Anda di halaman 1dari 23

CASE BASED DISCUSSION

Diana Putri Damayanti 013.06.0012

Pembimbing: dr. I Gusti Ketut Darmita, Sp.PD

SMF INTERNA RSUD KLUNGKUNG – BALI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL – AZHAR
2020
Laporan Kasus
Identitas Pasien Anamnesa
◦ Nama : Tn. L ◦ Keluhan Utama : Lesu dan
◦ Jenis kelamin Lemah
: Laki – laki
◦ Keluhan Penyakit Sekarang
◦ Usia : 49 tahun
◦ Alamat : Klungkung Lesu dan lemah sejak
beberapa hari yang lalu. Nafsu
◦ Pekerjaan : Petani makan berkurang dan kadang
merasakan telinga berdenging
Pemeriksaan yang dilakukan
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang
◦ Tanda Vital : Dalam Batas ◦ Hb  8 gr/%  hipokromik
Normal mikrositer
◦ Status Generalis ◦ FL  ditemukan cacing
◦ Mata ankilostomum
◦ Konjungtiva palpebra 
tampak pucat
◦ COR Pulmo  Dalam Batas
Normal
◦ Abdomen  H/L Tidak
Teraba Besar, Asites (-)
◦ Extremitas  edema (-)
Identifikasi Masalah
Ankilostomiasis Anemia Defisiensi Besi
Bayi prematur, Anak – anak,
Usia (49 Tahun) Semua Usia ibu hamil, ibu menyusui,
lansia
Pekerjaan (Petani) √ Ada kemungkinan

Lemah √ √

Lesu √ √

Nafsu Makan Berkurang √ √

Telinga berdenging - √

Konjungtiva Palpebra √ √
Hb ↓ √ √
Ditemukan
Feses Lengkap -
telur/larva/cacing
Diagnosis Kerja
Ankilostomiasis disertai Anemia Defisiensi Besi
Penanganan dan Pengelolaan
◦ Terapi Farmakologis
◦ Pirentel Pamoat 10 mg/kg BB dosis tunggal diberikan 3 hari berturut-turut
◦ Mebendazol 500 mg/dosis tunggal atau 2 X 100 mg 3 hari berturut-turut
◦ Albendazol 400 mg dosis tunggal
◦ Ferrosus Sulfat 3 X 200 mg
◦ Iron Dextran Complex 25-100mg (0,5-2ml) IM/IV 1 kali sehari
◦ Vitamin C 3 X 100mg/hari
◦ Non- farmakologi
◦ Menggunakan alas kaki, terutama saat berkontak dengan tanah
◦ Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukkan aktifitas dengan
menggunakan sabun dan air mengalir.
◦ Memotong kuku
◦ Diet  makanan tinggi protein (protein hewani)
Respon Terhadap Terapi
Jika respon terhadap terapi tidak baik, maka perlu
dipikirkan:
◦ Dosis besi kurang
◦ Masih ada perdarahan cukup banyak
◦ Pasien tidak patuh dalam meminum obat
◦ Ada penyakit lain (penyakit kronik)
◦ Diagnosis defisiensi salah
Anemia Defisiensi Besi

◦ Occult Blood Test


◦ MCV ↓
◦ MCH ↓
◦ Serum Irron ↓ <30
◦ TIBC (Total iron-binding capacity) ↑ >360
◦ Saturasi Transferin ↓ < 15%
◦ Apusan Sumsum Tulang (-)
◦ Protoporfirin Eritrosit ↑
◦ Feritinin Serum ↓ <20 µg/l
◦ Elektroforesis (Normal)
Resume
Seorang Laki-laki 49 tahun pekerjaan sebagai petani datang ke UGD RSUD

Klungkung dengan keluhan lesu dan lemah sejak beberapa hari yang lalu. Pasien juga

mengeluhkan nafsu makan berkurang dan kadang merasakan telinga berdenging,

Riwayat BAB/BAK dalam batas normal, Keluhan Muntah Darah dan BAB Hitam

disangkal.

Pada pemeriksaan fisik, tanda vital dalam batas normal, pada status generalis

didapatkan, Mata: Konjungtiva Palpebra tampak pucat, Cor dan Pulmo dalam batas

normal, Abdomen Hati/Lien tidak teraba besar, Asites (-), Extremitas tidak edema.

Pemeriksaan Laboratorium didapatkan Hb 8 gr% dengan morfologi

hipokromik mikrositer, FL didapatkan Cacing ankilostonum (+).


TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Ankilostomiasis adalah penyakit cacing tambang yang
disebabkan oleh Ancylostoma duodenale.
Epidemiologi
◦ Sekitar seperempat penduduk dunia terinfeksi oleh cacing
tambang. Infeksi paling sering ditemukan di daerah yang
hangat dan lembab, dengan tingkat kebersihan yang buruk.
Ancylostoma duodenale didetukan didaerah mediterenian,
india, cina dan jepang. Necator americanus ditemukan di
daerah tropis afrika, asia dan amerika.
Etiologi

◦ Penyakit cacing tambang disebabkan oleh cacing necator


americanus, ancylostoma duodenale, dan jarang disebabkan
oleh ancylostoma brazillensis, Ancylostoma caninum,
Aclylostoma malayanum.

Daur hidup Ancylostoma duodenale:


Telur  larva rabditiform  larva filariform  menembus
kulit  kapiler darah  jantung kanan  paru  bronkus
 trakea  laring  usus halus
Faktor Risiko
1. Kurangnya penggunaan jamban keluarga
2. Kebiasaan menggunakan tinja sebagai pupuk
3. Tidak menggunakan alas kaki saat bersentuhan dengan
tanah
4. Perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang.
Patofisiologis dan Manifestasi Klinis

◦ Fase Cutaneus  Cutaneus larva migran  Ground Itch 


timbul rasa nyeri dan gatal  infeksi sekunder
◦ Fase Pulmonary  disebabkan oleh migrasi larva dari
pembuluh darah kapiler ke alveolus  batuk kering dan asma
disertai wheezing serta demam
◦ Fase Intestinal  disebabkan oleh perlekatan cacing dewasa
pada usus halus dan penghisapan darah  mengiritasi usus 
mual, muntah, nyeri perut, diare  perdarahan  anemia
defisiensi besi
Diagnosis
◦ Pemeriksaan penunjang
Saat awal infeksi (fase migrasi larva) mendapatkan: a) eosinophilia (1.000-
4000 sel/ml), b) Feses normal, c) infiltrate patchy pada foto toraks dan d)
peningkatan kadar igE. Pemeriksaan feses basah dengan fiksasi formalin
10% dilakukan secara langsung dengan mikroskop cahaya. Pemeriksaan ini
tidak dapat membedakan N. Americanus dan A.duodenale. Pemeriksaan
yang dapat membedakan kedua spesies ini ialah dengan faecal smear pada
filter paper strip harada-mori. Kadang-kadang perlu dibedakan secara
mikroskopis antara infeksi larva rhabditiform (L2) cacing tambang dengan
larva cacing strongyloides stercoralis.
Diagnosis pasti penyakit ini adalah dengan ditemukannya telur cacing
tambang di dalam tinja pasien. Selain tinja juga bisa ditemukan dalam
sputum. Kadang-kadang terdapat darah dalam tinja.
Tatalaksana
◦ Prioritas utama adalah memperbaiki anemia dengan cara
memberikan tambahan zat besi per-oral atau suntikan zat
besi. Pada kasus yang berat mungkin perlu dilakukan
transfuse darah. Jika kondisi penderita stabil, diberikan
obat pyrantel pemoat atau mebendazole selama 1-3 hari
untuk membunuh cacing tambang
Komplikasi
◦ Anemia, jika menimbulkan perdarahan.
Prognosis
◦ Penyakit ini umumnya memiliki prognosis bonam,
jarang menimbulkan kondisi klinis yang berat,
kecuali terjadi perdarahan dalam waktu yang lama
sehingga terjadi anemia.
Pencegahan
◦ Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai
pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan, yaitu antara lain:
1. Sebaiknya masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga.
Sehingga kotoran manusia tidak menimbulkan pencemaran pada
tanah disekitar lingkungan tempat tinggal kita.
2. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk.
3. Menghindari kontak dengan tanah yang tercemar oleh tinja manusia.
4. Menggunakan sarung tangan jika ingin mengelola limbah/sampah.
5. Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukkan aktifitas dengan
menggunakan sabun dan air mengalir.
6. Menggunakan alas kaki saat berkontak dengan tanah.
Kesimpulan
Jadi pada pasien diskenario, dari hasil anamnesa pada pasien
didapatkan keluhan lesu dan lemah sejak beberapa hari yang lalu. Pasien
juga mengeluhkan nafsu makan berkurang dan kadang merasakan
telinga berdenging Pemeriksaan fisik didapatkan Mata Conjungtiva
Palpebra tampak pucat, pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 8 gr
% dengan morfologi hipokromik mikrositer dan pada pemeriksaan feses
lengkap ditemukan Cacing ankilostonum.Dari hasil anamnesa dan
pemeriksaan yang telah dilakukan pasien tersebut mengalami
Ankilostomiasis disertai Anemia devisiensi besi, dimana
Ankilostomiasis merupakan penyakit cacing tambang yang disebabkan
oleh Ancylostoma duodenale dan anemia defisiensi besi ditandai oleh
penurunan cadangan besi dan konsentrasi hemoglobin atau nilai
hematocrit yang menurut.
Daftar Pustaka
◦ Bakta IM. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 4thEd. Vol II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. 2006. hlm 632-36. (Sudoyo, et al., 2006)
◦ Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L. Hauser, S.L. et al.Harrisson’s:
Principle of Internal Medicine. 17th Ed. New York: McGraw-Hill Companies.
2009. (Braunwald, et al., 2009)
◦ Gandahusada, S. 2000. Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (Gandahusada, 2000)
◦ Panduan Praktik Klinis BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN
KESEHATAN PRIMER, Edisi Revisi Tahun 2014
◦ Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S. Eds. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. 4thEd. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. (Sudoyo, et al., 2006)
Terimakasih,.

Anda mungkin juga menyukai