PERILAKU PASIEN, RESPON SAKIT / NYERI PASIEN • PES : enterobakteri yersina • flu, demam, pusing, menggigil, lemah, benjolan lunak berisi cairan di di tonsil/adenoid (amandel), limpa pembekuan darah pada saluran darah, tekanan darah rendah, mual, muntah Pandangan social/budaya tentang penyakit
• Menurut Conread dan Kern, disease adalah
merupakan gejala fisiologi yang mempengaruhi tubuh. Sedangkan illness adalah gejala sosial yang menyertai atau mengelilingi disease. Masyarakat beranggapan bahwa penyakit merupakan produk dari budaya (Geest) Konstruksi social mengenai penyakit • Conread dan Kern menjelaskan bahwa penyakit merupakan konstruksi budaya. Contohnya adalah perempuan sebagai mahluk lemah dan tidak rasional yang terkungkung oleh factor khas keperempuanan sepertiorgan reproduksi dan keadaan jiwa mereka, kecendrungan untuk mengkonstruksikan sindrom premenstruasi dan menopause sebagai gangguan kesehatan yang memerlukan terapi khusus. Persepsi sehat sakit • Persepsi masyarakat tentang kejadian penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan lainnya, tergantung dari kebudayaan yang ada di masyarakat tersebut, turun dari satu generasi kegenerasi berikutnya. • Contoh tentang penyakit Malaria. Masyarakat Papua; makanan pokoknya adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa-rawa. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang dapat menghukum setiap orang yang melanggar ketentuan. Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian dan lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi, menggigil dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuuh dengan cara meminta ampun kepada penguasa hutan, kemudian memetik daun daripohon tertentu yang dapat dibuat ramuan untuk diminum dan dioleskan keseluruh tubuh penderita. • Pandangan orang tentang criteria tubuh sehat atau sakit tidak selalu bersifat obyektif, karena itu petugas kesehatan harus berusaha sedapat mungkin menerapkan criteria medis secara obyektif berdasarkan gejala yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik individu. • Perilaku sakit adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu agar memperoleh kesembuhan, sedangkan perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk ppencegahan penyakit, perawatankebersihan diri, penjagaan kebugaran dan makanan bergizi. Perilaku sehat diperlihatkan oleh individu yangmerasa dirinya sehat meskipun secara medis belum tentu mereka sehat. Peran dan perilaku Pasien • Mecahanic dan Volkhart(1961)mendefinisikan tingkah laku sakit sebagai suatu cara-cara dimana gejala-gejala ditanggapi, dievaluasi dan diperankan oleh seorang individu yang mengalami sakit, kurang nyaman, atau tanda-tanda lain dari fungsi tubuh yang kurang baik. • Seorang dewasa yang bangun tidur dengan leher sakit menjalankan peranan sakit, maka ia harus memutuskan apakah ia akan minum aspirin dan mengharapkan kesembuhan atau memanggil dokter. • Von Mering studi yang mengenai makhluk manusia yang sakit berperan bahwa setiap individu hidup dengan gejala-gejala maupun konsekuensi penyakit, dalam aspek-aspek fisik, mental, aspek budaya dan aspek sosialnya. • Ciri-ciri orang yang bertingkah laku sakit: – Merasa kurang enak badan. – Fungsi tubuh yang kurang baik. – Kurangnya nafsu makan. – Suhu tubuh tidak normal,dll. Contoh tingkah laku sakit • Bangsa Jepang • Pada periode 1996-1998 di RS Medistra Jakarta pada beberapa pasien berwarga Negara Jepang. Tampak pasien segera berespon dengan perubahan sakit yang terjadi pada dirinya. Sesuai dengan disiplin waktu yang sudah menjadi tradisinya, pasien sering meminta schedul tindakan keperawatan terhadap dirinya dan membuat perjanjian apabila terjadi perubahan kondisi (kondisi perubahan suhu yang sering naik, turun, pada pasien DHF ), pasien akan memanggil perawat untuk memeriksa suhu tubuhnya. Perawat harus memberitahu hal-hal atau tindakan yang mendadak misalnya, visite dokter tiba-tiba datang. Dalam menghadapi perubahan-perubahan kesehatan ia ingin segera mendapatkan tanggapan dari para dokter dan perawat. Apabila dia sudah di tanggapi oleh dokter dan perawat pasien merasa tenang. Dari observasi diatas, pasien Jepang merupakan tipe Public Pain dimana rasa sakit yang mereka rasakan ingin segera ditangani dan memerlukan penjelasan atau concern dari perawat maupun dokter yang menanganinya. • Masyarakat Manado • Pasien yang dirawat dengan keluhan sakit pada area perut kanan di IGD RS PERSAHABATAN pada tanggal 8 Desember 1998. Pasien Manado ingin segera ditangani secepatnya. Karena RS Persahabatan merupakan RS pemerintah yang sarananya serba terbatas, maka sulit untuk memenuhi semua keinginan pasien. Dari segi penampilan pasien dan keluarga nampak bagus dan rapi. Pasien juga sering mengeluh dan mengerang-erang kesakitan serta memanggil- manggil perawat untuk segera ditangani. Penjelasan dari perawat sering diabaikan dan meminta penjelasan langsung dari dokter. Setelah diberi penjelasan dari dokter, pasien malahan lebih sering mengeluh dan menuntut penatalaksanaan secepatnya tanpa memperdulikan proses penyakitnya dan prosedur penanganan karena keterbatasan alat dan tenaga, tindakan tidak bisa dilakukan dengan segera. Keluarga pasien menyatakan complain pada pelayanan yang diberikan dan pasien dengan suara merintih meminta segera di pindahkan ke Rumah Sakit yang lebih memadai. Perawat kemudian menyarankan rujukan ke RS swasta. Dari observasi diatas, nampak bahwa pasien Manado merupakan tipe Public Pain dimana mereka meminta perhatian yang berlebih dari perawat maupun dokter serta menginginkan yang terbaik buat mereka. • Masyarakat Bali Pasien di Rumah Sakit Sanglah Denpasar pada periode tahun 1995-1996 di beberapa ruangan rawat inap. Pasien Bali dalam menghadapi perawatan terhadap dirinya jarang meminta perhatian lebih dari perawat atau dokter teteapi mereka akan sangat berterimakasih bila diperhatikan secara sewajarnya. Kehidupan beragama yang begitu kental membuat setiap pasien selalu meminta tempat untuk menghanturkan sesajen di samping tempat tidurnya. Jika lupa atau terlambat, mereka biasanya merasa tidak enak. Sesajen biasanya dihaturkan oleh keluarga pasien untukm meminta keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.Kebersamaan adat yang kental membuat Rumah Sakit terkadang dipenuhi oleh sanak saudara dan anggota banjar (sejenis RW dengan ikatan yang kuat) dari pasien yang bersangkutan. Kehadiran sanak saudara bagi pasien merupakan suatu kebahagiaan dan kebanggaan karena disanalah kualitas hubungan si pasien dengan masyarakat komunitasnya. Bila sedikit yang datang mengunjungi malahan pasien akan sangat bersedih. Dan itu tentui akan menghambat proses kesembuhan si pasien. Dari observasi diatas, nampak bahwa pasien Bali merupakan tipe Private Pain dimana mereka mempunyai perasaan berterimakasih yang sangat besar. Bila pasien merasa puas akan pelayanan yang diberikan kepadanya, tidak jarang pasien memberikan oleh-oleh atau hadiah kepada perawat atau dokter yang menanganinya. Bahkan setelah pasien sembuh banyak pasien menjalin hubungan yang lebih akrab dengan perawat atau dokter yang merawatnya Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri 1) Pengalaman Nyeri Masa Lalu Beberapa pasien yang tidak pernah mengalami nyeri hebat, tidak menyadari seberapa hebatnya nyeri yang akan dirasakan nanti. Umumnya, orang yang sering mengalami nyeri dalam hidupnya, cenderung mengantisipasi terjadinya nyeri yang lebih hebat (Taylor & Le Mone). 