Anda di halaman 1dari 50

Anemia gizi rematri dan stunting

Denny nugraha
ANEMIA :
Anemia (dalam bahasa Yunani: ἀναιμία anaimia, artinya
kekurangan darah, from ἀν- an-, "tidak ada" + αἷμα
haima, "darah" ) adalah keadaan saat jumlah
sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein
pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di
bawah normal. Sel darah merah mengandung
hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut
oksigen dari jantung yang diperoleh dari paru-paru, dan
kemudian mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.
Anemia bisa diklasifikasikan berdasarkan :
1. bentuk atau morfologi sel darah merah,
2. etiologi yang mendasari,
3. dan penampakan klinis.

Penyebab anemia yang paling sering adalah perdarahan yang


berlebihan, rusaknya sel darah merah secara berlebihan hemolisis
atau kekurangan pembentukan sel darah merah ( hematopoiesis
yang tidak efektif).
Seorang pasien dikatakan anemia bila konsentrasi
hemoglobin (Hb) nya kurang dari 13,5 g/dL atau
hematokrit (Hct) kurang dari 41% pada laki-laki, dan
konsentrasi Hb kurang dari 11,5 g/dL atau Hct kurang
dari 36% pada perempuan.
DEFINISI REMAJA :

WHO mendefinisikan remaja sebagai bagian dari siklus hidup


antara usia 10-19 tahun. Remaja berada diantara dua masa hidup,
dengan beberapa masalah gizi yang sering terjadi pada anak-anak
dan dewasa (WHO,2006).

Pada remaja wanita, puncak pertumbuhan terjadi sekitar 12-18 bulan


sebelum mengalami menstruasi pertama atau sekitar usia 10-14
tahun (ADB/SCN,2001 diacu dalam Briawan,2008).
Selama periode remaja, kebutuhan zat besi meningkat
secara dramatis sebagai hasil dari ekspansi total volume
darah, peningkatan massa lemak tubuh, dan terjadinya
menstruasi pada remaja putri (Beard ,2000).
Pada wanita, kebutuhan yang tinggi akan besi terutama
disebabkan kehilangan zat besi selama menstruasi
(Wiseman,2002).
kebutuhan zat besi meningkat : kebutuhan saat sebelum remaja sebesar
0.7-.9 mg Fe perhari menjadi 2.2 mg Fe/hr
atau mungkin lebih saat menstruasi berat.

Peningkatan kebutuhan ini berhubungan dengan waktu dan ukuran


growth spurt sama seperti kematangan seksual dan terjadinya
menstruasi.
Hal ini mengakibatkan wanita lebih rawan terhadap anemia besi
dibandingkan pria (Beard,2000).
Penggolongan anemia menurut kadar Hb

Anemia /Hb (g/dl)


Ringan : 10,0 – 11,9
Sedang : 7,0 – 9,9
Berat : < 7,0
Sumber : WHO,2001
Sebelumnya, perhatian thd penyebab utama anemia
defisiensi besi di negara berkembang difokuskan pada
kehilangan darah yang berlebihan (mis. infestasi cacing
tambang).
Anemia dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain ;
(1)Kandungan zat besi makanan yang dikonsumsi tidak
mencukupi kebutuhan,
(2) meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, dan
(3) meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh.
Penyebab utama anemia yang paling umum diketahui adalah :
(1)kurangnya kandungan zat besi dalam makanan,
(2) penyerapan zat besi dari makanan yang sangat rendah,
(3) adanya zat-zat yang menghambat penyerapan zat besi, dan
(4) adanya parasit di dalam tubuh seperti cacing tambang atau
cacing pita, atau kehilangan banyak darah akibat kecelakaan
atau operasi
(Biesalski dan Erhardt,2007).
3 penyebab anemia (Kemenkes,2016)

1. Defisiensi zat gizi


 Rendahnya asupan zat gizi baik hewani dan nabati yang
merupakan pangan sumber zat besi yang berperan penting untuk
pembuatan hemoglobin sebagai komponen dari sel darah merah/eritrosit.
Zat gizi lain yang berperan penting dalam pembuatan hemoglobin antara
lain asam folat dan vitamin B12.

 Pada penderita penyakit infeksi kronis seperti TBC, HIV/AIDS, dan


keganasan seringkali disertai anemia, karena kekurangan asupan zat gizi
atau akibat
dari infeksi itu sendiri.
2. Perdarahan (Loss of blood volume)
 Perdarahan karena kecacingan dan trauma atau luka yang
mengakibatkan kadar Hb menurun.

 Perdarahan karena menstruasi yang lama dan berlebihan


3. Hemolitik
 Perdarahan pd penderita malaria kronis perlu diwaspadai
karena terjadi hemolitik yang mengakibatkan penumpukan zat besi
(hemosiderosis) di organ tubuh, seperti hati dan limpa.

