Anda di halaman 1dari 14

Studi Al-qur’an

PENGERTIAN WAHYU DAN


AL-QUR’AN
Pengertian Wahyu
etimologi
Secara etimologi
Secara etimologi wahyu wahyu berasal
berasal dari
dari bahasa
bahasa
Arab
Arab ‫ى‬‫ َ َوـ َوـ َحـحـى‬--‫حـ ُيْوـاوـا‬
ْ‫ َ َوـ ْوـ ْحـ ُي‬-- ‫حاا‬ َ ُ ُ (wa
‫يـــ‬
َ‫ح‬
‫يـــ‬ (waḥḥā-yu
ā-yuḥḥā-
ā- wa
waḥḥyu)
yu) atau
atau
isim
isim mashdar
mashdar dari dari fi’il fi’il waha
waha yang
yang secara
secara
bahasa
bahasa berarti berarti sesuatu sesuatu yang yang tersembunyi
tersembunyi dan
dan
cepat.
cepat. Maksudnya Maksudnya pemberitahuan pemberitahuan kepada
kepada
seseorang
seseorang tentang tentang sesuatu sesuatu secara
secara
tersembunyi
tersembunyi dan dan cepat cepat serta
serta bersifat
bersifat
khusus
khusus bagi bagi dia dia sendiri
sendiri dan dan tersembunyi
tersembunyi bagi
bagi
yang
yang lainnya.
lainnya.
Pengertian Wahyu
terminologi
Jadi, wahyu adalah segala firman
Allah yang disampaikan kepada
a. Menurut al-Qatthahn yang dinukil dari para ulama Nabi-Nya baik melalui perantara
adalah firman Allah yang diturunkan kepada salah maupun tidak. Dan wahyu yang Allah
seorang Nabi-Nya. Kemudian ia menyebutkan definisi turunkan kepada Nabi Muhammad
wahyu dalam pandangan Muhammad Abduh. S.A.W sebagai Nabi terakhir
termanifestasikan dalam dua
b. Menurut Muhammad Abduh dalam Risâlah al-Tauhîd warisan utamanya, yaitu al-Qur’an
berpendapat bahwa wahyu adalah pengetahuan yang dan Hadits Rasulullah S.A.W.
didapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri
disertai keyakinan bahwa semua itu datang dari Allah
SWT, baik melalui perantara maupun tanpa perantara.
Baik menjelma seperti suara yang masuk dalam telinga
ataupun lainnya
Wahyu Dalam al-Qur’an

ilham yang ilham naluri Wahyu bermakna Wahyu yang


menjadi fitrah Melalui isyarat
pada binatang bisikan setan bermakna pesan
manusia

al-Qashash ayat 7 QS. an-Nahl: 68 Maryam: 11 . al-An’am: 121 al-Anfal: 12


Ilham al-fithri li al- seperti wahyu Allah Nabi Zakariya memberi menjadikan yang Allah sampaikan
insan). Seperti wahyu kepada lebah isyarat kepada umatnya perbutatan buruk kepada para
yang diterima ibunda untuk memberikan terasa indah dalam malaaikat-Nya berupa
Nabi Musa. pengertian tanpa melalui diri manusia suatu perintah untuk
pembicaraan. dikerjakan
Cara Penyampaian
Cara Penyampaian Wahyu
Wahyu
kepada Nabi
kepada Nabi dan
dan Rasul
Rasul
Melalui mimpi yang benar (ar-Ru’ya ash-Shadiqah),
Mimpi yang benar yakni mimpi yang sesuai dengan
ash- Shaffat
kenyataannya. Wahyu dengan cara ini langsung disampaikan
ayat 100-
kepada Nabi dan Rasul-Nya tanpa perantara malaikat.
102 :

Cara Dari Balik Tabir


Penyampaian
QS.al-A’raf Penerima wahyu hanya mendengar Kalam Ilahi akan
Wahyu kepada
Nabi dan Asy-Syura ayat 143 tetapi ia tidak dapat melihat-Nya
Rasul ayat 51

Melalui Malalikat Jibril (ruh al- Amin),


Firman Allah dalam surah asy-Syura ayat 51 yaitu:
ٌ‫ى َح ِكيم‬
ٌ ّ ِ‫ٓاء ۚ ِإن ّ َُهۥ َعل‬ ِ ُ‫ابأ َ ْو ي ُ ْر ِس َل َر ُسول ًا فَي‬
ُ ‫وح َى ِب ِإ ْذ ِن ِهۦ َما يَ َش‬ ٍ ‫ج‬ ِ ‫َان لِبَ َش ٍر أَن يُك َ ِل ّ َم ُه ٱلل َّ ُه ِإلَّا َو ْحيًا أ َ ْو ِمن َو َر‬
َ ‫ٓائ ِح‬ َ ‫َو َما ك‬ Allah memerintahkan kepada Malaikat Jibril untuk
menyampaikan wahyu kepada Nabi
“Dan tidak mungkin bagi seseorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia
kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus
seseorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang
Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana”. (QS. asy-Syura
42: 51).
Pengertian
Al-Qur’an
Secara etimologis Al-Qur’an adalah mashdar (infinitif)
dari qara-a--yaqra-u—qirâ-atan—qur’â-nan yang berarti
bacaan. Al-Qur’an dalam pengertian bacaan ini misalnya
terdapat dalam firman Allah SWT :

)18( ‫) َف ِإ َذا ق ََرأْن َٰ ُه َفٱتّ َ ِب ْع ق ُْر َءان َ ُهۥ‬17( ‫عل َيْنَا َج ْم َع ُهۥ َوق ُْر َءان َ ُهۥ‬
َ ‫ِإ ّ َن‬

“Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah


mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Apabila Kami telah selesai
membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu.” (Q.S.
Al-Qiyâmah 75:17-18).
Pengertian
Al-Qur’an
Secara terminologi, para ulama memberi rumusan definisi yang
beragam tentang Al-Qur’an, diantaranya:
1. Menurut Muhammad Ali ash-Shabuni
“Al Qur’an adalah kalam Allah SWT. yang diturunnkan kepada
Nabi dan Rasul terakhir melalui malaikat Jibril AS. yang
tertulis dalam mushaf dan sampai kepada kita dengan jalan
tawatur (mutawatir), membacanya merupakan ibadah yang
diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-
Nas”.
2. Menurut az-Zarqani
“Al Qur’an adalah kalam yang mengandung mukjizat yang
diturunkan kepada nabi Muhammad saw., tertulis di dalam
mushaf, dinukil dengan cara mutawatir, dan membacanya
adalah ibadah”
Nama-Nama Al-Qur’an
 Al-Kitab (yang tertulis/ditulis) • Ar-Rahmat (karunia)

 Al-Furqan (pembeda benar salah)  Ar-Ruh (ruh)

 Adz-Dzikr (pemberi peringatan)  Al-Bayan (penerang)

 Al- Mau'idhah (pelajaran/nasihat)  Al-Kalam (ucapan/firman)

 Asy-Syifa' (obat/penyembuh)  Al-Busyra (kabar gembira)

 Al-Hukm (peraturan/hukum)  An-Nur (cahaya)

 Al-Hikmah (kebijaksanaan)  Al-Basha'ir (pedoman)

 Al-Huda (petunjuk)  Al-Balagh (penyampaian/kabar)

 At-Tanzil (yang diturunkan)  Al-Qaul (perkataan/ucapan)

 
Isi Kandungan al-Qur’an

6. Dasar Dasar Ilmu Pengetahuan 1. Aqidah


Banyak ayat yang memberikan isyarat-isyarat ilmu Inti pokok ajaran akidah adalah masalah
pengetahuan (sains) dan teknologi yang bersifat tauhid, yakni keyakinan bahwa Allah Maha
potensial untuk kemudian dapat dikembangkan 1. Esa. Setiap Muslim wajib meyakini ke-
guna kemaslahatan dan kesejahteraan hidup Maha Esa-an Allah.
manusia.

5. Sejarah Atau Kisah 2. Ibadah


5. 6. 3. 2.
Sejarah atau kisah-kisah tersebut Ibadah merupakan bentuk kepatuhan
bukan hanya sekedar cerita atau dan ketundukan yang ditimbulkan oleh
dongeng semata, tetapi dimaksudkan perasaan yakin terhadap kebesaran
untuk menjadi ‘ibrah (pelajaran) bagi Allah Swt., sebagai satu-satunya Tuhan
umat Islam. 4. yang berhak disembah.
4. Hukum-Hukum
sumber hukum ajaran Islam, al-Qur’an banyak 3. Akhlak
memberikan ketentuan-ketentuan hukum yang Akhlak merupakan satu fundamen penting
harus dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum dalam ajaran Islam, sehingga Rasulullah
baik secara global (mujmal) maupun terperinci saw. menegaskan dalam sebuah hadis
(tafsil). bahwa tujuan diutusnya beliau adalah
untuk memperbaiki dan menyempurnakan
akhlak mulia
Ilmu Pengetahuan dan Al-Qur’an

Ilmu pengetahuan atau sains, secara singkat dapat dirumuskan sebagai


himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui suatu proses
pengajian dan dapat diterima oleh rasio, artinya dapat dinalar. Dengan
demikian dapat dapat dikatakan bahwa sains adalah himpunan
rasionalitas kolektif insani. Pandangan Al Qur’an tentang ilmu dan
teknologi dapat diketahui prinsip-prinsipnya dari analisis wahyu pertama
yang diterima oleh Nabi Muhammad saw, yakni Al Qur’an Surah al-‘Alaq
ayat 1-5.

Artinya: “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, Yang menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah dan dari Tuhanmulah apa yang datang. Yang mengajarkan
dengan petunjuk, yang mengajarkan manusia apa-apa yang tidak diketahuinya.”
Ayat-ayat di atas merupakan dasar sains dan teknologi dalam Islam. Allah SWT
memberikan intruksi untuk membaca, meneliti, mengkaji dan membahas dengan
kemampuan intelektual. Surat ini merangsang daya kreativitas untuk berinovasi,
meningkatkan keimanan melalui pengalaman indrawi, rasio dan logika yang dimiliki
manusia.
Sejarah Pebulisan Al-Qur’an

Pada masa Nabi Muhammad Saw., penulisan dilakukan dengan dan dalam media yang
terbatas. Mereka menulisnya pada pelepah tamar (kurma), lempengan batu, daun lontar,
kulit/daun kayu, pelana, potongan tulang-belulang binatang. Al-Qur ‟an pada masa ini belum
menjadi satu mushaf. Mushaf terkumpul, tersusun, dan disalin pada masa Khulafa al-
Rasyidin.
Ide atau prakarsa pengumpulan dan penyusunan mushaf berasal dari „Umar ibn
Khaṭṭāb pada masa Khalifah Abū Bakar. „Umar mengusulkan ide tersebut karena banyaknya
qurrā dan ḥuffāẓ yang gugur di medan perang, sehingga ditakutkan akan membawa implikasi
banyaknya Al-Qur‟an yang hilang dan musnah. Dengan banyak pertimbangan, Abū Bakar pun
menerima usulan „Umar dan memerintahkan Zaid ibn Ṡābit untuk mengumpulkan Al-Qur’an
yang pada masa itu merupakan salah satu sahabat yang hafal Al-Qur ‟an secara keseluruhan.
Pada masa ini Al-Qur‟an yang terkumpul dan tersusun dikenal dengan istilah “mushaf”
Perbaikan
Mushaf
Seiring dengan penyebaran Islam ke luar wilayah Arab, pada zaman Khalifah Utsman Ibn
Affan radhiyallahu‘anhu (577-656 Masehi) pada tahun 25 Hijriah, muncul perbedaan di antara kaum Muslimin dalam
hal dialek bacaan Al-Qur’an. Perbedaan itu sesuai dengan mushaf-mushaf yang berada di tangan para
Sahabat radhiyallahu ‘anhum. Perbedaan dialek itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah, sehingga Utsman  radhiyallahu
‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf guna menyamakan bacaan
Al-Quran. Utsman memerintahkan Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Sa’id Ibnul Ash dan Abdurrahman
Ibnul Harits Ibn Hisyam radhiyallahu ‘anhum untuk menuliskan kembali naskah-naskah Al-Quran yang telah ada
sebelumnya (dipegang oleh Hafshah) dan memperbanyaknya. Zaid Ibn Tsabit berasal dari kaum Anshar sementara
tiga orang yang lain berasal dari Quraisy.
Setelah menyelesaikan penulisan Al-Quran dalam dialek Quraisy (hal ini dikarenakan Al-Qur’an diturunkan
dengan dialek tersebut), Utsman radhiyallahu ‘anhu mengembalikan mushaf itu kepada Hafshah dan mengirimkan
hasil pekerjaan tersebut ke seluruh penjuru negeri Islam. Khalifah Utsman  radhiyallahu ‘anhu juga memerintahkan
untuk membakar naskah mushaf Al-Qur’an selainnya. Kebijakan Utsman  radhiyallahu ‘anhu menjadikan mushaf Al-
Quran tak berubah dari awal sampai sekarang, dan disepakati oleh seluruh kaum Muslimin serta diriwayatkan secara
akuntabel yang berarti dapat dipertanggung jawabkan menurut kaidah periwayatan dalam Islam.
Percetakan
Mushaf
Di Indonesia, perkembangan penulisan Al-Qur’an telah lama berlangsung, mulai dari era
penulisan Al-Qur’an secara manual (manuskrip), litografi (cetak batu), hingga melibatkan mesin-
mesin cetak modern yang dapat menghasilkan tulisan Al-Qur’an berjilid-jilid dalam waktu yang
singkat seperti yang berkembang sekarang ini.
Indonesia ini merupakan negara yang kaya akan manuskrip al-Qur’an. Penyalinannya tersebar
di seluruh daerah mulai dari Aceh hingga Maluku. Berdasarkan data dari Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Badan Litbang dan Diklat Kemenag, penyalinananya berlangsung
sejak abad ke-17 hingga akhir abad 19 yang berjumlah ribuan manuskrip. Pada akhir abad ke-19
merupakan periode terakhir penulisan manuskrip Al-Qur’an.
Al-Qur’an cetak pertama kali diterbitkan oleh Toko Abdullah Afif di Cirebon pada 1933, Salim
Nabhan di Surabaya pada 1920, dan Matba'ah Islamiyah di Bukit Tinggi pada 1933. Penerbit Mushaf
Alquran generasi kedua diantaranya Al Ma'arif di Bandung pada 1948, Sinar Kebudayaan Islam di
Jakarta 1951, dan Menara Kudus di Kudus 1952. Generasi ketiga diantaranya Toha Putra di Semarang
1962, BIR & company di Jakarta tahun 1956, Yayasan Pembangunan Islam di Jakarta 1967, Yayasan
Penyelenggara Terjemahan Alquran di Jakarta 1967, dan Al Hikmah di Jakarta 1979.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai