)18( ) َف ِإ َذا ق ََرأْن َٰ ُه َفٱتّ َ ِب ْع ق ُْر َءان َ ُهۥ17( عل َيْنَا َج ْم َع ُهۥ َوق ُْر َءان َ ُهۥ
َ ِإ ّ َن
Al-Hukm (peraturan/hukum) An-Nur (cahaya)
Al-Hikmah (kebijaksanaan) Al-Basha'ir (pedoman)
Al-Huda (petunjuk) Al-Balagh (penyampaian/kabar)
Isi Kandungan al-Qur’an
Artinya: “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, Yang menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah dan dari Tuhanmulah apa yang datang. Yang mengajarkan
dengan petunjuk, yang mengajarkan manusia apa-apa yang tidak diketahuinya.”
Ayat-ayat di atas merupakan dasar sains dan teknologi dalam Islam. Allah SWT
memberikan intruksi untuk membaca, meneliti, mengkaji dan membahas dengan
kemampuan intelektual. Surat ini merangsang daya kreativitas untuk berinovasi,
meningkatkan keimanan melalui pengalaman indrawi, rasio dan logika yang dimiliki
manusia.
Sejarah Pebulisan Al-Qur’an
Pada masa Nabi Muhammad Saw., penulisan dilakukan dengan dan dalam media yang
terbatas. Mereka menulisnya pada pelepah tamar (kurma), lempengan batu, daun lontar,
kulit/daun kayu, pelana, potongan tulang-belulang binatang. Al-Qur ‟an pada masa ini belum
menjadi satu mushaf. Mushaf terkumpul, tersusun, dan disalin pada masa Khulafa al-
Rasyidin.
Ide atau prakarsa pengumpulan dan penyusunan mushaf berasal dari „Umar ibn
Khaṭṭāb pada masa Khalifah Abū Bakar. „Umar mengusulkan ide tersebut karena banyaknya
qurrā dan ḥuffāẓ yang gugur di medan perang, sehingga ditakutkan akan membawa implikasi
banyaknya Al-Qur‟an yang hilang dan musnah. Dengan banyak pertimbangan, Abū Bakar pun
menerima usulan „Umar dan memerintahkan Zaid ibn Ṡābit untuk mengumpulkan Al-Qur’an
yang pada masa itu merupakan salah satu sahabat yang hafal Al-Qur ‟an secara keseluruhan.
Pada masa ini Al-Qur‟an yang terkumpul dan tersusun dikenal dengan istilah “mushaf”
Perbaikan
Mushaf
Seiring dengan penyebaran Islam ke luar wilayah Arab, pada zaman Khalifah Utsman Ibn
Affan radhiyallahu‘anhu (577-656 Masehi) pada tahun 25 Hijriah, muncul perbedaan di antara kaum Muslimin dalam
hal dialek bacaan Al-Qur’an. Perbedaan itu sesuai dengan mushaf-mushaf yang berada di tangan para
Sahabat radhiyallahu ‘anhum. Perbedaan dialek itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah, sehingga Utsman radhiyallahu
‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf guna menyamakan bacaan
Al-Quran. Utsman memerintahkan Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Sa’id Ibnul Ash dan Abdurrahman
Ibnul Harits Ibn Hisyam radhiyallahu ‘anhum untuk menuliskan kembali naskah-naskah Al-Quran yang telah ada
sebelumnya (dipegang oleh Hafshah) dan memperbanyaknya. Zaid Ibn Tsabit berasal dari kaum Anshar sementara
tiga orang yang lain berasal dari Quraisy.
Setelah menyelesaikan penulisan Al-Quran dalam dialek Quraisy (hal ini dikarenakan Al-Qur’an diturunkan
dengan dialek tersebut), Utsman radhiyallahu ‘anhu mengembalikan mushaf itu kepada Hafshah dan mengirimkan
hasil pekerjaan tersebut ke seluruh penjuru negeri Islam. Khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu juga memerintahkan
untuk membakar naskah mushaf Al-Qur’an selainnya. Kebijakan Utsman radhiyallahu ‘anhu menjadikan mushaf Al-
Quran tak berubah dari awal sampai sekarang, dan disepakati oleh seluruh kaum Muslimin serta diriwayatkan secara
akuntabel yang berarti dapat dipertanggung jawabkan menurut kaidah periwayatan dalam Islam.
Percetakan
Mushaf
Di Indonesia, perkembangan penulisan Al-Qur’an telah lama berlangsung, mulai dari era
penulisan Al-Qur’an secara manual (manuskrip), litografi (cetak batu), hingga melibatkan mesin-
mesin cetak modern yang dapat menghasilkan tulisan Al-Qur’an berjilid-jilid dalam waktu yang
singkat seperti yang berkembang sekarang ini.
Indonesia ini merupakan negara yang kaya akan manuskrip al-Qur’an. Penyalinannya tersebar
di seluruh daerah mulai dari Aceh hingga Maluku. Berdasarkan data dari Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Badan Litbang dan Diklat Kemenag, penyalinananya berlangsung
sejak abad ke-17 hingga akhir abad 19 yang berjumlah ribuan manuskrip. Pada akhir abad ke-19
merupakan periode terakhir penulisan manuskrip Al-Qur’an.
Al-Qur’an cetak pertama kali diterbitkan oleh Toko Abdullah Afif di Cirebon pada 1933, Salim
Nabhan di Surabaya pada 1920, dan Matba'ah Islamiyah di Bukit Tinggi pada 1933. Penerbit Mushaf
Alquran generasi kedua diantaranya Al Ma'arif di Bandung pada 1948, Sinar Kebudayaan Islam di
Jakarta 1951, dan Menara Kudus di Kudus 1952. Generasi ketiga diantaranya Toha Putra di Semarang
1962, BIR & company di Jakarta tahun 1956, Yayasan Pembangunan Islam di Jakarta 1967, Yayasan
Penyelenggara Terjemahan Alquran di Jakarta 1967, dan Al Hikmah di Jakarta 1979.
THANK YOU