• Campuran adalah bila dua atau lebih zat-zat murni dicampur
sedemikian hingga zat penyusunnya masih dapat dipisahkan lagi. • Sebenarnya kata campuran berarti luas dan mencakup campuran yang zat penyusunnya dapat bereaksi satu sama lain. Tetapi dalam bab ini istilah campuran dibatasi hanya pada campuran tidak bereaksi, atau jika terjadi reaksi hanya sedikit saja sehingga masing-masing komponen zat penyusun masih dapat dipisahkan. • Sebagai contoh, udara adalah campuran dari gas oksigen, nitrogen, uap air, karbon dioksida, argon dan lain-lain; air laut adalah campuran antara air dengan berbagai garam; tanah adalah campuran dari berbagai zat padat. • Suatu campuran dikatakan homogen jika hanya terdiri dari satu fasa, artinya komposisi dari larutan adalah sejenis (seragam), tidak ada bidang yang memisahkan fasa-fasa penyusunnya. • Contoh : udara, sirup dan lain-lain. • Sedangkan campuran heterogen adalah campuran yang masih terdapat bidang-bidang yang memisahkan fasa-fasa penyusunnya. • Contoh : udara dengan debu, air dengan minyak, gula pasir dengan garam dapur dan lain-lain. • Larutan dapat didefinisikan sebagai suatu sistem homogen yang terdiri dari dua komponen atau lebih yang terdispers sebagai molekul ataupun ion yang komposisinya dapat bervariasi. • Disebut homogen karena komposisi dari larutan begitu seragam (satu fasa), sehingga tidak dapat diamati bagian- bagian komponen penyusunnya. • Dalam campuran heterogen, komponen-komponen penyusunnya dapat diamati. Komponen larutan terdiri dari zat terlarut dan pelarut. • Pada umumnya pelarut (solvent) diartikan sebagai zat atau komponen yang mengandung jumlah yang lebih banyak dalam suatu larutan, sedangkan zat atau komponen yang mengandung jumlah lebih sedikit dinamakan zat terlarut (solut atau zarut). • Kedua komponen dalam larutan dapat sebagai pelarut atau zat terlarut, tergantung komposisinya. • Contoh : alkohol 70%, (70 : 30), berarti alkohol merupakan pelarut dan air sebagai zat terlarut. • Untuk campuran zat padat dalam air, seperti larutan gula (sirup) 60%, kebanyakan orang memilih air sebagai pelarut, karena air tetap mempertahankan keadaan fisiknya, sedangkan gula sebagai zat terlarut, karena berubah keadaan fisiknya. • Pada umumnya larutan yang dimaksud adalah campuran yang berbentuk cairan, meskipun terdapat pula larutan yang berfasa gas atau padat. • Larutan yang berbentuk gas adalah udara dan larutan yang berfasa padat adalah campuran logam emas dengan perak atau logam lain. • Apabila zat padat atau cairan dapat larut dalam cairan, maka dalam campuran tersebut terjadi gaya tarik menarik antar- molekul (intermolekul) zat terlarut dengan pelarutnya. • Selain itu juga terdapat gaya tarik di dalam molekul (intramolekul) itu sendiri, sehingga molekul atau ionnya masih tetap bersatu. • Dua senyawa dapat bercampur (misibel) lebih mudah jika gaya tarik antara molekul solut dan pelarut semakin besar. • Besarnya gaya tarik tersebut ditentukan oleh jenis ikatan pada masing-masing molekulnya. • Jika gaya tarik antara kedua molekul (solut dan pelarut) mirip atau dalam satu kelompok yang sama (misalnya air dan etanol), maka keduanya akan saling melarutkan. • Sedangkan jika kekuatan gaya tarik antara molekulnya berbeda jenis (misalnya air dan heksana), maka keduanya tidak saling melarutkan. • Dengan kata lain, ”sejenis melarutkan sejenis”. Pernyataan di atas dikenal dengan istilah ”like dissolves like”, • yaitu jika molekul solut dan pelarut mirip, maka akan mudah bagi keduanya untuk saling menggantinya sehingga mudah untuk bercampur. • Secara umum, terdapat kecenderungan kuat bagi senyawa non polar untuk larut dalam pelarut yang bersifat non polar. • Sedangkan untuk senyawa kovalen polar atau senyawa ion akan larut ke dalam palarut polar. Analisis pembentukan larutan seperti pada gambar berikut • Sebagai contoh, pembentukan larutan antara air dengan etanol (keduanya bersifat polar), maka kedua senyawa tersebut akan saling melarutkan dalam berbagai perbandingan. • Baik molekul air maupun molekul etanol masing-masing antar molekulnya terjadi interaksi yang kuat berdasarkan ikatan hidrogen. • Ketika keduanya dicampur, maka tidak ada halangan bagi keduanya untuk saling menggantikan, sehingga zat akan mudah untuk bercampur • Suatu zat dikatakan tak larut (insoluble), jika zat tersebut larut sangat sedikit dalam pelarut. Misalnya 0,1 gram zat terlarut dalam 1000 gram pelarut. • Sebenarnya, tidak ada zat yang bersifat mutlak tak larut dalam pelarut tertentu, tetapi pada umumnya zat padat yang terbentuk dengan ikatan kuat seperti logam-logam, kaca, plastik, batuan silikat dan mineral, tidak larut dalam cairan atau pelarut biasa. • Bila dua cairan tidak dapat larut satu sama lain, maka keduanya dikatakan tak dapat campur (immiscible). • Contoh, air dan minyak (air bersifar polar dan minyak bersifat non- polar), jika keduanya dicampur akan membentuk dua lapisan yang terpisah. • Molekul air saling menarik berdasarkan ikatan hidrogen, sehingga molekul non polar (minyak) akan keluar menuju ke lapisan atas. • Selanjutnya minyak akan berada pada lapisan atas, karena rapatannya lebih rendah. • Air yang bersifat polar cenderung tidak melarutkan molekul- molekul minyak, tetapi hanya tertarik berdasarkan gaya london atau interaksi dipol-dipol. • Molekul-molekul lain dapat larut baik dengan air, jika sama- sama bersifat polar atau ionik atau dengan molekul yang mempunyai atom hidrogen yang terikat pada atom yang sangat elektronegatif (F, O dan N), seperti HF, NH3, C2H5OH . • Pada proses terbentuknya larutan selalu terjadi dua hal yang bersamaan. • Pertama, molekul solut akan mengalami penguraian dimana prosesnya membutuhkan energi (endotermik) dan yang kedua, molekul solut akan bergabung dengan molekul pelarut dengan melepaskan energi (eksotermik). • Penggabungan molekul pelarut dengan molekul solut untuk membentuk gugusan atau agregat, sehingga molekul- molekul pelarut menyelubungi molekul solut. • Keadaan seperti ini disebut solvasi. Jika pelarutnya air maka proses tersebut disebut hidrasi. • Contoh : Garam dapur NaCl (bersifat ionik) dilarutkan dalam air, maka ion-ion yang berdekatan akan memisah (menjadi ion Na+ dan ion Cl-) dan menuju molekul air. • Selanjutnya molekul-molekul air bergabung dengan mengelilingi kedua ion yang letaknya sedemikian rupa, sehingga ujung negatif dari dipol akan mengarah ke muatan positif (Na+) dan ujung positif dipol akan menuju ke muatan negatif (Cl-). Kedua ion yang diselubungi molekul-molekul air dikatakan terhidrasi. • Suatu zat dapat larut dalam pelarut tertentu, tetapi dengan jumlah yang selalu terbatas. • Batas jumlah zat terlarut (solut) disebut kelarutan. Kelarutan didefinisikan sebagai jumlah zat terlarut yang dapat larut dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu sampai membentuk larutan jenuh. • Kelarutan suatu zat dapat ditentukan dengan cara menimbang zat yang akan ditentukan kelarutannya, kemudian dilarutkan (misalnya) dalam 100 mL pelarut. • Jumlah zat yang ditimbang harus diperkirakan dapat membentuk larutan lewat jenuh yang ditandai dengan masih terdapatnya zat yang tidak larut di dasar wadah setelah dilakukan pengocokan dan didiamkan. • Setelah terjadi kesetimbangan antara zat padat yang larut dan tidak larut, padatan yang tidak larut disaring dan ditimbang kembali. • Selisih berat awal dan berat padatan yang tidak larut merupakan kelarutan zat tersebut dalam 100 mL pelarut. • Daya larut suatu zat berbeda-beda, tergantung dari sifat zat terlarut dan pelarutnya. • Ada yang mudah larut dan ada pula yang sukar larut. Biasanya kelarutan dinyatakan dalam gram zat terlarut per 100 mL atau 100 gram pelarut • Partikel-partikel zat terlarut (solut) baik berupa molekul atau ion di dalam air selalu dalam keadaan terhidrasi. • Semakin banyak partikel solut maka akan semakin banyak molekul air yang diperlukan untuk menghidrasi partikel solut. • Jika ke dalam sejumlah air ditambahkan solut terus-menerus maka pada saat tertentu akan tercapai suatu keadaan dimana semua molekul air tidak cukup untuk menghidrasi molekul solut yang dilarutkan. • Penambahan solut yang melebihi batas kelarutannya akan diendapkan di dasar wadah dan larutan tersebut dikatakan telah mencapai keadaan jenuh. • Jadi larutan jenuh dapat didefinisikan sebagai larutan yang telah mengandung solut dalam jumlah maksimum, sehingga solut tidak dapat ditambahkan lagi. • Pada keadaan ini terjadi kesetimbangan antara solut yang larut dan yang tak larut atau kecepatan pelarutan sama dengan kecepatan pengendapan. • Larutan tak jenuh (unsaturated) adalah suatu larutan yang mengandung jumlah solut lebih sedikit daripada larutan jenuhnya. • Sedangkan larutan lewat jenuh (supersaturated), mengandung solut lebih banyak daripada yang ada dalam larutan jenuhnya pada suhu yang sama. • Perlu diketahui bahwa istilah jenuh dan tak jenuh, tidak ada hubungannya secara langsung dengan larutan pekat dan larutan encer. • Larutan lewat jenuh tidak berada dalam kesetimbangan, tetapi dalam keadaan metastabil. • Larutan jenuh biasanya dibuat dengan cara membuat larutan jenuh pada suhu lebih tinggi. • Sebagai contoh, larutan jenuh natrium asetat NaC2H3O2 pada 0℃ dapat larut 100 gram dalam 100 mL pelarut air, tetapi kelarutannya akan bertambah dengan naiknya suhu. • Larutan tak jenuh panas dapat mengandung 119 gram per 100 mL. Kelebihan solut seharusnya mengendap jika didinginkan pada 0℃, tetapi kenyataannya tidak, dan masih tetap berada dalam larutan, sehingga larutan menjadi sangat jenuh. Pengaruh Suhu dan Tekanan pada Kelarutan
• Daya larut cairan dalam cairan lain sangat berbeda-beda
mulai dapat bercampur sempurna, bercampur sebagian, sampai tidak bercampur sama sekali. • Demikian pula zat padat dalam cairan, mulai ada yang larut sempurna sampai dengan yang tidak larut. • Kelarutan zat selain bergantung dari solut dan pelarutnya, juga dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. • Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda-beda antara satu zat dengan zat yang lain. • Pada umumnya kelarutan zat padat dalam cairan bertambah dengan naiknya suhu, karena umumnya proses pembentukan larutan bersifat endoterm • Terdapat beberapa zat yang kelarutannya menurun dengan naiknya suhu, contoh serium sulfat, natrium sulfat. Hal ini terjadi karena pada proses pelarutannya bersifat eksoterm • Tetapi ada pula kelarutan zat yang tidak dipengaruhi oleh suhu, contohnya natrium klorida. • Pada Gambar 3.3 menunjukkan kelarutan beberapa zat dalam gram solut per 100 gram air yang dialurkan terhadap suhu • Perubahan kelarutan dengan berubah-ubahnya suhu untuk berbagai zat adalah tidak sama. • Untuk zat KNO3 kelarutannya sangat dipengaruhi suhu, tetapi pengaruh suhu terhadap kelarutan zat KBr kecil sekali. • Perbedaan kelarutan dengan suhu yang berlainan seperti tersebut di atas dapat digunakan untuk memurnikan zat dari kotoran-kotoran hasil samping suatu reaksi dengan cara rekristalisasi bertingkat. • Pada metoda ini, zat yang masih bercampur dengan kotoran dilarutkan dalam sedikit pelarut panas, dimana pengotor akan lebih mudah larut daripada zat yang akan dimurnikan. • Setelah larutan dingin, kotoran akan tertinggal dalam larutan dan zat murni akan memisah sebagai endapan. • Kristal yang dihasilkan (berupa endapan) dicuci, disaring dan dikeringkan. • Berbeda dengan zat padat, kelarutan suatu gas dalam cairan menurun dengan naiknya suhu. • Hal ini disebabkan karena pada pembentukan larutan selalu bersifat eksoterm. • Kenaikan suhu akan mempermudah molekul-molekul gas memisahkan diri untuk menguap meninggalkan pelarut. • Sebagai contoh, pada air yang dipanaskan, udara yang terlarut akan keluar sebagai gelembung-gelembung kecil meninggalkan air tersebut. PENGARUH TEKANAN • Pengaruh tekanan terhadap kelarutan zat cair atau zat padat dalam pelarut cair sangatlah kecil. • Tetapi kelarutan gas selalu bertambah dengan bertambahnya tekanan. • Sebagai contoh, minuman yang mengandung senyawa karbonat yang dikemas dalam botol dengan tekanan tinggi (3 sampai 4 atm) bertujuan untuk melarutkan gas CO2, tetapi jika botol dibuka, tekanan di dalam botol akan turun sampai 1 atm dan gas (gelembung) CO2 akan keluar. • Hal ini menunjukkan bahwa kelarutan CO2 turun dengan turunnya tekanan. • Secara kuantitatif, pengaruh tekanan pada kelarutan gas dinyatakan oleh William Henry (1804), yang dikenal dengan hukum Henry: Kelarutan suatu gas dalam larutan cair, berbanding lurus dengan tekanan gas di atas larutan tersebut. • Secara matematis ditulis, Cg = kg Pg, dengan, • Cg : konsentrasi atau kelarutan gas dalam cairan, • kg : tetapan Henry • Pg : tekanan parsial gas. • Dari persamaan di atas, kelarutan gas pada tekanan tertentu dapat dihitung jika kelarutan gas pada tekanan sebelumnya diketahui. • Hukum Henry hanya berlaku untuk konsentrasi dan tekanan rendah. • Bila dalam larutan terdapat campuran gas maka hukum tersebut berlaku untuk masing-masing gas dengan tekanan parsial gas yang bersangkutan. • Seperti pada pembahasan tentang gas, dalam larutan juga terdapat pengertian larutan ideal, yaitu sebagai model larutan yang berguna untuk mengungkapkan hubungan antara komposisi dengan sifat larutan pada keadaan standar • Suatu larutan dianggap bersifat ideal, didasarkan pada kekuatan relatif dari gaya tarik antara molekul solut dan solvent-nya. • Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik-menarik antara molekul solut dengan solvent (pelarut) sama dengan gaya tarik-menarik antara molekul-molekul solut dengan pelarut masing-masing. • Bila larutan zat A dalam B bersifat ideal, maka gaya tarik-menarik antara molekul A dan molekul B sama dengan gaya tarik-menarik antara molekul A dengan A atau molekul B dengan B. • Suatu larutan dikatakan ideal jika mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: • Homogen pada seluruh kisaran komposisi dari sistem, mulai dari fraksi mol nol sampai dengan satu (0<X<1) • Pada pembentukan larutan dari komponen-komponennya, tidak ada perubahan entalpi (∆Hcamp = 0), artinya panas larutan sebelum dan sesudah pencampuran adalah sama • Perubahan volume pencampuran sama dengan nol (∆Vcamp = 0), artinya jumlah volume larutan sebelum dan sesudah pencampuran adalah sama • Memenuhi hokum Raoult, P = X1 Po dengan • P adalah tekanan uap jenuh larutan, • X1 adalah fraksi mol pelarut dalam larutan • Po adalah tekanan uap parsial pelarut murni • Dalam suatu larutan ideal, sifat komponen yang satu akan mempengaruhi sifat komponen lainnya, sehingga sifat-sifat fisik larutan yang dihasilkan seperti tekanan uap, titik didih, titik beku adalah nilai rata-rata dari sifat kedua komponen murninya. • Kenyataannya tidak ada larutan yang bersifat ideal, adanya hanya dapat didekati oleh larutan non ideal (larutan nyata) yang sangat encer atau dari dua zat yang struktur kimianya hampir sama, misalnya campuran metanol-etanol, benzena- toluena, etil bromida-etil iodida, dan lain lain • Pengertian larutan ideal, berarti tidak ada gaya inter-molekul dalam larutan tersebut. • Gaya-gaya inter-molekul pada molekul-molekul sejenis (pelarut-pelarut) atau molekul-molekul yang tidak sejenis (pelarut-zat terlarut) adalah sama. • Bila dua cairan dicampur membentuk larutan ideal, maka masing-masing cairan akan menguap sehingga tekanan uap larutannya sama dengan jumlah tekanan uap parsialnya. • Tekanan uap parsial masing-masing komponen dalam larutan lebih kecil daripada tekanan uap murninya, karena pada permukaan larutan terdapat dua zat yang saling berinteraksi sehungga tiap komponen cenderung tidak mudah menguap, seperti yang terlihat pada • Gambar berikut menunjukkan masing-masing komponen sifatnya tetap seperti semula, sehingga tekanan uap parsialnya sebanding dengan fraksi molnya. • Salah satu sifat larutan yang penting adalah adanya tekanan komponen pada permukaan larutan. Dengan mengetahui besarnya kecenderungan komponen untuk menguap menunjukkan adanya gaya inter-molekul pada larutan. Dengan mempelajari kecenderungan untuk menguap atau tekanan uap parsial sebagai fungsi dari suhu dan konsentrasi, maka dapat dipelajari berbagai sifat larutan. • Raoult (1880) mengemukakan hukum yang mempelajari tekanan uap larutan, yaitu: “tekanan uap pelarut (PA) pada permukaan larutan besarnya sama dengan hasil kali tekanan uap pelarut murni (P Ao) dengan fraksi mol pelarut di dalam larutan ( XA )”. • PA = XA . PAo • Jika zat terlarut bersifat mudah menguap (volatil) sehingga tekanan uapnya dapat diukur, maka tekanan uap zat terlarut dapat ditentukan dengan persamaan, • PB = XB . PBo • Jika diasumsikan bahwa sistem hanya mengandung dua komponen (A dan B), maka tekanan uap total (P) sistem dapat dicapai dengan menggunakan hukum Dalton, yaitu: • P = PA + PB • P = XA PAo + XB PBo • Dengan, PA dan PB : tekanan uap parsial komponen A dan B • XA dan XB : fraksi mol komponen A dan B dalam larutan • PAo dan PBo : tekanan uap murni komponen A dan B • Menurut hukum Dalton, tekanan uap total dalam campuran adalah jumlah tekanan uap parsialnya. • Ptotal = PA + PB = XA PAo + XB PXo • Karena XA + XB = 1 atau XB = 1 – XA, maka persamaan di atas dapat ditulis: • Ptotal = XA PAo + (1 – XA) PBo = XA PAo + PBo – XA PBo • Ptotal = PBo + (PAo – PBo) XA • Persamaan tekanan parsial kedua komponen dan tekanan totalnya merupakan persamaan garis lurus. • Dengan mengukur tekanan uap total dalam berbagai komposisi, dapat diperoleh grafik larutan ideal seperti pada Gambar berikut. Tekanan uap murni komponen A dan B masing-masing adalah PoA dan PoB. Garis-garis lurus A-PoB mewakili tekanan parsial komponen B dan untuk komponen A tekanan parsialnya B-PoA. Sedangkan garis PoA-PoB menunjukkan tekanan total kedua komponen. • Pada contoh di atas, proses penguapan kedua cairan cenderung berbeda, sehingga fraksi mol pada cairan juga berbeda dengan fraksi mol pada kondisi uap. Komposisi uap campuran selalu mengandung lebih banyak komponen cairan yang lebih mudah menguap daripada cairan aslinya. Jika komposisi larutan diketahui, maka fraksi mol uap dapat ditentukan dengan persamaan Hubungan Tekanan uap dengan Fraksi mol larutan ideal • • PA = YA Ptotal • YA = • YB = 1 – YA • YA dan YB adalah fraksi mol uap komponen A dan B dalam ruang di atas cairan. • Hasil perhitungan komposisi uap akan sama dengan komposisi cairan setelah dikondensasikan (diembunkan). Hubungan antara tekanan total dan fraksi mol campuran A dan B dalam keadaan uap dapat dilihat pada Gambar diatas. Campuran zat cair dengan komposisi XA, uapnya berisi YA, artinya berisi lebih banyak komponen yang mudah menguap atau komponen yang tekanan uapnya tinggi. • Sulit ditemui larutan yang dapat sepenuhnya memenuhi hukum Raoult, hal ini mengingat sulitnya dicapai gaya interaksi antara semua komponen yang sama. Contoh • Benzena (A) dan toluene (B) adalah larutan ideal dengan fraksi mol toluene 0,6. Jika pada suhu 20℃, PAo = 74,7 mm Hg dan PBo = 22 mmHg. • Tentukan: • Tekanan total uap campuran • Komposisi cairan jika uap tersebut dikondensasikan • Gambarkan grafik tekanan uap larutannya JAWAB : •• X = 0,6 maka X = 1 – 0,6 = 0,4 B A
• PA = XA PAo = 0,4 x 74,7 = 29,88 mm Hg
• PB = XB PBo = 0,6 x 22 = 13,2 mmHg • Ptotal = PA + PB = 29,88 + 13,2 = 43,08 mmHg • YA = • YB = 1 – YA = 1 – 0,69 = 0,31 Grafik tekanan uap larutan: • Larutan yang menyimpang dari hukum Raoult disebut larutan non ideal. • Terjadinya penyimpangan disebabkan perbedaan gaya tarik antar molekul sejenis dengan molekul yang tidak sejenis dalam larutan. • Misal: larutan zat A dalam B bersifat non ideal, berarti gaya tarik antara A dan B tidak sama dengan gaya tarik antara molekul A-A atau B-B. • Perbedaan gaya tarik tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Jenis interaksi antara partikel komponen dalam larutan
Gaya tarik- Kalor Penyimpangan
Contoh menarik reaktif Pelarutan Hukum Raoult A - B = A - A; B - B Nol Tidak ada Benzena-toluena Etil bromida-etil iodida Etanol-metanol A - B < A - A; B - B Positif Positif Eter-CCl4 (endoterm) Etanol-heksana Aseton-CS2 A - B > A - A; B - B Negatif negatif Aseton-kloroform (eksoterm) Aseton-air Air-asam nitrat Larutan non ideal deviasi (penyimpangan) positif • Pada larutan non ideal yang mengalami penyimpangan positif, umumnya gaya tarik antar-molekul lebih kecil daripada gaya tarik inter-molekulnya. • Di dalam larutan, molekul dari setiap zat terikat lebih lemah, sehingga lebih mudah menguap daripada keadaan murninya. Akibatnya tekanan parsial masing- masing molekul lebih besar dari yang diperkirakan hukum Raoult. Penyimpangan Positif Hukum Raoult Larutan non ideal deviasi (penyimpangan) negatif
• Larutan ini mengalami gaya kebalikan dari larutan non
ideal deviasi positif, yaitu jika gaya antar-molekul lebih besar dari gaya tarik inter-molekulnya. • Setiap zat dalam larutan terikat lebih kuat sehingga sulit menguap daripada keadaan murninya. • Sehingga tekanan uap dari larutannya lebih kecil dari perkiraan menurut hukum Raoult Penyimpangan Negatif Hukum Raoult DISTILASI • Distilasi adalah suatu metoda pemisahan zat cair dari campurannya berdasarkan perbedaan titik didih. • Pada proses distilasi, campuran yang akan dipisahkan diuapkan terlebih dahulu dengan pemanasan, kemudian uap yang terbentuk diembunkan dengan cara pendinginan, sehingga menjadi cairan kembali. • Kebanyakan proses distilasi dilakukan pada tekanan tetap. Gambar berikut ini menunjukkan unit peralatan distilasi yang sering digunakan di laboratorium Alat distilasi sederhana
CONTOH • Proses pemisahan natrium klorida dan air dari larutan NaCl. • Pelarut yang mempunyai titik didih rendah (air) akan diuapkan terlebih dahulu, lalu diembunkan (dikondensasikan) kembali untuk memperoleh air murni (aquades). • Jika proses tersebut dilanjutkan, maka semua air akan habis menguap dan terkondensasi sehingga yang tertinggal hanya padatan zat terlarut NaCl. • Proses pemisahan campuran dari dua cairan yang titik didihnya berdekatan (hampir sama) tidak dapat dilakukan dengan distilasi biasa, tetapi dengan sistem destilasi bertingkat, yaitu proses yang komponen-komponennya diuapkan dan diembunkan secara bertingkat. • Dalam proses ini campuran dididihkan pada kisaran suhu tertentu pada tekanan tetap. • Uap yang dilepaskan dari dalam cairan berasal dari salah satu komponen tetapi masih mengandung campuran kedua komponen dengan komposisi yang berbeda dengan komposisi cairan yang mendidih. • Pada umumnya, hasil yang diperoleh adalah uap yang lebih banyak mengandung komponen yang mudah menguap. • Distilasi bertingkat sering digunakan dalam industri, misalnya untuk memisahkan minyak mentah menjadi komponen-komponennya seperti bensin, minyak tanah, minyak pelumas dan parafin, seperti pada gambar berikut : • Hasil dari proses distilasi (uap yang mengalami pengembunan) disebut distilat, yang mengandung lebih banyak komponen yang mudah menguap. • Sedangkan cairan yang tertinggal dalam labu reaktor disebut residu yang susunannya lebih banyak komponen yang sukar menguap. • Jika distilat yang mula-mula diperoleh dipanaskan lagi sampai sampai mendidih, maka uap yang keluar akan mengandung lebih banyak komponen yang mudah menguap. • Hal ini dapat diulangi beberapa kali sampai diperoleh senyawa yang mengandung satu komponen murni. Misal, campuran biner dari dua cairan A dan B. • Pada Gambar berikut ini memperlihatkan contoh sistem yang menghasilkan titik didih minimum dan maksimum. Penjelasannya sebagai berikut: • Kurva A-a-c-e-B menunjukkan titik didih campuran A dan B, sedangkan kurva A-b-d-B menunjukkan komposisi uap pada titik didih campuran A dan B. • Misalkan komposisi cairan awal, z, campuran mendidih pada temperatur T2, maka akan menghasilkan uap dengan komposisi y yang mengandung lebih banyak A daripada cairan awal. Jika uap yang terbentuk tersebut diembunkan dan dididihkan lagi, maka akan diperoleh campuran yang mendidih pada temperatur T1 dan uapnya mempunyai komposisi x (pada titik b) yang mengandung lebih banyak A daripada uap dengan komposisi y. Suhu-komposisi dari sistem dua komponen • Distilasi berjalan terus sampai diperoleh distilat yang hampir semuanya mengandung A. Jadi di sini terlihat komponen- komponen suatu campuran dapat dipisahkan dengan distilasi fraksional (bertingkat). • Contoh sistem yang bersifat demikian adalah toulen-benzena. • Tidak semua sistem mempunyai sifat seperti pada contoh di atas (sistem biner toulen-benzena). Beberapa sistem tidak dapat dipisahkan secara menyeluruh menjadi komponen-komponennya, karena campuran tersebut akan mendidih dengan konstan. • Titik didih campuran seperti ini disebut titik didih azeotrop, yaitu campuran yang mendidih pada suhu konstan dan dengan komposisi yang konstan pula. • Contoh campuran yang menghasilkan titik didih minimum adalah sistem etanol-air. Dalam sistem tersebut, tidak mungkin dihasilkan etanol murni jika dilakukan • distilasi bertingkat, karena pada saat mencapai titik didih minimum 78,2oC (pada 1 atm) masih terbentuk campuran yang mengandung 95,6% etanol. • Sedangkan contoh campuran yang menghasilkan titik didih maksimum adalah sistem HCl - air yang menghasilkan campuran dengan komposisi 20,22% HCl dan mempunyai titik didih maksimum 108,5℃ (konstan) pada 1 atm.