Anda di halaman 1dari 98

PEMICU 2

SITTI SRI ALICIA - 405140059


L. I.
I. I. Fisiologi
II. Histologi
III. Hubungan Telinga, Hidung Di Sinus Paranasal & Pharynx
II. I. Fisiologi Sistem Imun Hidung, Sinus Paranasl
II. Sistem Bersihan Mukosa Pada Hidung, Sinus Paranasal
III. I. Kelainan Hidung Luar
(Furunkel, Vestibulitis, Rinophyoma, Granuloma, Kongenital Bentuk)
II. Kelainan Kavum Nasi
(Benda Asing , Influenza, Deviasi, Epitaksis & Rhinitis Akut, Kronik,
Vasomotor, Alergi, Medikamentosa)
III. Kelainan Sinus Paranasal
(Sinus Maxillaris Akut, Sinusitis Frontal Akut, Sinusitis Kronik, Sinus
Rhinosinositis, & Pollip)
I. I. Fisiologi Sinus Paranasal
MUKOSA
• Jumlah sel goblet dan silia lebih sedikit dibandingkan
dengan rongga hidung
• Produksi mucus meningkat dengan perangsangan saraf
parasimpatis
KLIRENS MUKOSILIER
• Silia akan menggerakkan mucus di sepanjang cavitas
sinonasal menuju nasopharynx dan pharynx→tertelan
atau menjadi sputum
• Proses untuk membersihkan rongga hidung dan sinus
paranasal dari debris dan produk-produk
infeksi/inflamasi
OSTIOMEATAL COMPLEX
• Jalur klirens mukosilier dari sinus ethmoidalis anterior,
sinus maksilaris, dan sinus frontalis
• Beberapa struktur yang mengalirkan mucus menuju
meatus nasi media : ostium maksila, infundibulum
ethmoid, sel-sel ethmoidalis anterior, dan recess frontal
• Inflamasi dan obstruksi pada kompleks
ini→mengganggu klirens mukosilier→rhinosinusitis
PERAN FISIOLOGIS SINUS PARANASAL
• Resonansi suara
• Menyesuaikan kondisi udara
• Mengurangi berat tulang tengkorak
• Isolasi panas
I II. Histologi
PERBANDINGAN EPITEL OLFAKTORIUS
DENGAN EPITEL RESPIRATORIUS
10
I. III. Hubungan Telinga, Hidung Di Sinus Paranasal &
Pharynx
II. I. Fisiologi Sistem Imun Hidung, Sinus Paranasal
Mekanisme pertahanan terhadap benda asing yang
masuk kesaluran napas :

 Saat udara masuk maka akan disaring oleh bulu hidung, sehingga partikel yang
berukuran 10um akan dihambat.
 Partikel 2-10um akan ditangkap oleh cilia sebagai mekanisme pertahanan, maka
terdapat cilliaty escalator : gerakan cilia yang mendorong partikel keluar dengan
kecepatan 16 mm/menit
 Partikel <2um mekanisme pertahanan: makrofag
 Silia
◦ Kerjanya berhubungan erat dengan mukus (sistem transport mukosilier)
◦ Umumnya bergerak ke belakang
◦ Bakteri→diselubungi mukus→didorong silia ke belakang:
 Dikeluarkan secara ekspektoran
 Ditelan lalu masuk lambung →disterilkan HCL
• Mukus
Disekresi oleh sel goblet. Mengandung:
– Ig. Mis: Ig M dan G memacu reaksi inflamasi, Ig A mengeluarkan mikroorganisme dari
jaringan
– Laktoferin: mengikat besi
– lisozim: menghancurkan lapisan peptidoglikan
Apabila bakteri susah dilawan, maka bakteri tersebut akan diselubungi oleh mukus untuk
dibuang dengan bantuan silia

• Respon batuk dan bersin


– Bersin  usaha pengeluaran partikel asing di hidung
– Batuk  membersihkan partikel asing di paru & tenggorokan. Mekanismenya terdiri
dari fase inspirasi (udara masuk), kompresi (glotis menutup, tekanan↑), ekspirasi
(udara keluar)
• Lain-lain
– Defensin: di paru punya efek antimikroba
– Surfaktan: di paru punya efek sebagai opsonin
– Flora normal: menghalangi pertumbuhan kuman patogen
IMUNITAS NON SPESIFIK
• Laktoferin, lysozim, komplemen, antiprotease, dan
makromolekul lainnya→berinteraksi dengan sejumlah
bakteri (terutama bakteri yang tidak memiliki kapsul)
• Leukosit PMN dan makrofag→menghancurkan dan
memfagosit benda asing
IMUNITAS SPESIFIK/ACQUIRED
• Virus dan mycobacteria • IgE :
menginisiasi imunitas yang – Paling berperan dalam reaksi
diperantarai sel alergi
• IgG (kecuali subgroup – Diproduksi terutama oleh tonsil,
IgG4)→aktivasi adenoid, dan submucosa
komplemen→lisis sel dan – Melekat dengan kuat pada mast
cells dan basofil→degranulasi
fagositosis
• Sel-sel permukaan : epitel,
• IgA : leukosit, basofil, eosinofil, mast
– 70% dari protein total yang ada di cells, makrofag→fagositosis;
sekresi nasal
mencegah invasi bakteri/virus.
– 2 subgroup : IgA1 (monomer;
banyak di serum), IgA2 (dimer; Sel-sel ini bermigrasi dari aliran
banyak di sekresi nasal) darah
– Bila bereaksi dengan
antigen→membentuk kompleks
yang tidak larut→tertelan dan
dihancurkan oleh asam lambung
II. II. Sistem Bersihan Mukosa Pada Hidung, Sinus Paranasal
III. I. Kelainan Hidung Luar (Furunkel, Vestibulitis, Rinophyoma, Granuloma, Kongenital Bentuk)
KLASIFIKASI
• Acute Nasal Infection
– Bacterial Infection
– Viral Infection
• Chronic Nasal Infection
• Neoplasm
• Sarcoidosis
• Connective Tissue Disease
• Dermatological Disease
• Furuncle
Acute nasal infection
• Bacterial infection
– Vestibulitis (staph aureus, on follicle)
• Local antiseptic, oral antibiotic
– Erysipelas (group a strep., dermis)
• Oral or IV antibiotic
– Impetigo (group a strep., epidermis)
• Systemic antibiotic
• Viral infection
– Herpes simplex (type 1 HSV, epidermis)
• Topical acyclovir
– Herpes zoster (varicella, epidermis)
• Parenteral acyclovir
– Wart virus (HPV, epidermis)
• Cryotherapy, surgery
– Molluscum conatgiosum (poxvirus, epidermis;mucous)
• Self limited, cryotherapy(AIDS)
Chronic nasal infection
• Cutaneous tuberculosis/ lupus vulgaris (M.tuberculosis)
– Antituberculosis
• Syphilis (treponema pallidum)
– Penicillin
• Fungal and protozoal infection
NEOPLASMS OF THE NOSE
• Keratoacanthoma/ molluscum
sebaceum (benign)
• Solar keratosis (benign)
• Squamos cell carcinoma
• Basal cell carcinoma
• Melanocytic lesion (benign)
• Melanoma malignant
• Kaposi’s sarcoma
SARCOIDOSIS
• Multisystem disease characterized by granulomas in
affected tissue
• Other name: lupus pernio
• Cause: M. tuberculosis
• Therapy: steroid
CONNECTIVE TISSUE DISEASE
• Lupus erythematosus
• Dermatomyositis
• Systemic sclerosis
• Relapsing polychondritis
• Wegener’s granumalotosis
DERMATOLOGICAL DISEASE
• Rosacea
• Eczema
• Acne vulgaris
• Pemphigoid
FURUNCLE / BISUL
– Bisul adalah infeksi yang mempengaruhi kelompok folikel
rambut dan jaringan kulit di dekatnya.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/0
01474.htm
Etiologi
• Karena bakteri Staphylococcus Aureus.
• Bisa juga karena bakteri lain atau jamur.
• Kerusakan folikel rambut dapat memungkinkan kelainan
ini tumbuh lebih dalam.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/0
01474.htm
Faktor Resiko
• Diabetes – bisul berulang mungkin gejala diabetes yang
tidak terkontrol, terutama bagi orang berusia di atas 40
tahun.
• Kebersihan yang buruk - keringat dan sel-sel kulit mati di
lipatan alami dan celah-celah, seperti ketiak, menjadi
tempat yg baik untuk pertumbuhan bakteri
• Nutrisi - nutrisi yang tidak memadai dapat mengurangi
kekebalan alami seseorang.
• Kulit Rusak - kondisi kulit lainnya, seperti eksim, dapat
memecah permukaan kulit.
http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticle
s.nsf/pages/Boils
Tanda dan Gejala
• Sebuah benjolan seukuran kacang polong tetapi bisa sebesar bola
golf
• Pusatnya berwarna putih atau kuning (pustula)
• Menyebar ke daerah kulit lainnya atau bergabung dengan bisul lain
• Pertumbuhan cepat
• Terjadi pengerasan kulit
Gejala lain mungkin termasuk:
• demam
• Nyeri
• Gatal sebelum bisul berkembang
• Kulit di sekitar bisul memerah
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/0
01474.htm
Pemeriksaan
• Kultur yg memakai sel atau nanah yg dikeluarkan dari
bisul untuk mencari bakteri atau jamur penyebab bisul.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/0
01474.htm
Tatalaksana
• Kompres dengan air hangat beberapa kali sehari untuk
mempercepat pengeringan
• Jangan memencet bisul
• Setelah bisul terbuka (2 minggu) kompres dengan air hangat
• Lakukan operasi jika :
– Bisul > 2 minggu
– Bisul timbul kembali
– Letak bisul di tulang belakang atau tengah wajah
– Bisul terasa sakit
– Bisul menyebabkan demam

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/0
01474.htm
Prognosis
• Bisul dapat bergabung dengan bisul lain yg letaknya
berdekatan dan disebut sebagai carbunculosis.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/0
01474.htm
Komplikasi
• Abses kulit, sumsum tulang belakang, otak, ginjal, atau
organ lainnya
• Infeksi otak
• Endokarditis
• Osteomielitis
• Jaringan parut permanen
• Sepsis
• Infeksi sumsum tulang belakang
• Penyebaran infeksi ke bagian lain dari permukaan tubuh
atau kulit
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/0
01474.htm
VESTIBULITIS
• Infeksi pada kulit vestibulum
• Etiologi: inflamasi mukosa-> hipersekresi sel goblet dan
kelenjar seromusinosa-> iritasi dari sekret rongga hidung
(rinore) . Bisa juga karena trauma karena dikorek-korek
• Furunkel pada vestibulum nasi-> dapat menyebar ke vena
fasialis, oftalmika, sinus kavernosus-> tromboflebitis sinus
kavernosus
– Maka, sebaiknya jangan memencet/insisi furunkel, kecuali jika
sudah jelas terbentuk abses
• Terapi: antibiotika dosis tinggi
SYPHILIS
• Primer • Tertier
– Timbul 10-90 hari setelah inokulasi
(rata-rata 21 hari), kadang bersama – Sifilis paling sering pada hidung (di
dengan limfadenitis. septum)
– Kebanyakan terjadi di genital tapi bisa – Terjadi 2 tahun setelah inokulasi
terjadi di daerah luar hidung/ dalam – Saat pertama terjadi, timbul rasa sakit
vestibule.
(terutama saat malam), bengkak,
– Papulenya keras, tidak terasa sakit obstruksi. Bengkaknya bisa local/
– Diagnosis  serologi, biopsi, smears berdifusi.
– Kalau diabaikan  rhinitis atrofi
• Sekunder sekunder
– Timbul 6-10 hari setelah inokulasi – Diagnosis  histopatologi + serologi +
(bisa hingga 9 bulan tapi jarang)
terapi antibiotic
– Di hidung  catarrhal rhinitis
– Tidak ada karakteristik khusus tapi – Treatment
persisten • Paling sering dengan parenteral
– Diagnosis terbaik dengan uji serologi penicillin
• Lokal  copious alkaline (1-3 x/hr)
III. II. Kelainan Kavum Nasi ( Benda Asing , Influenza, Deviasi, Epitaksis & Rhinitis Akut,
Kronik, Vasomotor, Alergi, Medikamentosa)
BENDA ASING DI DALAM HIDUNG
• Etiologi: logam, plastik, serangga yang masuk
ke hidung
• Gejala:
– Sekret hidung purulen kronik unilateral
– Jika benda asing telah ada dalam waktu lama,
dapat membentuk nidus untuk deposisi garam
kalsium dan magnesium-> rhinolith yang terlihat
radiopak
• Manajemen:
– Imaging
– Membuang benda asing di bawah anestesi umum
pendek, dengan throat pack untuk mencegah
aspirasi objek
DEVIASI SEPTUM NASI
• Etiologi: trauma (fraktur), ketidakseimbangan
pertumbuhan (tulang rawan septum nasi terus tumbuh,
batas superior inferior menetap), kongenital
• Bentuk:
– Deviasi-> huruf C atau S
– Dislokasi: bawah kartilago septum keluar krista maksilla->
masuk rongga hidung
EPISTAXIS
Etiologi
• Trauma
– Perdarahan dpt terjadi karena trauma ringan (mengorek hidung,
benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras), atau
trauma keras (kena pukul, jatuh, kecelakaan)
• Kelainan pembuluh darah
– Kongenital. P.D lebih lebar, tipis, jar.ikat & sel-selnya sedikit
• Infeksi lokal
– Bisa terjadi pada rhinitis atau sinusitis
• Tumor
• Penyakit kardiovaskular
– Hipertensi & kelainan pembuluh darah dpt menyebabkan
epistaksis hebat
• Kelainan darah
• Kelainan kongenital
• Infeksi sistemik
– Yg sering menyebabkan epistaksis adalah demam berdarah,
demam tifoid, influenza, & morbili
• Perubahan udara atau tekanan atmosfir
– Sering terjadi bila seseorang berada di tempat yg cuacanya sgt
dingin atau kering
• Gangguan hormonal
– Pada wanita hamil & menopause
Klasifikasi Epistaxis

Primary Faktor penyebab tidak terbukti


Secondary Faktor penyebab terbukti
Childhood < 16 tahun
Adult > 16 tahun
Anterior Perdarahan titik anterior ke pririform aperture
Posterior Perdarahan titik posterior ke piriform aperture
Sumber Perdarahan
• Epistaksis anterior
– Berasal dari pleksus Kisselbach di septum bagian anterior atau dari
arteri etmoidalis anterior
– Biasanya ringan
– Dapat berhenti sendiri
• Epistaksis posterior
– Berasal dari arteri etmoidakis posterior atau arteri sfenopalatina
– Perdrahan biasanya lebih hebat
– Jarang dpt berhenti sendiri
– Sering pada pasien HT, arterosklerosis
Tatalaksana
• Prinsip:
– Perbaiki keadaan umum
– Cari sumber perdarahan
– Hentikan perdarahan
– Cari faktor penyebab untuk mencegah berulangnya
perdarahan
Menghentikan perdarahan
• Perdarahan anterior • Perdarahan posterior
– Bila tdk berhenti dgn sendirinya – Lebih sulit diatasi
dpt dihentikan dgn menekan
hidung dari luar selama 10-15 – Dilakukan pemasangan tampon
menit, seringkali berhasil posterior yaitu tampon Bellcq
– Bila sumber perdarahan dpt – Dapat juga digunakan kateter
terlihat, tempat asal perdarahan Folley
dikaustik dgn larutan Nitrat
Argenti (AgNO3) 25-
30%.sesudahnya siberi krim
antibiotik
– Bila perdarahan masih terus
berlangsung, maka perlu
dilakukan pemasangan tampon
anterior yg dibuat dari kapas atau
kasa yg diberi pelumas vaselin
atau salep antibiotik
TREATMENT
(ADULT)
komplikasi
• Polip hidung
• Otitis media efusi yang residif(sering pada anak)
• Sinusitis paranasal
RHINITIS VASOMOTOR
• Definisi : terdapatnya gangguan fisiologi lapisan mukosa
hidung yang disebabkan peningkatan aktivitas saraf
parasimpatis.
• Etiologi:
Belum diketahui, diduga akibat gangguan
keseimbangan vasomotor. Keseimbangan
vasomotor dipengaruhi oleh :
– Obat-obatan
– Faktor fisik (iritasi rokok, udara dingin)
– Faktor endokrin (kehamilan, pubertas, hipertiroid)
– Faktor psikis (cemas, tegang)
Patofisiologi Rhinitis Vasomotor
• Rangsangan saraf parasimpatis  melepas astilkolin 
dilatasi pembuluh darah dalam konka  permeabilitas
kapiler dan sekresi kelenjar meningkat

• Diagnosa Banding :
– Rhinitis Alergi
Tanda dan Gejala Rhinitis Vasomotor
• Hidung tersumbat bergantian, sesuai posisi pasien
• Terdapat rinorea yang mukus dan serosa, cukup banyak
• Jarang disertai bersin
• Tidak disertai gatal di mata
• Gejala memburuk pada pagi hari saat bangun tidur
karena perubahan suhu yang ekstrim dan udara lembab
Pemeriksaan Fisik Rhinitis Vasomotor
Berdasarkan gejala dibedakan obstruksi dan rinorea
 Edem mukosa hidung
 Konka berwarna merah tua /gelap, dapat pula pucat
 Permukaan konka dapat licin / berbenjol
 Sekret :
– Obstruksi : sekret mukoid dan sedikit
– Rinorea : sekret serosa dan banyak

Pemeriksaan Penunjang Rhinitis Vasomotor

• Tes kulit : biasanya Negatif (-)


Terapi dan Penatalaksanaan Rhinitis
Vasomotor
 Non-farmakologis :
 Menghindari penyebab / alergen
 Operasi : bedah beku, elektrokauter, konkotomi konka inferior
 Neurektomi N. Vidianus, sebagai saraf otonom mukosa hidung
(operasi tidak mudah dan komplikasi berat)
 Farmakologis :
 Dekongestan oral
 Diatermi
 Nitras argenti 25% / triklorasetat pekat
 Kortikosteroid topikal
RINITIS MEDIKAMENTOSA
• Gangguan hidung dimana konka hipertropi karena pemakaian
vasokontrikstor berlebihan
• Patofisiologi :
– Vasokontriktor berulang dan lama → vasokontriksi diikuti
vasodilatasi berulang → obstruksi nasal  penggunaan
makin >>  kadar agonis alfa adrenergik >> pada mukosa
hidung  penurunan reseptor adrenergik di pembuluh darah
hidung  toleransi  aktivitas tonus simpatis menhilang 
kongesti hidung
RHINITIS ALERGI
• Kelainan pada hidung dengan gejala bersin-
bersin,rinorae,rasa gatal dan tersumbat setrelah mukosa
terpapar igE
Klasifikasi Rhinitis Alergi
• Dahulu rhinitis alergi dibedakan dalam 2 2. Rhinitis alergi sepanjang tahun
macam berdasarkan sifat berlangsungnya,
yaitu : gejala pada penyakit ini timbul
1. Rhinitis alergi musiman
intermiten atau terus menerus, tanpa
variasi musim, jadi dapat ditemukan
di indonesia tidak dikenal rinitis alergi
musiman, hanya ada di negara yang sepanjang tahun. Penyebab yang
mempunyai 4 musim. Alergen penyebabnya paling sering ialah alergen inhalan,
spesifik, yaitu tepungsari dan spora jamur. terutama pada orang dewasa, dan
Oleh karena itu nama yang tepat ialah alergen ingestan.
polinosis atau rino konjungtivitis karena alergen inhalan utama adalah
gejala klinik yang tampak ialah gejala pada
hidung dan mata (mata merah, gatal alergen dalam rumah dan alergen
disertai lakrimasi) diluar rumah. Alergen ingestan sering
merupakan penyebab pada anak-anak
dan biasanya disertai dengan alergi
yang lain, seperti urtikaria, gangguan
pencernaan.
• klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO initiative ARIA tahun 2001,
yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :
1. intermiten (kadang-kadang)
bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu
2. persisten/menetap
bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4 minggu

• Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi :
1. ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai,
berolahraga, belajar, bekerja, dan hal-hal lain yang mengganggu
2. sedang-berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas
PATOFISIOLOGI ALERGI RHINITIS
Alergen monosit
Fragmen MHC II
makrofag pndk peptida + HLA II

Th 0
Sitokin ( IL 1)

Th 1 & Th 2

Patofisiologi IL 3, 4,5,13

Limfosit B aktif

IgE

Histamin, PGD2,LT D4, LT


Basofil dan mastosil
RAFC C4, Bradikinin, PAF, IL 3,
4,5,6,GM-SCF,dll
Patofisiologi
1. Sensitisasi
- Alergen terhirup dan tidak dpt dikeluarkan o/ mukosilia system
- Alergen mencapai APC di hidung (sel dendritic yg disebut sel
Langerhans)
- Sel dendritic menangkap antigen di bawa ke sel T naif di nodus limfe
local
- Dlm respon imun sekunder setiap sel yg mengekspresikan MHC kelas II -
> dpt berfungsi sbg APC
- Setelah sel tsb mengenali antigen & teraktivasi, Th 2 mensekresikan
sitokin (IL-4,IL-5,IL-13)
- Juga mengaktifkan sel B limfosit di jaringan limfoid local
- Sel B berproliferasi bermigrasi ke sal nasal dan menghasilkan antibody
2. Fase awal (subsetimbul karena mediator-mediator ptquent
reaction to allergen)
- Sel mast ber degranulasi -> mengeluarkan mediator
(leukotrien 4, histamine, prostaglandin D2) -> menimbulkan
gejala (gatal, rinorea, bersin)
a. Histamin
- Mengakibatkan pruritus, bersin, rinorea, obstruksi nasal
- Merangsang sel mucus & pembuluh & kontralateral sekresi -
> meningkatkan sekresi kelenjar ipsilateral
b. Prostaglandin D2
- Menginduksi obstruksi nasal
- 10x lebih pote daripada histamine
c. Leukotrien
- Menginduksi permeablitas vascular & edema di hidung
- Berperan dalam mengaktifkan leukosit
- Leukotrien B4-> mengaktifkan neutrophil
3. Respon fase lambat
a.Eosinofil
- Eosinofil yg matur dpt dilihat dlm mukosa hidung
- Dikenali dari nucleus sengan 2 lobus dan granula merah
- Mengsintesis & melepaskan sitokin
- Produk eosinophil ->meningkatkan permeabilitas
vascular & sekresi mucus
b. Sel endotel
- Mengaktifkan leukosit ke tempat dengan melepaskan
factor kemotaksis dan memodulasi molekul adesi
c. Sel epitel
- Sebagai barrier dan mukosiliari system
- Melepaskan kemokin, sitokin,eicosanoid,endopeptida
4. Aktivasi sistemik
- Meningkatnya precursor eosinophil & basophil di
sumsum tulang
Gambaran mikroskopik
• Dilatasi p.darah dengan pe >> sel goblet dan sel
pembentuk mukus
• Pe>> ruang interseluler&penebalan membran
basal,serta infiltrasi sel sel eosinofil pada jaringan
mukosa&submukosa hidung
• Gambran hanya terdapat pada waktu serangan saja
• Serangan persistenproliferasi jar.ikat&hiperplasia
mukosamukosa hidung menebal
Faktor Resiko
a.genetik & riwayat rinitis alergi pd keluarga
- faktor resiko terbesar dlm rinitis alergi
- gen yg terlibat dlm atopi: area dlm kromosom 5q, gen yg
terlibat dlm IL-4, IL-13 yg terlibat dlm serum Ig-E yg tinggi
b. lingkungan
- lebih banyak di negara berkembang dan lingkungan
urbanisasi
- perubahan lingkungan, pajanan yg tinggi thdp alergen,polusi
gejala
• Serangan bersin berulang
• Keluar ingus(rinore)encer dan banyak
• Hidung tersumbat
• Hidung dan mata gatal
• Air mata banyak keluar(lakrimasi)
PEMERIKSAAN PENUNJANG ALERGI RHINITIS
• In vitro
– Hitung eosinofil: N /↑
– IgE total: tanda alergi
• RAST→mahal, membutuhkan waktu yang lama. Tes ini dilakukan ketika
terdapat KI terhadap skin prick test, atau hasil skin test sulit diinterpretasi
• ELISA
– Sitologi hidung
• Eosinofil  kemungkinan alergi inhalasi
• Basofil  mungkin alergi makanan
• PMN  bakteri
PEMERIKSAAN PENUNJANG ALERGI RHINITIS
• In vivo
– Tes cukit kulit = prick test
• Murah, mudah, dan aman
• Tidak boleh dilakukan pada pasien yang : mengonsumsi
antihistamin/kortikosteroid dosis tinggi, eczema berat, riwayat
anafilaksis
– Nasal allergen challenge→jarang diperlukan tetapi
merupakan gold standard untuk diagnosis alergi. Dilakukan
dengan memberikan alergen langsung melalui hidung,
kemudian dilakukan pengukuran dan perbandingan terhadap
reaksi yang terjadi
SKIN TEST
• Cara skin test :
Menyuntikkan
ekstrak alergen
secara subkutan dan
tunggu reaksinya

• Skin prick test :


kulit digores dengan
jarum steril, ditetesi
senyawa
alergen lalu tunggu
reaksinya
(+) : 2 mm (< 5
tahun), 3 mm
(dewasa)
PENATALAKSANAAN ALERGI RHINITIS
• Menghindari alergen
– Terapi paling ideal
• Medikamentosa
– Antihistamin (H1) dengan atau tanpa dekongestan
– Preparat kortikosteroid
• Jika tidak berhasil diatasi dengan obat lain
• Hasil terbaik dapat dicapai bila diberikan sebagai
profilaksis
– Antikolinergik topikal (ipratropium bromida)
• Untuk mengatasi rinore, karena aktivitas inhibisi reseptor
kolinergik pada permukaan sel efektor
– Lain-lain
• Anti leukotrien
• Anti IgE
• DNA rekombinan
Obat Sifat obat Golongan obat
Antihistamin Dapat dikombinasi dengan
(antagonis dekongestan secara peroral
histamin H-1)

Antihistamin lipofilik sehingga dapat Difenhidramin, klorfeniramin, prometasin,


generasi 1 menembus sawar darah otak dan siproheptadin, azelastin.
(klasik) plasenta serta mempunyai efek
kolinergik

Antihistamin Bersifat lipofobik dan selektif Dibagi 2 golongan menurut keamanannya:


generasi 2 (non mengikat reseptor H-1 perifer dan 1. astemisol dan terfenadin  efek
sedatif) tidak mempunyai efek kardiotoksik
antikolinergik, anti adrenergik dan 2. loratadin, setirisin, fexofenadin,
efek pada SSP minimal (non desloratadin, dan levosetirisin
sedatif)

Kortikosteroid Dipilih bila gejala terutama hidung Beklometason, budesonid, flunisolid,


tersumbat flutikason, mometason furoat dan
triamsinolon

Antikolinergik Bermanfaat mengatasi rhinorea Ipratropium bromida


topikal

Pengobatan baru: anti leukotrien, anti IgE, DNA rekombinan


74
POLIP HIDUNG
• Definisi: kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang
bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih
keabu-abuan, dengan permukaan licin dan agak bening
karena banyak cairan
• Etiologi:
– Peradangan kronik dan berulang pada mukosa hidung dan sinus
– Gangguan keseimbangan vasomotor
– Peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema mukosa hidung
• Patogenesis:
Edema mukosa  stroma terisi cairan interseluler  mukosa
sembab  turun ke rongga hidung  membentuk tangkai  polip
• Diagnosis:
– Hidung tersumbat (menetap dan semakin lama semakin berat)
– Sukar membuang ingus
– Gangguan penciuman
• Pemeriksaan: Rinoskopi anterior
• Terapi:
– Medikamentosa: u/ polip yg kecil  kortikosteroid sistemik dosis
tinggi jangka waktu singkat. Bila ada tanda infeksi  antibiotik
– Operasi: u/ polip besar
III. III. Kelainan Sinus Paranasal ( Sinus Maxillaris Akut, Sinusitis
Frontal Akut, Sinusitis Kronik, Sinus Rhinosinositis, & Pollip
SINUSITIS
• Peradangan sinus, biasanya sinus paranasal. Mungkin
purulen atau non purulen, akut atau kronik. Tipe-tipe
peradangan ini dinamakan sesuai sinus yang terkena
(Dorland ed.29)
• Sekelompok kelainan yang ditandai dengan inflamasi pada
mukosa sinus paranasal (Scott-Brown’s)
• Kondisi inflamasi dan atau infeksi pada 1/lebih sinus
paranasal (Ballenger’s)
• Karena sering melibatkan hidung, maka sering digunakan
istilah rhinosinusitis
EPIDEMIOLOGI SINUSITIS
• Angka kejadian sinusitis di Indonesia belum diketahui
secara pasti. Tetapi diperkirakan cukup tinggi karena
masih tingginya kejadian infeksi saluran napas atas, yang
merupakan salah satu penyebab terbesar terjadinya
sinusitis
• Di Eropa angka kejadian sinusitis sekitar 10% - 30%
populasi, di Amerika sekitar 135 per 1000 populasi
FAKTOR PREDISPOSISI SINUSITIS
• Rinitis alergi
• Rinitis akibat kerja
• Rinitis vasomotor
• Polip hidung
• Rinitis medikamentosa
• Defisiensi imun
• Kelainan anatomi hidung
• Hipertrofi konka
ETIOLOGI SINUSITIS
• Perluasan infeksi dari :
– hidung (rinogen),
– gigi dan gusi (dentogen),
– faring, tonsil
• Polusi
• Obat-obatan
• Tumor
• Kelainan anatomis
• Penyebaran hematogen (jarang)
• Trauma langsung, barotrauma, berenang atau menyelam
KLASIFIKASI SINUSITIS
Berdasarkan Lokasi :
• Ada beberapa sinus paranasal, antara lain sinus : frontal,
ethmoidale, maxillaris dan sphenoidalis
– Sinusitis Maxilaris – menyebabkan rasa sakit
atau penekanan pada area maxila (pipi)
Contoh : sakit gigi, sakit kepala
– Sinusitis Frontal - menyebabkan rasa sakit atau
penekanan pada area frontal (di belakang/di
atas mata), contoh : sakit kepala
– Sinusitis Ethmoidalis - menyebabkan rasa sakit
atau penekanan pada area antara/belakang
mata, contoh : sakit kepala
– Sinusitis Sphenoidalis - menyebabkan rasa sakit
atau penekanan pada area belakang mata,
namun sering pada daerah vertex dari kepala
SINUSITIS AKUT
• Biasa didahului dengan infeksi saluran pernafasan atas
• 3 agen penyebab yang paling umum :
– Streptococcus pneumoniae
– Haemophilus influenzae
– Moraxella catarrhalis
• Bakteri patogen lain : Staphylococcus aureus, spesies
streptococcus, bakteri anaerobik dan bakteri gram negatif
• Sinusitis oleh karena virus berlangsung selama 7 – 10 hari,
sedangkan sinusitis oleh karena bakteri lebih persisten
• Sinusitis oleh karena infeksi jamur sering ditemukan pada
pasien diabetes atau pasien dengan imunodefisiensi (AIDS)
• Pada diabetes tipe I, ketoasidosis menyebabkan sinusitis
melalui Mucormycosis
• Rangsangan kimiawi (misalnya asap rokok) juga dapat
memicu sinusitis
SINUSITIS KRONIK
• Penyebabnya belum diketahui, mungkin
oleh karena :
– Faktor alergik : debu atau polusi, infeksi
bakteri, atau jamur
– Faktor non alergik : rinitis vasomotor

