Farmakoekonomi
Farmakoekonomi
Pendahuluan
Mayaranti Wilsya, S. Far., Apt., M. Sc.
definisi
dalam CMA, hanya melihat mana cost nya yang minimal. Misal, obat A dikasi 3x sehari
tablet biasa, dan obat B 1xsehari sustain release. Dianggap kedua obat efektifitasnya
sama, dan outcomenya eqivalent. yang dilihat di antara kedua obat tersebut adalah
manakah yang lebih cost minimal.
Kekurangan CMA adalah : analisis ini mengabaikan efektifitas (hanya menganggap sama),
walaupun sebetulnya efektifitasnya sebenarnya beda. hanya melihat mana dari segi cost
(biaya) lebih murah. merupakan metode yang paling sederhana.
2. Cost Benefit Analysis (CBA)
Cost benefit analysis ini menilai benefit yang kita peroleh dari suatu terapi maupun suatu program di mana
outcomenya dinilai dalam bentuk uang. Jadi, benefit yang kita dikonversikan ke rupiah dulu. CBA ini dapat
digunakan untuk menganalisa dua program yang sama sekali berbeda, karena outcome nya kan sama-sama
moneter. CBA ini dapat menganalisa dalam skala makro, kaya skala 1 negara atau satu propinsi. Dan satu-
satunya analisa farmakoekonomi yang bisa menilai 1 program saja dengan menghitung NET BENEFITNYA.
Bagi pemerintah, kebanyakan yang digunain adalah CBA ini.
Contohnya : Pemerintah ingin menilai, program manakah yang lebih memiliki benefit yang besar antara program
pemberantasan TB atau pemberian vaksin polio.
Cara menghitungnya adalah :
CBA = B/C
*C= cost (dalam moneter) dan B = Benefit (dalam moneter)
Jika nilai CBA > 1 berarti programnya lebih benefit, jadi sebaiknya dilaksanakan itu program
Jika nilai CBA = 1 berarti ada atau nda ada program,
Jika nilai CBA < 1 berarti program tersebut malah mendatangkan kerugian
Cara menghitung Net benefit = Benefit-Cost (dalam moneter)
Kekurangan CBA ini adalah : terkadang ada benefit yang intangible, yang tidak bisa dimoneterkan, sehingga
hasilnya jadi bias.
Contoh, bagaimana cara merupiahkan nyeri?
3. Cost Effective Analysis (CEA)
Hasil akhirnya adalah dalam bentuk rasio cost efektifitas (ACER = an average Cost Effective Ratio)
ACER = health care cost (dalam moneter)/clinical outcome (dalam natural unit)
Untuk membandingkan dua obat alternatif yang lebih baik, bisa dihitung tambahan biaya dan
efektifitas yang kita dapatkan (ICER = incremental cost effective ratio)
dengan Formula ICER ini kita dapat melihat berapa tambahan biaya yang diperlukan untuk
mendapatkan efek dari penggantian obat A ke obat B.
Contoh CEA adalah : Obat-obat hipertensi akan dibandingkan antara obat A yang memiliki
mekanisme kerja X dengan obat B yang mmeiliki mekanisme kerja Y. Outcome nya adalah
penurunan tekanan darah.
Diketahui obat A dengan harga 25ribu dapat menurunkan tekanan darah 20 mmHg,
sementara obat B harganya 35ribu dapat menurunkan tekanan darah 15 mmHg. Jadi, obat
A ternyata lebih cost effective dibandingkan obat B.
Contoh lain : Obat C dengan 150ribu dapat menyelamatkan 30 nyawa. Akan tetapi obat D
dengan 200ribu, tapi dapat menyelamatkan 50 nyawa. Artinya, walaupun obat D lebih
mahal, tapi dari cost-effective, obat D ternyata lebih baik.
Kekurangan CEA adalah hanya dapat menilai obat dengan skala mikro. Hanya bisa
ngebandingin obat dengan outcome yang sama. Misal, sama-sama menurunkan tekanan
darah, sama-sama menurunkan kolesterol. Mekanisme kerja boleh berbeda. Tapi, tidak
bisa digunakan untuk obat-obat yang berbeda outcome nya.
4. Cost Utility Analysis (CUA)
CUA ini sebenarnya adalah analisa farmakoekonomi yang paling komprehensif. Selain
menganalisa berdasarkan Cost-Effective, dia juga menilai QALY (Quality-Adjust Life Years).
Jadi, dia juga menilai bagaimana kualitas hidup setelah pengobatan pasien bagemana.
Jadi, outcome nya dinilai berdasarkan QALY nya.