Anda di halaman 1dari 49

INTERPRETASI HASIL SPIROMETRI

DAN UJI BRONKODILATOR

Suradi, Makhabah D, Farih Raharjo

PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI


FK UNS/RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
1
PENDAHULUAN

Spirometri  uji fungsi paru yang paling sering digunakan karena


aman, cepat, sederhana, dan reproducible

Spirometri mengukur fungsi ventilasi dinamik

Spirometri tidak dapat mengarahkan klinisi secara langsung


ke diagnosis patologi  perlu interpretasi akurat

Hasil spirometri harus selalu disesuaikan dengan klinis, hasil


pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan fungsi paru lainnya
Parameter spirometri

Volume
Kapasitas vital Kapasitas vital
ekspirasi paksa
(KV) paksa (KVP)
detik (VEP1)

Rasio Arus puncak


VEP1/KVP ekspirasi (APE)
• Alat yang digunakan untuk
Spiromete mengukur volume dan
waktu inspirasi serta
r ekspirasi.

• Hasil pemeriksaan
spirometri yang disajikan
Spirogram dalam bentuk volume-
time curve dan flow-
volume curve
Gambar 1. Volume-time curve normal menunjukkan KVP dan VEP1,
Dikutip dari : Ranu H, et al. Ulster Med J. 2011;80(2):84-90.
Flow-volume curve

Gambar 2. Flow-volume curve normal.


Dikutip dari : Masekela R, et al. South African Med J. 2013;12(2):1036-41.
INTERPRETASI HASIL SPIROMETRI
Tentukan apakah hasil spirometri memenuhi
kriteria acceptability

Dapatkan minimal 3 manuver memenuhi kriteria


reproducibility

Bandingkan dengan nilai referensi normal


berdasarkan Jenis kelamin, usia, tinggi badan.

Tentukan pola ventilasi  normal, defek ventilasi


obstruktif, restriktif, atau campuran
Gambar 3. Volume-time curve yang baik, tidak maksimal, dan tidak acceptable.
Dikutip dari : Johns D, et al. National Asthma Council; 2008.
Gambar 4. Flow-volume curve yang memenuhi kriteria acceptable, tidak maksimal, dan
tidak acceptable.
Dikutip dari : Johns D, et al. National Asthma Council; 2008.
DEFEK VENTILASI OBSTRUKTIF
Penurunan VEP1 dan atau rasio VEP1/KVP
 pola ventilasi obstruksi

Batas bawah nilai normal rasio VEP1/KVP


adalah 0,70 – 0,75, sebaiknya dibandingkan
dengan nilai referensi VEP1/KVP

Nilai referensi normal APE, VEP1, KVP, Rasio


VEP1/KVP  Indonesian pneumobile
project

Penyakit obstruksi sangat banyak,yang


paling sering ditemukan asma dan PPOK
DEFEK VENTILASI OBSTRUKTIF

• OBSTRUKSI SALURAN NAPAS SENTRAL


• OBSTRUKSI SALURAN NAPAS PERIFER

KONSTAN/FIXED

EKSTRATORAKS

VARIABLE/BERVARI
OBSTRUKSI ASI
SALURAN
NAPAS SENTRAL
INTRATORAKS
Obstruksi saluran napas sentral
ekstratoraks konstan (fixed)
Pendataran kurva
ekspirasi dan inspirasi

Obstruksi terjadi pada faring,


laring, dan trakea bagian
ekstratoraks

Gambar 5. Obstruksi saluran napas sentral ekstratoraks konstan (fixed),


Dikutip dari : Pellegrino R, et al. Eur Respir J. 2005;26:94868.
Obstruksi saluran napas sentral ekstratoraks
bervariasi (variable).

Obstruksi terjadi pada


faring, laring, dan trakea
bagian ekstratoraks
Pendataran kurva
inspirasi

Gambar 5. Flow-volume curve pada obstruksi saluran napas sentral ekstratoraks


bervariasi (variable).
Dikutip dari Pellegrino R, et al. Eur Respir J. 2005;26:94868.
Obstruksi saluran napas sentral intratoraks

Pendataran kurva
ekspirasi

Obstruksi saluran napas sentral


intratoraks (trakea intratoraks dan
bronkus utama)

Kurva inspirasi normal

Gambar 6. Obstruksi saluran napas sentral


intratoraks.
Dikutip dari : Husain A, et al. Pak J Physiol. 2008;4(1):30-4.
Obstruksi saluran napas perifer

APE MENURUN

Bagian curvilinear
kurva menjadi
konkav (cekung)

Gambar 7. Obstruksi saluran napas perifer.

Dikutip dari : Husain A, et al. Pak J Physiol. 2008;4(1):30-4.


DEFEK VENTILASI RESTRIKTIF

Diagnosis definitif berdasarkan nilai kapasitas paru total (KPT).

Kapasitas paru total < 80 % prediksi menandakan pola


restriksi.

Nilai VEP1 normal atau menurun dan KVP rendah dibandingkan nilai
referensi disertai dengan rasio VEP1/KVP normal atau meningkat 
defek ventilasi restriksi
Penyakit yang menyebabkan gangguan
pengembangan paru  RESTRIKSI

Efusi pleura Pneumotoraks Pneumonia

Gagal jantung interstitial


Fibrosis paru
kongestif lung disease

kelemahan Deformitas
otot napas dinding toraks
DEFEK VENTILASI RESTRIKTIF

Kurva hampir sama


bentuknya dengan kurva
normal tetapi berukuran
lebih kecil dan
KVP/KVP menurun
cenderung oval

Gambar 8. Defek ventilasi restriktif.

Dikutip dari : Ranu H, et al. Ulster Med J. 2011;80(2):84-90.


DEFEK VENTILASI CAMPURAN

• VEP1 Menurun
• KVP Menurun
• Rasio VEP1/KVP Menurun

Gambar 9. Defek ventilasi campuran


ditandai penurunan KVP dan penurunan
rasio VEP1/KVP.

DIkutip dari : Pellegrino R, et al. Eur Respir J. 2005;26:94868.


DEFEK VENTILASI CAMPURAN
Penutupan saluran napas prematur
(premature airway closure) pada
penyakit obstruksi terutama PPOK

Penurunan KVP disertai dengan penurunan


rasio VEP1/KVP
(bukan karena restriksi)

Penting untuk menentukan kapasitas paru total


subjek untuk membedakan secara pasti
penyebab penurunan KVP yang disertai dengan
penurunan rasio VEP1/KVP
Tabel 1. Klasifikasi abnormalitas ventilasi pada
pemeriksaan spirometri.

Parameter Obstruktif Restriktif Campuran

VEP1 Menurun/norm
Menurun Menurun
al
KVP Menurun/norm
Menurun Menurun
al
RASIO Normal/menin
Menurun Menurun
VEP1/KVP gkat

Dikutip dari : Johns DP and Pierce R. National Asthma Council; 2008.


UJI BRONKODILATOR
• Uji bronkodilator (uji BD) merupakan
pemeriksaan yang bertujuan menilai
reversibilitas hambatan aliran udara.
• Pilihan obat, dosis, dan cara pemberian
medikasi bergantung pada keputusan klinisi.
• Respons terhadap bronkodilator dinilai dari
perbaikan VEP1 setelah pemberian
bronkodilator
TAHAPAN UJI BRONKODILATOR
Pemeriksaan spirometri tanpa bronkodilator 
VEP1 dan KVP yang dicatat sebagai hasil uji
baseline atau awal

Inhalasi 400 mcg albuterol/salbutamol MDI dengan spacer


atau ipratoprium bromide 160 mcg atau salbutamol 2,5-5
mg dengan nebulizer.

Spirometri ulang  10 - 15 menit setelah inhalasi 2-agonis


atau 30 menit setelah pemberian agen antikolinergik

Hitung persentase perbaikan VEP1 pasca bronkodilator


dibandingkan VEP1 baseline (awal/pra BD)
Peningkatan VEP1 pasca
bronkodilator 12 % dan
Respons bronkodilator
lebih dari 200 ml
positif
dibandingkan nilai
baseline
Uji provokasi bronkus disebut Karakteristik patofisiologi utama
juga bronchial challenge  asma tetapi dapat juga
mendeteksi hiperresponsivitas ditemukan pada penyakit lain
bronkus

UJI PROVOKASI
BRONKUS

Uji provokasi bronkus dilakukan Konsentrasi atau dosis stimulan


dengan memberikan stimulus yang menurunkan VEP1 sebesar
bronkokonstriktor diikuti 10 – 20 % disebut sebagai
dengan penilaian respons yaitu provocative concentration (PC)
penurunan VEP1 atau provocation dose (PD)
UJI PROVOKASI BRONKUS

Dikutip dari : Borges Mc, et al. Sao Paulo Med J. 2011;129(4):243-9.


UJI PROVOKASI BRONKUS
Uji provokasi bronkus dengan
hipertonik saline 4,5 % relatif
sederhana

Pemberian hipertonik saline dibagi menjadi


5 tahap yaitu pemberian selama 0,5 menit,
1 menit, 2 menit, 4 menit, dan 8 menit
(total 15,5 menit)

Jumlah hipertonik saline yang dapat


menyebaban penurunan VEP1 sebesar ≥ 15
% disebut provocation dose 15 (PD15)

Subjek disebut memiliki hiperresponsivitas


bronkus apabila PD15 ≤ 23,0 gram
SPIROMETRI PADA ASMA, PPOK, DAN ACOS

• Pemeriksaan spirometri sangat penting dalam


menegakkan diagnosis asma, PPOK, dan ACOS.
• Rasio VEP1/KVP < 0,70 pasca bronkodilator
mengkonfirmasi terdapatnya hambatan aliran
udara menetap yaitu PPOK
• Menegakkan diagnosis PPOK menggunakan rasio
VEP1/KVP <0,70 untuk mendeteksi obstruksi
lebih mudah dan sederhana dibandingkan
menggunakan nilai VEP1/KVP sesuai referensi
DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI DERAJAT BERAT
OBSTRUKSI PADA PPOK

Klasifikasi derajat berat obstruksi pada PPOK


(berdasarkan VEP1 pasca bronkodilator)

Pada pasien dengan VEP1/KVP < 0,70

GOLD 1 : Ringan VEP1  80 % prediksi

GOLD 2 : Sedang 50 %  VEP1 < 80 % prediksi

GOLD 3 : Berat 30 %  VEP1 < 50 % prediksi

GOLD 4 : Sangat berat VEP1 < 30 % prediksi


Penderita asma memiliki hambatan
aliran udara bervariasi dari waktu ke
waktu

ASMA Fungsi paru penderita asma dapat


sepenuhnya normal atau dapat juga
mengalami obstruksi berat

Asma tidak terkontrol  variabilitas


fungsi paru yang sangat besar
dibandingkan dengan penderita
asma terkontrol

Variasi hambatan aliran udara pada


penderita asma dapat dinilai dari
VEP1 atau APE
Pasien dengan episode Reversibilitas  Peningkatan fungsi paru
gejala pernapasan khas setelah uji bronkodilator atau setelah
pemberian kortikosteroid (perbaikan VEP1
yaitu : > 200 ml dan > 12 % )
• Sesak
• Batuk
• Mengi Penurunan fungsi paru setelah exercise
• Rasa ketat di dada atau setelah tes provokasi bronkus
(chest tightness) (uji provokasi bronkus positif)
perlu dicurigai
menderita asma
Variabilitas fungsi paru (perbedaan nilai VEP1
apabila dari hasil uji atau APE) lebih dari kisaran normal (>20 %) dari
fungsi paru waktu ke waktu atau setelah pemeriksaan
terdapat : selama 1 – 2 minggu
ACOS
• Sejumlah kecil pasien dengan penyakit saluran
napas kronik memiliki fitur asma dan PPOK
terutama pada lanjut usia disebut sebagai
asthma COPD ovelap syndrome (ACOS).13,17

• Pasien ACOS memiliki eksaserbasi yang lebih


sering, kualitas hidup yang buruk, penurunan
fungsi paru dengan cepat, dan tingkat mortalitas
tinggi dibandingkan pasien asma atau PPOK.
Dikutip dari (17)
Dikutip dari (17)
Dikutip dari (17)
MATUR SUWUN
BACK-UP SLIDE
PERAN SPIROMETRI DALAM MONITORING PENURUNAN FUNGSI PARU PADA PEROKOK

Dikutip : https://www.brit-thoracic.org.uk/document-library/delivery-of-respiratory-
care/spirometry/spirometry-in-practice/
Contoh kasus PPOK
DERAJAT BERAT PPOK
EXTRAPOLATED VOLUME
FAAL PARU PADA HIPERINFLASI DINAMIK
FAAL PARU PADA HIPERINFLASI DINAMIK
VOLUME TIME CURVE OBSTRUKSI
FLOW VOLUME TIME OBSTRUKSI
REPRODUCIBLE/KONSISTEN
REPRODUCIBLE/KONSISTEN
REPRODUCIBLE/KONSISTEN

Anda mungkin juga menyukai