2) Kecemasan Toleransi nyeri, titik di mana nyeri tidak dapat ditoleransi lagi, beragam diantara individu. Toleransi nyeri menurun akibat keletihan, kecemasan, ketakutan akan kematian, marah, ketidakberdayaan, isolasi sosial, perubahan dalarn identitas peran, kehilangan kemandirian dan pengalarnan masa lalu (Smeltzer & Bare). 3) Umur Menurut Giuffre, dkk. (1991), cara lansia bereaksi terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara bereaksi orang yang lebih muda. Karena individu lansia mempunyai metabolisme yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot lebih besar dibanding individu berusia lebih muda, oleh karenanya analgesik dosis kecil mungkin cukup untuk menghilangkan nyeri pada lansia. Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat dari perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakita (misalnya diabetes), akan tetapi pada individu lansia yang sehat persepsi nyeri mungkin tidak berubah (Smeltzer & Bare). 4) Jenis Kelamin Perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak sekadar bersifat biologis, akan tetapi juga dalam aspek sosial kultural. Perbedaan secara sosial kultural antara laki-laki dan perempuan merupakan dampak dari sebuah proses yang membentuk berbagai karakter sifat gender. Laki-laki merupakan figur yang dominan, laki-laki membuat keputusan untuk anggota keluarga lain seperti halnya untuk dirinya sendiri. Budaya dimana laki-laki merupakan figur dominan, maka perempuan cenderung untuk pasif. Dalam keluarga Afrika-Amerika pada banyak keluarga caucasian, perempuan sering menjadi figur yang dominan (Taylor & Le Mone). • Sosial Budaya Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam rnengkaji nyeri dan reaksi perilaku terhadap nyeri juga efektif dalarn menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer & Bare). • Nilai Agama Pada beberapa agama, individu menganggap nyeri dan penderitaan sebagai cara untuk membersihkan dosa. Pemahaman ini membantu individu menghadapi nyeri dan menjadikan sebagai sumber kekuatan. Pasien dengan kepercayaan ini mungkin menolak analgetik dan metode penyembuhan lainnya; karena akan mengurangi persembahan mereka (Taylor & Le Mane). • Lingkungan dan Dukungan Orang Terdekat Kehadiran keluarga yang dicintai atau teman bisa mengurangi rasa nyeri mereka, namun ada juga yang lebih suka menyendiri ketika merasakan nyeri. Beberapa pasien menggunakan nyerinya untuk rnemperoleh perhatian khusus dan pelayanan dari keluarganya (Taylor & Le Mone). Dampak Hospitalisasi pada Klien dan Keluarga 1) Perubahan konsep diri Akibat penyakit yang di derita atau tindakan seperti pembedahan, pengaruh citra tubuh, perubahan citra tubuh dapat menyebabkan perubahan peran , idial diri, harga diri dan identitasnya 2) Regresi Klien mengalami kemunduran ketingkat perkembangan sebelumnya atau lebih rendah dalam fungsi fisik, mental, prilaku dan intelektual. 3) Dependensi Klien merasa tidak berdaya dan tergantung pada orang lain. 4) Dipersonalisasi Peran sakit yang dialami klien menyebabkan perubahan kepribadian, tidak realistis, tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, perubahan identitas dan sulit bekerjasama mengatasi masalahnya. 5) Takut dan Ansietas Perasaan takut dan ansietas timbul karena persepsi yang salah terhadap penyakitnya.
6) Kehilangan dan perpisahan
Kehilangan dan perpisahan selama klien dirawat muncul karena lingkungan yang asing dan jauh dari suasana kekeluargaan, kehilangan kebebasan, berpisah dengan pasangan dan terasing dari orang yang dicintai.