 Pd penderita Thalasemia, kelainan darah terjadi secara genetik yang


menyebabkan anemia karena sel darah merah/eritrosit cepat pecah,
sehingga mengakibatkan akumulasi zat besi dalam tubuh.
 semakin diyakini bahwa penyebab
utama anemia defisiensi besi di negara
berkembang yang makanan pokoknya
padi-padian adalah rendahnya
bioavailabilitas besi dalam makanan.
 (Endang L Ahadi,2007)
Populasi Diagram
Total Konseptual
Hubungan
Defisiensi Besi Defisiensi Besi
dan Anemia
pada Populasi
Hipotetis.
Anemia
Defisiensi
Besi (Sumber: Ray Yip.
Iron Nutritional
Status Defined. In:
Anemia Filer IJ, ed. Dietary
Iron: birth to two
years. New York,
Raven Press,
1989:19-36).
Populasi
Total Diagram
Defisiensi Besi Konseptual
Hubungan
Defisiensi Besi
dan Anemia
Anemia
pada Populasi
Defisiensi
Anemia Hipotetis.
Besi Anemia
DefDef
BesiBesi
Luasnya
Anemia Overlapping
dipengaruhi:
Anemia Usia, Jenis
Anemia Kelamin,
Bioavailabilitas,
Diet pd. Pop.
Keterangan dlm Diagram

 Anemia dalam suatu populasi dapat disebabkan oleh Defisiensi Besi


atau oleh sebab lainnya (def. Vit. B12, Folat, Malaria, dsb).

 Di negara berkembang, sebagian besar anemia disebabkan oleh


Defisiensi Besi

 Anemia Defisiensi Besi didahului oleh Defisiensi Besi (walaupun


belum mencapai status Anemia)

 Proporsi Populasi yang Defisiensi Besi (dg atau tanpa Anemia)

diperkirakan 2.5 kali Proporsi Anemia Defisiensi Besi


Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan anemia pada
remaja adalah:
1. Pertumbuhan yang cepat
2. Ketidakcukupan asupan makanan kaya zat besi atau makanan
sumber vitamin C
3. Melakukan diet vegan
4. Melakukan diet yang membatasi asupan kalori
5. Sering melewatkan waktu makan
6. Suka melakukan olahraga yang berat
7. Kehilangan banyak darah saat menstruasi
BAGAIMANA ANEMIA DI INDONESIA

-Prevalensi anemia pada ibu hamil 37.1%


- Sebagai dampak lanjut dari anemia rematri sekitar 25%, dan
- Sebagai dampak dari anemia WUS sebesar 17 %
(Riskesdas, 2013)
Apa dampak Anemia pd rematri ke depan??

Remaja putri yang terkena anemia akan terganggu


kesuburannya. Sehingga ketika pada saatnya menikah
dan mulai hamil, asupan gizi untuk bayi yang
dikandungnya menjadi kurang dan akhirnya
melahirkan bayi dengan kekerdilan.

(Kuwat SriHudoyo,2017)
Studi Kohort yang dilakukan di Bogor,
mengikuti pertumbuhan bayi dari mulai hamil,
hingga melahirkan.
ternyata 920 bayi yang lahir, 1/3nya stunting atau pendek.
Mereka lahir dengan panjang kurang dari 50 cm
dan berat kurang dari 3 kg.
dari hasil studi Kohort yang dilakukan Puslitbang Gizi,
Kementerian Kesehatan, di lima kelurahan yang ada di
Kecamatan Bogor Tengah, terdapat 918 ibu hamil melahirkan
920 bayi, beberapa diantaranya melahirkan kembar. Dari 920
bayi tersebut sepertiganya lahir dalam kondisi 'stunting' atau
bertumbuh pendek.
Dari hasil analisis terhadap Studi Kohort tersebut.
Diketahui, bayi stunting kebanyakan lahir dari ibu
yang pendek pula.
Karena, sorang ibu yang pendek beresiko dua kali lebih besar
untuk melahirkan bayi stunting dari pada ibu normal.

