Anda di halaman 1dari 85

REHABILITASI MEDIK PADA

GERIATRI

PROGRAM STUDI/INSTALASI REHABILITASI MEDIK


FK UNDIP/RSUP Dr. KARIADI
SEMARANG

1
PENDAHULUAN
• Negara Indonesia sudah memasuki era
penduduk berstruktur tua (aging structure
population) karena jumlah penduduk lansia
yang berusia 60 tahun telah melebihi angka
7%.
• Dengan bertambahnya usia, maka terjadilah
perubahan yang bersifat fisik dan psikis, dan
akan mengakibatkan perubahan pada fungsi
organ secara
Ambarwati menyeluruh
E. Rehabilitasi Medik Komprehensif pada Lanjut Usia. Dalam Buku Ajar Boedhi-Darmojo
Geriatri (Ilmi Kesehatan Usia Lanjut) Edisi Ke-5. FKUI. Jakarta. 2014; hal 856-873
2
Vicious cycle of aging
Nobrega ACL da, Freitas EV de, Oliveira MA de, Leitao MB, Lazzoli JK et al. Position Statement of the Brazilian Society
of Sports Medicine and Brazilian Society of Geriatrics and Gerontology: Physical Activity and Health in the Elderly. Rev
Bras Med Esporte. 2000. P 35-39.
3
Tujuan Rehabilitasi
• Pemulihan kesehatan secara fungsional
• Tingkat kemandirian yang optimal
• Mencegah kemungkinan terjadinya disabilitas
fan stres
Ambarwati E. Rehabilitasi Medik Komprehensif pada Lanjut Usia. Dalam Buku Ajar Boedhi-Darmojo
Geriatri (Ilmi Kesehatan Usia Lanjut) Edisi Ke-5. FKUI. Jakarta. 2014; hal 856-873

4
Perubahan Tubuh Pada Proses Penuaan
• Perubahan sistem saraf
• Perubahan muskuloskeletal
• Perubahan pada indera khusus
• Perubahan kardiovaskular
• Perubahan pada paru-paru
• Perubahan genitourinaria
• Perubahan gastrointestinal
• Perubahan endokrin
• Perubahan kulitRehabilitation. In: Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition. Elsevier
Bloch RM. Geriatric
Saunders. Philadelphia.2011; p1419-1434

5
Perubahan Sistem Saraf
• Penurunan memori jangka pendek dan belajar insidentil
• Lambat memprosesan informasi sentral
• Respon rangsangan lambat
• Penurunan kemampuan belajar
• Penurunan propriosepsi dan gait
• Penurunan kecepatan aktivitas motorik dan penurunan
keseimbangan
• Penurunan yang lebih besar pada kemampuan
matematik dibandingkan dengan pemahaman bahasa.
Cuccurullo SJ. Physical Modalities, Therapeutic Exercise, Extended Bedrest, and Aging Effects. In Physical
Medicine and Rehabilitation Board Review Second Edition. Demos Medical. New York.
2010; p 633-639 6
Perubahan Muskuloskeletal
• Perubahan otot : sarcopenia
• Perubahan cara berjalan
• Osteopenia dan osteoporosis
• Osteoarthritis
Bloch RM. Geriatric Rehabilitation. In Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition.
Elsevier Saunders. Philadelphia.2011; p1419-1434

7
Osteoporosis

Mikrografi spesimen biopsi


(A) tulang normal (B) tulang osteoporotik
Graham P, Adler RA, Bonner FJ, Kasturi G. The Prevention and Treatmen Osteoporosis. In Delisa’s Physical
Medicine & Rehabilitation Principles and Practice Fifth Edition. Lippincott William & Wilkins, Wolters Kluwer.
Philadelphia. 2010; p 979-1008
Wilkins, Wlters Kluwer. Philadelphia. 2010; p 979-1008 8
Osteopeni dan Osteoporosis
• BMD
– Normal, T score -1 atau lebih tinggi
– osteopeni, T score antara -1 dan -2,5
– osteoporosis, T score -2,5 atau lebih rendah
– osteoporosis berat, T score -2,5 atau lebih rendah
disertai fraktur.
• Osteoporosis menjadi permasalahan klinis
ketika terjadi fraktur tulang.
Sinaki M. Osteoporosis. In: Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition.
Elsevier Saunders. Philadelphia.2011; p913-931
9
Osteopeni dan Osteoporosis
• Faktor risiko osteopenia dan osteoporosis
meliputi
– usia
– riwayat keluarga
– terapi glukokortikoid
– merokok

Bloch RM. Geriatric Rehabilitation. In Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition. Elsevier Saunders.
Philadelphia.2011; p1419-1434

10
Osteoporosis
• Osteoporosis biasanya merupakan “silent disease”
sampai terjadi fraktur.
• Daerah fraktur osteoporosis paling sering yaitu
– vertebra torakal bagian tengah dan lumbal atas
– panggul (femur proksimal)
– lengan bawah bagian distal (Colles fracture).
• Fraktur panggul merupakan kewaspadaan terbesar
secara klinis karena risiko kematian pada fraktur
panggul akibat osteoporosis adalah 15% - 20%.
Sinaki M. Osteoporosis. In: Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition.
Elsevier Saunders. Philadelphia.2011; p913-931
11
Osteoporosis

Insiden perubahan bentuk vertebra menjadi baji dan fraktur


kompresi pada berbagai tingkat vertebra
Sinaki M. Osteoporosis. In: Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition.
Elsevier Saunders. Philadelphia.2011; p913-931
12
Perubahan pada Indera Khusus
• Ketajaman penglihatan menurun
• Lensa penurunan adaptasi.
• Macular degenerasi, katarak, dan glaukoma
• Penurunan ketajaman pendengaran3

Bloch RM. Geriatric Rehabilitation. In Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition. Elsevier Saunders.
Philadelphia.2011; p1419-1434

13
Perubahan Kardiovaskular
• Arteri sistem kardiovaskular menurun
• Tekanan sistolik meningkat
• Hipertrofi ventrikel kiri
• Penurunan sensitivitas baroreseptor
• Penurunan otomatisasi simpul sinoatrial

Bloch RM. Geriatric Rehabilitation. In Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition. Elsevier Saunders.
Philadelphia.2011; p1419-1434

14
Perubahan Paru-Paru
• Kebutuhan paru meningkat
• Mobilitas dinding dada menurun
• Kapasitas vital menurun
Bloch RM. Geriatric Rehabilitation. In Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition.
Elsevier Saunders. Philadelphia.2011; p1419-1434

• Penuruna PO2, tidak ada perubahan pada PCO2 atau PH


• Saturasi oksigen tetap normal atau sedikit berkurang
• Penurunan FEV1, penurunan ini konsisten 33 mL/tahun
• Penurunan menit ventilasi maksimum.
• Penuruna elastic recoil.
• Peningkatan volume residual dan kapasitas residual fungsional
• Tidak ada perubahan pada kapasitas paru total
• Insiden tinggi pneumonia
Strax TE, Grabois M, Gonzales P, Escaldi SV, Cuccurullo SJ. Physical Modalities, Therapeutic Exercise, Extended Bedrest, and
Aging Effects. In Physical Medicine and Rehabilitation Board Review Second Edition. Demos Medical. New York. 2010; p
633-639 15
Perubahan Genitourinaria
• Aliran darah ginjal menurun
• Laju filtrasi glomerulus (GFR) menurun
• Inkontinensia urin (stres, atau overflow)
• Peningkatan kadar kolagen menyebabkan
penurunan kemampuan mengembang
kandung kemih.
Bloch RM. Geriatric Rehabilitation. In Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition. Elsevier
Saunders. Philadelphia.2011; p1419-1434

16
Perubahan Gastrointestinal
• Penurunan asupan makanan
• Bau dan rasa dapat menurun
• Kadar cholecystokinin meningkat
• Masalah gigi atau achalasia
• Waktu masuknya makanan ke faring menuju elevasi laring
meningkat
• Asam lambung menurun
• Gangguan penyerapan vitamin B12, kalsium, zat besi, zinc, asam
folat
• Sensasi haus terganggu dan motilitas usus berkurang
• Metabolisme hepar
Bloch RM. berubah
Geriatric dan
Rehabilitation. ukuran
In Physical hepar
Medicine berkurang
& Rehabilitation Fourth Edition.
Elsevier Saunders. Philadelphia.2011; p1419-1434
17
Perubahan Endokrin
• Penurunan pada toleransi glukosa
• Perubahan hormon: penurunan estrogen,
testosteron, dan hormon pertumbuhan.
• Pengaturan suhu terganggu
Bloch RM. Geriatric Rehabilitation. In Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition.
Elsevier Saunders. Philadelphia.2011; p1419-1434

18
Perubahan Kulit
• Kerapuhan kulit meningkat karena kombinasi
dari penurunan kadar air, elastisitas, suplai
darah dan sensitivitas sensori.
• Perubahan ini meningkatkan risiko luka pada
kulit orang tua, termasuk luka karena tekanan.

Bloch RM. Geriatric Rehabilitation. In Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition.
Elsevier Saunders. Philadelphia.2011; p1419-1434

19
Penyakit yang sering terjadi pada lansia
• Penyakit dengan peningkatan insidensi dan
prevalensi pada orang tua:
– Penyakit jantung
– Stroke
– Diabetes
– Stenosis spinal pada cervikal dan lumbal
– Penyakit degeneratif lebih sering di tulang belakang
dan anggota gerak
– Penyakit motor neuron, neuropati perifer, dan
demensia
Bloch RM. Geriatric Rehabilitation. In: Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition. Elsevier
Saunders. Philadelphia.2011; p1419-1434
20
Manajemen Kasus pada Lansia
• Potensi intervensi dibagi menjadi dua kategori
– Memodifikasi pasien: peregangan, penguatan,
terapi obat-obatan, modalitas, dan/atau
pembedahan
– Memodifikasi lingkungan

Bloch RM. Geriatric Rehabilitation. In: Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition. Elsevier
Saunders. Philadelphia.2011; p1419-1434

21
Program Rehabilitasi
• Fisioterapi: Latihan fisik dapat digunakan untuk meningkatkan
kekuatan, ROM, keseimbangan, dan koordinasi
• Ortotik prostetik
– Alat bantu jalan: tongkat, kruk, walker, kursi roda
– Orthose: alas kaki
• Terapi Okupasi: ADL, meliputi mandi, toilet, dan berpakaian.
Alat-alat khusus yang disesuaikan dan terbaik untuk ADL.
Tehnik perlindungan sendi. Pelatihan kognitif
• Terapi wicara
• Sosial worker dan Psikologi
• Modifikasi linkungan
Bloch RM. Geriatric Rehabilitation. In: Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition. Elsevier
Saunders. Philadelphia.2011; p1419-1434
22
Faktor Risiko Jatuh

Andayani R, Murti MY. Jatuh. Dalam Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmi Kesehatan Usia Lanjut)
Edisi Ke-5. FKUI. Jakarta. 2014; hal 178-19423
Vicious cycle Jatuh

Avoiding Falls. Tips to Break The Vicious Cycle of Falls. Aviable at URL
http://www.lifeline.ca/en/resources/avoiding-falls-tips 24
DECONDITIONING
• Imobilisasi adalah suatu keterbatasan fisik dalam melakukan
gerakan yang melibatkan segmen tubuh tertentu atau
seluruh tubuh.
• Hal-hal yang sering menyebabkan terjadinya imobilisasi:
– Trauma dan gangguan neuromuskuloskeletal (aralisis akibat stroke
atau SCI)
– Penggunaan gips pada kasus ortopedi, body jacket dan splint yang
biasa digunakan pasca trauma dan fraktur
– Penyakit berat yang membutuhkan terapi tirah baring (IMA,
disritmia jantung atau syok septik)
– Mempertahankan sikap berbaring yang lama (akibat LBP kronik)
atau
Tan JC.posisi
Practical duduk
Manual ofyang
Physicallama (penggunaaan
Medicine kursi roda).
and Rehabilitation: Diagnostics, Therapeutics, and Basic
Problem. Mosby. Missouri. 1998; p 425-444

25
DECONDITIONING
• Imobilisasi akibat tirah baring lama dalam suatu wujud
klinis disebut deconditioning, dimana prosesnya
terpisah dari awal proses penyebab imobilisasi.
• Pada deconditioning terjadi penurunan fungsi seluruh
sistem organ khususnya sistem muskuloskeletal.
• Turunnya fungsi sistem muskuloskeletal membuat
pasien akan semakin mengalami kendala dalam
bergerak, imobilisasi makin panjang, fungsi sistem
organ makin turun, dan seterusnya seperti lingkaran
setan.
Tan JC. Practical Manual of Physical Medicine and Rehabilitation: Diagnostics, Therapeutics, and Basic
Problem. Mosby. Missouri. 1998; p 425-444

26
Efek negatif dari imobilisasi lama
• Perubahan muskuloskeletal
• Perubahan kardiovaskular
• Perubahan respirasi
• Perubahan kulit
• Perubahan gastrointestinal
• Perubahan genitourinari
• Perubahan metabolik dan nutrisi
• Perubahan endokrin
• Perubahan neurologi,
Tan JC. Practical Manual emosional
of Physical Medicine dan
and Rehabilitation: intelektual
Diagnostics, Therapeutics, and Basic
Problem. Mosby. Missouri. 1998; p 425-444
27
Perubahan muskuloskeletal
• Kelemahan otot dan atrofi
• Kontraktur
• Disuse (imobilization) osteoporosis

28
Kelemahan otot dan atrofi
• Penurunan 10-20% kekuatan otot isometrik per
minggu, atau sekitar 1-3% per hari.
• Dalam 3-5 minggu, imobilisasi komplit
mengakibatkan penurunan kekuatan otot sebesar
50%.
• Kekuatan yang hilang dalam 1 minggu
membutuhkan waktu sekitar 4 minggu untuk
mendapatkan kembali, meskipun dengan
melakukan program penguatan maksimal.

29
Kontraktur
• Kontraktur adalah ketidakmampuan untuk melakukan LGS aktif
dan pasif secara maksimal karena adanya keterbatasan pada
persendian, jaringan lunak dan otot.
• Keadaan yang dapat mengakibatkan keterbatasan gerak sendi
adalah
– Nyeri (cedera, peradangan, infeksi, degenerasi sendi, iskemik dan
perdarahan)
– Ketidakseimbangan otot (paralisis dan spastisitas),
– Fibrosis jaringan kapsuler/periartikuler
– Cedera otot primer (poliomielitis dan distrofi otot)
– Faktor mekanik (akibat posisi tidur yang tidak baik dan casting dan
splinting dalam posisi foreshortened).

30
Kontraktur
• Serat otot dan jaringan ikat yang dipertahankan
dalam posisi memendek (misalnya, selama 5-7 hari),
akan beradaptasi dengan cara kontraksi serabut-
serabut kolagen dan penurunan sarkomer serat
otot.
• Dalam 3 minggu atau lebih, jaringan ikat longgar di
otot dan di sekitar sendi akan berubah secara
bertahap menjadi jaringan ikat padat, sehingga
menyebabkan kontraktur pada sisi yang relaksasi
dari sendi.
31
Kontraktur
• Kontraktur dapat dicegah dengan
– Posisi yang tepat
– Latihan ROM aktif atau pasif
– Mobilisasi dini dan ambulasi.

32
Kontraktur
• Perawatan dasar dari kontraktur meliputi
– ROM pasif dengan peregangan terminal (low
passive tension and heat, CPM, dynamic splinting
atau serial casting)
– Intervensi bedah (pemanjangan tendon,
osteotomi, dan penggantian sendi).
• Pada pasien spastik, diperlukan latihan ROM
lebih agresif sebanyak 3 sampai 4 kali per hari

33
Disuse (immobilization) osteoporosis
• Densitas tulang dapat menurun hingga 40-45% setelah
pasien tirah baring selama 12 minggu.
• Pada minggu ke 30, densitas tulang akan berkurang
sebanyak lebih dari 50%.
• Trauma ringan atau jatuh dapat menimbulkan fraktur
kompresi korpus vertebra atau fraktur pelvis dan
fraktur tulang panjang.
• Pasien dengan paralisis neurogenik (misal SCI),
kejadian disuse osteoporosis akan semakin cepat
terjadi.
34
Disuse (immobilization) osteoporosis

• Osteoporosis hanya dapat dicegah dengah


weight-bearing standing.
• Standing frame atau tilt-table dapat digunakan
pada pasien yang tidak mampu berdiri sendiri
tanpa bantuan.

35
Perubahan Kardiovaskular
• Hipotensi ortostatik (postural)
• Perubahan karena deconditioning jantung
• Perubahan pada keseimbangan cairan
• Venous thromboembolism

36
Hipotensi ortostatik (postural)
• Ketidakmampuan sistem sirkulasi untuk
mengkompensasi perubahan posisi pasien dari
berbaring ke berdiri.
• Kemampuan adaptasi akan menghilang pada pasien
yang harus tirah baring lama, ditandai dengan adanya
tanda dan gejala klinis seperti
– Rasa kesemutan dan terbakar pada tungkai bawah
– Pusing, tubuh terasa melayang, terasa akan pingsan, vertigo
– Meningkatnya frekuensi nadi, menurunnya tekanan darah
sistolik dan menurunnya tekanan nadi

37
Hipotensi ortostatik (postural)
• Penatalaksanaan
– mobilisasi dini
– latihan penguatan otot-otot
– penggunaan kursi roda khusus dimana posisi kaki
dapat ditinggikan dan punggung dapat ditidurkan
– penggunaan tilt table
– penggunaan ace bandage wraps, stoking elastik
panjang dan abdominal binders.

38
Perubahan karena deconditioning jantung

• Saat istirahat
– Meningkatnya frekuensi jantung saat istirahat(1-
2x/menit, 3-4 minggu pertama)
– Penurunan stroke volume (15% setelah 2 minggu
tirah baring)
– Yang tidak berubah atau hanya sedikit terganggu
adalah cardiac output .

39
Perubahan karena deconditioning jantung

• Saat aktivitas
– Meningkatnya frekuensi jantung pada aktivitas yang
submaksimal (30 - 40 kali permenit lebih besar dari
perkiraan setelah tirah baring 3 minggu),
– Frekuensi jantung maksimal tidak berubah atau hanya
sedikit meningkat
– Penurunan SV saat aktivitas submaksimal dan maksimal
– Penurunan CO
– Ambilan oksigen yang menurun (VO2 max)
– Perbedaan oksigen arteriovenous yang meningkat saat
aktivitas submaksimal.

40
Perubahan pada keseimbangan cairan
• Posisi terlentang:
– CO meningkat hingga 24%
– kerja jantung meningkat hingga 30%
– pergeseran hingga 700 ml volume darah ke daerah dada
– perpindahan cairan ektravaskuler ke sirkulasi melambat
– diuresis kompensatori yang dapat mengakibatkan menurunnya
volume plasma serta mineral dan protein dalam plasma.
• Penatalaksanaan: latihan isotonik 2 kali lebih efektif
dibandingkan latihan isometrik dalam mencegah
penurunan volume plasma.

41
Venous thromboembolism
• Akibat venous stasis, viskositas darah yang
meningkat dan hiperkoagulabilitas
• Pencegahan
– Latihan aktif ( betis atau ankle pumps dan
berjalan)
– Penggunaan stoking elastik atau elastic wraps (ace
bandage)
– Pemberian heparin
– Posisi telungkup (misal meninggikan tungkai)
42
Perubahan respirasi
• Restriksi mekanis dari pernapasan (rongga dada sulit
mengembang akibat penurunan progresif ROM pada sendi
costovertebral dan costochondral) sehingga menyebabkan
pernapasan yang cepat dan dangkal.
• Penurunan kekuatan dan ketahanan otot pada pasien
deconditioning, mengakibatkan penurunan gerakan dari
otot diafragma, interkostal dan abdominal
• Posisi terlentang, sekresi lendir akan terkumpul pada posisi
yang terendah, dimana posisi yang bebas (anterior) akan
menjadi lebih kering, sehingga mekanisme mukosiliar
menjadi tidak efektif dalam membersihkan sekret.

43
Perubahan respirasi
• Malfungsi mukosiliar maupun kelemahan otot-
otot dinding perut berperan dalam lemahnya
batuk.
• Jika proses metabolik tubuh meningkat maka
dapat mengakibatkan hipoksia.
• Pasien dengan tirah barih lama dapat
menderita atelektasis dan pneumonia
hipostatik.

44
Perubahan respirasi
• Pencegahan
– Mobilisasi dini
– Perubahan posisi yang sering
– Terapi latihan otot-otot dada (latihan nafas dalam,
incentive spirometry, assisted coughing dan atau
perkusi dan getaran pada dada)
– Menjaga higiene paru secara adekuat

45
Perubahan kulit
• Ulkus dekubitus
• Dependent edema
• Subkutaneus bursitis

46
Ulkus dekubitus
• Ulkus disebabkan oleh penekanan eksternal lokal terus-
menerus (sering pada daerah penonjolan tulang).
• Lokasi tersering:
– Ischium (28%)
– Sakrum (17-27%)
– Trochanter mayor (12-19%)
– Tumit (9-18%)
• Lokasi lainnya: maleoli, puncak tibia, patela, SIAS, siku,
bahu, skapula, tepi kosta, prosesus spinosus, telinga,
dan oksiput.
Tan JC. Practical Manual of Physical Medicine and Rehabilitation: Diagnostics, Therapeutics, and Basic
Problem. Mosby. Missouri. 1998; p 425-444
47
Lokasi Ulkus Dekubitus

Ho CH, Bogie K. Pressure Ulcers. Delisa’s Physical Medicine & Rehabilitation Principles and Practice Fifth
Edition. Lippincott William & Wilkins, Wolters Kluwer. Philadelphia. 2010; p 1393-1405
48
Ulkus Dekubitus
• Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena
perubahan kulit :
– Berkurangnya jaringan lemak subkutan
– Berkurangnya jaringan kolagen dan elastik
– Menurunnya efisiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan
rapuh.
• Tekanan darah pada kapiler berkisar antara 16-33 mmHg.
• Immobil pada tempat tidur secara pasif dan berbaring di atas kasur busa
biasa tekanan
– daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg
– daerah tumit mencapai 30-45 mmHg.
• Tekanan ini akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi
nekrosis jaringan kulit.
• Sumbatan total pada kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam.
Pranarka K. Dekubitus. Dalam Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmi Kesehatan Usia Lanjut) Edisi Ke-5.
FKUI. Jakarta. 2014; hal 306-317
49
• Penekanan yang terjadi selama
– 30 menit/<: hiperemia (kemerahan pada kulit), dapat
menghilang satu jam setelah tidak lagi ada penekanan.
– 2 sampai 6 jam, terjadi iskemia, dan kemerahan yang
terjadi membutuhkan waktu 36 jam untuk menghilang
setelah penekanan dihentikan.
– Terus-menerus 6 sampai 12 jam, tampak batas
kebiruan, yang tidak bisa menghilang. Dua minggu
setelah nekrosis, kerusakan kulit mengakibatkan
terjadinya ulserasi.
Tan JC. Practical Manual of Physical Medicine and Rehabilitation: Diagnostics, Therapeutics, and Basic
Problem. Mosby. Missouri. 1998; p 425-444
50
Ulkus dekubitus
• Faktor Resiko dan Etiologi:
– Faktor biomekanik
• penekanan, pergesaran, gesekan, kelembaban, dan temperatur.
– Faktor biokimia
• Nutrisi yang buruk, keseimbangan nitrogen negatif dan asupan vitamin
yang kurang, hipoproteinemia, dan anemia. Faktor biokimia lain
meliputi metabolisme kolagen yang buruk, osifikasi heterotopik, dan
sirkulasi yang buruk .
– Faktor medis
• trauma, kesakitan, atau penyakit yang mengurangi mobilitas, khusunya
jika terdapat malnutrisi , anemia, iskemia, infeksi, spastisitas berat,
kontraktur, edema, menurunnya derajat kesadaran, berkurang atau
tidak
Tan JC. adannya
Practical sensasi,
Manual of dan stress
Physical Medicine psikologik serta
and Rehabilitation: depresi.
Diagnostics, Therapeutics, and Basic
Problem. Mosby. Missouri. 1998; p 425-444
51
Ulkus dekubitus
• Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk
penyembuhan dan perbedaan temperatur dari
ulkus dengan kulit sekitarnya, dibagi menjadi:
– Tipe normal
– Tipe arteriosklerotik
– Tipe terminal

Pranarka K. Dekubitus. Dalam Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmi Kesehatan Usia Lanjut) Edisi Ke-5.
FKUI. Jakarta. 2014; hal 306-317

52
Ulkus Dekubitus
Karakteristik penampilan klinis:
Derajat I : Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis. Tampak sebagai
daerah kemerahan/eritema indurasi atau lecet.

Derajat II : Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis
hingga lapisan lemak subkutan. Tampak sebagai ulkus yang
dangkal, dengan tepi yang jelas dan perubahan warna pigmen kulit.

Derajat III : Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan dan
menggaung, berbatasan dengan fascia dari otot-otot. Sudah mulai
didapat infeksi dengan jaringan nekrotik yang berbau.

Derajat IV : Perluasan ulkus menembus otot, sehingga tampak tulang di dasar


ulkus yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang atau sendi.
Pranarka K. Dekubitus. Dalam Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmi Kesehatan Usia Lanjut) Edisi Ke-5.
FKUI. Jakarta. 2014; hal 306-317
53
Derajat Ulkus Dekubitus

Ahn C, Wu SSH, Goldman RJ. Prevention and Management of Chronic Wounds. In Physical Medicine &
Rehabilitation Fourth Edition. Elsevier Saunders. Philadelphia.2011; p 678-708

54
Ulkus dekubitus
• Skala penilaian risiko ulkus dekubitus
1. Skala Braden
2. Skala Norton

Tan JC. Practical Manual of Physical Medicine and Rehabilitation: Diagnostics, Therapeutics, and Basic
Problem. Mosby. Missouri. 1998; p 425-444

55
Braden Scale- For Predicting Adult Pressure Sore Risk. British Columbia Provincial Nursing Skin and
Wound Committee Guideline: Braden Scale for Predicting Pressure Ulcer Risk in Adults and Children.
2014. Avaible at URL http://www.clwk.ca>buddydrive>file
56
Skala Norton
Faktor Risiko Skor
Kondisi Fisik
- Baik 4
- Lumayan 3
- Buruk 2
- Sangat buruk 1
Kesadaran
-
-
Kompos mentis
Apatis
4
3
Skor < 14 : resiko
- Konfus/soporus 2
- Stupor/koma 1 tinggi terjadinya
Aktivitas
- Ambulasi 4 ulkus dekubitus.
- Ambulasi dengan bantuan 3
- Hanya bisa duduk 2
- Tiduran 1
Mobilitas
- Bergerak bebas 4
- Sedikit terbatas 3
- Sangat terbatas 2
- Tak bisa bergerak 1
Inkontinensia
- Tidak 4
- Kadang-kadang 3
- Sering inkontinensia urin 2
- Inkontinensia alvi dan urin 1

Pranarka K. Dekubitus. Dalam Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmi Kesehatan Usia Lanjut) Edisi
Ke-5. FKUI. Jakarta. 2014; hal 306-317
57
Ulkus dekubitus
• Pencegahan
– Inspeksi kulit dan perawatan kulit
– Reduksi tekanan
1. Positioning, membalik dan memindahkan
2. Pelindung kulit
3. Permukaan penyokong yang mereduksi tekanan
4. Kasur khusus yang mengurangi tekanan
5. Penatalaksanaan sistemik faktro predisposisi

Tan JC. Practical Manual of Physical Medicine and Rehabilitation: Diagnostics, Therapeutics, and Basic
Problem. Mosby. Missouri. 1998; p 425-444

58
Ulkus dekubitus
• Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan sistemik faktor predisposisi
 Restorasi nutrisi
 Penatalaksanaan anemia
 Mengurangi spastisitas atau spasme
 Antibiotik sistemik
 Perawatan inkontinensia
B. Peralatan yang mereduksi tekanan
C. Perawatan luka konservatif
 Perawatan luka lokal ulkus dekubitus
 Perawatan kulit sekitar luka
 Faktor pertumbuhan
 Modalitas fisik
D. Pembedahan

59
Dependent edema
• Faktor predisposisi terjadinya selulitis.
• Pencegahan: mobilisasi dan elevasi yang
adekuat, penggunaan stoking atau sarung
elastik, pressure gradient compression dan
pemijatan.

60
Subcutaneus bursitis
• Terjadi bila bursa terus menerus mendapat
tekanan (biasanya bursa daerah prepatelar
dan siku).
• Pencegahan: menghindari/mengurangi
tekanan pada daerah bursa.

61
Perubahan pada Sistem Pencernaan

• Nafsu makan yang menurun


• Sekresi lambung menurun
• Atrofi mukosa dan kelenjar usus
• Kecepatan absorbsi usus menurun
• Distaste (perubahan persepsi rasa)
• Konstipasi akibat motilitas lambung dan usus
yang menurun

62
Perubahan pada Genitourinari
• Meningkatnya diuresis dan ekskresi mineral, pembentukan batu dan
infeksi saluran kencing.
• Batu saluran kencing (struvate dan carbonate apatite) merupakan jenis
yang paling sering ditemukan pada 15 - 30% pasien. Karena:
– stagnasi urin (pengosongan kandung kencing yang tidak sempurna),
– hiperkalsiuria (pada pasien dengan SCI atau patah tulang),
– perubahan rasio asam sitrat – kalsium
– peningkatan ekskresi fosfor.
• Adanya batu pada kandung kemih dapat menyebabkan bakteri tumbuh
subur, insiden infeksi saluran kencing akan meningkat.
• Imobilisasi jangka panjang dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerolus dan kemampuan pemekatan urin.
• Spermatogenesis dan androgenesis menurun.

63
Perubahan pada Genitourinari
• Pencegahan
– Asupan cairan yang adekuat
– Mengupayakan posisi tegak saat buang air kecil
– Menghindari kontaminasi kandung kemih saat menggunakan
instrumen khusus seperti kateter.
– Menggunakan kateter kondom atau kateterisasi intermiten pada
pasien dengan residu volume urin yang tinggi
– Segala jenis infeksi saluran kemih harus diobati dengan antibiotik
– Pengasaman urin dengan pemberian vitamin C, antiseptik dan
pada pasien dengan resiko tinggi timbul batu saluran kencing
dapat diberikan inhibitor urease.
– Terapi bila telah terbentuk batu saluran kencing dengan
pengangkatan batu lewat operasi atau lithotripsy.

64
Perubahan metabolik dan nutrisi
• Penurunan massa tubuh, peningkatan lemak tubuh,
gangguan keseimbangan nitrogen dan hilangnya
mineral dan elektrolit.
• Hiperkalsemia
• Hal ini terkait dengan terjadinya alkalosis metabolik
hiperkalsemia yang pada akhirnya dapat menyebabkan
gagal ginjal dan kalsifikasi ektopik.
• Gejala dan tanda hiperkalsemia: sakit kepala, mual,
letargi, konstipasi dan kelemahan.
• Hiperkalsemia dapat diatasi dengan hidrasi yang cukup
65
Perubahan pada sistem endokrin
• Respon hormonal dan enzimatik yang berubah. Misalnya:
– intoleransi glukosa
– perubahan irama sirkardian
– perubahan respon suhu dan berkeringat
– perubahan respon hormon paratiroid, tiroid, adrenal, pituitari,
hormon pertumbuhan, androgen dan aktifitas plasma renin.
• Intoleransi glukosa (tampak pada minggu ke 8 imobilisasi)
• Intoleransi glukosa dapat dikurangi dengan latihan isotonik
• Setelah 2 minggu tirah baring maka akan membutuhkan 2
minggu juga dengan aktifitas seperti semula agar respon
terhadap glukosa dapat kembali normal

66
Perubahan neurologis, emosional dan
intelektual
• Perubahan akibat depriviasi sensoris (menurunnya
kemampuan memusatkan perhatian, bingung dan disorientasi
waktu dan tempat, menurunnya koordinasi mata dan tangan)
• Menurunnya kapasitas intelektual
• Gangguan emosional dan tingkah laku (cemas, depresi, labil
otonom; merasa letih; toleransi nyeri yang berkurang, iritabel,
hostilitas, insomnia dan kurang motivasi)
• Fungsi penglihatan dan pendengaran yang menurun;
• Gangguan keseimbangan dan koordinasi
• Kompresi neuropati.

67
Perubahan neurologis, emosional dan
intelektual
• Pencegahan:
– Memotivasi pasien untuk lebih berinteraksi
dengan staf, pasien lain, dan anggota keluarga
serta diberikan
– Terapi rekreasional untuk integrasi psikososial,
resosialisasi dan belajar meningkatkan
kemandirian secara bertahap.
– Kompresi saraf dapat dicegah dengan proper
positioning

68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
TERIMA KASIH

85

Anda mungkin juga menyukai