• Infeksi Bakteri :
– Kombinasi bakteri aerob dan anaerob
– Meliputi Staphylococcus aureus dan
coagulase-negative Staphylococci
GEJALA SINUSITIS
– Nasal congestion
– Facial pain
– Headache
– Fever
– General malaise
– Vertigo or lightheadness
– Blurred vision
PATOFISIOLOGI SINUSITIS
• Kesehatan sinus dipengaruhi :
– patensi ostium-ostium sinus
– kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek
osteo meatal (KOM)
– Disamping itu mukus juga mengandung substansi
antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai
pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama
udara pernafasan
• Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami edema,
sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu  silia
tidak dapat bergerak & ostium tersumbat  tekanan negatif
didalam rongga sinus  transudasi atau penghambatan
drainase sinus
• Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous
(sinusitis non bakterial) yang dapat sembuh tanpa pengobatan
• Bila tidak sembuh maka sekret yang
tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi
media yang poten untuk tumbuh dan
multiplikasi bakteri  sekret berubah
menjadi purulen (sinusitis akut
bakterialis) yang membutuhkan terapi
antibiotik
• Jika terapi inadekuat  hipoksia dan
bakteri anaerob akan semakin
berkembang  perubahan kronik dari
mukosa yaitu hipertrofi, polipoid
(pembentukan polip dan kista)
PEMERIKSAAN SINUSITIS
• Anamnesis riwayat penyakit
• Pemeriksaan fisik :
– Nyeri tekan pada daerah sinus
– Mukosa hidung kemerahan
– Sekret purulen
– Meningkatnya sekret faring posterior
– Edema periorbita
– Di rongga hidung kadang ditemukan adanya deviasi
septum, polip, benda asing, dan tumor
• Sitologi sekret hidung  menilai adanya rhinitis
alergi atau non alergi disertai eosinofilia atau
infeksi lainnya
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan radiologi  bila gejala tidak
jelas, hasil pemeriksaan fisik meragukan,
respon pengobatan tidak memuaskan
• Foto polos sinus paranasal : pada rhinosinusitis
akut ditemukan  perselubungan, batas cairan-
udara, penebalan mukosa sinus > 6 mm,
berkurangnya volume udara sinus melebihi
sepertiga
• MRI  hanya dianjurkan bila rhinosinusitis
disebabkan oleh tumor atau jamur
PEMERIKSAAN PENUNJANG SINUSITIS
• Uji tusuk kulit dengan alergen untuk menilai peranan
alergi
• Pemeriksaan imunoglobulin
PENATALAKSANAAN SINUSITIS
• Antibiotik
– Bila gejala rhinosinusitis > 7 hari 
kemungkinan besar penyebabnya bakteri
– Gejala sedang dan berat  antibiotik; gejala
ringan  tidak perlu antibiotik
– Rhinosinusitis akut  antibiotika 10-14 hari
– Rhinosinusitis kronik  antibiotika 4-6 minggu
– Antibiotik yang dapat diberikan :
• Amoksilin dosis tinggi
• Kombinasi Amoksilin-asam klavulanat
• Klaritromisin
• Azitromisin
• Sefalosporin generasi 3 (sefuroksim,
sefpodoksim, sefprozil)
• Golongan kuinolon (siprofloksasin, gatifloksasin,
levofloksasin)
• Dekongestan oral/topikal (tidak lebih dari
5-7 hari)  mengurangi pembengkakan
mukosa rongga hidung sehingga
melebarkan rongga hidung
• Kortikosteroid oral atau nasal
mengurangi inflamasi
• Irigasi atau semprotan air garam faali
mengurangi kekentalan sekret hidung
serta memperbaiki bersihan mukosilier
• Manajemen alergi
• Pembedahan/operasi
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
• Common Cold
• TMJ pain
• Headache and migraine
• Tooth, nasal and trigeminal pain
• Sinus neoplasma
KOMPLIKASI SINUSITIS
• Orbital infection :
– Orbital cellulitis
– Subperiosteal
– Orbital Abscess
• Meningitis
• Epidural abscess
• Cavernous sinus thrombosis
DAFTAR PUSTAKA
• Snow JB, Wackym PA, editors. Ballenger’s otorhinolaryngology head and
neck surgery. 17th ed. Connecticut: BC Decker Inc; 2009.
• Gleeson M, Browning GG, Burton MJ, Clarke R, Hibbert J, Jones NS, et al,
editors. Scott-brown’s otorhinolaryngology, head and neck surgery. 7th
ed. Vol. 2. London: Edward Arnold (Publishers) Ltd; 2008.
• Hall JE, editor. Guyton and hall textbook of medical physiology. 12th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011.
• Eroschenko VP. Atlas histologi diFiore: dengan korelasi fungsional. Edisi
11. Jakarta: EGC; 2008.
• Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala&leher. Edisi 6. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

Anda mungkin juga menyukai