GEREJA
(1)
Pengantar dan Pengertian Hukum Gereja
(2)
Dasar Hukum Gereja dalam Alkitab (Eklesiologi)
(3)
Sejarah Hukum Gereja
(4)
Jabatan-jabatan di dalam Gereja
HUKUM GEREJA
POKOK BAHASAN
(5)
Beberapa Model Hukum Gereja
(6)
Hukum Gereja menurut Tradisi Calvinis
(7)
Hubungan Gereja dengan Gereja-Gereja (Lembaga
Gerejawi) dan hubungan dengan Negara
HUKUM GEREJA
POKOK BAHASAN
(8)
Hukum Gereja / Tata Gereja Gereja Kalimantan Evangelis
(GKE)
(9)
Hukum Gereja / Tata Gereja Gereja Kalimantan Evangelis
(GKE): Lanjutan
(10)
Beberapa “Peraturan Khusus” Gereja Kalimantan
Evangelis (GKE)
HUKUM GEREJA
POKOK BAHASAN
(11)
Beberapa “Peraturan Khusus” Gereja
Kalimantan Evangelis (GKE): Lanjutan
(12)
Beberapa Model Hukum Gereja mengacu
Gereja-gereja yang ada di kota
Banjarmasin
HUKUM GEREJA
(6)
Hukum Gereja menurut Tradisi Calvinis
a.
Konteks Calvin dalam memahami Gereja dan Tata
Gereja
b.
Dasar eklesiologis Calvin bagi penyusunan Hukum
Gereja
c.
Pokok-pokok ajaran Calvin tentang Hukum Gereja
d.
Catatan pertimbangan secara kontekstual
HUKUM GEREJA
PENGANTAR
Dasar eklesiologis untuk memahami Hukum Gereja
menurut Tradisi Calvinis, bisa dilihat dalam perkuliahan
Eklesiologi mengenai Gambaran Gereja menurut Tradisi
Gereja / Tradisi Reformasi.
Berikut diberi sejumlah penegasan kembali mengenai
gambaran tentang Gereja dalam materi kuliah
Eklesiologi, terutama yang memiliki kaitan dengan
Hukum Gereja, khususnya mengenai konteks dan
pemikiran John Calvin mengenai Gereja dan hal-hal
yang berkaitan dengan penataan Gereja.
HUKUM GEREJA
a.
Konteks Calvin dalam memahami Gereja dan Tata Gereja
Pada sisi lain, pada zaman Calvin juga muncul kelompok radikal di kalangan
kelompok reformasi.
Cikal bakal pola radikal yang muncul pada kelompok radikal zaman Calvin ini
juga sudah dijumpai pada zaman Augustinus sebagaimana dijumpai di
kalangan Donatis.
Kelompok radikal pada zaman Calvin adalah Gerakan Anabaptis yang
menghendaki adanya Gereja yang hanya terdiri dari orang-orang yang
sungguh-sungguh percaya, dipilih Allah, dilahirkan kembali, diberi Roh Kudus
dan suci hidupnya.
Gerakan Anabaptis Radikal memahami bahwa Gereja harus terdiri dari orang-
orang yang hidupnya sempurna. Gerakan Anabaptis radikal pada dirinya
memiliki kecendrungan skismatik dan separatis terhadap Gereja yang ada.
HUKUM GEREJA
a.
Konteks Calvin dalam memahami Gereja dan Tata Gereja
Mersespons hal itu, Calvin pada dasarnya mengambil sikap yang sama
dengan apa yang sudah dilakukan Augustinus pendahulunya.
Pada zamannya, Augustinus mengkritik kaum Donatis yang
merencanakan wujud iman Kristen tanpa cinta kasih, demi kesucian.
Terhadap upaya menjaga kesucian Gereja, Augustinus menentang
gagasan sempit tentang Gereja hanya sebagai tempat orang-orang suci.
Bagi Augustinus, Gereja adalah tempat menebah, di mana gandum dan
jerami terhambur bersama. Manusia tidak berhak mengganti Allah.
Gereja harus memberi tumpangan kepada semua orang Kristen, bukan
hanya kepada orang suci, melainkan juga kepada orang berdosa.
HUKUM GEREJA
a.
Konteks Calvin dalam memahami Gereja dan Tata Gereja
Tingkat ketat-longgarnya penegakan disiplin Gereja ini juga bisa dilihat dari
pelaksanaan sakramen Perjamuan Kudus.
Dari segi pemahaman, Gereja-gereja Calvinis di Indonesia mengikuti pola
Calvinis yang memahami sakramen Perjamuan Kudus sebagai tanda dan
meterai.
Namun dalam hal persyaratan dan persiapan menjelang pelaksanaan
Perjamuan Kudus agarnya berbeda-beda.
GKJ sebagai contoh, paling tidak di beberapa Jemaat, mene-rapkan secara
konsisten perlunya persiapan menjelang Perjamuan Kudus sekaligus seleksi
ketat terhadap anggota Jemaat yang boleh dan tidak boleh ikut Perjamuan
Kudus.
Sementara beberapa Gereja Calvinis lainnya (mis. GKE), sangat longgar
dalam persiapan dan penekanan perlunya mempersiapkan diri menjelang
Perjamuan Kudus.
HUKUM GEREJA
d.
Catatan pertimbangan secara kontekstual
Kedua, berkaitan dengan sistem pemerintahan gerejawi.
Pada masa awal kehadiran Calvinis di Indonesia, khususnya pada zaman
Belanda (termasuk masa VOC), pokok ajaran tentang perlunya disiplin Gereja
sama sebagaimana ada dalam ajaran Calvin.
Namun pada tataran pelaksanaan agaknya tidak bisa dijalankan secara
konsisten.
Penerapan sistem presbyterial-synodal tidak bisa dijalankan pertama-tama
oleh kepentingan Belanda sendiri.
Pihak Pemerintah Belanda memiliki kepentingan yang hendak dijalankan
melalui Gereja, karena itu Gereja ditata berdasarkan garis komando dari
atas, dari pihak Pemerintah.
Dalam hal penempatan Pendeta, misalnya, didasarkan atas penunjukan oleh
Pemerintah Belanda.
HUKUM GEREJA
d.
Catatan pertimbangan secara kontekstual
SEKIA
N