Anda di halaman 1dari 9

Agnes Stevani Herly (1216210004)

Krisma Rah Sangga


(1217210080)
Palentina Lasmi Delly Ropiati
(1217210111)
Rita Utami
AKUNTANSI FORENSIK & AUDIT INVESTIGATIF (1217210123)
Septya Putri Riyadi
(1217210137)

STANDAR AUDIT INVESTIGATIF TERHADAP


KASUS KORUPSI E-KTP

Kelompok 1
Latar Belakang

Berawal dari kicauan Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai


Demokrat, kasus dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-
KTP) pada 2011-2012, akhirnya terbongkar.
30 Okt 2009, Kemendagri yang saat itu dipimpin Gamawan Fauzi berencana
mengajukan anggaran Rp 6,9 triliun untuk penyelesaian Sistem Informasi Administrasi
Kependudukan (SIAP), salah satu komponennya adalah Nomor Induk Kependudukan
(NIK). Kemudian Eks Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan anak buahnya yang
bernama Sugiharto melakukan pertemuan dengan Setya Novanto (Ketua Fraksi Golkar
DPR) di ruang kerja Ketua Komisi II DPR membahas pemberian uang oleh Andi
Narogong (pengusaha) kepada sejumlah anggota Komisi II. Pemberian itu bertujuan
agar DPR menyetujui usulan Kemendagri perihal anggaran proyek e-KTP.
Analisis

Setnov dinilai telah menyalah gunakan wewenang dan kedudukannya di


DPR untuk meloloskan besaran anggaran proyek e-KTP menjadi senilai RP
5,9 triliun. Ia juga meminta pengusaha peserta konsorsium pengerjaan proyek
memberikan komisi sebesar 5 persen untuk beberapa anggota DPR. Negara
pun diperkirakan telah merugi sekitar Rp 2,3 triliun.
Setya Novanto sendiri telah diminta untuk hadir dalam sidang tetapi ia
kerap tidak dapat hadir sehingga akhirnya KPK pun mengeluarkan surat
penangkapan yang ditujukan kepada Setya Novanto pada hari Rabu, 15
November 2017.
Setyo Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang
Nomor31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001
tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

PASAL 3 PASAL 2 AYAT 1


Setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang
Setiap orang yang secara melawan hukum
lain atau suatu korporasi,
melakukan perbuatan memperkaya diri
menyalahgunakan kewenangan,
sendiriatau orang lain atau suatu
kesempatan atau sarana yang ada
korporasi yang dapat merugikan keuangan
padanyakarena jabatan atau karena kedu
negara atau perekonomiannegara
dukan yang dapat merugikan keuangan 
dipidana dengan pidana penjara minimal
negara atau perekonomiannegara
4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda
dipidana seumur hidup, atau pidana
palingsedikit 200 juta rupiah dan paling
penjara paling singkat 1 tahun dan
banyak 1 miliar rupiah.
paling lama 20tahun dan atau denda
paling sedikit 50 juta rupiah dan
maksimal 1 miliar.
Pelanggaran Kode Etik Pasal 20 Ayat
(4) Poin b dan c

Point B Point c
tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam tidak dapat melaksanakan tugas
undang-undang yang mengatur secara berkelanjutan atau
mengenai Majelis berhalangan tetap sebagai
Permusyawaratan Rakyat, Anggota selama 3 (tiga) bulan
Dewan Perwakilan Rakyat, berturutturut tanpa keterangan
Dewan Perwakilan Daerah, yang sah”.
dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah”
Apa dampak yang dilakukan bpk.setya
novanto dalam kasus Korupsi E-KTP ?

Dampak negative:
1. Masyarakat tidak bisa
menggunakan hak pilihannya dalam Dampak positif :
pemilu
2. Menambah tingkat kemiskinan, 1. Citra penegakan Hukum menjadi
pengangguran, dan kesenjangan social
lebih baik
3. Masyarakat akan kesulitan dalam
mendapatkan pelayanan medis
2. Tidak membuat indicator makro
4. Mengakibatkan negara Rugi atas naik
Tindakan Korupsi E-KTP
Pendapat

Menurut pendapat kami, apa yang dilakukan pada kasus


korupsi E-KTP yang dilakukan oleh bapak setnov ini sangat
salah. Kenapa? Karena dia melakukan tindakan korupsi
yang merugikan negara indonesia sebesar Rp 2,3 triliun dan
juga merugikan warga indonesia .Maka harus memberikan
sanksi yang sangat tegas yaitu harus dipenjara atas yang
dilakukan dan harus menggati kerugian yang iya korupsi.
Kesimpulan

1. Setia Novanto sudah terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 2 ayat
1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal
55 ayat 1 ke-1 KUHP.
2. Hubungan antara Hukum dan Kekuasaan tidak berjalan dengan baik di Indonesia ini, biasanya
orang yang mempunyai kekuasaan cenderung ingin mengendalikan Hukum.
3. Kasus korupsi pengadaan e-KTP ini melibatkan beberapa tersangka yang berasal dari Kementrian
Dalam Negeri. Selain itu juga dibutuhkan keberanian dari KPK sendiri agar diharapkan mampu
mengusut kasus korupsi ini hingga tuntas. Karena, sampai saat ini kasus korupsi pengadaan e-KTP
belum dapat dikatakan selesai atau berakhir .
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai