Anda di halaman 1dari 16

Tektonik, Magmatisme, dan Batuan Beku

di Papua

Dibuat Oleh :
Harizona Aulia R.
Jefry H. Simanjuntak

Magister Teknik
Geologi
Fakultas Teknik
Universitas Gadjah
Mada
Outline
Pendahuluan
Lithotektonik
Tektonik
Magmatisme Pembentukan Batuan Beku (Crustal
Convergence)
Magmatisme Pembentukan Batuan Beku
(Delimination)
Batuan Granitoid
Referensi

(Pringgopawiro, 2006 dalam


Trautman, 2013 )
Pendahuluan
Papua terletak
pada pertemuan 2
(dua) lempeng
besar yaitu
1. Lempeng
Samudera
Pasifik-Caroline
yang bergerak ke
arah barat – barat
daya
2. Lempeng
Benua Indo –
Australia yang
bergerak ke arah
utara

(Hall, 2002)
Lithotektonik
Papua dibagi
menjadi 5
lithotektonik
yaitu

 Melanesian Arc
Terrane
 Irian Ophiolite
Belt (IOB)
 Ruffaer
Metamorphic
Belt (RMB)
 Central Range
Fold and Thrust
Belt
 New Guinea
Foreland Basin

( Sapiie dan Cloos, 2004)


Lithotektonik
Dari utara ke selatan adalah Melanesia Arc Terrane, diikuti oleh
kompleks ofiolit busur basement terbalik, Jurassic Irian Ophiolit Belt
(Weiland, 1999;. CLOOS et al, 2005 dalam Trautman, 2013)

The Ruffaer Metamorf Belt terdiri dari benua deformasi sedimen


bagian selatan dari ofiolit yang telah bermetamorfosa selama subduksi.

Central Range Fold and Thrust Belt sebagian besar terdiri dari
deformasi batuan karbonat (New Guinea Limestone Group) dan
underlying silisiklastik (Kembelangan Group) (CLOOS et al, 2005;.
Warren dan CLOOS, 2007 dalam Trautman, 2013).

New Guinea Foreland terdiri dari endapan tebal dari Miosen akhir
dimana silisiklastik terbaru terendapkan di selatan dari mountain belt
(Quarles van Ufford dan CLOOS, 2005 dalam Trautman, 2013).
Tektonik

Tepi benua New Guinea pada zaman



Jurassic disimpulkan bahwa akibat
terlalu dekat dengan zona rekahan
dan aktifitas struktur menyebabkan
pola break up dan mengakibatkan
terbentuknya tanjung dan teluk pada
kerak samudera.

Busur Pilipina-Carolina terjadi kolisi



dengan Island arc dan terjadi
perubahan pergerakan arah
penunjaman (subduksi) pada tepi
benua New Guinea yang berubah dari
Selatan Utara (Oligosen) menjadi
Selatan Utara (Miosen).
(Gibbins, 2006)
Tektonik
 Terjadi subsiden dan pengendapan dari
karbonat Miosen Bawah menuju ke
selatan dan mengisi cekungan kosong di
utara. Tepi benua utara mempunyai sistem
sesar mendatar divergen menghasilkan
tereksposenya dan mendinginnya
komplek metamorf pada 20-18 Juta tahun
yang lalu.

 Terjadi proses lipatan yang menyebabkan


naiknya pegunungan Irian Jaya dan
berdekatan dengan foreland basin.
Selama Pliosen – Pleistosen, ekstensional
lokal mengalami aktivasi kembali yang
menyebabkan terjadinya aktivitas
vulkanisme dari mantel termasuk
berasosiasi dengan mineralisasi emas,
contohnya pada Porgera dan Grasberg
(Hill et al, 2003).

(Gibbins, 2006)
Magmatisme Pembentukan Batuan Beku (Crustal Convergence)

• Konvergen terjadi sekitar


Akhir Eocene dimana
Lempeng Australia bagian
utara, termasuk Irian Jaya
(passive margin) bergerak ke
arah utara. Passive margin
tersubduksi lempeng pasifik
dan membentuk island arc di
utara Irian Jaya

• Kehadiran batuan vulkanik di


dataran tinggi New Guinea
telah mengalami pelapukan
yang dalam. Magmatisme ini,
umumnya berkomposisi
magma intermediet, memiliki
sebaran batuan dalam volume
kecil, tapi tersebar luas.

(Cloos et al, 2005)


Magmatisme Pembentukan Batuan Beku (Crustal Convergence)
Batuan beku Neogen terjadi di sepanjang belakang dari Central Range.
Di Papua Nugini dan tepat di seberang perbatasan ke Indonesia, Dow
(1977) dikenali sebagai sabuk Magmatisme menjadi deformasi
basement benua Australia. Sabuk ini sekarang dibagi menjadi zona 20-
9 Ma intrusif dan vulkanik batuan, Maramuni Arc, yang terbentuk di
utara (McMahon, 2000a, 2000b).
 
Proses subduksi terus berlanjut hingga akhirnya kerak samudera dari
lempeng Australia termakan habis oleh overriding plate yaitu lempeng
samudera pasifik, maka terjadilah collision antara Lempeng Australia
dengan island arc dari Samudera Pasifik.

Proses collision ini juga dikenal dengan sebutan ophiolite obduction,


dimana ophiolite yang berasal dari kerak samudera terobduksi ke
Lempeng Benua Australia di Pulau New Guinea menghasilkan
ophiolite belt central range pada bagian tubuh burung.
Magmatisme Pembentukan Batuan Beku (Crustal Convergence)
 Ophiolit Terbesar (Central
Ophiolitic Belt - COB)
Singkapan ini muncul di tepi
utara Belt Central New
Guinea. Ophiolit ini
dianggap sebagai sebuah
fragmen dari kerak samudera
Pasifik yang telah mengalami
obduksi ke arah selatan
menuju Margin utara craton
Australia dalam waktu
Mesozoikum (Dow et al.,
1988).

 Di Irian Jaya, sisa-sisa COB


juga memotong sepanjang
pantai dekat Jayapura di
Pegunungan Cyclops (Dow
et al., 1988). Massif ini,
sebagian besar ditutupi oleh
sedimen Tersier cekungan
Mamberamo, umumnya
dianggap sebagai fragmen
dari bagian utara potongan
COB (Dow et al., 1988).
(Monnier et al, 1999)
Magmatisme Pembentukan Batuan Beku (Crustal Convergence)
Batuan Ultrabasa dan gabbroic dari ophiolit Papua Barat tersingkap
sepanjang 440 km di sisi Utara, dan muncul sebagai outlier dalam Weyland
Overthrust (Dow et al, 1986;. Monnieret al., 2000).

Ophiolit ini berhubungan dengan kontak berupa patahan Batuan Metamorf


Derewo Metamorfosis pada bagian selatan .

Weiland (1999) menggambarkan batuan ultrabasa sebagai variabel peridotites


yang mengalami serpentinisasi tetapi tidak ditemukan kehadiran bantal lava.

Monnier et al. (2000) menemukan harzburgit dan dunit dengan wehrlite di


dua lokasi 136,5 ° E, dan gabro dengan tekstur cumulus dan beberapa basalt
pada 138,7 ° E.
Magmatisme Pembentukan Batuan Beku (Delamination)
 Zona pegunungan tengah
Papua tidak terdapat busur
magmatisme atau
gunungapi dikarenakan
pada saat terjadinya
subduksi, berkembang
pula struktur sesar Sorong
pada Pliosen awal (5.2-3.5
Ma).

 Sesar sorong merupakan


sesar mendatar mengiri
(sinistral strike slip)
dimana menyebabkan
proses subduksi yang
awalnya berarah Utara-
Selatan berubah menjadi
Barat-timur. Hal ini
menyebabkan material
kerak samudera tidak
tersubduksikan di
(Paterson and Cloos, 2005 dalam Trautman, pegunungan tengah tetapi
malah berkembang ke arah
2013)
Magmatisme Pembentukan Batuan Beku (Delamination)
Sesar strike slip mengiri dari Ertsberg yang berpasangan
menyebabkan terbentuknya pull apart basin, dimana cekungan ini
menjadi ruang untuk terjadinya intrusi magma

Magma terbentuk akibat proses delamination, atau mencairnya


bagian bawah pegunungan sehingga menyebabkan terbentuknya
magma dan naik keatas.

Terdapat dua macam batuan beku intrusi di daerah ini yaitu intrusi
Diorit Ertsberg (Te) dan batuan beku porfiritik yang keberadaannya
pada kontak batupasir dan batugamping Formasi Ekmai, bertekstur
porfiritik, fenokris tersusun oleh piroksen dan plagioklas berukuran
kristal 1-3 mm tertanam dalam mikrolit plagiolas-k.feldspar,
menunjukkan komposisi traki-andesit atau andesit.
Memperlihatkan tekstur yang lebih kasar dan equigranular.
Batuan Granitoid

Batuan granitoid pada wilayah Papua terbagi


menjadi 2 kompleks wilayah :
1. Kompleks Kepala Burung (Setijadji, 2011;
Syaeful et al.,2013)
2. Papuan Fold Belt (Garwin, 2013; Kamaruddin et
al ., 2013
 Kompleks Kepala Burung
Batuan granitoid pada wilayah ini tersebar di wilayah Siwi Atas, Arfak, dan
Nabire Timur, wilayah ini berumur Permian hingga Triassik. Pada kompleks
ini batuan granitoid tersingkap pada fase kolisi. Asosiasi mineral ekonomis
adalah kehadirannya mineral REE pada batuan granitoid. Geokimia granitoid
di kompleks ini merupakan granitoid Tipe-S yang memiliki komposisi
mineral utama muskovit, biotit, granet, cordierit, cassiterit. Batuan granitoid
ini terdiri dari batuan diorit, granodiorit, dan granit.
 Kompleks Papuan Fold Belt
Batuan granitoid pada wilayah ini tersebar di wilayah Grasberg, Idenburg,
dan sekitarnya. Geokimia granitoid di kompleks ini merupakan granitoid
bersifat K-Alkaline yang memiliki komposisi mineral utama berupa andesine.
Batuan granitoid ini meliputi diorit dan monzonit. Asosiasi mineral ekonomis
hadir karena adanya intrusi dari batuan granitoid yang menghasilkan sistem
porpiri Cu-Au di Grasberg, sistem Skarn di Big Gossan dan Kucing Liar.
Granitoid Tipe-I ini berumur pada Pliosen Atas.
Referensi
Cloos, et al.2005.Collisional Delamination In New Guinea : The Geotectonics of subducting Slab Breakoff.Geological
Society of America : Dept. of Geological Sciences.University of Texas.USA
Davies, Hugh L.2012.The Geology of New Guinea The Cordilleran Margin of The Australian Cotinent.University
NCD.Papua New Guinea.
Garwin, S. 2013. The Tectonic and Geological Framework of New Guinea and the Relationships to Gold Copper
Metallogeny. Proceedings of Papua & Maluku Resources, MGEI Annual Convention, pp. 125-138.
Gibbins, S.L. 2006. The Magmatic and Hydrothermal Evolution of The Ertsberg Intrusion in The Gunung Bijih
( Ertsberg) Mining District, West Papua, Indonesia. Dissertation. Department of Geosciences. The University of Arizona.
Hall, R. 2002. Cenozoic Geological and Plate Tectonic Evolution of SE Asia and the SW Pasific: Computer – Based
Reconstructions Model and Animation. Journal of Asian Earth Sciences 20.
Hill, K. C., Hall, R. 2003. Mesozoic-Cenozoic Evolution of Australia’s New Guinea Margin in a West Pasific context.
Geological Society Australia Special Publication 22. and Geological Society America Special Paper 372.
Kamaruddin, H., & R. Ardiansyah, Hartono. 2013. Porphyry Mineralization Signatures at Atlantis Area, Pegunungan
Bintang, Papua. Proceedings of Papua & Maluku Resources, MGEI Annual Convention, pp. 247-252.
McDonald, GD.1994.Geological and Geochemical Zoning of The Grasberg Igneous Complex, Irian Jaya, Indonesia
Journal of Geochemical Exploration.Elsevier.USA
Monnier et al.1999.Petrology and Geochemistry of the Cyclops Ophiolites(Irian Jaya, East Indonesia) consequences for
the cenozoic evolution of the north Australian Margin.Springer-Verbag.Austria.
Sapiie, B., and Cloos, M. 2004. Strike-Slip Faulting in The Core of the Central Range of West New Guinea: Ertsberg
Mining District, Indonesia. Geological Society of America Bulletin. volume 116. page 277-293.
Setidjadi, L. D. 2011. New Insight on Granitic Rocks and Their Associated Metallogeny in Indonesia. Proceedings of the
1st Asia Africa Mineral Resources Conference 2011.
Syaeful, H., & I. G. Sukadana, A. Sumaryanto. 2013. Geological Setting and Geochemical Approach for Uranium
Exploration in Papua. Proceedings of Papua & Maluku Resources, MGEI Annual Convention, pp. 159-170.
Trautman, M.C. 2013. Hidden Intrusions and Molybdenite Mineralization beneath the Kucing Liar Skarn, Ersberg-
Grasberg Mining District, Papua, Indonesia. Thesis. Faculty of Graduate School Geological Sciences. The University of
Texa. Austin.

Anda mungkin juga menyukai