Selain itu, faktor lainnya yang menyebabkan adalah


dari lingkungan yang kurang sehat,
ventilasi udara tidak bagus dan kurangnya pemberian ASI.
Bagaimana dgn stunting
Prosentasi status gizi (TB/U) Kab. Cirebon th 2015-
2017 12 11.23
87.11 85.97 10.68
90 84.47
10 9.05
80
8
70
6
Pendek
60 S.Pendek
4

50 1.85 2.18
2 1.88

40 0
2017
2016
30 2015

20
11.23
9.05 10.68 2017
10
1.992.111.47 1.852.181.88 2016

0 2015
Tinggi Normal Pendek S.Pendek
Dalam susunan BM di Indonesia:
BM
pokok

BM
sayuran

BM
lauk
pauk
BM buah-
buahan
Dampak Anemia
Daya tahan
Kebugaran
tubuh

Anemia
Infeksi Prestasi

Kinerja
Rekomendasi global menganjurkan untuk daerah dengan
prevalensi anemia ≥ 40%, pemberian TTD pada rematri dan
WUS terdiri dari 30-60 mg elemental iron dan diberikan setiap hari
selama 3 bulan berturut-turut dalam 1 tahun (WHO, 2016).
Sedangkan untuk daerah yang prevalensi anemianya ≥ 20%,
suplementasi terdiri dari 60 mg elemental iron dan 2800 mcg
asam folat dan diberikan 1 kali seminggu selama 3 bulan on
(diberikan) dan 3 bulan off (tidak diberikan) (WHO, 2011).
Kerangka Pikir Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia
pada Remaja Putri dan WUS
Penanggulangan anmia harus bersamaan,
bila sasaran:

1. Kurang Energi Kronik (KEK)/Kurus

Semua rematri dan WUS dilakukan skrining dengan


pengukuran Indeks
Massa Tubuh (IMT). Jika rematri dan WUS menderita KEK/
Kurus, perlu dirujuk ke puskesmas.
2. Kecacingan
Apabila ditemukan rematri dan WUS yang menderita
kecacingan, maka dirujuk ke puskesmas dan ditangani sesuai
dengan Pedoman Pengendalian Kecacingan di Indonesia.
Rematri dan WUS yang tinggal didaerah endemik kecacingan,
dianjurkan minum 1 tablet obat cacing
setiap 6 bulan.
3. Malaria
Rematri dan WUS yang tinggal di daerah endemik malaria
dianjurkan menggunakan kelambu dan dilakukan skrining
malaria.
Apabila positif malaria .....................

Suplementasi TTD pada penderita malaria dapat


dilakukan bersamaan dengan pengobatan malaria.
4. Tuberkulosis (TBC)
Rematri dan WUS yang menderita TBC dilakukan pengobatan
dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) sesuai Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan TBC di Indonesia.
5. HIV/AIDS
Pada rematri dan WUS yang dicurigai menderita HIV/AIDS
dilakukan Voluntary Counselling and Testing (VCT) untuk diperiksa
ELISA.
Bila positif menderita HIV/AIDS mendapatkan obat Antiretroviral
(ARV) sesuai Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan HIV/AIDS di
Indonesia.
Indikator Pemantauan dan Evaluasi Program
Indikator keberhailan
1. Indikator Input
Secara umum, indikator input adalah Kebijakan dan Program
Nasional, komitmen yang kuat di semua tingkatan, sumber daya
(man, money, material) yang tersedia. Indikator input termasuk
peraturan yang relevan, alokasi dana, tenaga kesehatan di fasilitas
pendidikan/sekolah,
industri/perusahaan, dan fasilitas kesehatan primer dan sekunder.
2. Indikator Proses
Indikator proses mencakup advokasi dan sosialisasi, jejaring yang
efektif dan komunikasi optimal, pengelolaan program, peningkatan
apasitas petugas, peningkatan kegiatan kelompok sasaran, integrasi
dalam surveilans, penelitan dan pengembangan dalam program
pencegahan dan penanggulangan anemia pada rematri dan WUS.
3. Indikator Output
Indikator output terdiri dari cakupan program anemia pada rematri
dan WUS serta kepatuhan rematri dan WUS yang mengonsumsi
TTD.
Pathway PP anemia di kelompok masyarakat

Modifikasi Endang A., dkk


Pathway PP anemia di sekolah

Modifikasi Endang A., dkk


Pathway PP anemia di tempat kerja

Modifikasi Endang A., dkk


Pathway PP anemia utk CATIN

Modifikasi Endang A., dkk


Kesimpulan:
1. Anemia pd remaja putri merupakan masalah gizi
yg sangat penting utk diselesaikan mengingat
dampaknya bagi individu maupun masyarakat

2. Penanggulangan anemia rematri berdampak juga


pada menurunnya angka kesakitan, stunting, dan
kematian pada bayi dan/balitanya
3. Untuk intervensi yang dilakukan di sekolah dengan sasaran remaja
putri, maka pelatihan dimulai dengan pelatihan terhadap guru UKS
atau mata pelajaran lain yang berhubungan, yang dilanjutkan dengan
penyuluhan kepada siswa, orang tua wali murid oleh guru sekolah.
Selanjutnya siswa dapat melakukan penyuluhan kepada siswa lain
(peer) dan kantin sekolah.

Tujuan dari intervensi ini adalah perubahan pengetahuan dan sikap


siswa yang akan
menyebabkan siswa mau mengkonsumsi TTD.
Terima kasih
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai