Anda di halaman 1dari 10

DIVERSIFIKASI PANGAN

Kelompok 1
Kelas 4A

1. Ananda Reginatasya 1905015115


2. Annida Rahmadhani 1905015204
3. Azhar Syifa Al Hayya 1905015168
4. Khairunisa Dira 1905015127
5. Rindi Antika 1905015139
6. Trisa Nurhudayanti 1905015105
7. Widya Alfiani 1905015274
Diversifikasi Pangan

Pengertian diversifikasi pangan mencakup konteks


produksi, ketersediaan, dan konsumsi pangan
(Suhardjo, 1998). Akan tetapi, dalam tulisan ini
pembahasan hanya terfokus pada konteks konsumsi
pangan. Diversifikasi pangan berkonotasi pada
adanya pilihan bahan pangan alternatif untuk
mengurangi ketergantungan pada satu jenis pangan
yang dominan. Fakta selama ini, jenis pangan
dominan di Indonesia adalah beras. Oleh sebab itu,
diversifikasi pangan menjadi salah satu strategi
mencapai ketahanan pangan (Setiawan, 2012).
.
Kebijakan Diversifikasi Pangan

1. Pengembangan diversifikasi pangan dipo-sisikan sebagai bagian


integral dari pemantapan ketahanan pangan nasional yang
berkelanjutan.
2. Posisi strategis beras dalam ketahanan pangan dan perekonomian
nasional tidak dipolitisasi secara berlebihan dalam politik praktis
jangka pendek.
3. Pengembangan diversifikasi pangan me-ngacu pada prinsip bahwa
produksi-agroindustri pangan-konsumsi adalah suatu sistem sinergis.
4. Pengembangan diversifikasi pangan diran-cang berdasarkan
pendekatan holistik lintas disiplin ilmu dan lintas sektor secara
harmonis dan konsisten.
5. Pengembangan diversifikasi pangan di-maknai sebagai upaya
pemerataan dan peningkatan pendapatan, perluasan ke-sempatan
usaha dan kesempatan kerja, dan relevan dengan prinsip-prinsip pem-
bangunan berwawasan lingkungan.
Faktor Ekternal dan Internal Penyebab Kelangkaan Pangan

Faktor Eksternal Faktor Internal


Berdasarkan studi organisasi PBB untuk Pangan dan
Pertanian (FAO), kecendrungan perdagangan antara lain adanya konversi lahan pertanian
pangan internasional tahun 2015-2030 menunjukkan yang terus meningkat dari 110 ribu ha tahun
negara berkembang akan berubah dari pengekspor 2002 menjadi 145 ribu ha pada tahun 2006.
komoditas pangan menjadi negara pengimpor Hal ini dipicu oleh menurunnya produktivitas
komoditas pangan. Akibatnya devisa negara-negara sektor pertanian yang pada tahun 1997
kurang berkembang dan negara berkembang akan sebesar Rp 1,7 juta sedangkan sektor
tersedot dalam jumlah besar hanya untuk impor industri mencapai Rp 9,5 juta (1 : 5,58)
pangan mencapai 4-5 persen dari produk domestik sedangkan kondisi pada tahun 2005 adalah
bruto (Gatra, 24-30 Januari 2008). sebesar Rp 6,1 juta untuk sektor pertanian
dan Rp 41,1 juta untuk sektor industri
Persoalan pangan dunia kian kompleks karena (1:6,73). Hal ini menunjukkan bahwa sektor
adanya penurunan produksi pangan akibat pertanian menjadi semakin tidak menarik .
perubahan iklim akibat pemanasan global serta
adanya konversi bahan pangan ke energi yang dipicu
oleh meroketnya harga minyak bumi. Kelangkaan
pangan juga dipicu juga oleh meningkatnya
permintaan akibat adanya kepanikan negara
berpenduduk besar untuk membeli stok pangan dunia
karena kekhawatiran stok pangan domestik tidak
mencukupi permintaan dalam negeri.
Konsumsi Pangan Lokal
Dalam Undang-Undang (UU) No. 18 tahun 2012
tentang Pangan, pengertian pangan pokok adalah
pangan yang diperuntukkan sebagai makanan utama
sehari-hari sesuai dengan potensi sumber daya dan
kearifan lokal, sedangkan pangan lokal adalah
makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat
sesuai dengan potensi dan kearifan lokal. Jenis
makanan pokok pada umumnya adalah beras, jagung,
ubikayu, ubijalar, sagu, dan umbi lainnya.

Sumaryanto (2009) mengemukakan, kendala yang


dihadapi dalam peningkatan ketersediaan produksi
pangan per kapita terutama adalah: (1) pertumbuhan
luas panen sangat terbatas karena: (i) laju perluasan
lahan pertanian baru sangat rendah, dan (ii) konversi
lahan pertanian ke nonpertanian sulit dikendalikan, (iii)
degradasi sumber daya air dan kinerja irigasi serta
turunnya tingkat kesuburan fisik dan kimia lahan
pertanian; dan (2) adanya gejala kemandegan dalam
pertumbuhan produktivitas.
Diversifikasi Konsumsi Pangan
Diversifikasi konsumsi pangan secara sederhana dapat dikatakan sebagai upaya peningkatan
keanekaragaman konsumsi pangan ke arah yang sesuai prinsip atau kaidah gizi seimbang
sehingga kualitas pangan menjadi semakin baik. Oleh karena itu, salah satu ukuran untuk
mengetahui tingkat diversifikasi konsumsi pangan dikenal dengan konsep Pola Pangan Harapan
(PPH). Semakin tinggi skor PPH mengindikasikan konsumsi pangan semakin beragam dan
bergizi seimbang (maksimal 100). Skor PPH sebetulnya meningkat dari tahun ke tahun, bahkan
pada tahun 2007 dan 2008 mencapai skor 80-an, namun untuk tahun-tahun berikutnya skor PPH
mengalami penurunan. Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan berbasis
Sumber daya Lokal oleh Kementerian Pertanian, dengan target terjadi penurunan konsumsi
beras sebesar 1,5 persen/tahun dan kenaikan skor PPH sebesar 1persen/tahun (Badan
Ketahanan Pangan, 2009). Hal ini berarti pola pangan masyarakat Indonesia harus
berdiversifikasi; tidak hanya pangan pokok yang bertumpu pada beras, tetapi juga diversifikasi
pangan secara luas seperti pangan sumber protein, vitamin, dan mineral
Diversifikasi Konsumsi Pangan
Penurunan PPH hanya terjadi di enam provinsi,
yaitu Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Nusa
Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo
yang nilai skor PPH pada tahun 2012 lebih besar
daripada tahun 2011. Penurunan skor PPH dapat
disebabkan oleh faktor ekonomi seperti pendapatan
yang terbatas, sehingga tidak mampu membeli
pangan secara cukup, baik kuantitas maupun
kualitas. Akan tetapi, penurunan skor tersebut juga
dapat terjadi karena faktor lain seperti rendahnya
pengetahuan tentang pangan dan gizi yang
berdampak pada rendahnya kesadaran untuk
mengonsumsi makanan yang berkualitas. Padahal,
makanan berperan penting untuk peningkatan
derajat kesehatan dan kecerdasan, yang diperlukan
dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Strategi Pengembangan Diversifikasi Pangan
(1) konversi lahan sawah subur relatif tinggi,
Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung (2) infrastruktur pertanian dan pendukung terbatas,
menjadi kekuatan pengembangan diversifikasi pangan (3) peran pulau Jawa sebagai produsen pangan lokal berkurang,
yaitu: (4) kenaikan harga pangan tidak memberi insentif produksi bagi petani,
(1) potensi lahan subur masih banyak, (5) teknologi pengolahan pangan lokal terbatas,
(6) preferensi pangan lokal terbatas,
(2) masih tersedia lahan kering dan marginal, (7) penerapan kebijakan pengembangan konsumsi pangan lokal lemah,
(3) produksi pangan lokal meningkat, (8) kebijakan pengembangan produksi dan industri pangan lokal masih
(4)harga pangan cenderung meningkat, lemah,

S W
(5) ragam jenis pangan lokal banyak, dan (9) penguasaan ketrampilan penerapan teknologi pengolahan pada
(6) adanya ragam pengolahan pangan lokal spesifik industri rumah tangga masih rendah,
wilayah. (10)adanya persepsi inferior terhadap pangan lokal di sebagian
masyarakat.

(1)adanya penekanan diversifikasi pangan dalam UU No. 18

O T
Tahun 2012 tentang Pangan, (1)peningkatan impor terigu dan pangan lainnya,
(2)adanya Perpres No. 22 Tahun 2009 tentang Percepatan (2) perubahan konsumsi karbohidrat dominan
Diversifikasi, beras,
(3)fungsi pangan lokal untuk kesehatan (pangan lokal (3) merebaknya rumah makan yang menjual
menyehatkan), dan pangan modern/impor dengan suasana
(4)adanya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 43 nyaman dan memberi penilaian makanan
tahun 2009 tentang Gerakan Percepatan bergengsi,
Penganekaragaman Kosumsi Pangan, yang salah satu (4)berkembangnya aneka produk berbasis terigu.
implementasinya adalah berupa kegiatan One Day No
Rice/ODNR (tidak mengonsumsi beras satu hari/minggu). .
Solusi Matrik Eksternal-Internal

Dari beberapa faktor yang ada pada masing-masing komponen SWOT


tersebut, selanjutnya ditetapkan faktor-faktor kunci mana yang diduga
dapat memengaruhi keberhasilan pengembangan diversifikasi pangan.
Di antara faktor kunci yang ditetapkan adalah nilai urgensi (NU) dan
bobot faktor (BF). NU ditetapkan pada masing-masing faktor, yaitu pada
faktor internal dan eksternal dengan cara membandingkan antara
komponen satu dengan yang lainnya dalam faktor internal dan hal yang Your Picture Here
sama dilakukan dalam faktor eksternal. Oleh karena jumlah komponen
faktor dalam faktor internal dan eksternal masing-masing adalah 6, maka
nilai maksimal masing-masing NU adalah 5 dan nilai terendah adalah 1.
Jika suatu komponen faktor memiliki nilai 5, artinya komponen tersebut
memiliki urgensi sebagai faktor kunci keberhasilan pengembangan
diversifikasi pangan dibandingkan dengan 5 komponen faktor lainnya
Referensi
Hardono, Gatoet S. "Strategi Pengembangan Diversifikasi Pangan
Lokal." Analisis Kebijakan Pertanian, vol. 12, no. 1, 2014, pp. 1-17,
doi:10.21082/akp.v12n1.2014.1-17.
Sumaryanto, Nfn. "Diversifikasi sebagai Salah Satu Pilar Ketahanan
Pangan." Forum Penelitian Agro Ekonomi, vol. 27, no. 2, 2009, pp. 93-
108, doi:10.21082/fae.v27n2.2009.93-108.
Azahari, Delima H. "Membangun Kemandirian Pangan Dalam Rangka
Meningkatkan Ketahanan Nasional." Analisis Kebijakan Pertanian, vol.
6, no. 2, 2008, pp. 174-195, doi:10.21082/akp.v6n2.2008.174-195.

Anda mungkin juga menyukai