Anda di halaman 1dari 42

PENGUJIAN RESIDU ANTIBIOTIKA

(CHLORAMPHENICOL, NITROFURAN)
PADA BERBAGAI PRODUK PERIKANAN
SURABAYA

PRESENTED BY:
TANOTO HERLAMBANG, SPI, MMA
LPPMHP SURABAYA
PENGUJIAN RESIDU CHLORAMPHENICOL
DAN NITROFURAN DENGAN METODE ELISA
 ELISA ( Enzyme Linked Immunosorbent Assay), merupakan
pengujian/pemeriksaan dengan menggunakan reaksi antigen-antibodi
(imun) yang teradsorbsi dan tersambung dengan enzyme sebagai label.

Prinsip pengujian residu antibiotika pada produk perikanan dengan metode


ELISA:
 1. fase padat (permukaan sumur mikroplate) dilapisi antibody
 2. penambahan sampel
 3. inkubasi
 4. pembilasan
 5. penambahan label enzym (konjugate)
 6. penambahan substrat
 7. inkubasi
 8. penambahan stop solution
 9. Pembacaan absorbansi dengan ELISA Reader
PENGUJIAN RESIDU CHLORAMPHENICOL
DENGAN ELISA
 Kloramfenikol merupakan senyawa hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang, putih hingga
putih kelabu atau putih kekuningan. Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dalam propilen
glikol, dalam aseton dan dalam etil asetat (FI IV, 1995).

 Kloramfenikol adalah antibiotika yang berasal dari bakteri S treptomyces venezuelae (Hendra,
2007).

 Merupakan antibiotika dengan spektrum luas

 Penggunaannya dalam keg. Budidaya dilarang berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal
Perikanan Budidaya, tanggal 19 Oktober 2001 karena Kloramfenikol dapat mengakibatkan
timbulnya Gray Baby Sindrome yaitu gejala bayi berkulit warna abu-abu, perut kembung,
suhu tubuh rendah, susah bernapas, demam, yang dapat menyebabkan kematian (Saparinto,
2002), menyebabkan anemia aplastis ( penyakit kelainan dan kerusakan pada sumsum tulang
belakang) (Tjay dan Rahardja, 2002).

 MRPL untuk Chloramphenicol adalah 0.3 ppb


Reagensia
 A. aqua destillata Reagensia yang tersedia dalam tes
 B. ethylacetat kit Ridascreen ®
 C. nitrogen chloramphenicol:
 C. hexana //
1. Larutan standard 0,
25,50,100,250,750 ppt @1.3 ml
2. Conjugate peroksidase 0.7 ml
3. Substrate/ kromogen 10 ml
4. Stop solution (asam sulfat 1 N) 14 ml
5. Sampel dilution buffer 100 ml
6. Washing buffer (0.05%Tween 20) pH
7.4
Alat yang digunakan
 Pisau  Pipettip
 Food processor  Mikropipet
 Sendok  Tabung sentrifuse 15 ml
 Cawan petri  Nitrogen evaporator
 Timbangan analitik  Centrifuge referigerated
 Beaker glass  Mikroplate
 Tabung sentrifuse  Handystep
Polipropilen 50 ml  Transfepippete
 Vortex  Elisa Reader
 Centrifuge non refigerated
Prosedur pengujian
lalu sampel siap dibaca dengan Elisa Reader
Preparasi sampel
+ substrate 100 µl , lalu inkubasi 15 menit
Penimbangan sampel 3g
buang cairan dalam mikroplate.
+ Aquadestillata 3 ml Bilas dengan washing buffer

+ Ethyl acetat 6 ml + di inkubasi selama 1 jam

Di vortex± , selama 10 menit + 50 µl konjugate enzyme

Di centrifuge kecepatan 3500 rpm selama ± 10 menit masukkan 50µl sampel yang telah dipreparasi ke mikroplate

Ambil lapisan jenih (lapisan paling atas) ± 4 ml buang lapisan lemak di lapisan atas

Keringkan dengan gas nitrogen di sentrifuge kecepatan 3500 rpm selama ± 10 menit

+ hexana 1 ml di vortex selama ± 1 menit

+ buffer 0.5 ml
PENGUJIAN RESIDU NITROFURAN
DENGAN ELISA
Nitrofuran merupakan antibiotik spektrum luas

Banyak digunakan sebagai pemacu pertumbuhan pada budidaya perikanan dan juga sebagai antibacterial

Penggunaannya dibidang perikanan telah dilarang berdasarkan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal
Perikanan Budidaya, tanggal 19 Oktober 2001, karena baik parent drugs maupun metabolit
menunjukkan daya karsinogenikm dan mutagenik.

Parent drug nya dimetabolisme dengan cepat, dan tidak terdeteksi dalam waktu relatif singkat setelah treatment.

Sehingga analisa residu nitrofuran adalah untuk metabolitenya.

Terdapat 4 metabolite nitrofura yaitu:


1. Furazolidoe ( 3-amino-2-oxazolidone= AOZ)
2. Furaltadone (3-amino-5-morpholinomethyl-2-oxazolidone= AMOZ)
3. Nitrofurantoin (1-aminohydantoin = AHD)
4. Nitrofurazone (semicarbazide = SEM)

MRPL untuk NItrofuran 1.0 ppb


 Reagensia
 A. HCl 1M
 B. NAOH 1M
 C. 2- nitrobenzoic aldehyde Reagensia yang tersedia dalam
tes kit Ridascreen ®
 D. 0.1 M K2HPO4 NItrofuran
 E. Ethyl Acetat
 F. Hexana 1. Larutan standard 0,
25,50,100,250,750 ppt @1.3 ml
 G. NItrogen
2. Conjugate peroksidase 0.7 ml
3. Substrate/ kromogen 10 ml
4. Stop solution (asam sulfat 1 N) 14
ml
5. Sampel dilution buffer 100 ml
6. Washing buffer (0.05%Tween 20)
pH 7.4
Alat yang digunakan
• Pisau • Centrifuge non refigerated
• Food processor • Pipettip
• Sendok • Mikropipet
• Cawan petri • Tabung sentrifuse 15 ml
• Timbangan analitik • Nitrogen evaporator
• Beaker glass • Centrifuge referigerated
• Tabung sentrifuse • Mikroplate
Polipropilen 50 ml • Handystep
• Vortex • Transfepippete
• inkubator • Elisa Reader
Prosedur pengujian
lalu sampel siap dibaca dengan Elisa Reader
Preparasi sampel
+ substrate 100 µl , lalu inkubasi 15 menit
Penimbangan sampel 1g

+ Aquadestillata 4 ml buang cairan dalam mikroplate.


Bilas dengan washing buffer

HCl 1 M 0.5 ml

+ 2-nitrobenzaldehide dalam DMSO 100µl


100µl Di vortex±
vortex± , selama 30 detik

+ di inkubasi selama 1 jam


Di inkubasi suhu 37 ◦C selama 16 jam

+ 5 ml K2HPO4, 0.4 ml NaOH 1 M dan 50 ml ethyl acetat + 50 µl konjugate enzyme

Divortex selama 30 detik

Di centrifuge kecepatan 3000 rpm selama ± 10 menit masukkan 50µl sampel yang telah dipreparasi ke mikroplate

Ambil lapisan jenih (lapisan paling atas) ± 2.5 ml buang lapisan lemak di lapisan atas

Keringkan dengan gas nitrogen di sentrifuge kecepatan 3500 rpm selama ± 10 menit

+ hexana 1 ml di vortex selama ± 1 menit

+ buffer 0.5 ml
Antibiotika
 Pengertian dan Penggolongan Antibiotika
Antibiotika (L. anti= lawan, bios = hidup)
adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh
jamur dan bakteri, yang memiliki khasiat
mematikan atau menghambat pertumbuhan
kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia
relatif kecil (Tjay dan Rahardja, 2002)
Berdasarkan mekanisme kerjanya
 Antibiotika diklasifikasikan sebagai berikut:
 Menghambat sintesa dinding sel bakteri (Beta-laktam,
Penisilin, Polipeptida, Sefalosporin, Ampisilin, Oksasilin),
 Menghambat transkripsi dan replikasi bakteri (Kuinolon,
Rifampisin, Aktinomisin-D, Asam Nalidiksat,
Linkosamida, Metronidazol),
 Menghambat sintesa protein bakteri (Macrolida,
Aminoglikosida, Tetrasiklin, Kloramfenikol, Kanamisin,
Oksitetrasiklin),
 Menghambat fungsi membran sel bakteri (Ionimisin dan
Valinomisin),
 Menghambat metabolisme energi bakteri (golongan Sulfa
atau Sulfonamida, Trimetoprim)
(Tjay dan Rahardja, 2002).
Berdasarkan kemampuannya dalam menekan
pertumbuhan atau membunuh bakteri
Dibedakan menjadi antibiotika Bakterisida dan
Bakteriostatika
 Antibiotika bakterisida adalah antibiotika yang
mampu membunuh sel bakteri (Penisilin,
Streptomisin, Basitrasin, Neomisin, Polimiksin dan
Nitrofuran)
 Antibiotika bakteriostatika yaitu antibiotika yang
hanya mampu menekan pertumbuhan sel bakteri
(Tetrasiklin, Kloramfenikol, Eritromisin, Tilosin, dan
Oleandomisin)

(Tjay dan Rahardja, 2002).


Penggunaan Antibiotika di Bidang Perikanan
 Antibiotika banyak digunakan dalam aktivitas budidaya sebagai
akibat penerapan sistem pemeliharaan intensif. Senyawa ini
umumnya diberikan melalui pakan atau secara terpisah dengan
tujuan sebagai pencegahan penyakit, membunuh
mikroorganisma dalam pakan sehingga pakan menjadi lebih
awet, memperbaiki sistem pencernaan hewan untuk menjadi
lebih efisien, serta meningkatkan nafsu makan ikan dan udang.
 Penggunaan semua jenis antibiotika dalam industri budidaya
perikanan tidak dianjurkan. Departemen Kelautan dan
Perikanan telah mengeluarkan 11 jenis antibiotika yang dilarang
digunakan dalam praktek budidaya perikanan (secara langsung
maupun melalui pakan), yaitu nitrofuran, furazolidon,
ronidozol, dapson, kloramfenikol, kolkisin, klorpromazin,
kloroform, dimeltidazol, metronidazol, dan aristolochia.

(Saparinto, 2002)
Beberapa jenis antibiotika yang telah digunakan di
bidang perikanan antara lain sebagai berikut:
Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan senyawa hablur halus berbentuk jarum atau
lempeng memanjang, putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan.
Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dalam propilen glikol,
dalam aseton dan dalam etil asetat (FI IV, 1995).
Kloramfenikol adalah antibiotika yang berasal dari bakteri Streptomyces
venezuelae
(Hendra, 2007).

Gambar 1. Struktur Kloramfenikol (FI IV, 1995)


 Termasuk antibiotika dengan spektrum luas yang bekerja
terhadap hampir semua kuman gram-positif dan sejumlah
kuman gram –negatif, juga terhadap Spirokhaeta, Chlamydia
trachomatis dan Mycoplasma. Tidak aktif terhadap
kebanyakan suku Pseudomonas, Proteus, dan Enterobacter.
Bersifat bakteriostatika berdasarkan perintangan sintesa
polipeptida bakteri.

 Kloramfenikol sering digunakan sebagai pengobatan terhadap


ikan yang terinfeksi oleh bakteri perusak sirip (bacterial finn
rot) seperti Mycobacter sp, Vibrio sp, Pseudomonas sp.
dengan perendaman dalam kloramfenikol 50 ppm selama 2
jam dan pengobatan penyakit furunculosis oleh Aeromonas sp
dengan mencampurkan kloramfenikol dosis 1 g/ kg pakan
selama 10 hari berturut-turut

(Kordi, 2004).
Tetrasiklin dan derivatnya
Senyawa tetrasiklin semula (1948) diperoleh dari Streptomyces aureofaciens (klortetrasiklin) dan
Streptomyces rimosus (oksitetrasiklin). Tetapi setelah 1960, zat induk tetrasiklin mulai dibuat secara
sintesis seluruhnya, yang kemudian disusul oleh derivat –oksi dan –klor serta senyawa long acting
doksisiklin dan minosiklin (Tjay dan Rahardja, 2002)

Tetrasiklin merupakan senyawa hablur berwarna kuning, tidak


berbau, stabil di udara tapi pada pemaparan dengan cahaya
matahari kuat menjadi gelap. Sangat sukar larut dalam air,
mudah larut dalam larutan asam encer dan dalam larutan alkali
hidroksida, sukar larut dalam etanol, praktis ridak larut dalam
kloroform dan eter (FI IV, 1995).
Tetrasiklin merupakan antibiotika yang bersifat bakteriostatika
dan bekerja dengan jalan menghambat sintesa protein bakteri.
Tetrasiklin memiliki spektrum yang luas, artinya antibiotika
ini memiliki kemampuan melawan sejumlah bakteri patogen
(Rangkuti, 2008).
Gambar 2. Struktur Tetrasiklin (FI IV, 1995)

 Tetrasiklin beserta derivat turunannya telah banyak digunakan


dalam bidang perikanan. Namun yang paling banyak digunakan
adalah oksitetrasiklin, yakni untuk pengobatan infeksi akibat
Aeromonas sp, dengan cara perendaman dosis 5 ppm selama 24
jam, penyuntikan dengan dosis 20-40 mg/ kg ikan, dicampur
dengan pakan dosis 50 mg/ kg setiap hari selama 7-10 hari
berturut-turut. Flexibacter columnaris,Pseudomonas sp, dan
Micrococcus sp dengan cara perendaman dosis 10 ppm selama
24 jam, atau dicampur dengan pakan dosis 75 mg/kg ikan/hari.
Edwardsiella tarda, Vibrio sp. dengan cara penyuntikan dosis
25-30mg/kg ikan, atau dicampur dalam pakan dengan dosis
50mg/kg ikan/hari selamam 7-10 hari

(Kordi, 2004).
Nitrofuran
Nitrofuran merupakan anti bakteri gram posistif dan gram negatif
yang biasanya digunakan pada hewan ternak, ikan dan udang
(Farmakologi Terapi, Edisi 4/ 1995).
Antibiotik ini memiliki empat anggota dengan sifat yang berbeda-
beda yaitu Furaltadone, Furazolidone, Nitrofurantoin dan
Nitrofurazon.

Antibotika jenis nitrofuran memiliki karakteristik dimana mudah


termetabolite dengan waktu paruh kurang dari 1 jam. Oleh karena
itu deteksi dari antibiotika ini dalam jaringan daging bukan hanya
sebagai senyawa aslinya (parent drug) melainkan terhadap
senyawa hasil metabolitnya (senyawa pecahan).

Ke empat anggota nitrofuran tersebut memiliki metabolite yang


berbeda- beda yaitu Furazolidone (3-amino-2-oxazolidone/ AOZ),
Furaltadone (3-amino-morpholinomethyl-2-oxozolidone/ AMOZ),
Nitrofurantoin (1-aminohydantion/ AHD) dan Nitrofurazone
(semicarbazide/ SEM).
 Furaltadone (C13H16N4O5)

 5-(4 Morpholinylmethyl)-3-[[5-Nitro-2Furanyl)methylene]amino-2-Oxazolidone

 Furazolidone (C8H7N3O5)

 3-[(5-Nitro-2Furanyl)methylene]amino-2-Oxazolidone

 Merupakan kristal berwarna kuning, mempunyai titik lebur 275C, dan larut dalam air pada
pH 6

 Nitrofurantoin (C8H6N4O5)

 1-[(5-Nitro-2Furanyl)methylene]amino-2,4-imidazolidiedione

 Mempunyai titik lebur antara 270C-272C, larut dalam air 19 mg/100 ml, pelarut organik,
etanol, aceton, dimethylformamide, minyak kacang, Glycerol, polyethylen glycol.

 Nitrofurazon (C6H6N4O4) /

 2- [(5-Nitro-2Furanyl)methylene]Hydrazinecarboxamid

 Merupakan serbuk berwarna kuning pucat, agak pahit bila dirasakan, memiliki suhu lebur
antara 236C-240C. Sukar larut dalam air (1: 4200), sulit larut dalam alkohol (1:500), dalam
propylene glycol (1:350), larut dalam pelarut alkali.
 Gambar . Struktur kimia derivat nitrofuran
 Senyawa ini telah digunakan secara luas dalam bentuk bahan
tambahan makanan / food additive untuk mencegah penyaki
infeksi gastrointestinal yang disebabkan oleh bakteri
Escherichia coli dan Salmonella yang umumnya dijumpaimpada
ternak unggas dan sapi.
 Di Amerika nitrofuran banyak digunakan dalam budidaya
catfish. Nitrofuran yang sering digunakan di Belgia adalah
Furazolidon, Furaltadon dan Nitrofurazon. Furazolidone dapat
bertindak sebagai pemicu pertumbuhan dengan pemakaian
ditambahkan pada pakan.
 Nitrofurazon dan Furaltadon adalah antibiotik sintesis yang
memiliki efektifitas tinggi, senyawa-senyawa ini mempunyai
ciri/ karakter struktur pada cincin furan dapat mengikat gugus
nitro pada 5 posisi.
 Sesuai yang tertuang dalam Official Journal of the European
Communities dalam council Directive batas toleran metabolite
nitrofuran adalah 1.0 ppb.
Dampak Negatif Penggunaan Antibiotika pada
Perikanan

 Antibiotika yang diberikan pada organisme budidaya


akan mengalami proses biologi di dalam tubuh
(farmakokinetika), yaitu resorpsi, transpor,
biotransformasi (metabolisme), distribusi dan
ekskresi (Tjay dan Rahardja, 2002).
 Dimana kecepatan proses biologi tersebut tergantung
pada jenis, bentuk senyawa, cara masuk dan kondisi
jaringan yang memprosesnya.
 Adakalanya senyawa-senyawa tersebut dalam bentuk
asli maupun metabolitnya akan tertinggal atau
tertahan di dalam jaringan dalam waktu tertentu
tergantung pada waktu paruh senyawa tersebut atau
metabolitnya yang disebut dengan residu.
Dampak Negatif Penggunaan Antibiotika
pada Perikanan
 Gangguan kesehatan muncul apabila manusia
mengkonsumsi produk perikanan yang mengandung
residu antibiotika, karena residu tersebut akan
terakumulasi di dalam tubuh manusia sehingga
menimbulkan beberapa gangguan kesehatan seperti
reaksi alergi, resistensi dan mungkin keracunan
sehingga cukup berbahaya bagi kesehatan manusia
(Yuningsih, 2004).
 Sehingga pemerintah telah menetapkan keputusan
yang menyatakan larangan penggunaan antibiotika
dalam aktivitas budidaya.
Dampak Negatif Penggunaan Antibiotika
pada Perikanan
 Kloramfenikol dapat mengakibatkan timbulnya Gray Baby Sindrome
yaitu gejala bayi berkulit warna abu-abu, perut kembung, suhu tubuh
rendah, susah bernapas, demam, yang dapat menyebabkan kematian
(Saparinto, 2002), menyebabkan anemia aplastis ( penyakit kelainan dan
kerusakan pada sumsum tulang belakang) (Tjay dan
Rahardja, 2002).
 Residu Tetrasiklin dan oksitetrasiklin yang terkonsumsi oleh
manusia juga dapat menimbulkan beberapa gangguan kesehatan, antara
lain dapat menghambat pertumbuhan tulang pada anak akibat sifat
penyerapannya pada jaringan tulang dan gigi yang sedang tumbuh pada
janin dan anak-anak, mengakibatkan pewarnaan pada gigi akibat
terbentuk kompleks tetrasiklin- kalsium fosfat yang dapat menimbulkan
gangguan pada struktur kristal dari gigi serta pewarnaan dengan titik-titik
kuning coklat yang lebih mudah berlubang (carries), mengakibatkan
fotosensitasi, yaitu kulit menjadi peka terhadap cahaya, menjadi
kemerah-merahan, gatal dan sebagainya serta menghambat daya kerja
penisilin dan antikoagulan (Tjay dan Rahardja, 2002).
Dampak Negatif Penggunaan Antibiotika
pada Perikanan
 Dalam percobaan eksperimental pada hewan coba, parent
drug dan metabolitenya memiliki daya karsinogenik dan
mutagenik
 Dampak negatif residu nitrofuran yang terkonsumsi oleh
manusia adalah dapat menyebabakn hepatits kronis,
neuropatic, anemia haemolitik dan pneumonitis..
 Sehingga penggunaannya dalam bidang perikanan telah
dilarang berdasarkan surat edaran Ditjen peternakan
tanggal 9 September 1996, tentang pelarangan obat hewan
golongan nitrofuran dan derivatnya karena
membahayakan bagi manusia dan hewan.
Produk Perikanan
 Perikanan sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1985 tentang Perikanan adalah semua kegiatan yang berkaitan
erat dengan pengelolaan maupun pemanfaatan sumber daya ikan.

 Sumber daya ikan sendiri meliputi berbagai jenis ikan termasuk biota
perairan yang lain, yaitu: Pisces (ikan bersirip); Crustacea (udang,
rajungan, kepiting dan sebangsanya); Mollusca (kerang, tiram, cumi-
cumi, gurita, siput dan sebangsanya); Coelenterata (ubur-ubur dan
sebangsanya); Echinodermata (teripang, bulu babi dan sebangsanya);
Amphibia (kodok dan sebangsanya); Reptilia (buaya, penyu, kura-
kura, biawak, ular air dan sebangsanya); Mammalia (aus, lumba-
lumba, pesut, duyung dan sebangsanya); Algae (rumput laut dan
sebangsanya); dan biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan
kesembilan biota tersebut.
 Produk perikanan asal Indonesia yang diekspor ke luar negeri sangat beraneka
ragam, antara lain yaitu :
 ikan beku (frozen fish), yang meliputi ikan jenis Scarlet Snapper, Malabar
Snapper, Grouper, King Fish, Parrot Fish, Golden Threadfin Bream, Big Eye
Snapper, Leather Jacket, Tonang, Lizard Fish, Baby Tuna / Skip Jack, Flying
Fish, Black Tilapia, Red Tilapia, Milk Fish, Cat Fish, Tawes, Emperor,
Barracuda, Ribbon Fish / Hairtail Fish, Long Spin Snapper, Baramundi,
Kapasan, Redbass, Chinaman, Yellow Tail, Sweetlips, Trevally, Yellowfin Tuna.
 Udang beku (frozen shrimp) dalam berbagai kondisi seperti HLSO (Headless
Shell on), HOSO (Head on Shell on) , EZ Peel PD (Peeled & Deveined) , PD
Skewer, PUD (Peeled Undeveined) , PDTO (Peeled Deveined Tail On) PDTO
Skewer , PDTO Strecthed PDTO Butterfly dan Sushi Ebi.
 makanan laut kering (dried seafood) seperti Chirimen (baby anchovy), Himego
(Indiana anchovy);
 daging kepiting (crab meat) dalam bentuk olahan paseturisasi, beku dan claw
finger;
 Cephalopoda antara lain gurita, cumi-cumi, Anadara / Cockle Shell, Baby Clam
da
 produk value added, merupakan produk perikanan yang telah diolah dengan
penambahan bahan-bahan lain, contoh produknya antara lain Butterfly Breaded
Shrimp, Torpedo Breaded Shrimp, Pop Corn Shrimp, Fish Finger, Samosa,
Shrimp Filo, Seafood Money Bag, Seafood Bon-bon, Seafood Springroll.
HPLC (High Performance Liquid
Chromatography)
 Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam-
macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fase
gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fase diam yang juga bisa berupa
cairan ataupun suatu padatan.
 Penemu Kromatografi adalah kimiawan Rusia Mikhail Semënovich Tsvet (1872-
1919). Terdapat beberapa jenis kromatografi, antara lain kromatografi padatan
cair, kromatografi partisi, kromatografi penukar ion, kromatografi eksklusi,
kromatografi penukar ion (Putra, 2007).

 HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau yang juga dikenal


dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menurut Julia (1996) dalam
Hendra (2007), adalah alat untuk menganalisa kandungan bahan kimia, baik
secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
 Mulanya HPLC digunakan untuk mengidentifikasi kandungan antibiotik pada
susu dan daging udang, terutama kroramfenikol. Tetapi HPLC kini digunakan
pula untuk kegiatan perikanan lainnya.
Komponen HPLC (High
Performance Liquid Chromatograph)
 A. Pompa (Pump)
Pompa ini berfungsi untuk mengalirkan sampel dari fase gerak ke dalam kolom pemisah
dengan efisiensi laju alir 1 ml/ menit. Terdapat dua tipe pompa yang digunakan yaitu
kinerja konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan (constant displacement)
yang dapat dibagi menjadi dua yaitu pompa reciprocating (menghasilkan suatu aliran
yang berdenyut teratur (pulsating),oleh karena itu membutuhkan peredam pulsa atau
peredam elektronik untuk, menghasilkan garis dasar (base line) detektor yang stabil, bila
detektor sensitif terhadapan aliran) dan pompa syringe, memberikan aliran yang tidak
berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas.

 B. Injektor (injector)
Merupakan bagian HPLC sebagai tempat untuk memasukan sampel. Sampel yang akan
dimasukkan ke bagian ujung kolom, harus dengan disturbansi yang minimum dari
material kolom. Terdapat dua model umum yaitu Stopped Flow dan Solvent Flowing.
Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan yaitu Stop-Flow, aliran dihentikan,
injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi.
Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam cairan kecil clan resolusi tidak
dipengaruhi. Septum, injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60 -70 atmosfir.
Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut Kromatografi Cair. Partikel
kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan
penyumbatan. Loop Valve, digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar dari 10 μ
dan dilakukan dengan cara automatis (dengan menggunakan adaptor yang sesuai,
volume yang lebih kecil dapat diinjeksifan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel
diisi kedalam loop pada kinerja atmosfir, bila VALVE difungsikan, maka sampel akan
masuk ke dalam kolom.
 C. Kolom (Column)
Kolom merupakan jantung kromatografi berfungsi sebagai pemisah antara pelarut (fase
gerak) dan komponen yang dianalisa. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada
pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu kolom analitik dan kolom praparatif. Kolom analitik umumnya memiliki
diameter dalam 2 -6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material pengisi kolom.
Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50 -100 cm. Untuk kemasan
poros mikropartikulat, 10 -30 cm. Kolom preparatif umumnya memiliki diameter 6 mm
atau lebih besar dan panjang kolom 25 -100 cm.
Kolom umumnya dibuat dari stainlesteel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar,
tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion
dan kromatografi eksklusi.

 D. Detektor (Detector)
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam kolom
(analisis kualitatif) dan menghitung kadamya (analisis kuantitatif). Detektor yang baik
memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang
luas, dan memberi respons untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah
terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat
diperoleh.
Detektor yang umum digunakan adalah detektor UV 254 nm. Variabel panjang gelombang
dapat digunakan untuk mendeteksi banyak senyawa dengan range yang lebih luas. Detektor
indeks refraksi juga digunakan secara luas, terutama pada kromatografi eksklusi, tetapi
umumnya kurang sensitif jika dibandingkan dengan detektor UV. Detektor-detektor lainnya
antara lain: Detektor Fluorometer, Detektor Spektrofotometer Massa, Detektor lonisasi
nyala, Detektor Refraksi lndeks, Detektor Elektrokimia, Detektor Reaksi Kimia.
Prinsip Kerja HPLC (High
Performance Liquid Chromatograph)
 Menurut Julia (1996) dalam Hendra (2007), prinsip kerja dari HPLC adalah
pemisahan absoprsi dan desorpsi yang berulang kali dari komponen yang
dipisahkan pada saat komponen tersebut dibawa oleh fase gerak mengalir
sepanjang kolom. Pemisahan ini terjadi karena adanya perbedaan kecepatan
migrasi dari masing-masing komponen yang didasarkan oleh adanya perbedaan
koofisien distribusi dari komponen tersebut antara kedua fase. Terdapat dua fase
dalam HPLC, yaitu fase normal dan fase balik.

Fase Normal, memiliki kolom dengan diameter internal 4.6 mm (dan mungkin
kurang dari nilai ini) dengan panjang 150 sampai 250 mm diisi dengan partikel
silika yang sangat kecil dan pelarut non polar misalnya heksan. Senyawa-senyawa
polar dalam campuran melalui kolom akan melekat lebih lama pada silika yang
polar dibanding degan senyawa-senyawa non polar. Oleh karena itu, senyawa yang
non polar kemudian akan lebih cepat melewati kolom.

Fase balik memiliki ukuran kolom sama, tetapi silika dimodifikasi menjadi non
polar melalui pelekatan rantai-rantai hidrokarbon panjang pada permukaannya
secara sederhana baik berupa atom karbon 8 atau 18. Pelarut polar yang digunakan
berupa campuran air dan alkohol seperti metanol. Air mengandung buffer atau
garam untuk membantu dalam pemisahan komponen analit.
Waktu Retensi
 Waktu retensi adalah waktu yang dibutuhkan oleh
senyawa untuk bergerak melalui kolom menuju
detektor.
 Waktu retensi diukur berdasarkan waktu dimana
sampel diinjeksikan sampai sampel menunjukkan
ketinggian puncak yang maksimum dari senyawa itu.
 Waktu retensi akan sangat bervariasi dan bergantung
pada tekanan yang digunakan, kondisi dari fase diam
(tidak hanya terbuat dari material apa, tetapi juga
pada ukuran partikel), komposisi yang tepat dari
pelarut, temperatur pada kolom (Putra, 2007).
Pengolahan Data
 Output akan direkam sebagai rangkaian
puncak-puncak, dimana masing-masing
puncak mewakili satu senyawa dalam
campuran yang melalui detektor dan menyerap
sinar UV.
 Selain itu waktu retensi juga digunakan untuk
membantu mengidentifikasi senyawa yang
diperoleh.
Kelebihan dan Keuntungan HPLC

 HPLC merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia, termasuk metode
analisia terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fase gerak cairan dan
fase diam cairan atau padat.

 Banyak kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya (Done
dkk, 1974; Snyder dan Kirkland, 1979; Hamilton dan Sewell, 1982; Johnson
dan Stevenson, 1978 dalam Putra, 2007) antara lain, mampu memisahkan
molekul-molekul dari suatu campuran, mudah melaksanakannya, kecepatan
analisis dan kepekaan yang tinggi, dapat dihindari terjadinya dekomposisi /
kerusakan bahan yang dianalisis, resolusi yang baik, dapat digunakan
bermacam-macam detektor, kolom dapat digunakan kembali, dan mudah
melakukan "sample recovery".

 Selain itu HPLC menawarkan beberapa keuntungan dibanding dengan


kromatografi cair klasik, antara lain cepat, sensitivitas detektor yang cukup
tinggi, ideal untuk zat bermolekul besar dan berionik.
Analisa Residu Antibiotika Pada
Produk Perikanan
 Terdapat 3 jenis antibiotika yang paling sering diujikan yaitu
kloramfenikol, nitrofuran dan derivatnya serta tetrasiklin dan
derivatnya. Hal ini terutama untuk produk-produk perikanan
yang akan diekspor ke pasar UE (Uni Eropa).
 Dalam pelaksanaannya cara pengujian utamanya mengacu
pada Standar Nasional Indonesia (SNI). Namun belum
sepenuhnya bisa mengikuti syarat mutu. Hal ini dikarenakan
pertimbangan kemampuan pengujian, disamping adanya jenis
komoditi yang belum distandarkan.
 Penggunaan standar pengujian diluar Standar Nasional
Indonesia, diupayakan pada standar Metode yang official
seputar AOAC (Association of Analytical Chemistry) ataupun
Journal AOAC, dll.
 Terdapat dua metode pengujian residu antibiotikan di UPT
LPPMHP Surabaya, yaitu metode ELISA untuk pengujian
kloramfenikol dan nitrofuran serta derivatnya (AOZ, AMOZ,
AHD dan SEM) dan metode HPLC untuk pengujian tetrasiklin
dan derivatnya (oksitetrasiklin dan klortetrasiklin).

 Metode ELISA lebih banyak digunakan karena metode ini


memiliki beberapa kelebihan yaitu sangat sensitif, artinya
mampu mendeteksi residu antibiotik dalam kadar yang sangat
kecil, memerlukan waktu yang relatif singkat dan jumlah
sampel yang teranalisa lebih banyak (terdapat 96 mikroplate
yang mampu menampung 12 standar dan 84 sampel), prosedur
pengujian yang relatif lebih mudah, tidak memerlukan
keahlian khusus dalam pelaksanaannya.
 Pengujian dengan metode ELISA juga memerlukan alat yang
nantinya digunakan untuk membaca absorbansi, yaitu Elisa
reader unit ELISA Reader dengan merek yang berbeda, yaitu
Well reader®Biopharm dan Stat Fax 3200.

 Dimana penggunaannya dilakukan secara bergantian. Kedua-


duanya sama-sama menghasilkan nilai absorbansi warna
 produk Biopharm langsung terhubung dengan komputer yang
didalamnya telah terdapat program RIDA®Soft Win yang digunakan
untuk mengolah data nilai absorbansi tersebut sehingga dapat diketahui
kandungan residu kloramfenikol dalam sampel, dengan demikian akan
lebih praktis,
 sedangkan untuk yang merek Stat Fax 3200, tidak terhubung dengan
komputer, namun hanya terhubung dengan printer, sehingga data nilai
absorbansinya langsung di cetak, untuk selanjutnya dimasukkan ke
dalam program RIDA®Soft Win untuk diolah sehingga diketahui
kandungan residu kloramfenikol dalam sampel.
 Gambar 8 . Well reader Stat Fax 3200 Gambar 9. Well Reader Biopharm
Analisa Residu Kloramfenikol
 Prosedur pengujian residu kloramfenikol telah terdapat dalam Standar
Nasional Indonesia (SNI), yang mengacu pada Jurnal Association Official
of Analytical Chemical (AOAC) Vol. 74 No. 1.1991.
 Untuk pengujian residu kloramfenikol menggunakan 2 jenis tes kit yaitu
Biopharm dengan nama paten Ridasreen ® dan tes kit dari Bioscientific.
 Di dalam tes kit tersebut telah disediakan reagen dan standard
kloramfenikol. Adapun isi kit Ridascreen ® Chloramphenicol produksi R-
biopharm antara lain:
 1 buah plate microtiter terdiri dari 96 wells ( terdiri dari 12 strip masing-
masing berisi 8 wells yang dapat dilepas; 6 buah larutan standard
kloramfenikol dengan konsentrasi 0 ppt, 25 ppt, 50ppt, 100 ppt, 250 ppt dan
750 ppt masing-masing berisi 1.3 ml yang siap untuk digunakan; 1 botol
konjugate peroksidase sebanyak 0.7 ml, dikemas dalam botol bertutup merah;
1 botol substrate atau kromogen sebanyak 10 ml yang dikemas dalam botol
berwarna coklat; 1 botol stop solution berisi asam sulfat 1 N sebanyak 14 ml
yang dikemas dalam larutan berwarna kuning; 1 botol buffer sebanyak 100 ml;
1 sachet washing buffer yang berisi 0.05% Tween 20 yang harus dilarutkan
terlebih dahulu dalam 1 L Aquadestillata.

Anda mungkin juga menyukai