Anda di halaman 1dari 94

TEORI KEBUDAYAAN DAN TEORI SENI

Setya Yuwana
FBS UNESA
PARADIGMA

TEORI

PROPOSISI

KONSEP
Paradigma: cara pandang keilmuan
Unsur-unsur dalam paradigma:
 Asumsi-asumsi dasar

 Model

 Konsep

 Metode penelitian

 Metode analisis

 Hasil analisis atau simpulan, yang bisa

dikatakan sebagai “teori” yang dihasilkan


Asumsi dasar: unsur yang sangat penting
dan menjadi dasar bagi unsur-unsur yang
lain.
 Model: analogi atau perumpamaan. Model selalu
ada dalam setiap paradigma, walaupun
kehadirannya tidak selalu disadari oleh ilmuwan
yang menggunakan paradigma tersebut.
 Idealnya, seorang ilmuwan menyadari betul
model yang digunakan agar tidak menjadi
ilmuwan “dogmatis” yang memandang dirinya
paling benar.
Contoh:
“Paradigma fungsionalime Durkheim menggunakan
organisme sebagai modelnya”
Pandangan paradigma fungsionalisme Durkheim:
 Masyarakat itu sebagai organisme

 Kebudayaan itu seperti organisme

Gejala/fenomena yang dipelajari akan dipandang atau


diumpamakan seperti makhluk hidup yang terbangun dari
berbagai macam unsur yang saling berhubungan secara
fungsional satu dengan yang lain. Adanya hubungan
fungsional antargejala juga adanya saling pengaruh atau
saling ketergantungan antargejala tersebut. Inilah yang
membuat perubahan-perubahan pada unsur-unsur yang
lain, dan akhirnya juga pada keseluruhan sistem gejala yang
dipelajari.
Konsep utama paradigma fungsionalisme
Durkheim: “sistem” dan “fungsi”
 Sebuah sistem yaitu suatu kesatuan yang
terbentuk oleh berbagai macam unsur karena
adanya hubungan fungsional dan hubungan saling
ketergantungan antar berbagai macam unsur
tersebut.
 Fungsi suatu unsur – sebagaimana dikatakan
Radcliffe-Brown adalah sumbangan atau
kontribusinya terhadap satu atau beberapa unsur
yang lain atau terhadap keseluruhan organisme
atau sistem gejala yang dipelajari.
 Adanya konsep “fungsi” dan “sistem”
dalam fungsionalisme Durkheim – yang
dilanjutkan oleh Radcliffe-Brown dan
diwarisi dan disempurnakan oleh
Talcott Parsons, sehingga aliran ini
kemudian lebih dikenal dengan nama
“fungsionalisme struktural”.
Kata ‘aesthetica’ berasal dari kata
‘aesthesis’ artinya pengamatan indra atau
sesuatu yang merangsang indra
 Baumngarten mengartikan ‘estetika’ sebagai
pengetahuan yang berkaitan dengan objek yang
dapat diamati dan merangsang indra,
khususnya karya seni
 Comaraswarny dan Gadamer  menolak
pengertian yang dikemukakan Baumngarten
mereduksi karya seni dan objek-objek indah
hanya sebagai fenomena psikologi dan selera
subjektif
Iman al-Ghazali:
Efek yang ditimbulkan karya seni terhadap
jiwa manusia sangat besar, dan karena nya
menentukan moral dan penghayatan
keagamaannya. Apabila masalah estetika
hanya dikaitkan dengan selera dan
kesenangan sensual, atau kesenangan
inderawi, maka nilai seni itu akan merosot
Monroe C. Beardsley:
 Pembicaraan tentang hakikat karya seni dan
objek-objek indah buatan manusia;
 Pembicaraan tentang maksud dan tujuan
penciptaan karya seni serta cara bagaimana
memahami dan menafsirkannya
 Mencari tolok ukur penilaian karya seni dengan
kaidah-kaidah tertentu yang memadai
Kesempurnaan karya seni:
 Sempurna dilihat dari sudut bobot gagasan, konsep, dan
wawasannya;
 Sempurna dilihat dari besarnya fungsi sebuah karya seni
dalam kehidupan manusia
 Sempurna dilihat dari sudut nilai-nilai yang ditawarkan
karya seni dan relevansinya bagi perkembangan
kebudayaan
 Sempurna dilihat dari sudut kesesuaian karya seni dengan
cita-cita kehidupan dan nilai-nilai kemanusiaan/kerohanian
yang hendak ditegakkan manusia
 Sempurna dilihat dari sudut kegunaan
Unsur-unsur estetis dalam seni lukis:
 Garis
 Bentuk
 Warna
 Tekstur
 Ruang
 Cahaya
 Makna
 Lambang
Garis: serangkaian titik-titik yang berjajajarn dan
berkesinambungan, mempunyai arah dan
ketebalan
 Garis linier/garis nyata/atau garis aktual: garis yang
dihasilkan dari goresan suatu benda atau dengan
menggunakan peralatan mekanis
 Garis kaligrafi: garis yang dibuat dengan goresan tangan
bebas
 Garis semu: secara aktual tidak ada tetapi dari segi
pengamatan terasa kehadirannya, berfungsi sebagai batas
suatu bentuk atau alur penghubung antar bentuk, antar
bidang, atau antar warna.
Bentuk dan ruang:
 dua unsur yang saling berkaitan. Bentuk tampak
karena adanya ruang, sedangkan ruang hadir
karena keberadaan bentuk. Bentuk pada keadaan
tertentu menempati ruang, sekaligus juga
membentuk ruang
Tekstur/barik: sifat permukaan suatu benda, yang
terjadi sengaja dibuat manusia atau pun terjadi
secara alami
 Licin
 Halus,
 Kasar
 Berkerut
 Kusam,
 Kilap, dst.
Warna: sarana terpenting bagi perupa karena
dapat membedakan bentuk dan sekelilingnya.
 Warna tidak terbatas pada warna-warna
spektrum tetapi juga termasuk warna netral,
yakni: hitam-putih, deret warna abu-abu, dan
seluruh ragam nada serta rona warna.
 Warna juga berkaitan langsung dengan
perasaan dan emosi seseorang
Ruang
 Permainan ruang di dalam seni lukis bertujuan
untuk memberi kesan gerakan pada benda di
dalam suatu adegan yang digambarkan. Selain
itu, bertujuan untuk memberi kesan menonjol
pada objek-objek yang dipentingkan, serta untuk
mengaburkan objek yang dianggap tidak begitu
penting.
Cahaya
 Pencahayaan atau gelap terang merupakan
merupakan unsur penting karena setiap bentuk
suatu objek tidak dapat terlihat tanpa adanya
cahaya, dan cahaya adalah sesuatu yang selalu
berubah derajat intensitasnya, maupun sudut
jatuhnya.
Prinsi-prinsip Estetis Seni Lukis:
 kesatuan
 keserasian
 keseimbangan
 irama dan perulangan
 kesebandingan
 aksentuasi
Elemen-elemen tari:
 tubuh
 ruang
a. ruang positif
b. ruang negatif
 Imaji dinamis
 kekuatan (energi)
 waktu
Unsur-unsur pendukung tari:
 musik
 tata rias
 busana
 properti tari
 sesaji dan persyaratan upacara
 kurban binatang
 pusaka
Musik
 kaitan musik dan tari
 tari yang memimpin
 musik yang memimpin
 tari dan musik yang berimbang
 musik internal dan musik eksternal
 musik vokal
 musik instrumental
 musik gabungan (vokal dan instrumental)
Fungsi Sosial Tari Komunal
 hiburan
 ekspresi artistik dan kesenimanan
 integrasi sosial
 identitas kebudayaan
 terduga tak terduga
 forum sialog dan kritik sosial
 ritual
 pendidikan
Kesenian sebagai unsur kebudayaan
 Kesenian sebagai sistem simbol
 Kesenian sebagai pelembagaan agama
 Kesenian sebagai ritual
 Kesenian sebagai kesadaran religius
Teori Sosial
 Teori sistem
 Teori sibernetika
 Teori aksi
 Teori kewenangan
 Teori sosiologi budaya Raymond William
TEORI MIMESIS
 Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan atau
jiplakan).
 Plato (428-348) dalam Negara (kitab kesepuluh)
sikap negatif terhadap seni.
 Seni hanya menyajikan suatu ilusi (khayalan)
tentang kenyataan dan tetap jauh dari “kebenaran”
 Seorang tukang lebih dekat dengan kebenaran
daripada seorang pelukis atau penyair.
Aristoteles: mimesis tidak semata-mata menjiplak
kenyataan, melainkan merupakan sebuah
proses kreatif seniman, sambil bertitik pangkal
pada kenyataan, menciptakan sesuatu yang
baru.
Aristoteles dalam bukunya Poetica tidak
memandang seni sebagai copy mengenai
kenyataan, melainkan sebagai ungkapan
mengenai “universalia” (konsep-konsep umum).
 Seni lebih tinggi daripada penulisan sejarah.
Zaman Renaissance:
 Plotinus (filsuf Yunani abad ke-3 M) menafsirkan seni tidak
sebagai suatu pencerminan tentang kenyataan inderawi,
melainkan sebagai pencerminan langsung mengenai ide-ide.
 Seni tidak menjiplak begitu saja secara dangkal kenyataan
inderawi, melainkan mencerminkan suatu kenyataan hakiki
yang lebih luhur, menyentuh sebuah dimensi lain yang lebih
mendalam.
Zaman Romantik:
 Aliran ini memperhatikan yang aneh-aneh, yang
tidak riil, yang tidak masuk akal.
 Apakah dalam karya seni kenyataan inderawi
ditampilkan sehingga kita dapat mengenalnya
kembali, tidak diutamakan lagi.
TEORI MIMESIS >< TEORI CREATIO
 Seni menciptakan sebuah dunia sendiri, sebuah
dunia yang serba baru, yang kurang lebih lepas dari
kenyataan
 Aristoteles menerangkan bahwa seorang seniman
justru karena daya cipta artistik-nya mampu
menampilkan perbuatan manusia yang universal
 Kaum kritisi marxis: karena susunan artistiknya
sebuah karya seni dapat menampilkan suatu
gambaran menyeluruh tentang kenyataan.
Seni dan Masyarakat
 Seni dapat dipandang sebagai fenomena sosial
 Seni yang diciptakan pada kurun waktu tertentu
langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat-
istiadat zaman itu
 Seniman menciptakan karyanya selaku warga
masyarakat dan menyapa penikmat yang sama-
sama merupakan warga masyarakat tersebut.
Hubungan Seni dan Masyarakat,
dapat diteliti dengan berbagai cara:
a) Yang diteliti faktor-faktor di luar karya seni,
fenomena konteks seni. Misalnya: meneliti
kedudukan seniman di dalam masyarakat,
penikmat, atau “pasar” seni.
b) Yang diteliti hubungan antara (aspek-aspek) seni
dan susunan masyarakat.
Karl Marx:
 Susunan masyarakat dalam bidang ekonomi, yang
dinamakan bangunan bawah, menentukan kehidupan
sosial, politik, intelektual, dan kultural bangunan atas.
 Pertentangan kaum borjuis dan proletar secara niscaya
menuju revolusi yang menghancurkan sistem kapitalis;
kaum proletar yang jaya melaksanakan masyarakat tanpa
kelas. Perubahan bangunan bawah mengakibatkan
perubahan bangunan atas.
 Bagi Marx, seni sama dengan gejala-gejala kebudayaan
lainnya mencerminkan hubungan ekonomi; sebuah karya
seni hanya dapat dimengerti kalau dikatkan dengan
hubungan-hubungan tersebut.
Lenin:
■ Peletak dasar kritik seni Marxis
■ Seni terikat akan kelas-kelas yang ada di dalam
masyarakat, seni mencerminkan kenyataan sebagai
ungkapan pertentangan kelas.
 Pandangan Lenin:

(1) seni harus mempunyai suatu fungsi sosial;


(2) seni harus mengabdi pada rakyat banyak;
(3) seni harus merupakan bagian dalam kegiatan
partai komunis
Realisme Sosialis:

 Hubungan dialektik antara seni dengan kenyataan.


 Di satu pihak kenyataan tercermin di dalam karya seni
sehingga seni dipandang sebagai tafsiran yang tepat
mengenai hubungan-hubungan di dalam masyarakat
(realisme), di pihak lain seni juga mempengaruhi
kenyataan sehingga mempunyai tugas mendampingi
partai komunis dalam perjuangannya membangun suatu
masyarakat yang baru yang lebih baik (sosialistik).
 Realisme sosialis menuntut para seniman agar
melukiskan kenyataan dalam perkembangan
revolusionernya, selaras dengan kebenaran dan
fakta sejarah. Pelukisan yang bersifat artistik
hendaknya digabungkan dengan tugas mendidik
kaum buruh sesuai dengan semangat komunis.
 Seni dibebani dua tugas yang berbeda:
1) Seni hendaknya melukiskan kenyataan
selaras dengan kebenaran,
2) tetapi sekaligus kenyataan itu ingin
diubah
Georg Lukacs
 Mendukung pendapat Marx, bangunan bawah,
kehidupan ekonomi, menentukan bangunan atas
yang bersifat ideologik, tetapi ia melawan kaum
“marxis picisan” yang mengira perkembangan
ekonomi secara mekanik dan niscara mengakibat
kan bangunan atas.
 Mendukung pendapat Lenin, terdapat hubungan
timbal balik antara bangunan bawah dan atas,
dengan catatan bangunan bawah selalu
menentukan.
 Menurut Lukacs kenyataan mempunyai berbagai tahap.
Kulit dunia luar secara langsung dapat diamati, tetapi
terdapat juga unsur-unsur dan kecenderungan-
kecenderungan dalam kenyata an yang terus-menerus
berubah, tetapi yang secara teratur, menurut suatu
hukum tertentu, selalu kembali.
 Tugas kesenian ialah menampilkan kenyataan dalam
keseluruhannya.
 Seni yang sejati tidak merekam kenyataan sebagai
sebuah tustel foto, tetapi melukiskan kenyataan secara
keseluruhannya.
 Yang merupakan aspek paling penting di dalam
kenyataan ialah masalah kemajuan manusia.
 Seorang seniman yang tidak merasa antusias
terhadap kemajuan, yang tidak membenci reaksi,
yang tidak mencintai kebaikan dan yang tidak
menolak kejahatan, tidak dapat membedakan
dengan tepat berbagai unsur itu, khusus kalau ini
dilihat dalam keseluruhan perkembangan
masyarakat.
Bertolt Brecht

 Seorang seniman tidak dapat bersifat netral, ia


harus memperjuangkan kaum buruh
 Seni harus bertujuan untuk mengubah
masyarakat
Strukturalisme
 Struktur ialah kaitan-kaitan tetap antara kelompok-kelompok
gejala.
 Kiblat strukturalisme seni pada strukturalisme dalam ilmu
bahasa. Ada 2 pengertian kembar dalam ilmu lingustik
strukturalis:
signifiant-signifie dan paradigma-syntagma
 Signifiant: yang memberi arti, jadi aspek bentuk dalam tanda
atau lambang
 Signifie: yang diartikan. Istilah “signifiant” dan “signifie”
kadang-kadang dipergunakan dalam arti yang lebih luas, yaitu
hubungan antara karya seni dengan objek kenikmatan estetis.
 Paradigmatik ialah hubungan antara unsur-
unsur yang saling berkaitan karena kemiripan
sistematik.
 Syntagma terjadi apabila kita mengga bungkan
unsur-unsur yang disaring dari berbagai
paradigma
Strukturalisme Ceko
 Tokoh-tokoh: Jakobson, Jan Mukarovsky, Felix Vodicka
 Konsep utama, konsep kembar mengenai artefact (karya
seni sebagai tanda) dan objek estetik (pengertian yang
dikonkretkan oleh penikmat). Artefact itu tetap sama, tidak
mengalami perubahan, sedangkan objek estetik selalu
berubah.
 Pengertian struktur berarti, bahwa sebuah karya memiliki
relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara
bagian dan keseluruhan. Hubungan tidak hanya yang
bersifat positif, seperti kemiripan dan keselarasan,
melainkan juga negatif, seperti pertentangan dan konflik.
Semiotik:
 Semiotik atau semiologi ilmu yang secara
sistematik mempelajari tentang tanda-tanda
dan lambang-lambang (semeion, bhs. Yunani
= tanda), sistem-sistem lambang, dan proses-
proses perlambang an.
Semiotik ala Charles Sanders Peirce
 Menurut Peirce ada tiga faktor yang menentukan
adanya sebuah tanda, yaitu “tanda itu sendiri”,
“hal yang ditandai”, dan “sebuah tanda baru yang
terjadi dalam batin penerima”. Tanda itu
merupakan suatu gejala yang dapat dicerap.
Antara tanda pertama dan apa yang ditandai
(yang diacu) terdapat suatu hubungan
representasi (to represent = menghadir kan,
mewakili).
Objek

Representamen interpretan

Representamen: unsur tanda yang mewakili sesuatu.


Objek: sesuatu yang diwakili
Interpretan: tanda yang tertera di dalam pikiran si penerima
setelah melihat representamen.
Representamen membentuk suatu tanda dalam benak si
penerima, tanda itu dapat merupakan tanda yang
sepadan atau dapat merupakan tanda yang telah lebih
berkembang. Ada syarat yang diperlukan representamen
dapat menjadi tanda, yaitu adanya ground. Tanpa
ground, representamen sama sekali tak dapat diterima.
Ground adalah persamaan pengetahuan yang ada pada
pengirim dan penerima tanda sehingga representamen
dapat dipahami. Apabila ground tidak ada,
Trikotomi Tanda Pertama
 Ikon
 Indeks
 Simbol
(a) Ikon adalah hubungan berdasarkan
kemiripan. Representamen memiliki
kemiripan dengan objek yang diwakilinya.
Ikon terdiri atas: ikon topologis, ikon
diagramatik, dan ikon metaforis
(1) Ikon topologis adalah hubungan berdasarkan kemiripan
bentuk seperti peta dan lukisan realis.
(2) Ikon diagramatik adalah hubungan yang berdasarkan
kemiripan tahapan, seperti diagram.
Contoh: hubungan antara tanda-tanda pangkat militer
dengan kedudukan kemiliteran yang diwakili tanda-
tanda pangkat itu.
(3) Ikon metaforis adalah hubungan yang berdasar kan
kemiripan meskipun hanya sebagian yang mirip,
seperti bunga mawar dan gadis dianggap memiliki
kemiripan (kecantikan, kesegaran). Namun kemiripan
itu tidak total sifatnya.
Indeks: hubungan yang memiliki jangkau an
eksistensial.
 Contoh: dalam kehidupan sehari-hari, belaian
(kedekatan) dapat mengandung arti banyak.
Tingkah laku manusia juga merupakan indeks
sifat-sifatnya. Contoh lain, misalnya, asap yang
merupakan indeks adanya api, panah penunjuk
jalan yang merupakan indeks arah.
Simbol: tanda yang paling canggih karena sudah
berdasarkan persetujuan dalam masyara kat
(konvensi)
Contoh: Rambu-rambu lalu lintas, kode simpul
kepramukaan, bahasa merupa kan simbol
karena berdasarkan konvensi yang telah ada
dalam suatu masyarakat.
Trikotomi kedua: Hubungan Representamen
dengan Tanda
a. Qualisign: sesuatu yang mempunyai kualitas untuk men jadi
tanda. Ia tidak dapat berfungsi sebagai tanda sampai ia
terbentuk sebagai tanda. Contoh: kertas minyak berwarna
kuning mempunyai kualitas untuk menjadi tanda kematian
b. Sinsign: sesuatu yang sudah terbentuk dapat dianggap
sebagai representamen, tetapi belum berfungsi sebagai
tanda. Apabila kertas minyak yang berwarna kuning itu telah
dibentuk menjadi bendera kecil, tetapi belum dipasang, ia
disebut sinsign.
c. Legsign: sesuatu yang sudah menjadi representamen dan
berfungsi sebagai tanda. Setiap tanda yang sudah menjadi
konvensi adalah legsign.
Trikotomi ketiga: Hubungan Interpretan
dengan Tanda
a. Rheme: segala sesuatu yang dianggap sebagai tanda. Contoh: semua
kata (kecuali “ya” dan “tidak”) merupakan rheme. Jadi, rheme merupakan
suatu kemungkinan interpretan.
b. Discent: tanda yang mempunyai eksistensi yang aktual. Sebuah
proposisi, misalnya, merupakan discent. Proposisi memberi informasi,
tetapi tidak menjelaskan. Decisign bisa benar dan bisa juga salah, tetapi
tidak memberikan alasannya.
c. Argument adalah tanda yang sudah menunjukkan per kembangan dari
premis ke simpulan dan cenderung mengarah pada kebenaran. Discent
hanya menyatakan kehadiran objek, sedangkan argument membuktikan
kebenarannya.
Usaha membentuk perkiraan Perkiraan yang menyimpang

Pribadi dan Pribadi dan


Ambiguitas
Kecenderungan Kecenderungan Konotasi yang Kegagalan
Dalam Ambiguitas isi
Ediologis ideologis menyimpan Interprestasi
pengungkapan
sipengirim sipenerima

Pengungkapan pesan sebagai sumber informasi Isi pesan sebagai teks yang sudah di interpretasikan

Subkode A Subkode B Subkode C Subkode D Subkode E Subkode F

Pengetahuan yang seharusnya dimiliki


Kekayaan pengetahuan si penerima
Bersama oleh pengirim dan si penerima

Keadaan yang mengarah presuposisii Keadaan sebenarya yang menyimpangkan presuposisi


Pengirim Teks yang Saluran Teks sebagai

Sudah bisa “dibaca komonikasi ujaran

Kode dan subkode


penerima

Konteks Teks yang


Kode subkode
sitiasi Diiterpresentasikan sebagai
isi
1 Penanda R 12. Petanda

3. Tanda
3
II PETANDA
I PENANDA RII

III TANDA
1, Penanda RI 2, Petanda
Tanda

I. PENANDA R II II. PETANDA

TANDA
TEORI HERMENEUTIKA
Hermenutika berasal dari istilah Yunani dari akar
hermeneuein yang berarti ‘menafsirkan’ dan kata
benda hermeneia yang berarti ‘interpretasi’.
Tiga bentuk makna dasar hermeneuein dan hermeneia:
1. mengungkapkan kata-kata, misalnya “to say”;
2. menjelaskan, seperti menjelaskan sebuah situasi;
3. menerjemahkan, seperti dalam transliterasi bahasa
asing.
Enam Definisi Modern Hermeneutik
1. teori eksegesis Bibel;
2. metodologi filologi secara umum;
3. ilmu pemahaman linguistik;
4. fondasi metodologis geistewessenshaften;
5. fenomenologi eksistensi dan pemahaman eksistensial,
dan;
6. sistem interpretasi, baik recolektif maupun iconoelastic,
yang digunakan manusia untuk meraih makna di balik
mitos dan simbol.
Fokus Ganda Hermeneutika:
 Teori pemahaman dalam pengertian umum;
 Apa yang dicakup dalam eksegesis teks linguistik,
problem hermeneutis.

Hermeneutika menemukan bentuk kebenarannya pada


masa Schleiermacher dan Diltey, ketika hermeneutika
dimasukkan ke dalam teori umum pemahaman
linguistik
PROYEK HERMENEUIKA UMUM
SCHLEIERMACHER
Interpretasi Gramatis

Hermeneutika

Interpretasi Psikologis

 Interpretasi Gramatis: diawali dengan berdasarkan aturan


objektif dan umum;
 Interpretasi Psikologis: memfokuskan pada apa itu subjektif
dan individual.
Wilhelm Dilthey: Hermeneutik sebagai Fondasi
Geisteswissenschften
 Pengalaman
 Ekspresi
 Karya Seni sebagai Objektivikasi Pengalam Hidup
 Pemahaman
Kontribusi Heidegger terhadap
Hermeneutika Seni
 Hakikat seni bukan terletak pada nilai keterampilan
manusia, namun justru pada pengungkapannya.
Menafsirkan karya seni berarti beralih ke dalam
ruang yang terbuka di mana karya tersebut telah
ditegakkan. Kebenaran seni bukanlah harmonisasi
dangkal dengan sesuatu yang sudah ada (yakni
pandangan tradisional akan kebenaran sebagai hal
yang benar).
Kritik Gadamer terhadap Estetika Modern

Subjek yang merenungkan objek estetis merupakan suatu


kesadaran kosong yang sedang menerima persepsi yang
dan terkadang menikmati keberlangsungan bentuk inderawi
yang murni. “Pengalaman estetis” bersifat terpisah dan
terputus dari yang lainnya, ia merupakan bidang yang lebih
pragmatis, ia tidak dapat diperkirakan dalam hal
“kandungan”nya, karena ia merupakan respons yang
muncul. Pengalaman estetis tidaklah menghubungkan
dirinya dengan pemahaman diri akan subjek, atau waktu; ia
dipandang sebagai momen a-temporal tanpa adanya acuan
terhadap yang lainnya kecuali dirinya sendiri.
Teori Feminis
 Latar Belakang Feminis di Amerika:
1. Aspek politis, dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika
(1776) dicantumkan “all men are created equal” (semua
laki-laki diciptakan sama);
2. Aspek agama, gereja bertanggung jawab atas keduduk
an wanita yang inferior, karena baik agama Protestan
maupun Katolik menempatkan perempuan pada posisi
yang lebih rendah daripada laki-laki;
3. Konsep sosialis dan konsep Marxis. Wanita merupakan
kelas dalam masyarakat yang ditindas oleh kelas lain,
yaitu laki-laki.
Tuntutan Kaum Feminis Amerika:
 Bidang hukum, hak-hak dalam perkawinan
 Bidang ekonomi, hak atas harta
 Bidang sosial, wanita ngurus rumah tangga dan tidak
diberi kesempatan memperoleh pendidikan tinggi,
dan memangku jabatan tertentu.
 Bidang politik, dunia politik adalah dunia laki-laki.
Ragam Kritik Seni Feminis:
 Kritik seni ideologis
 Kritik yang mengkaji karya seniman-seniman
perempuan
 Kritik seni feminis-sosialis atau kritik seni feminis
Marxis
 Kritik seni feminis psikoanalitik
 Kritik seni lesbian
 Kritik seni feminis-ras atau kritik seni feminis-etnik
Penerapan Kritik Seni Feminis:
 Mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh wanita
dalam sebuah karya seni;
 Meneliti tokoh lain, terutama tokoh laki-laki yang
memiliki keterkaitan dengan tokoh perempuan yang
sedang kita amati;
 Mengamati sikap seniman yang karyanya sedang
kita kaji.
PASCASTRUKTURALISME
 Munculnya Pascastrukturalisme karena adanya kelemahan-
kelemahan Strukturalisme, di antaranya:
1. penerapan strukturalisme dipandang sebagai kolonisasi
akademis;
2. gagasan struktur di dalam linguistik membuat kritikus seni
mengadapi karya seni hanya sebagai perantara bagi
ditemukannya struktur yang ada di baliknya dan yang
sudah ada atau mapan sebelumnya;
3. analisis struktural diarahkan pada penemuan rasionalitas,
koherensi rahasia dari suatu objek, dan struktur itu sendiri
dipahami sebagai simulakrum dari suatu objek;
4. cara kerja strukturalisme tidak lebih dari komentar yang
mempertanyakan persoalan apa yang dikatakan oleh teks.
Pascastrukturalisme
 Wacana yang self-reflektif, wanaca yang terus-menerus
membedah dirinya dan melawan sistemnya sendiri sehingga
kritiknya menghindari untuk menjadi kukuh, menjadi metode
yang mapan.
 Melibatkan suatu perubahan dari makna ke pemanggungan,
dari penanda ke petanda.
 Tidak mengizinkan segala definisi yang denominatif, terpadu
atau pantas mengenai dirinya.
 Melakukan kritik terhadap metafisika (konsep-konsep mengenai
kausalitas, identitas, subjek, dan kebenaran, kritik terhadap
teori mengenai tanda, pengakuan, dan inkorporasi mode-mode
pemikiran psikoanalitik.
 Meretakkan kesatuan tanda yang stabil, subjek yang terpadu.
Sarup menjelaskan kritik pascastrukturalisme
terhadap metafisika bersifat sosial-ideologis:
 Kritik terhadap subjek manusia
 Kritik terhadap historisisme
 Kritik terhadap makna
 Kritik terhadap filsafat
TEORI-TEORI PASCASTRUKTUTRALISME

 Teori Psikoanalisis Lacan


 Dekonstruksi Derrida
 Teori Wacana Foucault
Teori Psikoanalisis Lacan
 Didasarkan pada penemuan antropologi dan linguistik
struktural
 Kata kunci:
1. Ketidaksadaran merupakan suatu struktur yang
tersembunyi yang menyerupai struktur bahasa.
Pengetahuan mengenai dunia, mengenai orang-orang l lain
dan diri ditentukan oleh bahasa. Bahasa merupakan
prekondisi bagi tindakan menjadi sadar akan diri sebagai
entitas yang berbeda dari yang lain.
2. Bahasa juga merupakan sesuatu yang diadakan secara
sosial, sebuah kebudayaan, larangan-larangan, dan
hukum-hukum.
Konsep-konsep dalam Psikoanalisis Lacan

 Diri dan Bahasa


 Diri dan Identitas
 Rasa Kehilangan
Diri dan Bahasa
 Subjek manusia tak dapat ada tanpa bahasa,
namun subjek itu tidak dapat direduksi
menjadi bahasa semata. Bahasa adalah satu-
satunya sarana untuk akses kepada orang
lain.
 Bahasa berfungsi menempatkan diri dalam
posisi tertentu, menjadi subjek tertentu.
Fungsi bahasa menyerupai fungsi tempat
duduk di sebuah kereta api.
Diri dan Identitas
 Orang tidak akan pernah memperoleh citra dirinya yang stabil
karena orang mengetahui dirinya melalui respon orang lain dan
dalam mencoba memahami respon orang lain itu, orang
mungkin akan melakukan misinterpretasi dan karenanya juga
salah mengenali dirinya sendiri (misrekognisi). Orang,
sebenarnya tidak akan pernah memperoleh kepastian
mengenai apa respon orang lain terhadapnya.
 Orang tidak mempunyai seperangkat ciri yang kukuh. Manusia
terus-menerus terperangkap dalam pencarian mengenai
dirinya.
 Intersubjektivitas tidak sepenuhnya tercapai karena orang tidak
akan pernah dapat masuk ke dalam kesadaran orang lain
sepenuhnya. Ketidakpenuhan itu karena ambiguitas penanda-
penanda. Manusia, menurut Lacan, membutuhkan suatu
keseluruhan, kepenuhan, kerinduan akan kesatuan, tetapi
pencapaiannya merupakan ketidakmungkinan yang logis.
Rasa Kehilangan
 Teori Lacan mengenai subjek menyerupai cerita klasik,
bermula dari kelahiran, bergerak teritorialisasi tubuh, tahap
cermin, akses pada bahasa, Oedipus Kompleks.
Tiap tahap ditandai rasa kehilangan:
1. Kehilangan saat kelahiran, lebih khusus tahap pembedaan
jenis kelamin (bersifat seksual);
2. Kehilangan yang diderita subjek sesudah kelahiran,
sebelum perolehan bahasa “teritorial pre-oedipal
terhadap tubuh subjek”;
3. Sejak dini, sesudah kelahiran, sang subjek kehilangan
kontak tak termediasinya dengan libidinalnya sendiri dan
mengalah pada ekonomi genital kebudayaan;
4. Subjek mengalami terombang-ambingan antara emosi-
emosi yang bertentangan.
5. Permainan fort/da ditafsirkan sebagai dramatisasi
hilangnya diri, bukan ibu, sebagai alegori dari
penguasaan linguistik atas kehendak.
Perbedaan dan Persamaan Freud dana Lacan

a. Lacan setuju bahwa ego terbentuk dari identifikasi


nya dengan figur-figur parental. Namun, bagi Lacan,
identifikasi itu, di samping menstabilkan individu,
juga melemparkan dari dirinya.
b. Freud mengingkari dimensi-dimensi sosial dengan
mengutamakan dorongan hasrat individual dan
pemenuhannya, sedangkan Lacan sejak awal
mengakui intersubjektivitas sebagai sesuatu yang
niscaya dan wajar dalam pembentukan ego.
c. Jika Freud menganggap ketidaksadaran sebagai
sesuatu ancaman, Lacan menganggap ketidak
sadaran sebagai sumber kebenaran, otentisitas.
d. Jika Freud menganggap ketidaksadaran sebagai sesuatu
yang substantif, Lacan menganggapnya bukan sesuatu yang
primordial ataupun instingtual, melainkan sesuatu yang
tersirat dalam segala yang dikatakan dan dikerjakan orang.
Ketidaksadaran memang sesuatu yang tidak mungkin
diketahui sepenuhnya, tetapi bukan berarti bahwa usaha
menemukan tidak berharga.
e. Freud melihat ada dua proses dalam kehidupan kejiwaan
seseorang, yaitu proses primer yang bersangkutan dengan
hasrat dan pemenuhannya dan proses sekunder yang
bersangkutan dengan nalar dan kesadaran. Orang akan
memenuhi hasratnya, tetapi apabila karena itu kehidupannya
menjadi terancam, ia menggunakan nalarnya atau
kesadarannya. Lacan menganggap kedua proses itu tidak
berbeda. Proses kedua berlangsung serupa dengan proses
pertama. Keduanya menggunakan prinsip pemadatan dan
pemlesetan. Pemadatan adalah penjajaranpenanda-
penanda, sesuatu yang metaforik, sedangkan pemlesetan
berfungsi sebagai pengalihan, penghindaran dari sensor,
sesuatu yang metonimik.
f. Freud menyukai persoalan alam dan kebudayaan dengan
penekanan pada dominasi kebudayaan atas alam. Lacan
menganggap alam bukanlah yang nyata, melainkan sesuatu
yang jauh di sana, yang tidak mungkin dijangkau dalam
keadaannya yang paling murni karena segala sesuatu selalu
termediasi melalui bahasa. Bagi Freud, tragedi manusia
terjadi akibat konflik antara alam dan kebudayaan, sedangkan
bagi Lacan, tragedi terjadi karena manusia berada dalam
kondisi kekurangan yang abadi akan keseluruhan.
g. Lacan dan Freud berbeda dalam persoalan Oedipus Kom
pleks. Tafsiran Freud bersifat biologis dan fisikal
mempertalikannya dengan persoalan seksual, sedangkan
Lacan menafsirkannya secara simbolik dan memper
talikannya dengan persoalan sosial, intersubjektivitas.
h. Jika Freud menganggap mungkin adanya wacana
rasional walaupun selalu terganggu oleh kekuatan-
kekuatan tak sadar, Lacan menganggap wacana
membentuik ketaksadaran. Bahasa dan hasrat
berhubungan. Bagi Lacan, hasrat bersifat
ontologis, suatu perjuangan akan keseluruhan,
bukan kekuatan seksual. Hasrat adalah metonimi
dari hasrat untuk menjadi.
i. Jika Freud berbicara mengenai insting dan dorong
an (drives), Lacan berbicara mengenai hasrat.
Istilah ini mengacu kepada adanya rasa
kekurangan dan keinginan untuk memenuhi
kekuarangan itu. Hasrat bersifat tidak statik, tetapi
bergerak karena selalu terbuka kemungkinan bagi
hasrat untuk terus-menerus ditolak.
Implikasi Metodologis
 Teori psikoanalisis Lacan menganggap alam bawah sadar
manusia selalu dalam keadaan “kurang”, merasa ada yang
hilang sehingga tumbuh hasrat dan usaha yang terus-
menerus untuk menutupi kekurangan itu, menemukan apa
yang hilang, membuat manusia kembali lengkap, sempurna,
utuh, menemukan identitasnya, menjadi dirinya kembali.
 Bahasa merupakan sebuah tatanan kultural yang
menanamkan subjektivitas bagi manusia, membuat manusia
menemukan identitas atau dirinya. Namun, apa yang
dilakukan bahasa pada subjek itu bersifat mendua,: di satu
pihak memberikan rasa subjektivitas, di pihak lain
menjauhkan subjek dari asalinya. Bahasa memperkuat rasa
kurang dan rasa kehilangan.
 Penanaman identitas oleh bahasa tidak pernah penuh: a)
bahasa bersifat formal-relasional sehingga identitas diri selalu
berada dalam hubungan dengan yang lain.Bahasa tidak
substansial atau referensial. Identitas yang terbentuk melalui
bahasa sekaligus berlangsung melalui dialektika antara
identifikasi dan rekognisi yang bisa disalahtafsirkan; b) bahasa
merupakan serangkaian penanda dengan kedudukan petanda
yang tidak pernah stabil. Penanaman subjek dalam bahasa
membuka kemungkinan bagi munculnya bawah sadar yang
berupa rasa kehilangan itu, bagi gerakan keluar diri dan
karenanya keluar bahasa.
 Memahami karya seni dalam perspektif Lacanian, menjadi
sebuah usaha untuk menemukan kondisi bawah sadar yang
dipenuhi oleh rasa kurang dan rasa kehilangan yang sekaligus
menyertai hasrat untuk kesatuan diri di atas. Penelaah karya
seni, kondisi bawah sadar itu merupakan kondisi bawah sadar
yang tidak mungkin ia akses dengan sepenuhnya, pemahaman
karya seni diarahkan kepada apa yang terjadi pada bahasa
karya seni itu, sejauh mana bahasa karya seni itu bergerak
keluar dirinya, melalui fenomena metafora dan metonimi yang
ada di dalamnya.
 Metafora, dipahami Lacan sebagai prinsip
kondensasi dalam pengertian bahwa di dalamnya
terjadi penjajaran penanda-penanda sehingga
terjadi pergeseran makna, sedangkan metonimi
bekerja dengan prinsip “pemlesetan” atau
pengalihan yang berfungsi, antara lain, untuk
mengalihkan perhatian sensor.
Teori Dekonstruksi Derrida
Dekonstruksi memiliki makna ‘pembongkaran’
 Konsep instabilitas bahasa
 Konsep fonosentrisme-Logosentrisme
 Memahami Metafora
 Metafora dan Dekonstruksi
 Konsep Instabilitas Bahasa
● Penanda tidak langsung berhubungan
dengan petanda, seperti cermin dengan
citra.Tidak ada korespondensi langsung
antara penanda dengan petanda.
● Makna tidak langsung hadir dalam
sebuah tanda.
● Bahasa merupakan proses temporal.
Makna disebut kurang stabil.
Fonosentrisme-Logosentrisme
 Semua tanda bersifat indikatif. Tanda-tanda tidak
dapat mengacu pada sesuatu yang sepenuhnya
berbeda dari dirinya sendiri. Tidak ada petanda yang
bebas dari penanda. Tidak ada wilayah makna yang
dapat diisolasi dari markah-markah yang digunakan
untuk menunjuknya.
 Fonosentrisme didasarkan pada cara berpikir
logosentrik, kepercayaan bahwa hal yang pertama
dan terakhir adalah Sang Logos, Sang Sabda, Sang
Pikiran Suci, Keberadaan Diri dari Kesadaran yang
penuh. Yang ada mulanya dan akhirnya adalah
Tuhan. Pada mulanya adalah bunyi, baru kemudian
tulisan. Tulisan hanya alat bagi bunyi untuk
memperlihatkan adanya.
 Menurut pemahaman fonosentrisme-logosenstrisme,
tindakan berbicara, keberadaan seseorang bersama
dirinya menempuh cara yang sangat berbeda dengan
keberadaan orang itu dalam tulisan. Kata-kata yang
diucapkan tampak hadir secara langsung, tanpa
mediasi, pada kesadaran orang itu, dan suaranya
menjadi medianya yang spontan dan akrab.
Sebaliknya, dalam tulisan makna orang itu terancam
untuk melepaskan diri darinya, dari kontrolnya.
 Manusia dibayangkan mempunyai kemampuan untuk
secara spontan mengekspresikan dan menciptakan
maknanya sendiri, menguasai sepenuhnya dirinya,
dan mendominasi bahasa sebagai medium dari
keberadaan batiniahnya.
Filsafat Barat:
 Fonosentrisme: berpusat pada suara, curiga terhadap

tulisan.
 Logosentrisme: mengikatkan diri pada keopercayaan

pada kata-kata yang utama, seperti keberadaan,


esensi, kebenaran, atau realitas yang akan menjadi
fondasi dari seluruh pikiran, bahasa, dan pengalaman
nya.
 Metafisika merupakan cara berpikir yang tergantung

pada sebuah fondasi yang tidak dapat dibantah,


sebuah prinsip utama atau dasar yang diatasnya
seluruh hierarki makna dapat dikonstruksi.
 Dekonstruksi adalah nama bagi suatu operasi kritik
yang dengannnya oposisi-oposisi yang demikian
dapat secara partial dirusakkan.
 Semua oposisi konseptual dari metafisika
mempunyai acuan utama yang berupa keberadaan
dari yang ada (presence of present).
 Oposisi berpasangan itu meliputi: oposisi penanda
dan petanda, yang terindera dan yang terpahami,
tutural lisan dan tulisan, tutur dan bahasa, diakroni
dan sinkroni, ruang dan waktu, pasivitas dan
aktivitas, dan sebagainya.
 Oposisi berpasangan merepresentasikan sebuah
cara melihat yang bersifat ideologis. Ideologi-ideologi
seringkali menggambarkan batas-batas yang kaku.
 Derrida menyarankan agar kritikus berusaha
merontokkan oposisi-oposisi yang dengannya orang
sudah terbiasa untuk berpikir dan yang menjamin
bertahan hidupnya metafisika dalam pikiran orang:
materi/roh, subjek/objek, selubung/kebenaran,
tubuh/jiwa, teks/makna, interior/eksterior, represen
tasi/presentasi, penampakan/esensi, dsb.
 Dengan metode dekonstruksi, kritikus dapat mulai
mengurai atau mempreteli oposisi-oposisi itu,
menunjukkan bagaimana satu term sebenarnya
teriplikasikan, inheren di dalam term lain.
 Menurut Derrida, fonosentrisme-logosentrisme
berhubungan dengan sentrisme atau keberpusatan
itu sendiri, yaitu keinginan manusia untuk
menempatkan keberadaan sentral pada awal dan
akhir.
Memahami Metafora
 Studi metafora menjadi penting saat disadari bahwa bahasa
tidak hanya mencerminkan realitas, melainkan ikut membentuk
realitas.
 Bahasa bekerja dengan mentransfer satu realitas ke realitas
lain sehingga benar-benar metaforik.
 Makna berubah dan metafora merupakan salah satu cara yang
memingkinkan perubahan dan pengembangbiakan makna.
1) tidak ada batasan bagi jumlah metafora yang dapat dan
yang sudah dihasilkan bagi sebuah gagasan tertentu;
2) metafora merupakan sejenis ikatan-ganda retorik dengan
mengatakan sesuatu dengan maksud yang lain.
3) metafora mengevokasi relasi-relasi dan membuat relasi-
relasi itu menjadi urusan pendengar dan pembaca.
 Metafora memiliki efek politis karena ia dapat menentukan
cara manusia berpikir mengenai dan bertindak terhadap
kehidupan.
1) Satu masyarakat dan kebudayaan, pada masa tertentu
menggambarkan kehidupan dengan terminologi perang
fisik: ada kawan ada lawan, ada menang ada kalah,
dsb.
2) Satu masyarakat dan kebudayaan, pada masa tertentu
menggambarkan kehidupan dengan terminologi
perdagangan.
3) Satu masyarakat dan kebudayaan, pada masa tertentu
menggambarkan kehidupan dengan terminologi
pembebasan.
4) Satu masyarakat dan kebudayaan, pada masa tertentu
menggambarkan kehidupan dengan terminologi
pembangunan fisik atau ekonomi.
Metafora dan Dekonstruksi
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai