Anda di halaman 1dari 3

Warga Membongkar Korupsi Dana Desa di NTT

Oleh Silvano Keo Bhaghi - 3 Desember 2019 749 0

Ilustrasi: media.alkhaairat.id

Dugaan penyelewengan dana desa kembali terjadi. Kali ini, di Desa Lanamai, Kecamatan Riung Barat,
Kabupaten Ngada. Dugaan penyelewengan dana desa itu menyebabkan proyek pembangunan gedung
Polindes dan Kelompok Bermain (Kober) mangkrak, jasa Harian Orang Kerja (HOK) dan insentif sekretaris
desa tak dibayar, dan sejumlah item pekerjaan lainnya gagal dikerjakan.

Total dana desa yang diduga diselewengkan dari tahun anggaran 2015 sampai tahun anggaran 2018 itu
mencapai Rp300 Juta lebih.

Menariknya, dugaan korupsi dana desa di Lanamai ini dibongkar oleh warga yang tidak mau namanya
dipublikasikan. Laporan warga bersangkutan cukup detail. Dia menyebutkan unsur-unsur dugaan
penyelewengan dana desa seperti besaran kerugian Negara, jenis proyek, dan tahun anggaran.

Laporan yang detail seperti ini hanya bisa dilakukan melalui proses investigasi yang ketat. Kita tahu,
selama ini, korupsi dana desa lebih banyak diinvestigasi oleh Aparat Penegak Internal Pemerintah (APIP)
seperti inspektorat dan Aparat Penegak Hukum (APH) seperti jaksa dan polisi.

Hal di atas sekaligus menunjukkan bahwa kesadaran dan paritisipasi politik warga dalam mengawasi
dana desa di Lanamai perlahan mulai terbentuk.

Walaupun bisa dihitung dengan jari, di beberapa daerah di NTT, warga mulai berparitisipasi secara aktif
mengawasi dana desa. Di Desa Baudaok, Kecamatan Lasiolat, Kabupaten Belu, Karolus Besin dan
Leonardus Bele Bau membongkar kasus korupsi dana desa.
Mereka melaporkan kasus itu ke Kejaksaan Negeri Belu. Pada 2018, empat terdakwa sudah divonis
bersalah atas korupsi dana desa itu. Berbagai elemen masyarakat kemudian mendesak pemerintah untuk
memberikan penghargaan atas keberanian keduanya membongkar korupsi dana desa di Baudaok. Dasar
pemberian penghargaan itu adalah UU No. 31/1999 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi dan
Peraturan Pemerintah No. 43/2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan
Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Di Desa Nele Urung, Kecamatan Koting, Kabupaten Sikka, sekelompok warga dan BPD Nele Urung
melaporkan Kades Nele Urung atas kasus dugaan korupsi dana desa. Berkat laporan warga, jaksa sudah
menahan si Kades. Atas jasa-jasa warga ini, Negara berkewajiban memberi penghargaan.

Kami berpendapat, kesadaran dan partisipasi warga dalam mengawasi dan melaporkan dugaan
penyelewengan dana desa harus terus digenjot dan diapresiasi. Pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi tidak bisa lagi sekadar mengandalkan kerja-kerja investigatif KPK, jaksa, dan polisi.

Di kala tingkat kepercayaan publik kepada lembaga Negara melemah, maka jalan pulang terbaik adalah
rakyat sebagai pemilik tunggal kedaulatan. Bukan hanya karena lembaga penegak hukum itu cenderung
korup, tetapi terutama karena pemberantasan dan pencegahan korupsi harus menjadi gerakan rakyat.

Peniadaan korupsi sebagai gerakan rakyat bertolak dari asumsi bahwa korupsi dilakukan oleh kelas atas
yang memegang kekuasaan ekonomi politik. Di desa, pemegang kuasa ekonomi politik itu adalah kepala
desa beserta aparatur desa lainnya plus pengusaha atau kontraktor.

Tak jarang, penguasa ekonomi politik ini membangun aliansi dengan penegak hukum untuk memuluskan
jalan menggarong uang rakyat. Dengan kata lain, koruptor adalah penguasa ekonomi politik yang
beraliansi dengan aparat penegak hukum. Aliansi predatoris antara penyelenggara Negara dan pebisnis
membentuk lingkaran setan korupsi yang sulit terurai.

Maka, untuk dapat melawan aliansi predatoris itu, rakyat harus mengorganisasi dirinya sendiri untuk
sama-sama menyatakan perang terhadap korupsi.

Anda mungkin juga menyukai