Anda di halaman 1dari 14

Pengelolaan pembuangan kotoran di daerah darurat

bencana:
a. Pengelolaan limbah padat.
b. Tolok ukur pembuangan limbah padat
c. Pemilihan sarana pembuangan kotoran dan air
limbah darurat.
d. Pengawasan sanitasi sarana pembuangan kotoran
dan air limbah darurat.
• Korban jiwa
• Rusaknya berbagai infrastruktur
• Pengungsi sebagai calon korban
kedua.
1. Penyediaan air minum yang aman
2. Mengurangi penularan penyakit-penyakit tinja ke
mulut.
3. Mengurangi penjangkitan oleh vektor dengan
melaksanakan penyuluhan peraktek kebersihan
yang baik.
4. Peningkatan kesehatan lingkungan dengan
mengusahakan suatu kondisi yang memungkinkan
orang-orang untuk hidup dengan kesehatan,
martabat, kenyamanan, dan kemanan yang
memadai.
Pengelolaan limbah padat
1. Pemilihan lokasi pembuangan sampah
diperhitungkan dengan cermat.
2. Puing-puing bangunan dapat digunakan u/
memperbaiki jalan masuk atau digunakan
didaerah lain untk penambalan.
3. Materi besar harus diratakan dengan buldoser ,
jika tersedia.
4. Limbah berpotensi berbahaya : disimpan
dengan aman dlm suatu tempat yg dikemudian
hari limbah tsb dpt diambil kembali u/
identifikasi, penetralan, pengolahan atau
pembuangan dg benar
 Pembersihan awal reruntuhan secara
cepat, penting untuk upaya rehabilitasi.
 Pembuangan saniter barang bekas dan
limbah lain efektif mengendalikan
penyakit bawaan vektor.
 Pengumpulan sampah sesegera mungkin
dilakukan di daerah terserang bencana.
 Penguburan atau pembakaran limbah
padat organik direkomendasikan dan
 Hindarkan pembuangan limbah ditempat
terbuka
• Bangkai hewan yang tertunda penguburannya
harus disiram dengan minyak tanah u/
menjaga agar tidak diambil oleh hewan
predator.
• Pembakaran bangkai hewan dalam jumlah
besar sulit dilakukan kecuali dibuatkan
tempat pembakaran khusus, yang
membutuhkan bakan bakar dalam jumlah
besar
 Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau
dikubur sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi
kesehatan.
 Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau
berbahaya (jarum suntik bekas pakai, perban–perban
kotor, obat–obatan kadaluarsa,dsb) di daerah pemukiman
atau tempat–tempat umum.
 Dalam batas–batas lokasi setiap pusat pelayanan
kesehatan, terdapat empat pembakaran limbah padat
yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan secara benar
dan aman, dengan lubang abu yang dalam.
 Terdapat tempat /lubang–lubang sampah,
keranjang/tong sampah, atau tempat–tempat khusus
untukmembuang sampah di pasar–pasar dan
pejagalan, dengan system pengumpulan sampah
secara harian.
 Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat
berada dilokasi tertentu sedemikian rupa sehingga
problema–problema kesehatan dan lingkungan hidup
dapat terhindarkan.
 2 ( dua ) drum sampah untuk 80 – 100 orang
 Tidak ada satupun rumah/barak yang letaknya lebih
dari 15 meter dari sebuah bak sampah atau lubang
sampah keluarga, atau lebih dari 100 meter jaraknya
dar lubang sampah umum.
 Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter
per 10 keluarga bila limbah rumah tangga sehari–hari
tidak dikubur ditempat.
Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah :
1. Jumlah : jumlah jamban yang memadai
2. Akses ke jamban: cukup dekat dengan tempat
tinggal dan memungkinkan akses yang cepat
3. Aman dan pantas dalam penggunaan, baik siang
maupun malam.
Pemilihan sarana pembuangan kotoran
dan air limbah darurat
 Kondisi bencana kadang tindakan dalam membuat
jamban harus segara dilakukan, untuk itu jamban
lubang (pit Latrines) adalah alternatif yang bisa
dilakukan.
 Didalam membangun jamban, harus diperhatikan :
- Pemisahan jamban berdasarkan jenis kelamin
- Tempat buang air besar
- Pemeliharaan dilokasi pengungsian pada jamban yang
dibangun
- Tentunya jamban umum: memberikan kesadaran dan
membuat pertemuan dg sesama pengungsi untuk
menentukan bentuk pemeliharaan jamban, sebaiknya
didalam jamban umum disediakan sabun, pembalut,
dan ketersediaan air untuk jamban.
 Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang
 Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut
pembedaan jenis kelamin (misalnya jamban persekian KK atau
jamban laki–laki dan jamban permpuan)
 Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman
(rumah atau barak di kamp pengungsian).
 Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–
titik pembagian sembako, pusat – pusat layanan kesehatan dsb.
 Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–
kurangnya berjarak 30 meter dari sumber air bawah tanah.
 Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air
tanah.
 Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke
sumber air mana pun, baik sumur maupun mata air, sungai,
dan sebagainya 1 (satu) Latrin/jaga untuk 6–10
 Sistem pengeringan : Masyarakat memiliki lingkungan hidup
sehari–hari yang cukup bebas dari risiko pengikisan tanah dan
genangan air, termasuk air hujan, air luapan dari sumber–
sumber, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair dari
prasarana–prasarana medis.
 Hal–hal berikut dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat
keberhasilan pengelolaan limbah cair :
- Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titik–titik
engambilan/sumber air untuk keperluan sehari–hari, didalam
maupun di sekitar tempat pemukiman
- Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui
saluran pembuangan air.
- Tempat tinggal, jalan – jalan setapak, serta prasana – prasana
pengadaan air dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak
terkikis oleh air.

Anda mungkin juga menyukai