Anda di halaman 1dari 4

Makna Asli Kata Wahyu

Oleh: Najma Sturoyya

A. Pengertian Wahyu Secara Umum

Secara etimologi Kata waḥy yang bermula maṣdar, berakar dari kata ‫ وحى‬yang

menurut Abū alḤusain Ahmad Ibn Fāris berarti menyampaikan pengetahuan kepada

seseorang secara rahasia. Kata waḥy juga bermakna menulis atau tulisan, isyarat atau

isyarat yang cepat. Makna lain yang ditemukan seputar kata waḥy itu adalah buku,

surat, ilham, pesan rahasia, perintah dan segala sesuatu yang disampaikan oleh

seseorang kepada selainnya. Definisi ini disebutkan dalam kamus al-Ṣiḥāḥ fī al-

Lughah dan diamini oleh Ibn Atsīr. Makna ini dijumpai dalam ungkapan al-‘Ajjāj:

‫“ وحى هلا القرار فاستقرتوشدها بالراسبات الثبت‬Allah mewahyukan pada bumi bahwa telah

ditetapkan suatu ketetapan baginya sehingga dia tetap berputar pada porosnya.”

Mewahyukan di sana artinya memerintahkan”.1

Secara terminologi wahyu adalah pengetahuan yang didapat oleh seseorang

dari dalam dirinya desertai keyakinan bahwa hal tersebut dari sisi Allah SWT baik

melalui perantaraan maupun tanpa suara. Dengan demikian wahyu adalah

pengetahuan dan hidayah yang dapat secara samar atau rahasia dan cepat oleh

seseorang yaitu para Nabi dan Rasul yang di dalam dirinya, disertai keyakinan bahwa

hal tersebut dari sisi Allah melalui perantaraan dan tanpa perantaraan2.

1
Arif Nursihah, Konsep Wahy Dalam Kajian Semantik, Esensia, Vol, 17. No, 1, 2016.
2
Juwaini, “Konsep Wahyu ( Suatu Analisis Pemikiran Filosofi)”, Subtantia, vol.12, No.01, 2010.
B. Makna Asli Kata Wahyu

Toshihiko Izutsu menyebutkan bahwa sebelum datang Islam, kata waḥy telah

banyak digunakan secara berulang-ulang dalam syair-syair Arab3. ‘Alqamah al-Fahl,

seorang penyair yang terkenal dari zaman pra-Islam, menyebukan dalam gubahannya:

‫ كما تراطن يف أفداهنا الروم‬# ‫يوحى إليها بإنقاض ونقنقة‬

“(Burung Unta jantan) berbicara kepadanya dengan suara gemeretak dan

naqnaqah, sebagaimana orang Yunani berbicara satu sama lain dengan bahasa yang

tidak diketahui di istana mereka.” .Dalam memahami waḥyu, orientalis Jepang ini

mengingatkan bahwa kata tersebut secara makna asli tidak bisa dilepaskan dari tiga

karakter yang melekat padanya, yaitu komunikasi; tidak harus bersifat verbal; dan

selalu terdapat hal-hal misterius, rahasia dan privasi. Mengenai sifatnya yang

pertama, waḥyu sebagai praktek komunikasi, ia tergolong ke dalam kata yang

berhubungan dengan dua orang (two personrelation word). Dengan kata ini berarti

proses waḥyu (pewahyuan) menuntut keberadaan dua sosok agar komunikasi benar-

benar terwujud. Sifat kedua Izutsu menyebutkan bahwa waḥyu tidak mesti dengan

bentuk verbal linguistik, sekalipun dapat pula menggunakan kata-kata. Lebih jauh,

dalam sifatnya yang ketiga, menurutnya, waḥyu tergolong tipe komunikasi esoterik

karena bersifat misterius, pribadi dan rahasia. Oleh sebab itu, komunikasi tersebut

dilakukan dengan sedemikian privasi, maka konteks komunikasi tersebut sulit untuk

dipahami oleh selain keduanya. Sebagai contoh bahwa struktur semantik waḥy
3
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia: Pendekatan Semantik terhadap al-Qur’an, terj. Agus
Fahri Husein, dkk (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003).
mengandung unsur misteri (berasal dari ketidakmengertian) telah dibuktikan dalam

beberapa syair Arab. Dahulu waḥy menunjukkan arti tulisan atau huruf. Al-Marrār

Ibn Munqiḍ pernah mengungkapkan: ‫ط االمل ىف وحي‬0‫ل خ‬0‫ مث‬# ‫د عفت‬0‫وما ق‬0‫وترى منها رس‬

‫الزبر‬ “Sekarang kau hanya melihat jejak yang samar samar (dari tempat kediaman

yang lama) seperti huruf L pada tulisan di buku.”24 Kata waḥyu yang berarti tulisan

pada syair di atas, mengandung unsur misteri karena kandungannya tersembunyi dan

hanya diketahui oleh orang yang bersangkutan. Contoh lain ditunjukkan Q.S.

Maryam (19): 11, sebagai berikut: ‫بِّ ُح ْوا‬0 ‫اَْو ٰ ٓحى اِلَْي ِه ْم اَ ْن َس‬0 َ‫اب ف‬
ِ ‫ر‬00‫رج َع ٰلى َقو ِمهٖ ِمن الْ ِم ْح‬00‫فَ َخ‬
َ َ ْ ََ

‫“ بُكَْرةً َّو َع ِشيًّا‬Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberikan isyarat

(waḥy) kepada mereka, hendaklah kalian bertasbih di waktu pagi dan petang.” Ayat

yang berkenaan dengan Nabi Zakariya ini, dipahami Izutsu bahwa pada saat itu Nabi

Zakariya bisu untuk sementara waktu dan tidak dapat berkata apapun, sehingga hanya

mampu memberikan perintah kepada kaumnya melalui isyarat untuk bertasbih kepada

Allah di pagi dan petang. Berbeda dengannya, menurut al Rāzī, Nabi Zakariya saat

itu tidak bisu, hanya saja sedang dilarang untuk berbicara 4. Terkait isyarat yang

digunakan, menurut al-Biqā‘ī adalah dengan menggunakan isyarat gerakan bibirnya. 5

sedangkan menurut al-Bayḍāwī isyarat perintah itu dituliskan pada tanah. 6 Terlepas

dari perbedaan pendapat tentang isyarat yang digunakan oleh Nabi Zakariya,
4
Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Mafātiḥ al-Ghayb, dalam DVD ROM al-Maktabah al-Syāmilah (Solo: Ridwana
Press, 2005).
5
Ibrāhīm Ibn ‘Umar al-Biqā‘ī, Naẓm al-Durar fī Tanāsub al-Āyāt wa al-Suwar dalam DVD ROM al-
Makatabah al-Syāmilah (Solo: Ridwana Press, 2005).
6
Al-Bayḍāwī, Anwār al-Tanzīl wa Asrār al-Ta’wīl, dalam DVD ROM al-Maktabah al-Syāmilah (Solo:
Ridwana Press, 2005)
kandungan isyarat itu syarat akan misteri karena tidak diketahui dan dipahami kecuali

oleh yang menyampaikan dan menerimanya7.

Contoh lain yang lebih komprehensif menunjukkan ketiga karakter dari kata

waḥy adalah firman Allah surah al-A‘raf ayat 117:

َ‫ف َما يَْأفِ ُك ْو ۚن‬ ِ ِ ۚ ‫واَوحينٓا اِىٰل مو ٰ ٓسى اَ ْن اَلْ ِق ع‬


ُ ‫صاكَ فَا َذا ه َي َتْل َق‬
ََ ْ ُ ََْ ْ َ

“Dan Kami wahyukan kepada Musa, ‘lemparkanlah tongkatmu!’ maka, tiba-tiba ia

menelan habis segala kepalsuan mereka.”

Sekalipun menurut Izutsu waḥy dalam tahap ini belum merupakan waḥyu

menurut arti teknis yang tepat melainkan selayaknya ilhām, namun terlihat bahwa

Tuhan mengomunikasikan kehendakNya secara langsung kepada manusia sebagai

sosok kedua tanpa perantara. Jelasnya, proses ini dilakukan tanpa formulasi

pemikiran linguistik apapun. Tuhan dalam hal ini menghidupkan pikiran manusia

sedemikian rupa sehingga manusia segera memahami kehendak-Nya yang misterius

itu. Dengan beberapa contoh yang dipaparkan di atas, jelaslah bahwa makna asli

waḥy ini tidak terlepas dari tiga karakter atau sifat yang dimilikinya yakni

komunikasi dua sosok, bisa berbentuk non verbal dan mengandung makna misterius8.

7
Arif Nursihah, Konsep Wahy Dalam Kajian Semantik, Esensia, Vol, 17. No, 1, 2016.
8
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, 177.

Anda mungkin juga menyukai