Anda di halaman 1dari 64

Pemicu 1

Saraf
Kartika Sanra Dila
405140232
Kejang Demam
Kejang Demam
• Bangkitan kejang yg tjd pd kenaikan suhu tubuh (suhu rektal >380C) krn
proses ekstrakranial
• Pd anak umur 6 bln – 5 th
Klasifikasi :
• Kejang demam sederhana : <15 menit, bersifat umum, tidak berulang
dalam 24 jam
• Kejang demam kompleks : >15 menit, bersifat fokal atau parsial, berulang
/ > 1 kali dalam 24 jam

Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. IDAI. 2006


Patofisiologi
• Demam : 10C  meta basal 10-15%, kebutuhan O2 20%
• Suhu ttt  prbhn keseimbangan dri m sel neuron & tjd difusi K & Na mll
m  lepas muatan listrik >>>  meluas ke slrh sel / m sel lain dg
neurotransmitter  kejang
• Tiap anak pny ambang kejang berbeda : rendah 380C, tinggi 400C
• Kejang demam : biasa blgsg singkat, tdk bahaya, tdk timbulkan gejala sisa
• Kejang blgsg lama  + apnea, kbthn O2 & energi u/ kontraksi otot skelet
 hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat (krn meta anaerob), hipotensi
arterial, denyut jantung tdk teratur, suhu (krn aktifitas otot) 
meta otak  kerusakan neuron otak
• Gang peredaran darah  hipoksia  permeabilitas kapiler  edema
otak  kerusakan sel neuron otak
• Kerusakan pd lobus temporalis stlh serangan yg blgsg lama  bs jdi kel
anat  bs jdi permanen  serangan epilepsi spontan

Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. IDAI. 2006


PP :
• Lab : darah perifer, elektrolit, gula darah
• Pungsi lumbal
• EEG : tdk direkomendasikan
• Pencitraan : foto x-ray, CT, MRI
FR mjd epilepsi :
• Kel neurologis / pkmbgn jelas sblm kejang demam pertama
• Kejang demam complex
• Riw epilepsi pd ortu / saudara kandung

Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. IDAI. 2006


Tatalaksana saat kejang :
• Diazepam IV : 0,3–0,5 mg/kg dg kec 1-2 mg/menit atau dlm waktu 3-5
menit, dg dosis max 20 mg
• Diazepam rektal : 0,5-0,75 mg/kg
• Fenitoin IV : dosis awal 10-20 mg/kg/kali dg kec 1 mg/kg/menit atau <50
mg/menit  4-8 mg/kg/hari, mulai 12 jam stlh dosis awal
• Rawat intensif, beri obat sesuai tipe kejang demam simple/complex &
FRnya
Pemberian obat saat demam :
• Antipiretik : PCT 10-15 mg/kg/kali, 4x/hari atau ibuprofen 5-10 mg/kg/kali,
3-4x/hari (as asetilsalisilat : tdk rekomendasi)
• Antikonvulsan : diazepam oral / rektal

Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. IDAI. 2006


Pemberian obat rumat :
• Antikonvulsan : as valproat 15-40 mg/kg/hari dlm 2-3 dosis atau
fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dlm 1-2 dosis
Diagnosis banding :
• Cari penyebab : ekstra/intracranial
• Intra : infeksi (meningitis, ensefalitis, abses otak)
• Kel anat di otak
• Tergolong kejang demam simple / epilepsi yg diprovokasi o/ demam

Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. IDAI. 2006


Head Trauma

Blueprints Neurology-Lippincott Williams & Wilkins (2009)


Trypes of Head Traumas
• Epidural hematoma
• Subdural hematoma

Blueprints Neurology-Lippincott Williams & Wilkins (2009)


Epidural hematoma
• Accumulation of blood between the skull and
dura mater
• Usually the result of a severe head injury with
a temporal bone fracture and resulting
laceration of the middle meningeal artery
• The characteristic CT appearance of an
epidural hematoma is a lens-shaped
hyperdense lesion between the skull and dura

Blueprints Neurology-Lippincott Williams & Wilkins (2009)


Epidural
hematoma

Blueprints Neurology-Lippincott Williams & Wilkins (2009)


Subdural hematoma
• Accumulation of blood between the dura mater and brain
• Results from tearing of bridging veins which connect the
surface of the brain and the dural sinuses
• May have both acute and chronic presentations. Acute
subdural hematoma  after head trauma and can be life
threatening
• Headache is the most common symptom, with
contralateral hemiparesis, seizures, and a wide variety of
cortical dysfunction also common
• If sufficiently large,  increased intracranial pressure 
alteration in the level of consciousness.
• CT scan  crescent-shaped hyperdensity overlying the
brain surface and underlying the skull

Blueprints Neurology-Lippincott Williams & Wilkins (2009)


Subdural
hematoma

Blueprints Neurology-Lippincott Williams & Wilkins (2009)


Concussion
• A concussion is an alteration or loss of consciousness
produced by head trauma
• Patients usually have short periods of amnesia for
events that occurred before the injury (retrograde
amnesia) and for learning new material after the
incident (anterograde amnesia).
• The severity of a concussion can be gauged by the
duration of the loss of consciousness and amnesia
• Other consequences  headache, disorientation,
dizziness and vertigo, nausea, and cortical blindness

Blueprints Neurology-Lippincott Williams & Wilkins (2009)


Diffuse Axonal Injury
• Associated with severe
head trauma and may be
seen on CT as multiple
areas of punctate
hemorrhage in the deep
white matter and corpus
callosum
• Poor prognosis

Blueprints Neurology-Lippincott Williams & Wilkins (2009)


Post-Traumatic Seizures and Epilepsy
• Can be divided into early (within 1 week of head
trauma) and late (beginning 1 week or more
later)
• Approximately 25% of patients with acute severe
head injury (characterized by intracranial
hematoma or depressed skull fracture, without
regard to the duration of loss of consciousness or
posttraumatic amnesia) most often generalized
tonic-clonic seizures
• 25% go on to develop epilepsy (recurrent
unprovoked seizures)

Blueprints Neurology-Lippincott Williams & Wilkins (2009)


Herniation Syndromes
• Brain herniation is a life-threatening condition
which occurs when increased intracranial
pressure causes a shift of brain contents,
resulting in compression of brain parenchyma
and ventricles, and, compromise of cerebral
blood vessels.

Blueprints Neurology-Lippincott Williams & Wilkins (2009)


Central (transtentorial) herniation
• Diffuse cerebral edema or a large intracranial mass  downward
herniation of the diencephalon through the tentorial notch.
• The first stage of the central herniation syndrome is heralded by a
decrease in the level of alertness  change in alertness is
accompanied or shortly followed by small, reactive pupils, due to
disruption of sympathetic pathways from the hypothalamus. As
central herniation pro- ceeds, the patient often assumes a
decorticate pos- ture upon stimulation.
• Progressive herniation  midbrain compression, with fixed
midposition pupils and decerebrate posturing.
• Final stage, the patient becomes motionless to stimulation, with
eventual progression to death

Blueprints Neurology-Lippincott Williams & Wilkins (2009)


Uncal herniation
• Uncal herniation is most often produced by the expansion
of a mass located laterally within the brain, resulting in a
medial shift of the uncus of the temporal lobe. Uncal
herniation may be preceded by neurologic deficits,
particularly hemiparesis, related to the mass itself.
• The first clinical deficit is often an ipsilateral third nerve
palsy
• Continued uncal herniation produces compression of the
contralateral cerebral peduncle against the free edge of the
tentorium with a resulting hemiplegia ipsilateral to the
herniating uncus, the Kernohan’s notch phenomenon

Blueprints Neurology-Lippincott Williams & Wilkins (2009)


Subfalcine herniation
• Expansile frontal lobe masses may produce
herniation of the cingulate gyrus beneath the
falx cerebri.
• Most often  symptomatic from the frontal
lobe mass, and subfalcine herniation may not
alter the clinical picture appreciably, though
compression of the anterior cerebral arteries
 leg weakness.

Blueprints Neurology-Lippincott Williams & Wilkins (2009)


Initial Assessment of Head Trauma
• The neurologic aspects of head trauma can be
addressed by clinical examination and CT scan
• For grading the severity  Glasgow Coma
Scale
• Scores of 13-15 are classified as mild head
injury, 8-12 moderate, and 3-7 severe

Blueprints Neurology-Lippincott Williams & Wilkins (2009)


KEJANG DEMAM
Definisi
• bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38 C) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium.
• Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5
tahun.
– Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian
kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam
– Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan
tidak termasuk dalam kejang demam.
– Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain
misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi
bersama demam.
KLASIFIKASI
• 1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
• Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15
menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang
berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan
fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang
demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh
kejang demam.
• 2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
• Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:
– Kejang lama > 15 menit
– Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
– Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Pemeriksaan Penunjang
• PEMERIKSAAN LABORATORIUM utk evaluasi sumber
infeksi penyebab demam / keadaan lain (mis gastroenteritis
dehidrasi + demam)
– yang dikerjakan: darah perifer, elektrolit dan gula darah
• PUNGSI LUMBAL utk menegakkan/menyingkirkan
kemungkinan meningitis
• Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada:
– 1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
– 2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
– 3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
• EEG tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan
kejadian epilepsi pada pasien kejang demam.
Oleh karenanya tidak direkomendasikan
– Dilakukan pd keadaan kejang demam yg tdk khas,
misal kejang demam kompleks pd anak >6thn / kejang
demam fokal
• Pencitraan
– X-ray, CT-scan, MRI
– indikasi: Kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis); Paresis nervus VI; Papiledema
PROGNOSIS
• Cacat / kelainan neurologis
• Kematian
• Kemungkinan berulangnya kejang demam:
– FR: 1. Riwayat kejang demam dalam keluarga 2. Usia
kurang dari 12 bulan 3. Temperatur yang rendah saat
kejang 4. Cepatnya kejang setelah demam
• FR terjadi epilepsi
– Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas
sebelum kejang demam pertama.
– Kejang demam kompleks
– Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
TATALAKSANA SAAT KEJANG
• IV diazepam 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dgn kecepatan
1-2mg/menit atau dalam waktu 3-5menit, dgn dosis
maksimal 20 mg
• Diazepam rektal 0,5-0,75mg/kg atau diazepan rektal 5mg
utk anak BB <10 kg; dan 10 mg utk BB >10kg; diazepam
rektal dosis 5 mg utk anak dibawah usia 3 tahun / dosis
7,5mg >3 thn
• Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan
kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit.
Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan
fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat
di ruang rawat intensif.
Tetanus Neonatorum
Tetanus Neonatorum
• Tetanus adalah penyakit akut, paralisis yang
spastik yang disebabkan neurotoksin yang
diproduksi oleh Clostridium tetani
• Dalam bentuk vegetatif, pada kondisi anaerob
akan menghasilkan 2 bentuk toksin:
– Tetanospasmin  eksotoksin poten yang
mempunyai afinitas tinggi dengan jaringan saraf
 ketegangan dan spasme otot
– Tetanolisin  dapat menghancurkan sel darah
merah dan merusak leukosit

http://www.depkes.go.id
Epidemiologi
• Tetanus neonatorum bertanggung jawab
terhadap 50% kematian neonates yang
disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi.
• Beberapa penelitian komunitas di awal tahun
1970 dan 1980 di Negara Amerika Latin dan
beberapa negara berkembang menunjukkan
kematian neonatal antara <5 sampai 60 kasus per
1000 kelahiran hidup. Di beberapa Negara
berkembang kematian tetanus neonatorum
merupakan 23-72% dari total kematian neonatal

http://www.depkes.go.id
Manifestasi klinik
• gejala progresif:
– Kesulitan minum (menghisap dan menelan)
– Bayi menangis terus menerus
– Trismus/mulut mencucu
– Gejala khas yang lain adalah adanya kekakuan dan
spasme otot  melibatkan otot masseter  otot-
otot perut dan tulang belakang. Spasme otot
bersifat intermiten dengan interval waktu yang
berbeda-beda tergantung dari tingkat keparahan
penyakit

http://www.depkes.go.id
Komplikasi
• Bronkopneumonia
• Pneumonia aspirasi
• Atelektasis

http://www.depkes.go.id
Tatalaksana
• Tujuan  Menetralkan toksin yang beredar
sebelum toksin masuk ke dalam sistem saraf
pusat, menurunkan produksi toksin yang lebih
banyak, mengontrol gejala neuromuskuler dan
otonom yang muncul serta mempertahankan
kondisi pasien sampai efek toksin menghilang

http://www.depkes.go.id
Tatalaksana
• Perawatan suportif
– Menjaga jalan napas tetap terbuka 
mendapatkan ventilasi yang adekuat
– Pemasangan kateter saluran kencing  bila terjadi
retensi urin.
– Perawatan untuk mencegah pneumonia aspirasi
dan atelektasis serta menurunkan rangsangan
yang dapat mencetuskan kejang.
– ASI harus tetap diberikan  Asi peras, melalui
pipa lambung diantara periode spasme

http://www.depkes.go.id
Tatalaksana
– Metronidazol  elimunasi bentuk vegetatif Cl tetani
 diberikan selama 10-14 hari.
– Penicillin G 100.000 unit/kg/hari sebagai pilihan kedua
dapat diberikan selama 10 hari.
– Infeksi lain yang terjadi bersamaan dapat diberi- kan
terapi antibiotik spektrum luas
– Menghentikan spasme  diazepam dengan dosis 10
mg/kg/hari secara intravena dalam 24 jam atau
dengan bolus intravena setiap 3 jam dengan dosis 0,5
mg/kg per kali pemberian dengan maksimum dosis 40
mg/kg/hari

http://www.depkes.go.id
Pencegahan
• Tetenus neonatorum dapat dicegah dengan:
– tindakan aseptik pada saat pertolongan persalinan
dan pasca natal termasuk pemotongan dan
perawatan tali pusat
– Imunisasi aktif wanita hamil dengan 2 dosis
tetanus toksoid 0,5 ml dengan jarak penyuntikan 2
bulan
– Imunisasi pasif pada kelompok neonatus  750
unit serum antitetanus

http://www.depkes.go.id
Stroke
Stroke
• A stroke or cerebrovascular accident occurs when
the blood supply to the brain is cut off (an
ischemic stroke) or when a blood vessel bursts (a
hemorrhagic stroke)
• Most strokes are of the ischemic type.
• Without oxygen, brain cells begin to die. Death or
permanent disability can result.
• High blood pressure, smoking, and having had a
previous stroke or heart attack increase a
person’s chances of having a stroke.

https://www.cdc.gov/dhdsp/data_statistics/fact_sheets/docs/fs_strokesigns.pdf
Ischemic Stroke
• Happens when blood flow through the artery
that supplies oxygen-rich blood to the brain
becomes blocked.

https://www.cdc.gov/stroke/types_of_stroke.htm
Hemorrhagic stroke
• Happens when an artery in the brain leaks
blood or ruptures (breaks open).
• The leaked blood puts too much pressure on
brain cells  damages them.
• High blood pressure and aneurysms—balloon-
like bulges in an artery that can stretch and
burst—are examples of conditions that can
cause a hemorrhagic stroke.

https://www.cdc.gov/stroke/types_of_stroke.htm
Hemorrhagic stroke
There are two types of hemorrhagic strokes:
• Intracerebral hemorrhage (the most common)
 when an artery in the brain bursts, flooding
the surrounding tissue with blood.
• Subarachnoid hemorrhage (less common) 
refers to bleeding in the area between the
brain and the thin tissues that cover it.

https://www.cdc.gov/stroke/types_of_stroke.htm
Signs of a stroke
• Sudden numbness or weakness of the face,
arms or legs
• Sudden confusion or trouble speaking or
understanding others
• Sudden trouble seeing in one or both eyes
• Sudden trouble walking, dizziness, or loss of
balance or coordination.
• Sudden severe headache with no known cause

https://www.cdc.gov/dhdsp/data_statistics/fact_sheets/docs/fs_strokesigns.pdf
Risk Factors
• Smoking
• Drinking too much alcohol
• Not getting enough exercise
• Having high cholesterol, high blood pressure,
or diabetes

https://www.cdc.gov/stroke/docs/consumered_stroke.pdf
Diagnosed
• Brain imaging,
• Tests of the brain’s electrical activity
• Blood flow tests

https://www.cdc.gov/stroke/docs/consumered_stroke.pdf
Preventive
• Eat a healthy diet
• Maintain a healthy weight
• Be physically active
• Don’t smoke
• Limit alcohol use
• Prevent or treat your other health conditions,
especially high blood pressure, high
cholesterol, and diabetes.

https://www.cdc.gov/stroke/docs/consumered_stroke.pdf
TETANUS
• Penyakit akut yang ditandai • Tetanus neonatorum adalah
dengan spasme otot rangka penyakit yang terjadi pada
dan gangguan sistem saraf anak yang dapat menyusu
otonom. dan menangis pada 2 hari
• E/: Clostridium tetani pertama namun kehilangan
kemampuan tsb pd hari 3-
• Hipertonia akut / kontraksi 28 dan menjadi kaku 
otot yang menyakitkan kejang
(biasanya otot wajah dan
leher) dan spasme otot seluruh • Maternal tetanus : tetanus
yang terjadi saat kehamilan
tubuh tanpa penyebab lain atau dalam 6 minggu
postpartum

Harrisons Principles of Internal Medicine, 19th Edition


Etiologi
• C. tetani anaerob, batang gram +, spore-forming.
• Tahan thd panas dan desinfektan
• Spora masuk ke tubuh melalui luka kecil, pd bayi
lewat tali pusar
• Pd lingkungan yang anaerob, bakteri bertumbuh,
berkembang biak dan mengeluarkan exotoxin yang
memasuki sistem saraf (tetanolisin &
tetanospasmin)
• Minimum lethal human dose  2,5ng/kg

Harrisons Principles of Internal Medicine, 19th Edition


Harrisons Principles of Internal Medicine, 19th Edition
TANDA DAN GEJALA
• Generalized tetanus (paling sering)
– Tetanus lokal  generalized dlm bbrp hari
– Diawali dgn trismus  menyebar ke leher, torso dan ekstremitas
– Abdomen kaku, tungkai bawah ekstensi, risus sardonicus, mata menutup sebagian
krn kontraksi orbucularis oculi, alis terangkat krn spasme drontalis
– + spasme otot (tetanic seizures/convulsions) yg tjd scr spontan/krn stimulus
eksternal  sgt sakit
– Pasien tdk kehilangan kesadaran
– Kontraksi tonik menyebabkan opisthotonos
– Spasme otot laring, faring atau otot pernapasan  apnea / sesak napas
– Komplikasi umum : demam dan pneumonia
– Kontraksi otot yg intens  perubahan TD, DJ
– Kematian krn asfiksia yg disebabkan spasme otot laring, gagal jantung, shock

Harrisons Principles of Internal Medicine, 19th Edition


DIAGNOSIS TREATMENT
• Riwayat luka • Single dose antitoxin (3,000-
• Culture of C. Tetani 6,000 U tetanus immune
• Serum anti-tetanus human globulin) +
immunoglobulin G may also be • 1.2 juta U penicillin/hari
measured in a sample taken selama 10 hari)
before the administration of • Metronidazole (500 mg q6h
antitoxin or immunoglobulin. IV/ 400 mg rectally) /
• PCR  deteksi toksin tetanus tetrasiklin (2g/hari)
• Hindari stimulus pd pasien
(dirawat di ruangan gelap,
sunyi; gunakan
benzodiazepin utk relaksan
dan sedasi
• Tidak berhasil  IV
pancuronium dan
vecuronium utk
menghentikan aktivitas otot

Harrisons Principles of Internal Medicine, 19th Edition


TETANUS NEONATORUM
• Stimulasi sedikit saja o.k pandangan, suara dan sentuhan dpt
memicu spasme
• Disuria dan retensi urin krn spasme VU, dpt jg terjadi defekasi
• Demam ~40 derajat terjadi krn energi metabolik yg digunakan utk
spasme otot
• Efek otonom: takikardi, disritimia, HTN labil, diaforesis,
vasokontriksi kutaneus
• Spasme mjd parah 1 mgg stlh onset, stabil stlh 2 mgg onset, dan
membaik dlm 1-4 minggu
• Neonatal tetanus terjadi 3-12 hari stlh lahir, susah menyusu
(sucking and swallowing) dan menangis. Paralisis, kaku dan spasme
dgn / tanpa opistothonos
– Tali pusat terlihat kotor, tdpt bekuan darah

Harrisons Principles of Internal Medicine, 19th Edition


DIAGNOSIS DD
• Anak dan ibu yg blm • Trismus: abses parafaringeal,
diimunisasi, yg terrluka / lahir retrofaringeal, abses dental,
dlm 2 minggu timbulnya gejala (jarang: ensefalitis akut yg
(trismus, kaku otot) melibatkan batang otak)
• Lab: • Rabies: + hidrofobia, disfagia,
– leukositosis perifer krn infeksi clonic seizure, pleocytosis
bakteri sekunder / stress • Strychnine poisoning : seizure
induced krn kejang terus w.o trismus
menerus.
– LCS normal meskipun ada • Hipokalsemia : spasme laring
peningkatan TIK dan karpopedal tnp trismus
– EEG/EMG tdk menunjukkan
pola karakteristik
– Gram staining: hny dpt
mengisolasi 30% kasus

Harrisons Principles of Internal Medicine, 19th Edition


PENGOBATAN
• Eksisi luka dan debridement Semua pasien dgn tetanus
stlh administrasi TIG (human generalisata butuh relaksan otot
tetanus immunoglobulin) dan Diazepam 0,1-0,2mg/kg tiap 3-6
antibiotik jam IV titrasi utk kontrol spasme,
• Toxin tdk dpt dinetralkan dgn diteruskan sampai 2-6 minggu
TIG jika telah mencapai korda lalu tapering off
spinalis  berikan secepatnya
stlh luka
– 500 U TIG dpt menetralkan
toxin sistemik
– Rekomendasi 3,000-6,000 U
• Penicillin G (100,000 U/kg/hari
dibagi tiap 4-6 jam IV selama
10-14 hari) DOC
KOMPLIKASI PROGNOSIS
• Aspirasi, pneumonia • Buruk jika trismus terjadi <7
• Pneumothorax dan emfisema hari stlh injuri dan generalized
mediastinal tetanic spasm terjadi <3hari
• Seizure laserasi mulut/lidah stlh onset trismus
• IM hematoma / • Sekuel : hypoxic brain injury 
rhabdomyolisis + CP, penurunan kemampuan
myoglobinuria dan gagal ginjal, mental, ggn perilaku
fraktur tulang dan spinal
• Trombosis vena, embolisme
paru, ulserasi dekubitus
• Artmia, TD dan suhu tidak
stabil
PENCEGAHAN
• Serum antibody titer ≥
0,01 U/mL  protective
• Imunisasi aktif dgn DPT
pd 2, 4, 5, dan 15-18
bulan dgn booster pd 4-
6 tahun (DTaP) dan 11-
12 tahun (Tdap), 10
tahun setelahnya dgn
Td
• Imunisasi ibu pd gestasi
27-36minggu
RABIES
RABIES GEJALA
• Krn inokulasi virus transdermal • Inkubasi 20-60 hari
stlh gigitan hewan (anjing, rakun, • Jika tergigit di bagian wajah/leher,
sigung, rubah, kelelawar) periode inkubasi bisa menjadi ~14
• (Jarang) inhalasi virus yg hari
dikeluarkan oleh kelelawar • Gatal, baal pada tempat gigitan
meskipun luka telah sembuh
• Periode prodromal 2-4 hari :
demam, sakit kepala, malaise 
gejala neurologik: disartria,
overaktivitas psikomotor, disfagia
(salivasi), spasme otot tenggorokan
, disartria, rasa kaku pada wajah,
diplopia, spasme otot wajah
• Acute encephalitic symptoms 
koma  meninggal dlm 4-10 hari
PENGOBATAN
• Gigitan dan cakaran hewan harus dibersihkan dgn air
dan sabun, stlh itu diberikan benzyl ammonum
chloride (Zephiran)  dpt inaktivasi virus
• Luka yg menembus kulit  berikan profilaksis tetanus
• Jika pd hewan ditemukan fluorescent antibody / hewan
kabur  postexposure prophylaxis
• Human Rabies Immune Globulin (HRIG) diinjeksikan 20
U/kgBB  imunisasi pasif 10-20 hari
• Duck embryo vaccine (DEV)  menurunkan insidens
allergic encephalomyelitis
MALARIA SEREBRAL
PATOGENESIS
• P. falciparum, P. ovale, P. vivax, P. malariae
• Vektor: nyamuk Anopheles betina
• Patogenesis : sporozoit masuk  stlh inokulasi, parasit
bersembunyi dan replikasi di liver selama 5,5 hari 
105-106 merozoit dikeluarkan ke aliran darah  invasi
eritrosit  Parasit matur  skizon  stlh 48 jam
eritrosit pecah dan melepaskan 6-36 merozoit  invasi
eritrosit sehat
• 13 hari stlh inokulasi  # parasit ~1010 pasien
demam, jika pasien nonimun, penyakit dpt menjadi
parah

Pathophysiology, clinical presentation and treatment of cerebral malaria Arjen M DONDO


Koma pada malaria serebral
• Obstruksi mikrosirkulasi otak krn eritrosit yg
tersekuestrasi  dysoxia tanpa infark pd
jaringan otak  produksi laktat
• Penurunan deformabilitas, rosetting dan auto-
agglutinasi  ggn mikrosirkulasi
• Produksi berlebihan NO dpt menghambat
aktivitas neurotransmitter
• Akumulasi β-amyloid precursor protein pd
axon  reversible neurogical dysfunction

Pathophysiology, clinical presentation and treatment of cerebral malaria Arjen M DONDORP MD PhD
CLINICAL FEATURES
• Pemeriksaan neurologis: tanda
meningitis -, severe:
hiperefleksi leher, refleks pupil
• Diffuse encephalopathy + dan kornea normal
unrousable coma
• Perdarahan retina
• Pd anak2: Koma dpt
terjadi scr cepat (stlh • Bruxism with grinding of the
demam 2 hari) teeth and a positive pout
reflex are common in cases
• Pd org dewasa: demam with deep coma
tinggi dan drowsy
• Tonus otot dan refleks tendon
• Psychotic behavior  first meningkat
manifestation
• Sequelae: ensefalopati dan
• Fluktuasi kesadaran psikosis (~5%) pd org yg
• 15% konvulsi (tonic-clonic, konsumsi mefloquine
Jacksonian type / focal)
• Deviasi mata, salivasi,
nafas irregular
Pathophysiology, clinical presentation and treatment of cerebral malaria Arjen M DONDO
DIAGNOSIS AND TREATMENT
• Treatment
• Injeksi artesunat, kina dan artemeter
• IV klorokuin  resisten, tdk lg
• Diagnosis digunakan
• Stained thin and thick blood film • Artesunat: 2,4 mg/kg, followed by
(1000x) the same dose after 12 and 24 h,
• Intraerythrocytic parasites have then daily until the pt is able to take
to identified and counted oral medication
• -ve blood smear  repeat every
12 h for 48 h
• Microscopy with QBC  higher
sensitivity to detect low lv
parasitemia
• Hypoglycemia
• DD: meningoensefalitis
bakterial/viral
• Jika pasien ada gejala meningeal
 LP

Pathophysiology, clinical presentation and treatment of cerebral malaria Arjen M DONDO

Anda mungkin juga menyukai