Total
Tangki (m)
(KK) (m3) (m3) Bebas (m3) (m) (m) (m3)
1 2 0,4 0,9 0,3 1,0 0,8 1,3 1,6
2 3 0,6 1,35 0,5 1,8 1,0 1,4 2,45
3 4 0,8 1,8 0,6 2,1 1,0 1,5 3,2
4 5 1,0 2,6 0,9 2,4 1,2 1,6 4,5
5 10 2,0 5,25 1,5 3,2 1,6 1,7 8,7
• Kapasitas perkolasi tanah berkisar antara (0,5-24) menit/cm dan optimum 8 menit/cm.
• Ketinggian muka air tanah minimum 0,60 m di bawah dasar rencana saluran peresap
atau (1-1,5) m di bawah muka tanah.
• Jarak horizontal dari sumber air (seperti sumur) tidak boleh kurang dari 10m
• Ukuran efektif butiran tanah maksimum 0,13 mm
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
Dengan Sistem Setempat (On-Site
System) Sistem Individual

TANGKI SEPTIK DENGAN BIDANG RESAPAN


• Bidang resapan merupakan unit yang disediakan untuk meresapkan air
limbah yang telah terolah dari tangki septik ke dalam tanah.
• Air yang diresapkan ini merupakan air limbah yang telah dipisahkan
padatannya (effluent dari tangki septik) namun masih mengandung bahan
organik dan mikroba patogen
• Terdapat 2 (dua) jenis bidang resapan yang dapat diaplikasikan bersama
dengan tangki septik yaitu :
a. saluran peresapan
b. sumur resapan
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Individual
TANGKI SEPTIK DENGAN SALURAN PERESAPAN

• Kapasitas perkolasi tanah berkisar antara (0,5-24) menit/cm dan optimum 8


menit/cm
• Ketinggian muka air tanah minimum 0,60 m di bawah dasar rencana
saluran peresap atau (1-1,5) m di bawah muka tanah
• Jarak horizontal dari sumber air (seperti sumur) tidak boleh kurang dari
10m
• Ukuran efektif butiran tanah maksimum 0,13mm

Difum
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Individual

TANGKI SEPTIK DENGAN SALURAN PERESAPAN

Muka tanah asli


Tanah urug
Tanah urug
0.25 m (tidak padat)
(tidak padat)
Ijuk
5 cm
Ijuk
Pipa distributor Ø 100 mm
Dari tangki septik

0.60 m

0.40 m
Kerikil/koral Kerikil/koral

30 cm 30 cm 30 cm 30 cm 30 cm

(0.45-0.90) m

TANPA SKALA (4-6) mm

Difum
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Individual
TANGKI SEPTIK DENGAN SALURAN PERESAPAN
Kapasitas Kapasitas
Kelayakan Sebagai
Struktur Tanah Perkolasi Absorpsi
Resapan
[Men/Cm] [(L/M2.Hr)]
- Kerikil s.d pasir kasar < 0.5 200 Perlu perbaikan tanah
- Pasir Kasar s.d Pasir Medium 0.5 – 2 100 – 200 Perlu perbaikan tanah
- Pasir Halus s.d Pasir Berlempung 3–6 15 – 35 CUKUP BAIK
- Lempung Berpasir s.d Lempung
- Lempung s.d Lempung 7 – 12 8 – 15 SANGAT BAIK
Berlumpur yang menyerap 13 – 24 4–8 CUKUP BAIK
- Lempung Tanah Liat yang
menyerap s.d Lempung Tanah 25 – 48 2–4 Perlu perbaikan tanah
Liat
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Individual
TANGKI SEPTIK DENGAN SUMUR PERESAPAN
• Sumur peresapan dipakai untuk menerima efluen dari tangki septik.
Sumur resapan memiliki fungsi yang sama dengan saluran peresap dan
terkadang dipasang secara seri pada ujung saluran peresap
• Kondisi tanah yang pada bagian permukaannya kedap air sedangkan
pada bagian tengahnya tidak kedap air (porous)
• Kapasitas perkolasi tanah sebesar (3-12) menit/cm. Sumur peresapan
juga tepat untuk lokasi dengan lahan yang terbatas
• Jarak muka air tanah minimum 0,6 m namun disarankan 1,2 m di bawah
dasar konstruksi sumur peresapan
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Individual
TANGKI SEPTIK DENGAN EVAPOTRANSPIRASI
• Pengolahan dilakukan dengan cara mengalirkan effluent air limbah
dari tangki septik pada tanaman yang akan menyerap sebagian
aliran air limbah melalui akar-akarnya. Selanjutnya, hasil
penyerapan tersebut akan dilepas melalui proses penguapan alami
tanaman tersebut dari daun-daunnya (evapotranspirasi)
Aplikasi pada kondisi :
• Tanah sangat kedap air (impermeable) dengan angka perkolasi lebih dari
24 menit/cm
• Daerah yang memiliki temperatur panas (tinggi)
• Semakin efektif bila kelembaban udara rendah
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Individual
TANGKI SEPTIK DENGAN EVAPOTRANSPIRASI
Kriteria disain yang dapat digunakan untuk sistem evapotranspirasi ini adalah
sebagai berikut (Bintek, 2011):
• Pipa distribusi dengan diameter 100 mm dan jarak antar cabang distribusi (1-3)
m
• Kerikil dengan ketebalan (5-10) cm termasuk pada bagian di sekeliling pipa
distribusi
• Pasir berukuran 0,1 mm dipasang dengan kedalaman (0,30-0,75) m. Daya
kapiler tidak lebih dari 0,9 m
• Perhitungan volume pasir berdasarkan waktu detensi effluent tangki septik
antara (10-20) hari.
• Jenis tanah yang baik dan subur. Ketebalan tanah dibuat antara (10-15) cm.
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Individual

TANGKI SEPTIK DENGAN FILTER


• Pengolahan lanjutan untuk efluen dari tangki septik dapat
juga dilakukan dengan cara filtrasi (penyaringan)
• Jenis filter :
a. Filter Bawah Permukaan Tanah
b. Filter Anaerobik
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Individual
TANGKI SEPTIK DENGAN FILTER BAWAH PERMUKAAN
TANAH
Aplikasi pada kondisi :
• Tanah yang tersedia kedap air (impermeable) dengan angka perkolasi tanah
sebesar (12-24) menit/cm yang tidak memungkinkan untuk dibangun dengan
sistem resapan
• Di sekitar lokasi terdapat badan air penerima dengan debit pengenceran yang
cukup atau saluran drainase tertutup yang akan dipakai sebagai tempat
pembuangan akhir
• Head (tekanan) yang tersedia cukup memadai untuk mengalirkan efluen yang
telah disaring keluar dari underdrain collector ke badan aie secara gravitasi
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Individual

TANGKI SEPTIK DENGAN FILTER


FILTER ANAEROBIK

• Kapasitas absorpsi tanah sangat rendah


• Muka air tanah tinggi sehingga sulit meletakkan saluran
peresap
• Keterbatasan lahan
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Individual
TANGKI SEPTIK DENGAN FILTER
FILTER ANAEROBIK
Kriteria perencanaan filter anaerobik adalah sebagai berikut (Bintek, 2011):
• Media yang digunakan berukuran (2-6) cm dan bersifat porous dengan gravitasi spesifik
(specific gravity) mendekati 1 (satu)
• Kedalaman filter (100-120) cm
• Waktu detensi ≥ 1 (satu) hari
• Angka pori berkisar antara (40-60)%
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Komunal
Teknologi pengolahan air limbah domestik komunal merupakan sistem
pengolahan air limbah yang digunakan tidak hanya untuk 1 (satu) rumah
tangga tetapi digunakan secara bersama

IPAL Komunal
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Komunal
Sistem komunal untuk pengolahan air limbah terpisah hanya dari lumpur tinja
dapat menggunakan sistem pengolahan yang dikenal dengan MCK++.
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Komunal
TANGKI SEPTIK DENGAN SMALL BORE SEWER
• Small bore sewerage (SBR) adalah salah satu alternatif pengolahan
lanjutan untuk effluent dari tangki septik yang didisain untuk menerima
hanya limbah rumah tangga dalam wujud cair (liquid) yang selanjutnya
dialirkan melalui jaringan pengumpur air limbah dengan sistem terpusat
(Otis & Mara, 1985).
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Komunal
TANGKI SEPTIK BERSAMA
Perencanaan tangki septik yang lebih detil dapat mengacu pada pembahasan
Tangki septik dan SNI 03-2398-2002 Tata Cara Perencanaan Tangki Septik Dengan
Sistem Resapan
Pada sistem ini, WC/kakus
dibangun pada masing-masing
rumah dan selanjutnya air limbah
dialirkan melalui pipa ke tangki
septik yang dibangun di bawah
tanah. Tangki septik ini digunakan
bersama untuk beberapa rumah
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Komunal

Tangki Septik Bersekat (Baffled Reactor)


Tangki septik bersekat (Baffled reactor) adalah pengolahan air limbah dengan
menggunakan beberapa bak/kompartemen yang fungsinya berbeda-beda. Air limbah
yang masuk pada tangki akan diolah secara bertahan
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Komunal

BIODIGESTER
Bio-digester adalah pengolahan air limbah dengan melalui proses biologis secara
anaerobik atau tanpa kehadiran oksigen. Proses penguraian materi organik dari air
limbah yang diolah akan menghasilkan biogas yang dapat digunakan sebagai
energi alternatif
REAKTOR BIOGAS SKALA
KECIL/ MENENGAH

Skema beberapa jenis reaktor biogas untuk kotoran hewan jenis fixed dome dan floating
drum yang banyak digunakan untuk reaktor skala kecil.
Tipe Reaktor biogas yang banyak digunakan di China (China dome digester)
Skema reaktor biogas kantung polyethylene
SKEMA PENGOLAHAN SAMPAH
ORGANIK DAN PRODUKSI BIOGAS
SEDERHANA (BIOREAKTOR DALAM
TANAH)
Penampun
Inlet bubur g biogas
Outlet
sampah
Pipa biogas olahan
Man
hole
Cairan
fermenta
siLapisan
tanah

Cairan Lapisa Cairan


fermenta n fermenta
si tanah Lapisan si
Lapisan
tanah beton
Tampak sisi kanan & Lapisan
kiri bangunan
Bioga Inlet
s umpan

Bioreakto
r Outle
t

PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK DAN PRODUKSI BIOGAS SEDERHANA


BIOREAKTOR SEDERHANA DIBUAT PENAMPUNG BIOGAS SEDERHANA DARI
MEMANJANG DALAM TANAH PLASTIK
BIOGAS DARI TINJA MANUSIA DAN KOTORAN HEWAN
Waktu Tinggal Di Dalam Reaktor = 30 hari
BEBERAPA KENDALA PENERAPAN TEKNOLOGI BIOGAS DI
DAERAH PERKOTAAN
Teknologi biogas memerlukan Waktu Tinggal Di dalam reaktor cukup
lama (10 – 30 hari).
Memerlukan lahan yang cukup besar.
Biaya konstruksi relatif lebih besar.
Jika pengoperasiannya kurang baik terjadi kebocoran gas yang terjadi
sehingga resiko bahaya lebih besar.
Jika digunakan untuk mengolah kotoran manusia, terdapat kendala
mengenai pengumpulan limbah (tinja), Kendala psikologis dan bau tidak
sedap.
Efluent hasil olahan masih mengandung organik dan amoniak yang cukup
tinggi sehingga jika langsung dibuang masih belum memenuhi baku
mutu lingkungan, memerlukan pengolahan lanjutan.
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Komunal

TANGKI SEPTIK BERSUSUN DENGAN FILTER


Tangki septik bersusun dengan filter merupakan modifikasi dari tangki septik yang
menambahkan filter di dalam tangkinya. Air limbah yang telah melalui proses
anaerobik akan masuk pada tahap filtrasi.
Hasil Uji Coba Biofilter Anaerob-aerob Untuk Pengolahan Air
Limbah Rumah Tangga Individual :

Penghilangan Bod 84,7 - 91 %

Penghilangan Cod 79,6 - 95,3 %

Penghilangan Ss 94,1 - 95 %

Penghilangan Ammonia (Nh4-n) 89,3 - 89,8 %

Penghilangan Deterjen (Mbas) 83 - 87 %

Penghilangan Phospat (Po4) 44,4 - 47,3 %


Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Komunal
TANGKI SEPTIK BERSEKAT DENGAN FILTER DAN TANAMAN
• Tangki septik bersekat dengan filter dan tanaman merupakan kombinasi tangki
septik dengan bak yang diberi tanaman.
• Tanaman akan menyerap air limbah melalui akar tanaman
• Media penanaman terdiri dari tanah dan kerikil dengan kemiringan antara (0-0,5)%.
• Air limbah berasal dari tangki septik yang berada di bagian ujung bak dialirkan pada
media filter.
• Permukaan air berada 5 (lima) cm di bawah permukaan filter.
• Kebutuhan lahan untuk 50 KK adalah seluas 120 m2
BEBERAPA VARIASI WETLAND
TANKI SEPTIK DENGAN
EVAPOTRANSPIRASI

Sesuai jika:
Tanah
impermeable >
24 min/cm
Daerah bersuhu
tinggi
Kelembaban
rendah
Teknologi Pengelolaan Air Limbah
dengan Sistem Setempat (On-Site System)
Sistem Komunal
Kolam Aerobik
Kolam aerobik ini pada prinsipnya sama dengan kolam aerobik pada
Instalasi Pengolahan Air Lumpur Tinja (IPLT) namun dalam skala
yang lebih kecil mengacu pada jumlah pengguna dari kolam ini.
Biasanya diperlukan 2 (dua) atau 3 (tiga) kolam untuk menurunkan
konsentrasi BOD
TEKNOLOGI SANITASI
BERBASIS MASYARAKAT
IPAL DOMESTIK KOMUNAL DENGAN
PROSES BIOFILTER ANAEROB-AEROB

Email : nusaidaman@yahoo.com website : www.kelair.bppt.go.id


INSTALASI PENGOLAHAN
LUMPUR TINJA (IPLT)
1. Karakteristik dan Jenis Lumpur Tinja
2. Tahapan Pengolahan Lumpur Tinja
3. Kebutuhan Data Perencanaan
4. Tahapan Perencanaan IPLT
5. Jenis Teknologi Pengolahan Lumpur Tinja
INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA (IPLT)
KARAKTERISTIK LUMPUR TINJA
Lumpur tinja dapat dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan tingkat
dekomposisinya (Balai Pelatian Air Bersih & Penyehatan Lingkungan Pemukiman,
2000, yaitu :
a) Lumpur tinja segar yaitu lumpur tinja berumur kurang dari 8 (delapan) jam
b) Night soil yaitu lumpur tinja yang telah mengalami proses dekomposisi antara
8 (delapan) sampai 7 (tujuh) hari.
c) Lumpur tinja (septage) yaitu yang telah mengalami dekomposisi dalam jangka
waktu 1-3 tahun.
d) Sludge yaitu lumpur tinja yang telah mengalami dekomposisi pada IPLT yang
khusus dibangun
INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA
(IPLT) KARAKTERISTIK LUMPUR TINJA
INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA (IPLT)
KARAKTERISTIK LUMPUR TINJA
INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA (IPLT)
TAHAP PERENCANAAN
KEBUTUHAN DAN PENGUMPULAN DATA DALAM PERENCANAAN IPLT

Untuk perencanaan IPLT diantaranya adalah sebagai berikut :


1. Peta wilayah yang dilengkapi dengan data topografi
2. Data sosial dan ekonomi
3. Data geologi, hidrologi dan hidrogeologi seperti:
• Jenis tanah (pasir, lempung, lanau) dan angka permeabilitas di lokasi
IPLT
• Sungai atau badan air yang di pakai sebagai pembuangan akhir air
efluen IPLT yang dapat menunjukkan leyak, debit dan kualitas air
• Jarak antara kegiatan lain dengan IPLT dan pemanfaatannya terkait
dengan penyelenggaraan penyediaan air bersih/minum
• Elevasi muka air tanah dan arah alirannya
• Penggunaan air tanah bagi penduduk di sekitar lokasi IPLT
4. Data lainnya yang relevan dengan perencanaan IPLT
LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN IPLT
1) Persiapan Pelaksanaan Survey
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan ini diantaranya
adalah penyiapan petugas survey dan petunjuk pelaksanaan
survey.

2) Pelaksanaan Survey
Survey dilaksanakan terkait dengan pengumpulan data yang
diperlukan
PENGUMPULAN DATA
i. Pengumpulan data primer
Data primer yang dikumpulkan meliputi:
o Jumlah rumah dan klasifikasinya
o Jumlah sarana tangki septik yang ada
o Lokasi (lahan) yang dapat digunakan untuk pembangunan IPLT
o Kondisi lingkungan disekitar lokasi (lahan) pembangunan IPLT
o Sarana jalan lingkungan dan jalan menuju calon lokasi IPLT
PENGUMPULAN DATA
ii. Pengumpulan data sekunder
Data sekunder yang dibutuhkan diantaranya adalah:
o Kondisi iklim daerah perencanaan (mencakup variasi
temperatur, kelembaban, dan curah hujan).
o Kondisi fisik wilayah pelayanan yang diperlukan untuk
menunjang proses perencanaan atau disain IPLT. Data tersebut
meliputi kondisi topografi (kemiringan) wilayah, kondisi geologi
(kestabilan dan sifat kedap air tanah), kondisi geohidrologi
(fluktuasi tinggi muka air tanah), dan kondisi hidrologi (badan
air sekitarnya, daerah genangan).
PENGUMPULAN DATA
o Data kependudukan yang meliputi jumlah penduduk (saat ini
dan proyeksi di masa yang akan datang), kepadatan penduduk
(termasuk pola pertumbuhannya), tipe rumah dan jumlah
penghuninya , dan kondisi kesehatan masyarakat secara
umum.
o Kondisi sanitasi lingkungan yang meliputi data sumber air
bersih, tingkat pelayanan air bersih (termasuk harga air), cara
pembuangan dan pengelolaan limbah tinja saat ini (existing),
dan fasilitas pembuangan air limbah dan hujan.
PENGUMPULAN DATA
o Rencana induk sistem pembuangan air limbah (master plan)
yang dapat memberikan informasi sistem pembuangan dan
pengelolahan air limbah yang ada serta rencana
pengembangan di masa yang akan datang.
o Kondisi sosial-ekonomi dan budaya yang meliputi persepsi
masyarakat terhadap kondisi sanitasi saat ini, tingkat
pendidikan dan pengetahuan tentang higiene, faktor agama
dan budaya yang mempengaruhi, dan kondisi ekonomi
masyarakat (mata pencaharian, penghasilan).
o Kelembagaan dan peraturan
LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN IPLT
1) Penentuan Daerah Pelayanan IPLT
Perencanaan IPLT sangat bergantung pada penentuan daerah
pelayanan.
Rencana induk (master plan) air limbah dan target pelayanan
IPLT digunakan sebagai data bagi perencana dalam membuat
peta rencana daerah pelayanan sarana IPLT yang akan dibangun.
Peta daerah pelayanan merupakan gambaran kuantitatif dari
daerah pelayanan IPLT yang direncanakan.
LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN IPLT
2) Penentuan Lokasi IPLT
Setelah daerah pelayanan ditentukan, langkah selanjutnya
adalah menentukan lokasi IPLT yang akan dibangun. Beberapa
aspek penting dalam menentukan lokasi IPLT diantaranya:
a) Efisiensi dan efektifitas sistem IPLT (investasi, operasi dan
pemeliharaan)
b) Kemudahan transportasi lumpur tinja dari daerah layanan ke
lokasi IPLT
c) Aman terhadap lingkungan disekitarnya (banjir, gempa bumi,
resiko polusi, gunung merapi)
LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN IPLT

d) Dapat dikembangkan pada waktu yang akan datang seiring


dengan berkembangnya kota atau daerah layanan

Dalam proses penentuan lokasi lahan untuk sarana IPLT,


sebaiknya diajukan atau dipilih beberapa alternatif lokasi yang
layak. Beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam
penentuan alternatif lokasi diantaranya :
LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN IPLT
a) Ketersediaan lahan dan aspek teknis yang meliputi beberapa
persyaratan seperti:
o Daerah bebas banjir dan gempa
o Daerah bebas longsor
o Rencana lokasi harus terletak relatif jauh dari kawasan
permukiman minimal pada radius 2 km
o Rencana lokasi harus berada dekat dengan badan air
penerima
LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN IPLT
o Rencana lokasi haruslah merupakan daerah yang terletak
pada lahan terbuka dengan intensitas penyinaran matahari
yang baik agar dapat membantu mempercepat proses
pengeringan endapan lumpur
o Rencana lokasi harus berada pada lahan terbuka yang tidak
produktif dengan nilai ekonomi tanah yang serendah
mungkin
LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN IPLT
b) Karakteristik lahan
Pertimbahan karakteristik lahan berkaitan dengan jenis
fasilitas IPLT yang akan dibangun. Beberapa karakteristik lahan
yang harus dipenuhi adalah:
o Merupakan daerah yang memiliki struktur geologi yang
baik sehingga mampu memikul beban konstruksi atas unit
pengolah beserta bangunan pelengkapnya
o Lahan memiliki karakteristik relatif kedap air (permeabilitas
rendah) sehingga dapat menghemat biaya investasi namun
tetap aman dari resiko pencemaran
LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN IPLT
c) Biaya investasi, operasi & pemeliharaan
Rencana lokasi IPLT diupayakan berada dalam jangkauan yang
relatif tidak jauh dari rencana daerah layanan IPLT untuk
mempersingkat waktu tempuh mobil pengangkut (truk) tinja
juga dapat menghemat biaya transportasi. Lokasi yang mudah
dijangkau dan tidak macet juga akan membantu dalam
mengurangi biaya transportasi, operasional dan pemeliharaan
IPLT tersebut.
LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN IPLT
d) Lingkungan
o Keamanan lingkungan haruslah menjadi perhatian terkait
dengan resiko pencemaran lingkungan sekitar seperti
pencemaran air, tanah dan udara
o Pertimbangan estetika terhadap keberadaan IPLT haruslah
dipertimbangkan terutama resiko bau yang berasal dari
unit pengolahan di dalam IPLT
o Sanitasi dan kesehatan lingkungan bagi masyarakat yang
bermukim atau beraktifitas di sekitar IPLT perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya peningkatan
gangguan kesehatan
LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN IPLT
e) Faktor resiko eksternal seperti gempa bumi, longsor, banjir
dan bencana lainnya yang dapat mengancam keberadaan
sarana IPLT serta potensi pencemaran lingkungan
disekitarnya akibat bencana tersebut.
LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN IPLT
3) Penentuan Kapasitas (Debit) IPLT
Kapasitas IPLT ditentukan dengan menghitung jumlah sarana
tangki septik yang berada di daerah pelayanan.
Bila data jumlah tangki septik sulit didapat atau diinventarisasi,
maka dapat digunakan pendekatan (50-60)% dari jumlah
penduduk yang ada di dalam daerah layanan memiliki tangki
septik.

Debit lumpur tinja = persentasi pelayanan x jumlah penduduk


daerah layanan x laju timbulan lumpur tinja
LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN IPLT
Keterangan :
 Debit lumpur tinja dalam liter/hari atau dibagi dengan 1.000
untuk konversi menjadi m3/hari adalah jumlah lumpur yang
akan masuk dan diolah di IPLT setiap harinya
 Persentasi pelayanan dapat menggunakan pendekatan (50-
60)%
 Laju timbulan lumpur tinja dapat menggunakan pendekatan
0,5 liter/orang/hari
LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN IPLT
4) Penentuan Sistem Pengolahan
Sistem pengolahan yang akan di pilih dalam perencanaan IPLT ini
haruslah sistem yang sesuai dengan karakteristik dan kondisi
daerah layanan.
Pengolahan lumpur tinja perlu mempertimbangkan beberapa
hal yaitu:
• Efektif, murah dan sederhana dalam hal konstruksi maupun
operasi dan pemeliharaannya
• Kapasitas dan efisiensi pengolahan yang sebaik mungkin
• Lokasi pembangunan IPLT
• Jumlah penduduk yang akan dilayani
TEKNOLOGI PENGOLAHAN IPLT
Di Indonesia pada umumnya menggunakan sistem Tangki Imhoff-
Kolam Stabilisasi atau hanya sistem Kolam Stabilisasi.
Kolam Stabilisasi terdiri dari susunan seri Kolam Anaerobik, Kolam
Fakultatif, dan Kolam Maturasi.

1) Tipe IPLT
Dibawah ini adalah diagram alir unit-unit sistem Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
a. Sistem Kolam Stabilisasi
b. Sistem Tangki Imhoff-kolam Stabilisasi
ALTERNATIF TAHAPAN IPLT < 100.000 PE
ALTERNATIF TAHAPAN IPLT < 100.000 PE
ALTERNATIF TAHAPAN IPLT > 100.000 PE
INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA (IPLT)
OPSI PENGOLAHAN
INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA (IPLT)
TEKNOLOGI PENGOLAHAN
1. Unit Pengumpul
2. Tanki Imhoff
3. Kolam Stabilisasi (Anaerobik – Fakultatif –
Maturasi)
4. Unit Pengering Lumpur
5. Bangunan Pelengkap
Prinsip pengolahan IPLT

1. Tahap pertama adalah proses pemisahan antara zat padat dan


cair

2. Tahap kedua adalah pengurangan SS dan BOD, COD

3. Tahap ketiga pengurangan bakteri coli tinja


Fungsi Unit-unit IPLT

a) Unit Pengumpulan (Equalizing Unit)


Biasanya langsung dengan kolam anaerobik atau biasa juga
dengan tangki imhoff. Kolam ekualisasi berfungsi untuk
menghomogenkan zat organik yang berasal dari mobil tinja yang
diambil dari tangki septik, hal ini disebabkan karena karakteristik
kualitas Lumpur tinja berbeda-beda
Fungsi Unit-unit IPLT

b) Tangki Imhoff
Tangki Imhoff merupakan Bangunan dari konstruksi dari beton
bertulang kedap air berfungsi untuk menurunkan kebutuhan
oksigen bio kimia dan suspended solid, serta pembusukan lumpur
yang terendapkan dari efluen lumpur tinja bak pengumpul.

Unit pengolahan primer yang dipakai pada sistem kolam. Didalam


tangki imhoff terjadi proses pengendapan dan pencemaran
secara anaerobik, melalui zona sedimentasi, zona netral dan zona
lumpur.
Tangki imhoff berfungsi untuk memisahkan zat padat yang
mengendap dan cairan lumpur tinja. Endapan zat padat dialirkan
ke bak pengering Lumpur dan supernatant dialirkan masuk ke
kolam anaerobik.

Inlet tangki imhoff dilengkapi dengan ruangan pelimpah dan


saringan kisi (screen), Outlet dilengkapi dengan penyekat. Ruang
Tangki imhoff terdiri dari dua ruangan bertingkat yaitu ruangan
atas dan ruangan bawah.
TANGKI IMHOFF
TANGKI IMHOFF
ALTERNATIF DISAIN TANGKI IMHOFF
TANGKI IMHOFF
DIMENSI TANGKI IMHOFF
Zona Sedimentasi Zona Lumpur
Jumlah
Lumpur
Penduduk Kebutuhan Kedalaman Kedalaman
Panjang (L) Lebar (B) Kapasitas terbuang
dilayani (H1) (H2)

x 1000 org Unit meter meter meter m3 meter m3/hari

100 1 7 5.3 2 180 5 6


200 1 dan 2 10 5 2 360 6 12
7 3.5 2 5
300 2 10 5 2 540 6 18
c) Kolam Anaerobik (Anaerobic Pond)
Kolam ini beroperasi tanpa adanya oksigen terlarut (DO) karena
beban organik masih sangat tinggi, sehingga bakteri
membutuhkan banyak oksigen untuk menguraikan limbah
organik.

Kolam Anaerobik berfungsi untuk menguraikan kandungan zat


organik (BOD & COD) dan SS dengan cara anaerobik, biasanya
kandungan berkisar > 1500 mg/L. Bentuk teknis dari unit ini
berbentuk empat persegi panjang dan bulat dengan kedalaman
(3-4) meter dengan harapan kondisi anaerob benar-benar terjadi
karena dengan kedalaman kolam.
KOLAM ANAEROBIK
KOLAM ANAEROBIK
VARIASI TEMPERATUR DAN WAKTU DETENSI

Temperatur Dalam Waktu Detensi Efisiensi Penyisihan BOD


Kolam (oC) (hari) (%)
< 10 >5 0-10
10-15 4-5 30-40
15-20 2-3 40-50
20-25 1-2 40-60
25-30 1-2 60-80
KOLAM ANAEROBIK
ACUAN LAJU BEBAN BOD
Waktu Laju Beban BOD Konversi Laju Kedalaman
Acuan Detensi (Loading Rate) Beban BOD Kolam Aplikasi
(Hari) (gr/m2.hari) (kg/m3-day) (m)
Terutama untuk limbah
Barnes, 25 to 40
dengan konsentrasi
Bliss, et al 8 - 40 (kedalaman kolam 0.007 - 0.011 2.5 - 5.0
sedang (medium-
(1981) 3.75m)
strength waste)
200 to 500 kg/ha- Terutama untuk limbah
Metcalf and hari dengan konsentrasi
5 - 50 0.005 - 0.015 2.5 - 5.0
Eddy (1979) (kedalaman kolam sedang (medium-
3.75m) strength waste)
250 to 4000 lbs
Eckenfelder Untuk semua jenis
5 - 50 BOD/acre-hari 0.008 - 0.130 2.4 - 4.6
(1980) limbah
(11.5 ft)
Untuk limbah dengan
Corbitt 0.05 to 0.25 beban yang bervariasi
1 - 50 0.05 - 0.25 2.4 - 6.1
(1989) kg/m3-hari sesuai dengan
karakteristik limbah
KOLAM ANAEROBIK
CONTOH PERHITUNGAN
Bila kolam anaerobik didisain dengan waktu detensi 3 hari dan beban BOD
sebesar 500 gr/m3.hari. Debit lumpur tinja yang akan diolah sebesar 25
m3/hari. Konsentrasi BOD lumpur tinja yang akan diolah adalah sebesar 2.000
mg/L.
Volume kolam = Debit x waktu detensi ............................... (3)
Volume kolam (1) = 25 m3/hari x 3 hari = 75 m3
Volume kolam = Beban BOD masuk / Laju beban BOD ....... (4)
Beban BOD Masuk = Debit lumpur tinja x konsentrasi BOD yang
masuk ............. (5)
= 25 m3/hari x 2.000 mg/l = 50 kg
Volume kolam (2) = 50 kg / 500 gr/m3.hari) = 100 m3
d) Kolam Fakultatif
Kolam fakultatif berfungsi untuk menguraikan dan meminimalkan
kandungan zat organik (BOD & COD) 250-400 mg/l. yang berasal
dari kolam anaerobik dengan cara anaerobik dan aerobik. Proses
aerobik dan anaerobik yang terjadi didalam bak fakultatif dapat
dilihat pada efluen dari pengolahan ini

Bentuk teknis kolam fakultatif ini biasanya berbentuk empat persegi


panjang dengan kedalaman (1-2) meter. Kolam fakultatif yang
menerima efluen dari kolam anaerobik pada umumnya tidak
membutuhkan pengurasan. Dari unit kola mini selanjutnya Lumpur
tinja mengalir secara gravitasi ke dalam kolam maturasi.
KOLAM FAKULTATIF
KOLAM FAKULTATIF
e) Kolam Maturasi (Maturation Pond)
Kolam maturasi berfungsi menguraikan zat organik (BOD & COD)
dengan lebih sempurna (pematangan) dari sisa kandungan zat organik
dari unit kolam fakultatif.

Prinsip pengolahan ini adalah bahan organik dioksidasi oleh bakteri


aerobik dan fakultatif dengan menggunakan oksigen yang dihasilkan
oleh alga yang tumbuh disekitar permukaan air. Pada kolam anaerobik
terjadi proses sebagai berikut :

bakteri
Bahan organik + O2 ------ CO2 + H2O

Sumber: Marsono, 1999


Proses reaksi fotosintesis yang dilakukan alga dapat ditulis sebagai berikut :

CO2 + H2O + cahaya matahari -------- CH2O + O2 + H2O

Sumber: Marsono, 1999

Bentuk teknis kolam ini adalah berupa kolam penampung (1-2) meter, dimana
panjang (p) berbanding lebar (L) adalah (2/3:1), dan kolam ini memiliki
kedalaman antara (1-2) meter. Kolam maturasi ini di desain berdasarkan pada
prinsip pemisahan kandungan fecal coliform.

Waktu detensi dalam kolam maturasi, umumnya dalam rentang (5-10) hari dan
jumlah kolam maturasi yang dibutuhkan tergantung pada jumlah fecal coliform.
Biasanya untuk 2 kolam maturasi dengan waktu detensi 5-10 hari, secara
normal nilai BOD5 nya berkisar dibawah 30 mg/L. Dalam perencanaannya dasar
kolam maturasi harus bersifat tidak menyerap atau lapisan kedap air.
KOLAM MATURASI
DIMENSI KOLAM
MATURASI
f) Unit Pengeringan Lumpur (Sludge Drying Bed)
Unit pengering Lumpur berfungsi untuk menampung endapan
lumpur yang berada pada unit proses anaerob, fakultatif dan
maturasi, sehingga dapat dikeringkan secara alami dengan
bantuan sinar matahari dan angin selain Lumpur yang sudah
kering dapat juga dimanfaatkan sebagai pupuk.
UNIT PENGERING LUMPUR
UNIT PENGERING LUMPUR
Kebutuhan
Jumlah Kapasistas Berat Solid Volum Sisa Kebutuhan Kebutuhan
Lahan
Penduduk Tinja mengendap Lumpur Lumpur Dying bed Dying bed
untuk
Dilayani Terolah di Imhoff Mengendap Inert Operasi Stand-by
Perluasan
(1.000 org) (m3/hari) (gr/hari) (m3/hari) (m3/hari) (unit) (unit) (unit)
50 25 225000 6 3 1 1 0
100 50 450000 11 7 2 1 0
150 75 675000 17 10 2 1 1
200 100 900000 23 14 3 2 1
250 125 1125000 28 17 4 2 1
300 150 1350000 34 20 5 3 1
350 175 1575000 39 24 5 3 1
400 200 1800000 45 27 6 4 1
450 225 2025000 51 30 7 4 1
500 250 2250000 56 34 8 5 2
550 275 2250000 62 37 8 5 2
600 300 2475000 68 41 9 6 2
Kebutuhan
Jumlah Kapasistas Berat Solid Volum Sisa Kebutuhan Kebutuhan
Lahan
Penduduk Tinja mengendap Lumpur Lumpur Dying bed Dying bed
untuk
Dilayani Terolah di Imhoff Mengendap Inert Operasi Stand-by
Perluasan
650 325 2700000 73 44 10 6 2
700 350 2925000 79 47 11 6 3
750 375 3150000 84 51 11 6 3
800 400 3600000 90 54 12 6 3
850 425 3825000 96 57 13 7 3
900 450 4050000 101 61 14 7 4
950 475 4275000 107 64 14 7 4
1000 500 4500000 113 68 15 8 4
1050 525 4725000 118 71 16 8 4
1100 550 4950000 124 74 17 8 4
1150 575 5175000 129 78 17 8 5
1200 600 5400000 135 81 18 8 5
1250 625 5625000 141 84 19 8 5
UNIT PENGERING LUMPUR
DIMENSI
UNIT PENGERING LUMPUR
LAY OUT
UNIT PENGERING LUMPUR
PROFIL MEDIA
UNIT PENGERING LUMPUR
ELEVASI (m)
Sistem & Macam Unit Konstruksi Atas Unit Konstruksi Dasar Unit
Muka Air
Bangunan Bangunan (Puncak) Bangunan (Invert)
Pilihan I
Platform + 0.30 - - 0.10
Kolam Stabilisasi Anaerobik I + 0.00 - 0.20 - 2.70
Kolam Stabilisasi Anaerobik II + 0.00 - 0.30 - 2.80
Kolam Stabilisasi Fakultatif + 0.00 - 0.40 - 2.00
Kolam Maturasi + 0.00 - 0.50 - 1.70
Pengering Lumpur + 1.30 - 0.8 (muka pasir) - 0.10
Badan Air - - 1.00/lebih dalam -
Pilihan II
Sumur Pompa + 0.30 - 0.10 - 2.00
Ram (Tanjakan) + 1.70/lebih tinggi - -
Tangki Imhoff + 3.20/lebih tinggi + 2.90/lebih tinggi + 5.80/lebih tinggi
Kolam Stabilisasi Anaerobik I + 0.00 - 0.20 - 2.70
Kolam Stabilisasi Anaerobik II + 0.00 - 0.30 - 2.80
ELEVASI (m)
Sistem & Macam Unit Konstruksi Atas Unit Konstruksi Dasar Unit
Muka Air
Bangunan Bangunan (Puncak) Bangunan (Invert)
Kolam Stabilisasi Fakultatif + 0.00 - 0.40 - 2.00
Kolam Maturasi + 0.00 - 0.50 - 1.70
Pengering Lumpur + 1.30 - 0.8 (muka pasir) - 0.10
Badan Air - - 1.00/lebih dalam -
Pilihan II
Sumur Pompa + 0.30 - 0.10 - 2.00
Ram (Tanjakan) + 1.70/lebih tinggi - -
Tangki Imhoff + 3.20/lebih tinggi + 2.90/lebih tinggi + 5.80/lebih tinggi
Kolam Aerasi Anaerobik + 0.00 - 0.20 - 2.70
Kolam Aerasi Fakultatif + 0.00 - 0.30 - 2.80
Kolam Stabilisasi Fakultatif + 0.00 - 0.40 - 2.00
Kolam Maturasi + 0.00 - 0.50 - 1.70
Pengering Lumpur + 1.30 - 0.8 (muka pasir) - 0.10
Badan Air - - 1.00/lebih dalam -
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai