Anda di halaman 1dari 269

Asuhan Keperawatan

Pada Klien Sistem Integumen


Ns. Hairuddin Safaat

Program Studi Ilmu Keperawatan


STIKes KJP
ANATOMI FISIOLOGI
SISTEM INTEGUMEN
Pengantar
 Kulit merupakan organ tubuh yang terletak
paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia.
 Kulit merupakan organ yang esensial dan
vital serta merupakan cermin kesehatan dan
kehidupan
 Kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu :
 Lapisan epidermis/ kutikel
 Stratum korneum / lapisan tanduk
 Stratum lusidum
 Stratum granulosum / lapisan keratohialin
 Stratum spinosum / stratum malphigi / pickle cell layer
 Stratum basale
 Lapisan dermis/ korium, kutis vera, true skin
 Pars papilare
 Pars retikulare
 Lapisan subkutis/ hipodermis
*Lapisan epidermis/ kutikel
 STRATUM KORNEUM/LAP TANDUK
 Lapisan kulit yang paling luar
 Terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati
 Tidak berinti
 Protoplasmanya telah berubah menjadi keratin/zat tanduk
 Terdiri dari 15-30 lapisan sel keratin
 STRATUM LUSIDUM
 Terdapat langsung di bawah lapisan korneum
 Lapisan sel terang
 Lapisan sel gepeng tanpa inti
 Protoplasma yang berubah menjadi protein (elerdin)
 Hanya ada pada kulit yang tebal, tampak lebih jelas di
telapak tangan dan kaki
 STRATUM GRANULOSUM/ LAPISAN KERATOHIALIN
 Terdiri dari 2-3 lapisan sel gepeng
 Grainy (lapisan bulir padi)
 Sitoplasma berbutir kasar (keratohialin), terdapat inti diantaranya.
 Juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki.
 STRATUM SPINOSUM/ STRATUM MALPHIGI/ PICKLE CELL
LAYER
 Terdiri dari 5-8 lapisan
 Lapisan yang paling tebal (0,2 mm)
 Sel berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena
adanya proses mitosis.
 Terdapat sel langerhans
 Lapisan ini memproduksi keratin
 Keratin merupakan protein yang tidak larut air – menjaga
kelembaban kulit
 STRATUM BASALE
 Lapisan epidermis yang paling dalam,
berkontak dengan dermis
 Terdiri atas sel-sel berbentuk kubus/kolumnar
 Terdiri dari sel pembentuk melanin yang
mengandung pigmen.
 Sel-sel basal mengadakan mitosis dan
berfungsi reproduktif
 Lapisan dermis/ korium, kutis vera, true skin
 Berisi 3 jenis jaringan : Kolagen dan serat elastis,
Otot, Saraf
 Mendapat suplai darah dan saraf
 Lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal
daripada epidermis.
 Sensori aparatus: sentuhan, tekanan, temperatur,
nyeri.
 Terdiri dari 2 bagian :
 Pars Papilare : bagian yang menonjol ke epidermis,
berisi ujung serabut saraf dan pemb darah
 Pars Retikulare : banyak mengandung jaringan ikat,
folikel rambut, pemb darah, saraf, kolagen.
 Lap subkutis/ hipodermis
 Merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas
jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di
dalamnya. Lapisan sel-sel lemak disebut
panikulus adiposa yang berfungsi sebagai
cadangan makanan. Dalam lapisan ini
terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh
darah dan getah bening
 Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama
tergantung pada lokalisasinya, di abdomen
dapat mencapai ketebalan 3 cm, kelopak mata
dan penis sangat sedikit dan fungsinya
sebagai Isolator panas bagi tubuh
MELANOCYTES
 Mampu memproduksi pigmen coklat, melanin
 Melanin dapat menyerap sinar ultraviolet
(UV)
 Sinar UV light berisi energi tinggi foton yang
dapat merusak DNA – mutasi
 Melanin dapat mencegah kerusakan DNA,
membantu mencegah kanker kulit
STRUKTUR ASESORIS KULIT
 Kelenjar pada Kulit
 Terdiri dari kelenjar keringat dan kelenjar
sebaseus/ kelenjar minyak
 Kelenjar keringat terbagi atas :
 Kelenjar Ekrin
 Kelenjar apokrin
Kelenjar Ekrin
 Kelenjar kecil-kecil, letaknya dangkal, di
lapisan dermis, bermuara di permukaan kulit.
 Sekret encer ± 1,5 lt/24 jam
 Udara panas dan kering, ± 6 lt/24 jam
 Sekresi kelenjar ekrin dipengaruhi oleh stres
emosional, faktor paanas dan saraf simpatis
 Fungsinya untuk pengeluaran keringat,
pengaturan suhu tubuh
Kelenjar apokrin

 Terletak lebih dalam, sekresi lebih kental


 Banyak terdapat pada axila, areola mamae,
pubis, dan saluran telinga luar
 Fungsi belum jelas
KELENJAR SEBASEA (KELENJAR
MINYAK)
 Terdapat di seluruh permukaan kulit kecuali
di telapak tangan dan kaki
 Terletak di samping akar rambut, bermuara
pada folikel rambut
 Fungsi : memberi lapisan lemak,
bakteriostatik, menahan evaporasi
 Masa remaja kelenjar sabasea lebih produktif
RAMBUT
 Terdiri dari akar rambut dan batang
 Menutupi hampir seluruh permukaan tubuh
 Diproduksi oleh folikel rambut
 Siklus pertumbuhan rambut:
 Fase Anagen/pertumbuhan : 2-6 tahun dengan
kecepataan tumbuh 0,35mm/hari
 Fase Telogen/istirahat : beberapa bulan
 Fase Katogen :fase diantara kedua fase
 Pada saat 85% mengalami fase anagen, 15 %
mengalami fase telogen
KUKU
 Bagian terminal lapisan tanduk yang menebal
 Akar kuku : bagian yang terbenam kulit jari
 Badan kuku : bagian di atas jaringan lunak
ujung jari
 Tumbuh : 1 mm/minggu
 Fungsi : melindungi jari tangan
FUNGSI KULIT
 Fungsi proteksi
 Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau
mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi
terutama yang bersifat iritan; lisol, karbol, asam dan alkali kuat,
gangguan yang bersifat panas; radiasi, sengatan UV, gangguan
infeksi luar; kuman/bakteri, jamur
 Hal di atas terjadi karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan
kulit dan serabut jaringan penunjang yang berperan sebagai
pelindung terhadap gangguan fisis.

 Fungsi absorbsi
 Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda
padat, tapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap.
Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan
kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.
 Fungsi ekskresi
 Kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna
lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh; NaCl, urea, as urat
dan ammonia. Sebum yang diproduksi melindungi kulit
juga menahan evaporasi air yang berlbhan sehingga kulit
tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat
di kulit menyebabkan keasaman kulit pd pH 5-6,5

 Fungsi persepsi
 Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis
dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh
badan ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin
diperankan oleh badan krause yang terletak di dermis.
Badan taktil meissnerr terletak di papila dermis berperan
terhadap rabaan. Terhadap tekanan diperankan oleh badan
vater paccini di epidermis
 Fungsi pengaturan suhu tbh
 Kulit melakukan peranan ini dengan cara
mengeluarkan keringat dan mengerutkan otot /
kontraksi pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan
pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit
mendapat nutrisi yang cukup baik.

 Fungsi pembtkan pigmen


 Sel pembtk pigmen/melanosit terletak di lapisan basal
dan sel ini berasal dari rigi saraf. Jumlah melanosit
menentukan warna kulit ras maupun individu. Warna
kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit
melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb,
oksi Hb dan karoten.
 Fungsi keratinisasi
 Proses berlangsung 14-21 hari sebagai
perlindungan terhadap infeksi secara mekanis
fisiologik

 Fungsi pembtkan vit D


 Dengan mengubah 7-dihidroksi kolesterol
dengan bantuan sinar matahari.
FARMAKOLOGI
DERMATOLOGIS
Farmakokinetik
Faktor utama yang berpengaruh:
1. Lokasi penetrasi : skrotum, wajah, aksila,
scalp > forearm
2. Gradien konsentrasi

3. Frekuensi dosis

4. Zat pembawa (vehicles)


Zat Pembawa Dermatologis (Obat
Topikal)
 Faktor yang diperhatikan:
 Kelarutan zat aktif di dalam zat pembawa
 Kecepatan pelepasan zat aktif dari zat pembawa
 Kemampuan zat pembawa menghidrasi stratum korneum
 Kestabilan zat aktif di dalam zat pembawa
 Interaksi kimia dan fisik zat pembawa, str corneum, zat
aktif
 Klasifikasi formula: tinktur, cair, lotion, gel, aerosol,
powder, pasta, krim, salep
ANTIBACTERIAL AGENTS

 Topical Antibacterial
 Mencegah infeksi pd luka bersih.
 Banyak sediaan yg ditambah kortikosteroid 
tdk mengurangi efektifitas AB  hasil > baik
dibanding pemakaian KS saja  untuk terapi
diaper dermatitis, otitis externa, dan
impetiginized eczema.
 Sediaan kombinasi dua antibiotik  infeksi
campuran, memperluas spektrum kerja dan
memperlambat resistensi.
Macam AB topikal
 Bacitracin & Gramicidin
 gram-positif:streptococci, pneumococci, &
staphylococci, anaerobic cocci, neisseriae, tetanus
bacilli & diphtheria
 Bacitracin dpt tunggal atau kombinasi dg
neomycin, polymyxin B atau keduanya.
Bacitracin menyebabkan anaphylaxis (jarang),
Allergic contact dermatitis (sering).
Bacitracin sulit diabsorbsi kulit toksisitas
sistemik <
 Gramicidin tersedia hy utk topikal.
Dikombinasi dengan neomycin, polymyxin,
bacitracin, and nystatin. Toksisitas sistemik
 pemakaian topikal terbatas .
Sensitisasi jarang terjadi pd dosis terapi
 Mupirocin

 Gram positif aerob, termasuk MRSA


 terapi impetigo krn S aureus & group A
-hemolytic streptococci.
 Intranasal mupirocin irritasi membran mukosa
krn polyethylene glycol.
 Tidak diserap scr sistemik pd kulit yg intak
 Polymyxin B Sulfate

 Gram negatif termsk P. aeruginosa, E. coli,


enterobacter & klebsiella.
 Proteus, serratia gram-positif sdh resisten.
 Sediaan larutan atau salep.
 ≤ 200 mg per hari pd luka terbuka (non intak)
mencegah neurotoxicity and nephrotoxicity.
 Hipersensitifitas thdp polymyxin B sulfate topikal
jarang terjadi.
 Neomycin & Gentamicin
 Aminoglikosida
 Gram negatif termasuk E. coli, proteus, klebsiella
& enterobacter.
 Aktifitas Gentamisin thdp P. aeruginosa,
staphylococci & group A -hemolytic streptococci
> drpd neomycin.
 Pemakaian topikal secara meluas tu di RS hrs
dicegah memperlambat organisme resisten
gentamisin.
 Neomycin sediaan tunggal atau kombinasi dgn
polymyxin, bacitracin dll.
 Neomycin: bedak steril utk topikal.
Gentamicin: salep atau krim.
 Neomycin topikal  kadar serum tdk terdeteksi
 Gentamicin konsentrasi serum 1–18 mcg/mL bila
kulit tidak intak dan pemakaian daerah luas.
 Gagal ginjal dpt menyebabkan akumulasi kedua obat
ini  nephrotoxicity, neurotoxicity & ototoxicity.
 Neomycin sering menyebabkan sensitisasi tu pd
eczematous dermatoses atau dlm btk salep  cross
sensitifitas dpt thdp streptomycin, kanamycin,
paromomycin & gentamicin
ANTIBIOTIK TOPIKAL ACNE
 clindamycin phosphate, erythromycin base, metronidazole
& sulfacetamide.
 Acne ringan – sedang
 Clindamycin
 P. acnes
 10% absorbsi BAB darah & pseudomembranous
colitis (jarang)
 Hydroalcoholic & foam formulation (Evoclin) kulit
kering & iritasi terbakar & nyeri.
 Water-based gel & lotion formulation > baik.
 DKA jarang
 Tersedia dlm fixed-combination topical gel dgn
benzoyl peroxide (BenzaClin, Duac).
 Erythromycin
 P acnes.
 Komplikasi antibiotic-resistan (staphylococc)
terapi sistemik
 ES lokal: rasa terbakar, kulit kering, iritasi (water-
based gel > baik drpd larutan).
 Kombinasi dg benzoyl peroxide (Benzamycin)
 Metronidazole
 Efektif utk acne rosacea.
 MOA blm diketahui.
 Tidak boleh utk bumil, buteki, anak-anak
 ES lokal: kulit kering, rasa terbakar, iritasi
(MetroGel > MetroCream, MetroLotion & Noritate
cream).
 Caution should be exercised when applying
metronidazole near the eyes to avoid excessive
tearing.
 Sodium Sulfacetamide
 Bentuk sediaan tunggal: 10% lotion (Klaron) &10%
wash (Ovace).
 Kombinasi dgn sulfur utk terapi acne vulgaris &
acne rosacea.
 MOA: menghambat pemakaian p-aminobenzoic
oleh P. acnes.
 4% terabsorsi.
 KI: alergi sulfonamide.
ANTI ACNE LAIN
 Retinoic acid & derivatives (tretinoin)
 Adapalene (Differin)
 Tazarotene (Tazorac) (KI: bumil)
 Isotretinoin (KI: bumil)
 Benzoyl peroxide
 Azelaic acid
KERATOLITIK
 SALICYLIC ACID (3–6%)
 PROPYLENE GLYCOL (40-70%)
 UREA (20 %)
 PODOPHYLLUM RESIN &
PODOFILOX (25%)  KI: BUMIL
 FLUOROURACIL (0.5%, 1%, 2% & 5%)
 TX: multiple actinic keratoses
ANTIFUNGAL AGENTS

 Terapi infeksi jamur superfisial yg disebabkan


oleh jamur dermatophyt:
1. Antifungi topikal:clotrimazole, miconazole,
econazole, ketoconazole, oxiconazole,
sulconazole, ciclopirox olamine, naftifine,
terbinafine, butenafine & tolnaftate

2. Antifungi oral: griseofulvin, terbinafine,


ketoconazole, fluconazole & itraconazole.
 Terapi infeksi jamur superfisial yg disebabkan
oleh kandida: topikal clotrimazole,
miconazole, econazole, ketoconazole,
oxiconazole, ciclopirox olamine, nystatin, atau
amphotericin B.

 Candidiasis mucocutaneous kronis


generalisata: oral ketoconazole jangka pjg
ANTIVIRUS TOPIKAL
 Acyclovir, Valacyclovir, Penciclovir dan
Famciclovir
 MOA: menghambat DNA polimerase virus
 Terapi: Herpesvirus family
 ES: Pruritus, terbakar
OBAT EKTOPARASITOSIS
 Permethrin
 Terapi:
 P. humanus, Pthirus pubis 1% cream dioleskan 10 menit 
dibilas air hgt
 Sarcoptes scabiei  5% cream dioleskan 8-14 jam dibilas
 ES:
 P. humanus, Pthirus pubis 1% cream dioleskan 10 menit 
dibilas air hgt
 Sarcoptes scabiei  5% cream dioleskan 8-14 jam dibilas
 Lindane (Hexachlorocyclohexane)

 Dlm btk sampo/lotion


 P.capitis/pubis 30ml dioleskan pd rambut basah
slm 4 menit dibilas
 Scabies dioleskan seluruh tubuh (leher ke
bawah) 8-12 jam  dibilas
 ES: neurotoxicity dan hematotoxicity hati-hati
pada bayi, anak, wanita hamil
 Jangan kena mata dan membran mukosa krn dpt
iritasi
 Crotamiton

 Scabisid, antipruritus
 Bentuk krim atau lotion (Eurax)
 Diberikan seluruh tubuh (dagu ke bawah) selama
24 jam  dibilas
 Alternatif Lindane
 ES: dermatitis kontak alergika, iritasi  distop
 Jangan pada radang akut kulit, mata, membran
mukosa
 SULFUR

 Sudah lama dipakai sebagai scabicide


 Meski tidak iritatif tapi bau tidak enak,
meninggalkan bekas warna, tidak menyenang
utk dipakai  terganti oleh scabicide modern
 tapi mrpkan obat alternatif untuk bayi dan
wanita hamil
 Formulasi umumnya berupa 5% sulfur dalam
petrolatum.
 MALATHION

 Suatu organophosphate cholinesterase inhibitor


 Dihidrolisis oleh plasma carboxylesterases lebih
cepat pada manusia daripada serangga
menguntungkan utk terapi pediculosis
 Dalam bentuk 0.5% lotion (Ovide) diberikan pada
rambut yg msh kering  dibiarkan selama 4- 6
jam disisir
AGEN BEREFEK PADA PIGMENTASI
 HYDROQUINONE, MONOBENZONE, &
MEQUINOL
 Mengurangi hiperpigmentasi kulit.
 Hydroquinone & mequinol reversibel depigmentasi
 Monobenzone irreversible depigmentation.
 MOA: menghambat tyrosinase hambat
pembentukan melanin.
 ES: iritasi, alergi (lokal) Both hydroquinone and
monobenzone may cause local irritation.
 TRIOXSALEN & METHOXSALEN

 repigmentasi dari depigmented macules pada


vitiligo.
 high-intensity long-wave ultraviolet fluorescent
lamps, photochemotherapy dg oral methoxsalen
utk psoriasis & oral trioxsalen utk vitiligo sdg
diteliti
 ES: katarak & kanker kulit (jangka panjang).
 SUNSCREENS
 Menyerap UV= sunscreens
 Memantulkan cahaya= titanium dioxide
(sunshades).
 p-aminobenzoic acid (PABA) & esternya,
benzophenones & dibenzoylmethanes.
 Menyerap UVB (280 - 320 nm) yg mrpkan
penyebab eritema & tanning krn paparan sinar mthr.
 Paparan kronis thdp cahaya ini  kanker kulit.
 Dibenzoylmethanes (Parasol & Eusolex) menyerap
UVA (320 nm - 400 nm)
ANTI-INFLAMMATORY AGENTS
 TOPICAL CORTICOSTEROIDS
 hydrocortisone di 1952.
 MOA: aktifitas anti inflamasi & antimitotik.
 Topikal glucocorticosteroid pertama adlh
hydrocortisone.
 Prednisolone and methylprednisolone topikal
aktivitasnya setara hydrocortisone.
 Absorbsi minimal pd kulit normal, meningkat pd
atopic dermatitis, severe exfoliative diseases:
erythrodermic psoriasis (barier kulit turun).
 Bentuk salep > baik aktivitasnya drpd krim atau
lotion.
 Keterbatasan penetrasi topikal kortikosteroid dpt
diatasi dgn cara injeksi intralesi ( insoluble
corticosteroids: triamcinolone acetonide,
triamcinolone diacetate, triamcinolone hexacetonide
& betamethasone acetate-phosphate)
 ES:
-sistemik: supresi pituitary-adrenal axis
-lokal: atropi kulit, steroid acne, steroid rosacea,
hipopigmentasi, DKA.
KUSTA
 Lepra = Morbus Hansen
 Adalah:
Penyakit menular, menahun yang menyerang saraf tepi,
kulit
 Penyebab:
Mycobacterium leprae
 Gejala:
 Lesi kulit: bercak keputih-putihan/ kemerah-merahan & mati rasa
 Penebalan saraf tepi: mati rasa; kelemahan otot/ kelumpuhan
 BTA (+)

54
KLASIFIKASI WHO
Cardinal Sign PB MB
(Paucibacillary) (Multibacillary)
Bercak 1-5 >5

G3 saraf tepi 1 saraf > 1 saraf

Sediaan apus BTA (-) BTA (+)

55
RIFAMPISIN
• Kapsul/ tablet 150 mg, 300 mg, 450 mg dan 600 mg

DAPSONE
 Diamino Diphenyl Sulfone (DDS)
 Mekanisme kerja: menghambat sintesis as. folat
 Tablet putih 50 mg & 100 mg

LAMPRENE/ CLOFAZIMINE
• Mekanisme kerja: pengikatan DNA
• Juga sebagai anti reaksi (antiinflamasi)
• Kapsul coklat 50 mg, 100 mg
56
 Pausi Basiler (PB): 6 blister  6-9 bulan
Di depan petugas; bulanan:
RMP 600 mg & DDS 100 mg
Di rumah; harian: DDS 100 mg
 Multi Basiler (MB): 12 blister  12-18 bulan
Di depan petugas; bulanan:
RMP 600 mg; Lampren 300 mg; DDS 100 mg
Di rumah; harian: Lampren 50 mg; DDS 100 mg

KEADAAN KHUSUS
 Bumil: aman
 Px TB: RMP sesuai dosis TB
57
EFEK SAMPING
Minor  Teruskan

Efek samping Penyebab Tatalaksana


Kulit merah, coklat s/ hitam clofazimine Advice
G3 GIT dapsone, clofazimine Sewaktu/
sesudah mkn
Anemia dapsone Fe, as. folat

Mayor  Hentikan
Efek samping Penyebab Tatalaksana
Alergi, urtikaria, dapsone PB: ganti clofazimine
ENL (Eritema Nodosum MB: tanpa dapsone
Leprosum) Tx: Prednison
58
FAKTOR YANG MEMPERSULIT
PENGOBATAN:

1. Daya tahan hospes (manusia) terhadap


mikobakterium kurang
2. Daya bakterisid (daya bunuh kuman) obat
yang ada kurang
3. Timbul resistensi kuman terhadap obat
4. Efek samping obat

+ AIDS !!! 59
PENYEBAB RESISTENSI
 Pemakaian obat tunggal
 Panduan obat tidak adekuat (jenis/ lingkungan
sudah resisten)
 Pemberian tidak teratur
 Penyediaan ke daerah tidak reguler
 Pemakaian cukup lama
 Pengetahuan pasien kurang

60
Asuhan Keperawatan
Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Integumen
Dermatitis Atopik
 Peradangan kulit yang melibatkan
perangsangan berlebihan (alergi)
 Melibatkan limfosit dan sel mast
 Histamin dari sel mast menyebabkan rasa
gatal dan eritema
 Sering dijumpai pada bayi, anak terkadang
menetap sampai dewasa
Dermatitis Atopik
 Gambaran klinis
 Eritema disertai lesi krusta dan basah pada bayi,
lesi sering muncul diwajah dan bokong pada anak
yang lebih tua
 Remaja lebih sering muncul ditangan dan kaki,
dibelakang lutut dan dilipat siku
 Pruritus hebat
Dermatitis Atopik
 Penatalaksanaan
 Hindari dari iritan atau alergan
 Pemberian antihistamin untuk mengontrol rasa
gatal
 Kompres dingin untuk mengurangi peradangan
 Steroid topical dosis rendah
Dermatitis Kontak
 Peradangan kulit akut atau kronik akibat
terpapar dengan iritan atau alergen
 Lokasi dermatitis sesuai dengan tempat
terpapar/pajanan
 Respon hipersensitif tipe IV (bersifat lambat
< 24 jam dari kejadian)
Dermatitis Atopik
 Gambaran klinis
 Adanya papul, eritema & vesikel basah didaerah
kontak. Vesikel pecah dan membentuk krusta.
Pruritus mungkin sangat hebat
 Penatalaksanaan
 Identifikasi penyebab dermatitis
 Kompres dingin untuk kurangi peradangan
 Terapi anti inflamasi topikal jangka pendek
seperti steroid untuk hentikan radang
Selulitis
 Infeksi lapisan dermis atau subcutaneus oleh
bakteri
 Biasa terjadi setelah luka atau gigitan di kulit
 Biasanya disebabkan oleh streptococcus
phyogenes
 Komplikasinya bisa menyebabkan gangrene,
abses menyebar dan sepsis
Selulitis
 Gambaran klinis
 Daerah kemerahan membengkak di kulit serta
terasa hangat dikulit serta terasa hangat dan nyeri
bila dipegang
 Penatalaksanaan
 Antibiotik sistemik
Herpes Zoster
 Disebabkan oleh virus varicella
 Terjadi pada pasien dengan penurunan
imunitas seperti leukemia, lymphoma, AIDS
 Tzank’s Smear untuk mengetahui
“multinucleated giant cell”
Herpes Zoster
 Gambaran klinis
 Vesikel berbentuk unilateral sepanjang saraf kranial &
spinal melalui dermatom saraf
 Adanya nyeri, gatal, & hepersyhsia
 Dapat berkembang menjadi krusta & ulcer disuperficial
membran mukosa
 Penatalaksanaan
 Acyclovir (Zovirax) anti virus
 Kompres dingin untuk mengurangi nyeri
 Cegah infeksi tambahan
Herpes Simplex
 Disebabkan oleh virus herpes simplex
 Vesikel yang terbentuk diikuti oleh perasaan
terbakar dan gatal
 Eksudat jernih diikuti krusta
 Biasanya di daerah hidung, pipi, leher,
telinga, dan genitalia
Herpes Simplex
 Penatalaksanaan
 pemberian topikal anastesi dan nyeri
 Acylclovir (anti virus)
 Hindari dari matahari
 Tingkatkan kebersihan diri
 HIndari kontak pada daerah luka
Pressure Ulcers
 Lesi pada kulit disebabkan oleh tekanan terus
menerus menyebabkan kerusakan jaringan dasar
 Terjadi umumnya pada area tubuh yang mendapat
tekanan lebih besar dari BBpada tulang yang
menonjol
 Berkembang ketika jaringan lunak (kulit,
jar.subcutaneus, otot) ditekan antara tulang menonjol
dan permukaan keras dalam waktu yang lama
 Periode waktu sebelum terjadi kerusakan jaringan
bervariasi antara setiap klien
 Pasien yang dilemahkan dapat mengalami kerusakan
jaringan permanen dalam waktu 2 jam
Pressure Ulcers
 Malnutrisi merupakan faktor risiko utama
 Faktor yang dapat diidentifikasi dengan
pengkajian :
 Sensori persepsi
 Kelembapan
 Aktivitas
 Mobilitas
 Nutrisi
 Friksi
Patofisiologi Pressure Ulcers
Tekanan terus menerus pada jar. Lunak antara tulang meninjol dan permukaan keras

Menekan kapiler-kapiler dan menghambat pembuluh darah

Bila tekanan berakhir Bila tekanan berlanjut,


(rebound cappilary dilatation), mikrotrombin dibentuk pada kapiler
kerusakan tidak terjadi dan menyumbat aliran darah

Nekrotik area

Infalamasi
Penatalaksanaan Pressure Ulcers
 Managemen nutrisi
 Managemen beban jaringan
 Spesial low pressure beds
 Perawatan luka ulcer
 Monitoring Healing
jika tidak sembuh dalam 2 minggu dengan
nutisi adekuat, pengurangan tekanan, daily
cleaning, dressing pertimbangkan untuk
topical antibiotik
Pressure Ulcer Degree
 Derajat I
 Derajat II
 Derajat III
 Derajat IV
Sindrom Stevens-Johnson
 Definisi
Sindrom yang yang mengenai kulit, selaput
lendir di orifisium, dan mata dengan KU
bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan
pada k ulit berupa eritema, vesikal/bula, dapat
disertai purpura
Sindrom Stevens-Johnson
 Etiologi
 Alergi Obat (penisilin & semisintetiknya,
streptomisin, sulfonamide, tetrasiklin,
antipiretik/analgesik(e.g. derivate
salisil/pirazolon, metamizol, metapiron,
parasetamol), klorpomasin, karbamazepin, klinin,
antipirin, tegretol dan jamur
 Infeksi
 Keganasan
 Dll.
Patogenesis
Dasar patogenesis, hipersensitivitas tipe III dan IV
 Reaksi tipe III
Terbentuknya kompleks antigen-antibody mikro presipitasi

Mengkativasi sist. Komplemen C 657 (kemotaksis leukosit)

Menarik neutrofil dari sirkulasi akumulasi neutrofil

Melepaskan lisosim leukosit

Kerusakan jaringan pada organ sasaran


Patogenesis
Dasar patogenesis, hipersensitivitas tipe III dan IV
 Reaksi tipe IV
Limposit T yang tersensilitasi berkontak kembali
dengan antigen yang sama

Limfokin dikeluarkan reaksi peradangan


Sindrom Stevens-Johnson
Gejala Klinis
 KU bervariasi dari ringan sampai berat
 Pada kondisi berat kesadaran menurun,
penderita dapat soporus s/d koma
 Mulainya penyakit akut : demam tinggi,
malaise, nyri kepala, batuk pilek dan nyeri
tenggorokan
 Adanya trias kelainan: kelainan kulit, mata,
dan selaput lendir di orifisium
Sindrom Stevens-Johnson
Gejala Klinis
 Kelainan kulit
 Eritema
 Vesikel dan bulla (dapat pecah menjadi erosi yang luas dan
purpura)
 Kelainan selaput lendir
 Mukosa bibir (100%), biasanya krusta hitam yang tebal
 Lubang alat genitalia (50 %)
 Lubang hidung dan anus (8% dan 4 %)
 Di faring, traktus respiratorius bag. Atas dan esophagus
 Stomatitis
 Kelainan berupa vesikel dan bula dapat pecah erosi,
eksoriasi dan krusta kehitaman
Sindrom Stevens-Johnson
Gejala Klinis
 Kelainan mata
 80 % diantara semua kasus
 Konjungtivitis purulen
 Perdarahan
 Ulkus kornea
 Iritis
 Pemeriksaan laboratorium
 Tidak khas
 Leokositosis Infeksi
 Eusinofilia Alergi
Sindrom Stevens-Johnson
Penatalaksanaan
 Jika KU baik, lesi tidak menyeluruh prednisolon 30-40
mg/hari
 Jika KU buruk, lesi menyeluruh kortikosteroid (life
saving)
 Deksametason IV dosis permulaan 4-6 x 5 mg
 Setelah 2-3 hari dan keadaan membaik dosis diturunkan 5
mg/hari
 Diganti dengan kortikosteroid, prednisolon 20 mg lalu 10 mg
 Antibiotik siprofloxasin 2x400 mg IV, klindamisisn 2x600
mg IV, Gentamisisn 2x80 mg
 Keseimbangan cairan dan elektrolit
 Diet rendah garam dan tinggi protein
 Terapi topical untuk lesi dimulut dan dikulit
Diagnosa Keperawatan
 Kerusakan integritas kulit b.d kulit kering
 Resiko kerusakan kulit b.d terekpos alergen
 Gangguan rasa nyaman b.d penanggulangan pruritus
inadekuat
 Resiko infeksi b.d eksoriasi kulit, penurunan
pertahanan tehadap virus, jamur, organisme
staphylocoocus
 Gangguan citra tubuh b.d lesi tubuh, respon
signifikan dari orang lain terhadap penampilan diri
Referensi

Black & Mattasin. 2005. Medical Surgical Nursing, Clinical Management


For Continuity Of Care, Seventh Ed. Philadelphia: W.B Saunders
Company
Gould, B.E. 2006. PATHOPHYSIOLOGI for Health Professions. Third Ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Polaski & Tatro. 2006. Luckmann’s Core Principles and Practie of Medical
Surgical Nursing. Third Ed. Philadelphia: W.B Saunders Company
 Kulit adalah salah satu jendela
mendeteksi kondisi pasien  peribahan
pada oksigenasi, sirkulasi, krusakan
jaringan dan hidrasi.

 Px rawat inap lansia  Implikasi


peningkatan trauma pada kulit saat
perawatan.
PENGKAJIAN SISTEM INTEGUMEN

PENGKAJIAN KULIT DIMULAI


DENGAN :
1. Mengumpulkan data riwayat kesehatan
yg meliputi informasi kulit, rambut, dan
kuku.
2. Inspeksi

3. Palpasi
Pemeriksaan
 Anamnesa
Riwayat Kesehatan
 Pemeriksaan fisik
peralatan:
1. Penggaris/meteran untuk mengukur luas luka
2. flashlight/ lampu senter untuk menerangi luka
3. kaca pembesar untuk membantu dalam
pemeriksaan luka
4. sarung tangan disposibel untuk melindungi
pemeriksa ketika malakukan pemeriksaan luka

91
RIWAYAT KESEHATAN
 Pertanyaan dimulai dengan masalah atau keluhan
yg dirasakan.
Misal :
gatal-gatal ?
benjolan di kulit ?
 Pengkajian pola sehat sakit
 Pola pemeliharaan kesehatan
 Pola peran kekerabatan
PENGKAJIAN POLA SEHAT-SAKIT
Untuk Mengkaji POLA SEHAT-SAKIT
Pertanyaan Yang Diajukan Meliputi:
 Riwayat kesehatan sekarang

 Riwayat kesehatan dahulu

 Riwayat kesehatan keluarga

 Status perkembangan
RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
 Untuk menanyakan riwayat kesehatan sekarang dan
keluhan pasien ?
Tanyakan akan adanya , demam, lesi, kemerahan,
memar dll.
Riwayat Penyakit Dahulu
Untuk informasi masalah kesehatan dahulu, dapat
diajukan pertanyaan-pertanyaan tentang :

 Masalah kesehatan yang pernah dialami, Riwayat


penyakit spt DM, MH, Hepatitis dll,, pernapasan ?

 Riwayat alergi pasien? Alergi terhadap Makanan, Obat,


Kosmetik, dll?
RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Status Kesehatan Keluarga Ditanyakan Tentang :

 Apakah ada anggota keluarga yang menderita


penyakit kulit ? Kapan mulainya ?
 Apakah ada anggota keluarga yg menderita alergi ?
Kebiasaan pasien dan aktivitas sehari-hari
pasien, Misalnya :
 Kebersihan diri ?

 Gaya hidup klien ?

 Pekerjaan ?

 Apakah gangguan kulit dapat mempengaruhi

aktivitas sehari-hari?
 Apakah gangguan kulit mempengaruhi peran

dalam kehidupannya ?
Karakteristik Kulit Normal
 Warna : Warna Kulit bervariasi antara orang yang
satu dengan yang lain tergantung ras (Merah
muda - Hitam)
 Tekstur Kulit  Lembut Kering, normal juga
Elastis.
 Suhu : Suhu Normal Hangat  pada konsisi
tertentu bisa berubah
 Kelembaban  Akan teraba kering  dpt
meningkat jika aktivitas meningkat
 Bau : Normal Tidak Berbau
KULIT
Inspeksi
1. Warna Kulit
2. Vaskularisasi
3. Keringat
4. Edema
5. Injuri
6. Perlukaan/Lesi Pada Kulit
99
PALPASI
Catat :
1. Perubahan dalam Suhu / Temperatur
2. Kelembaban. Kering pada dehidrasi
3. Periksa Adanya Nyeri Tekan
4. Tekstur. Mengacu pada Halus atau kasar.
Kasar dan kering pada hipotyroid. Lembut dan
halus pada hiperthyroid
5. Turgor  Mengacu pada elastisitas kulit.
6. Adanya Lesi  Distribusi, tipe, warna

100
 Elastisitas kulit atau turgor menggambarkan keadaan
keseimbangan cairan tubuh . secara sederhana dengan
melakukan pemeriksaan turgor kulit . dapat diketahui
derajat kekurangan cairan tubuh ( dehidrasi ).
cara pemeriksaan
1. Pastikan bagian ( lengan / perut ) yang akan diperiksa
terbuka
2. Pemeriksa menjepitkan ibu jari dan telunjuk pada kulit,
3. Lepaskan jepitan dan perhatikan waktu yang diperlukan
kulit untuk kembali seperti semula ( dalam detik )
PERUBAHAN WARNA
Cyanosis, Warna kebiruan-biruan, mungkin terlihat
di bawah kuku, bibir, dan mukosa mulut. Terjadi
karena penurunanan ikatan oksihemoglobin, atau
penurunan oksigenasi darah. Dapat disebabkan
oleh penyakit paru, penyakit jantung,
abnormalitas hemoglobin, atau karena udara
dingin.

Jaundice / Ikterik, Warna kuning atau kehijauan.


Terjadi ketika biliribin jaringan meningkat dan
dapat pertama kali terlihat di sklera kemudian
membran mukosa, dan kulit

102
Pallor (Pucat), Penurunan warna kulit. Terjadi karena
penurunan aliran darah ke pembuluh darah superfisial
atau penurunan jumlah hemoglobin dalam darah.
Pucat mungkin terjadi di muka, palpebra konjunctiva,
mulut dan di bawah kuku

Erytema, Warna kemerahan di kulit. Mungkin terjadi


secara general maupun lokal. Eritema general
disebabkan karena demam, sedangkan eritema lokal
disebabkan karena infeksi lokal atau terbakar
matahari
 Warna ungu pada kulit : mungkin adanya
beberapa pembuluh darah yang pecah dan
dapat terjadi karena masalah sirkulasi
atau kekurangan vitamin C
 Bintik merah menyerupai kupu-kupu pada
wajah  timbul di tulang (jembatan) hidung dan
pipi, sering kali menjadi tanda pertama dari
penyakit autoimun Lupus, yang merupakan
suatu gangguan yang mengancam jiwa dan
membutuhkan pengobatan yang tepat
 Garis-garis gelap di Telapak Tangan : Garis
hitam pada telapak tangan atau pendalaman
pigmen dalam lipatan telapak tangan dapat
mengindikasikan adanya insufisiensi adrenal,
sebuah gangguan endokrin, yang dikenal juga
sebagai penyakit Addison
VARIASI PERUBAHAN WARNA
KULIT
PALPASI
KULIT RAMBUT KUKU
 Adanya benjolan  Tekstur Nyeri tekan
 Tekstur kulit  Kerontokan
 Adanya nyeri
tekan
 Palpasi secara
akurat dengan
menggunakan
metode EPUAP
 Mobilitas atau
turgor
Aku anak siapa ya??????
Panu, Oleskan saja………..
 Lesi adalah istilah medis untuk merujuk pada
keadaan jaringan yang abnormal pada tubuh.
Hal ini dapat terjadi karena proses beberapa
penyakit seperti trauma fisik, kimiawi, dan
elektris; infeksi dll.
TIPE-TIPE LESI
1. LESI PRIMER
LESI KETERANGAN
Makula Perubahan warna kulit, tidak teraba dengan batas jelas, kurangh
dari 1 cm
Papula Menonjol, batas jelas. Elevasi kulit yang padat. Kurang dari 0,5 cm.

Nodula Tonjolan padat berbatas tegas, lebih besar daripada papula 0,5-2
cm.
Tumor Tonjolan padat seperti nodula, lebih besar ukurannya.
Vesikula Papula dengan cairan serosa di dalamnya.

Pustula Papula dengan cairan pus di dalamnya


(Bintik-bintik)

(kutil)

(Lepuh)

rasa gatal dgn bintik-bintik merah dan bengkak

/ bisul

112
MAKULA………..
VESIKULA PUSTULA
CONDILOMA (JENGGER AYAM)
JENIS LESI: VESIKULA
PAPULA……
JARANG CUCI MUKA SIAPA YANG BISA
SICH…… MENGHITUNG?????
JERAWATANKAN…. ?
TIPE-TIPE LESI CONT’
2. LESI SEKUNDER
LESI KETERANGAN
EROSI Kehilangan epidermis superfisial, menyisakan area
yang lembab yang tidak mengeluarkan darah. Misalnya:
permukaan kulit setelah pecahnya vesikel
ULKUS Kehilangan permukaan yang lebih dalam yang dapat
berdarah atau meninggalkan jaringan parut. Misalnya
kankre sifilitis, ulkus karena insufisiensi venosa
FISURA Pecahnya kulit membentuk garis lurus.
EROSI FISURA
ULKUS
BENDA-BENDA PADA PERMUKAAN KULIT

JENIS KETERANGAN

Keropeng Residu serum, nanah, atau darah yang


mengering. Misalnya scabies

Skale Kulit tipis dari epidermis yang mengalami


eksfoliasi. Misalnya kulit kering, ketombe.
Bula yang pecah, mengering
akan menimbulkan keropeng

SCABIES
Klasifikasi luka akibat tirah baring
(Pressure Ulcers) menurut EPUAP

Tingkat Gambaran
Tingkat 1 Eritema yang warnanya tidak berubah menjadi pucat
bila ditekan dengan jari pada kulit yang masih utuh

Tingkat 2 Lapisan kulit sebagian hilang yang meliputi epidermis,


dermis, atau keduanya

Tingkat 3 Seluruh lapisan kulit hilang yang melibatkan rusaknya


atau nekrosis jaringan subkutan yang mungkin meluas
ke jaringan di bawahnya, tetapi tidak merusak seluruh
fasia
Tingkat 4 Seluruh kulit hilang dengan kerusakan yang berat,
nekrosis jaringan atau rusaknya otot, tulang, atau
struktur penyokong.
RAMBUT
 Inspeksi dan palpasi : catat distribusi, kualitas,
kuantitas
 Distribusi: normal : kulit kepala, muka bagian
bawah, hidung, leher, aksila, dada anterior,
punggung, bahu, lengan, kaki, gluteal, area pubis.
 Kuantitas:
Hirsutisme: perningkatan pertumbuhan rambut.
Alopesia : rambut rontok, botak

122
 Kuantitas
 texture: kasar, halus, lurus, keriting, sangat kusut,
kuat, berkilauan, mudah rontok.
 Warna. Bervariasi mulai dari putih bercahaya
sampai hitam. Perubahan warna dipengaruhi oleh
usia, nutrisi, penyakit, dll

123
KUKU
INSPEKSI dan PALPASI
 Bentuk. Anonyhia : tidak mempunyai kuku sama sekali

 Kelengkungan. Normal : datar atau sedikit lengkung.


Clubbing ?
 Adhesi. Normal : kuat tidak mudah dicabut.

 Permukaan kuku. Normal : lembut dan datar

 Warna. Normal : pink

 Pemeriksaan CRT (Capilarry Refill Time)

 Ketebalan

124
BERBAGAI KONDISI KUKU
KONDISI KETERANGAN
KUKU
Kuku normal Sudut normal 1600
Clubbing finger Falang dorsal membulat & menggembung, kecembungan dari lempeng
kuku meningkat. Sudut kuku meningkat 180 0. misal pda penyakit
jantung, paru
Paronikia Inflamasi dari lipatan kuku proksimal dan lateral, dapat akut atau
kronis. Lipatan berwarna merah, bengkak, mungkin nyeri tekan

Onikolisis Pelepasan lempeng kuku yang tidak terasa sakit dari bantalan kuku,
dimulai dari distal. Banyak penyebabnya.

Kuku terry’s Keputihan dengan pita distal kemerahan atau coklat. Terlihat pada
penuaan dan beberapa penyakit kronis

Pitting Cekungan kecil pada lempeng-lempeng kuku

leukonisia Bercak putih yang disebabkan oleh trauma. Tumbuh ke luar


bersamaan dengan pertumbuhan kuku
paronkia
Inflamasi dari lipatan kuku proksimal dan
lateral, dapat akut atau kronis. Lipatan
berwarna merah, bengkak, mungkin nyeri
tekan
Onikolisis
Terry’s nail
Keputihan dengan pita distal
kemerahan atau coklat. Terlihat
pada penuaan dan beberapa
penyakit kronis
Clubbing fingers
Falang dorsal membulat & menggembung, kecembungan dari
lempeng kuku meningkat. Sudut kuku meningkat 180. misal pd
penyakit jantung, paru
Pitting

Biasa terjadi pada kondisi psoriasis


alopesia

Jangan malas cuci rambut!!!!!!!!!!!


ASKEP Luka Bakar
PENDAHULUAN
* Trauma yang berat dengan
morbiditas dan mortalitas tinggi
* Permasalahan :
- Faktor pasien keadaan pasien sebelumnya
luka bakar yang dialami
- Faktor pelayanan petugas dan fasilitas
pelayanan
Penyebab
a. Api
b. Air panas
c. Bahan kimia ( asam / basa kuat )
d. Listrik dan petir
e. Radiasi
Luka bakar derajat

 kerusakan terbatas pada epidermis


 kulit kering, hiperemik berupa eritema
 tidak dijumpai bulae
 nyeri
 sembuh spontan
Luka bakar derajat 2
 kerusakan meliputi
epidermis dan dermis
 dijumpai bulae
 nyeri
 warna merah atau
merah muda
 dibedakan menjadi
dangkal dan dalam
Luka bakar derajat 3
 kerusakan meliputi seluruh
tebal dermis dan
lapisan lebih dalam
 organ kulit rusak
 warna pucat – putih
 tidak nyeri
 dijumpai eskar (koagulasi
protein)
 proses penyembuhan lama,
dibutuhkan graft
ESCHAR
 Eschar ialah jaringan parut palsu. bukan kulit sejati, tetapi
menyelimuti luka bagaikan lapisan kulit. Eschar merupakan
jaringan mati yang terdiri dari sel-sel kulit yang mengelupas.
Karena tak hidup, tak bernapas dan tidak memungkinkan lalu
lintas keluar masuknya bahan-bahan ke bagian dalam kulit.
 Apapun yang dioleskan di atasnya akan stagnanbegitu saja,
tidak meresap ke bagian dalam kulit. Salep antibiotika tidak
akan menembus masuk. Karena itu, obat ini tidak akan
menimbulkan efeknya. Eschar juga menghalangi
pertumbuhan sel-sel kulit sehat dari bagian bawah
Luka bakar derajat 3

Eskar melingkar di dada


menghalangi gerakan
ekspansi rongga toraks
Trauma inhalasi
Indikasi kecurigaan
 Sputum bercampur karbon
 Luka bakar di muka
 Bulu2 diwajah terbakar
 Sisa2 jelaga
 Hiperemis orofaring
 Riwayat didlm ruang
tertutup
 CO Hgb >10%
 Berbagai patologi jalan nafas karena cedera inhalasi
 Deposit karbon Edema larings
 Erosi pita suara Sloughing mucosa
 Erythematous trachea Cast formation
III.1 Masalah Pernafasan
Luka Bakar
 1. Gangguan jalan nafas dan mekanisme bernafas
Cedera inhalasi

 Edema mukosa Proses inflamasi mukosa

 disrupsi, nekrosis silia


 Obstruksi sloughing mucosa
 cast

 Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)


Gambaran ARDS

Pada foto toraks


(infiltrat bilateral)
2. Gangguan sirkulasi

 Peningkatan permeabilitas kapiler


 Perpindahan cairan dari intra vaskular ke

interstisiel
 Gangguan perfusi (syok seluler)

hipoksemia
3. Gangguan gastrointestinal

Terjadi hipoperfusi splangnikus :


1. Gangguan mekanisme digesti
2. Perdarahan saluran cerna
3. Translokasi bakteri
4. Paralisis otot polos
5. Perubahan suasana dalam lumen
6. Kerusakan hepatosit
4. Gangguan organ lain
1. Gangguan sel sel otak (edema serebri)
dan gangguan autoregulasi
2. Gangguan ginjal
3. Gangguan sel sel otot
4. Gangguan jantung dan hematologi
5. Gangguan elektrolit
6. Kontraktur dan parut hipertrofik
II. FASE PADA LUKA
BAKAR
1. Fase awal
Masalah : pernafasan, sirkulasi
2. Fase sub akut
Masalah : proses inflamasi infeksi yang
menimbulkan sepsis proses
penguapan cairan tubuh di sertai energi
3. Fase lanjut
Masalah : kontraktur,gangguan fungsi, penampilan.
CO turun

perfusi darah ke Organ


Ginjal organ turun pencernaan

Haluaran urin Otak Penurunan


turun motilitas, dan
pencernaan
Penurunan
PK: GGA kesadaran
Konstipasi -Nyeri
-Kerusakan
Syok integritas
Penyumbatan nefron
Hipovolumik kulit

Pelepasan
mioglibin & Kerusakan jar. Otot & eritrosit Cedera dermal
hemoglobin Kelompok 10 148
 Syok hipovolemik
 Gagal ginjal akut
 Masalah pernapasan akut, injury inhalasi, aspirasi gastric,
pneumonia bakteri, edema.
 Paru dan emboli
 Sepsis pada luka
 Ileus paralitik

Komplikasi Lanjut Luka Bakar :


 Hipertropi jaringan.
 Kontraktur.
 Infeksi

Kelompok 10 149
Luas luka bakar : Rules of nines (dewasa),
surface of patient’s palm = 1% BSA (anak)
Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh (Body Surface Area)

Besarnya suatu luka bakar biasanya dinyatakan sebagai prosentase


dari seluruh permukaan tubuh dan diperhitungkan dari tabel yang
menurut umur : (Kamarullah, 2005)

Usia Area
A = Separuh kepala B = Separuh dari C = Separuh dari
sebelah paha sebelah kaki
0 9½ 2¾ 2½
1 8½ 3¼ 2½
5 6½ 4 2¾
10 5½ 4½ 3
15 4½ 4½ 3¼
Dewasa 3½ 4¾
Kelompok 10
3½ 151
KATEGORI PASIEN DAN INDIKASI
RAWAT

1. Berat :
 Derajat II – III > 20% (usia < 10 thn atau > 50 thn)
 Derajat II – III > 25 % selain kelompok usia di atas
 Mengenai muka, telinga, tangan, kaki, perineum
 Cedera inhalasi
 Luka bakar listrik
 Disertai cedera lain
 Pasien resiko tinggi
KATEGORI PASIEN DAN INDIKASI
RAWAT
2. Sedang
 Luas 15 – 25% dengan derajat III < 10% pada
dewasa
 Luas 10 – 20% (usia < 10 tahun atau > 50
tahun
dengan derajat III < 10 %
 Derajat III < 10% tidak mengenai muka,
tangan, kaki dan perineum pada anak dan
dewasa
KATEGORI PASIEN DAN INDIKASI
RAWAT

3. Ringan
 Luas < 15% pada dewasa
 Luas < 10% pada anak dan usia lanjut
 Derajat III < 2% pada segala usia, tidak
mengenai muka, tangan, kaki dan perineum
DIAGNOSA KEP.
 Ggn pertukaran gas b.d keracunan gas CO, inhalasi
asap, dan obstruksi jln nfs atas
 Tdk efektif bersihan jln nfs b.d edema dan efek
inhalasi asap
 Defisit vol cairan b.d peningktn permeabilitas kapiler
 Hypotermia b.d kehilangan mikrosirkulasi kulit dan
luka terbuka
 Nyeri b.d injuri jaringan dan syaraf
 Kecemasan b.d dampak emotional dr injury
Prinsip2 Penatalaksanaan

Mengupayakan dan mempertahankan


• Jalan nafas
• Perfusi yang normal
• Keseimbangan cairan dan elektrolit
• Suhu tubuh : norma
Prinsip2 Penatalaksanaan
Jalan nafas
 Penilaian adanya trauma inhalasi
 Mempertahankan patensi jalan nafas (intubasi dgn
ETT atau tracheostomi sedini mungkin)

Pernafasan
 Menilai kemungkinan keracunan CO
 Melakukan eskarotomi bila terdapat eskar melingkar
di dinding dada.
 Memberikan oksigen dan ventilasi
Prinsip2 Penatalaksanaan
Sirkulasi
 Akses vena yang adekuat
 Monitoring tanda2 vital
 Monitor produksi urin tiap jam
• Dewasa : 30-50 mL/jam
• Anak2 : 1.0 ML/kg/jam
neurogenik syok
 Nyeri yang hebat dapat menyebabkan
neurogenik syok yang terjadi pada jam-jam
pertama setelah trauma. Morphin diberikan
dalam dosis 0,05 mg/Kg (iv).
Pemberian cairan
Rumus Baxter
 4 ml warmed Ringer’s lactate
solution/kg/% BSA in 1st 24 hours
• ½ in first 8 hours
• ½ in next 16 hours
 Berdasar waktu mulai saat terjadi trauma.
EVANS FORMULA
 KOLOID: 1 ML X KG BB X %BSA
 Elektrolit / saline : 1 ml x BBx % BSA
 GLUKOSA 5%: 2000ml
 Hr 1 : ½ diberikan dl 8 jam; dipertahankn ½ lg
sampai 16 jam
 Hr 2 : koloid dan elektrolit
BROOKE ARMY FORMULA
 Koloid : 0,5 ml x kg BB x % BSA
 Elektrolit (RL): 1,5 ml x kg BB x % BSA
 GLUKOSA 5 % : 2000 ML
 HR 1 : ½ DL 8 JAM; DILANJUT s.d 16 jam
 Hr 2 : ½ koloid, ½ elektrolit
Rumus formula Parland
 Cairan ringer lactat ( RL ) 4 ml / kg BB / % luka bakar pada 24 jam pertama.
 Keterangan :
 Pada 8 jam I diberikan ½ dari kebutuhan cairan.
 Pada 8 jam II diberikan ¼ dari kebutuhan cairan.
 Pada 8 jam III diberikan sisanya.
 Contoh :
 BB pasien 50 kg, luas luka bakar : 40 % maka kebutuhan cairan pasien adalah 4
X 50 X 40 = 8.000 ml diberikan dengan pembagian :
 8 jam I diberikan 4.000 ml
 8 jam II diberikan 2.000 ml.
 8 jam III diberikan 2.000 ml
Penatalaksanaan Lanjutan
 Identifikasi adanya cedera ikutan
 Data dasar analisa gas darah dan foto
thorax
 Dokumentasi data yang kontinyu (flow
sheet).
Monitoring
 Tanda-tanda vital
 Jalan nafas/pernafasan
 AGD, kadar CO ,foto thorax
 Sirkulasi
 Produksi urin (1/2 – 1 cc/kg BB/jam)
 CVP
 Balans cairan (insensible water loss/IWL ±
800cc)
Pemasangan NGT

 Mengurangi nausea, mencegah aspirasi


dan distensi abdomen.
 Luka bakar > 20% BSA
 Nutrisi enteral dini
Perawatan luka
 Jangan pecahkan bulae
 Jangan menyiram dengan air dingin
 Tutup dengan kain lembab yang bersih dan steril
 Penggunaan tulle atau krim antibiotika sesuai
dengan kebutuhan
 Penentuan untuk penutupan luka dengan skingraft
 Kultur (pus,urin,tinja,sputum)
 Pemakaian balut tekan
Silver sulfadiazin
 Bentuk krim 1%
 Efektif : Ps airogenosa, mikroba enterik dan
candida albicans.
 Penetrasi terbatas epidermis
 Rasa nyeri, eksudat masif, lisis eskar cepat
 Gg-an produksi sel darah (lekopeni)
 Banyak dipakai.
Perawatan luka
 Menurunkan jumlah kuman komensal:
1. Pemberian AB untuk mengurangi flora
patogen usus.
Kandungan antimikroba SSD memiliki waktu paruh
12 jam, JD mesti dioleskan dua kali sehari. Untuk
luka bakar kecil, pemakaian 1 kali sehari masih bisa
ditoleransi.
2. Pencucian vagina
3. Rambut : cukur
4. Mulut : kumur2/sikat gigi
5. Bersihkan lubang hidung,telinga
6. Mata :salep.
Perawatan luka
 Kateter : maksimal 1 minggu
 CVP : perawatan luka dan fiksasi
 Infus : cegah flebitis
 Tracheostomi
 ETT
 Cegah dekubitus!
Debridemen eschar
 Eschar mesti dikelupas,dg tindakan debridemen. Ada dua cara
debridemen, yaitu debridemen mekanis dan kimia.
 pada debridemen mekanis dilakukan upaya pembuangan eschar dg tind
bedah di OK
 secara kimia digunakan salep silver sulfadiazine (SSD), flammazine, atau
dermazine. Kandungan aktif di dalam salep ini ialah silver (perak) yang
mempunyai kemampuan mengelupas kulit. Setelah eschar berhasil
dilenyapkan, dapat DILakukan graft.
 Eksudat yang keluar dari luka beserta debris akan mengering akan
menjadi lapisan eschar. Penyembuhan akan berlangsung dibawah eschar.
Setiap eschar yang pecah harus diberikan obat-obatan lokal dan dikontrol
bila ada penumpukan pus dibawah eschar maka haru dilakukan
pembukaan eschar (escharotomi).
Pencegahan kontraktur
 Leher : posisi fleksi (ganjal bahu dengan
bantal)
 Axilla : posisi elevasi, abduksi
 Jari-jari : diberikan kasa diantara sela-sela
jari, ekstensi
 Perinium : panggul ekstensi dan abduksi
20°
 Siku,lutut : ekstensi
 Sendi-sendi ditempatkan pada posisi full extension.
 Pergelangan kaki : dorsofleksi 90°
Fisioterapi

 Mobilisasi sendi anggota gerak sedini


mungkin : mencegah kontraktur
 Chest Physiotherapy
Luka bakar listrik
 Aliran tegangan tinggi (>1000 volt)
 Luka masuk (lebih kecil) dan luka keluar
(lebih besar)
 Gangguan irama jantung monitor 24
sampai 48 jam pertama
 Kerusakan syaraf,pembuluh darah, otot dan
tulang
 Kadang disertai luka bakar (bunga api listrik)
Luka bakar listrik
Fasciotomy
 Kerusakan
melibatkan otot2
dengan kulit diatas
yang masih intak
Luka bakar listrik

 Myoglobinuria
• Diuresis ↑: 100 ml urine / hour
• Mannitol : 25 g IV
 Asidosis metabolik
• Menjaga perfusi adekuat
• Sodium bikarbonat
Jangan terjadi lagi !!!.....
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
ANAK DENGANPENYAKIT
CAMPAK

 
.
 CAMPAK,
 MORBILLI, MEASLES,
GABAKEN, JABAK-
JABAK, KERUMUT
SIMANIH, SARAMPA
(Simanis – Padang
Kampung)
Definisi CAMPAK
 Campak (Morbili) adalah : Penyakit anak menular yang
lazim biasanya ditandai dengan gejala-gejala utama
ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau demam,
scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi (Nelson, 2000)
 Campak adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang
ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium
erupsi, dan stadium konvalesensi. Penularan terjadi secara
droplet dan kontak langsung dengan pasien(Mansjoer,
2002).
Etiologi Penyakit CAMPAK
Virus campak termasuk golongan paramyxovirus

Berbentuk bulat dgn diameter 100 – 150 nm.

Memiliki selubung luar yg terdiri dari lemak


dan protein (M-protein, H-protein, F-protein).

Di dalamnya tdp nukleokapsid yang


mengelilingi RNA

Virus campak dpt dideteksi dari darah, sekret


nasal, dan sekret faring.
,

Virus campak
Cara Penularan Penyakit
Campak
. Penularan terjadi melalui udara, kontak langsung dengan
sekresi hidung atau tenggorokan dan jarang terjadi oleh
kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi dengan
sekresi hidung dan tenggorokan. Penularan dapat terjadi
antara 1 – 2 hari sebelumnya timbulnya gejala klinis sampai 4
hari setelah timbul ruam.
Ibu yang pernah menderita campak akan menurunkan
kekebalannya kepada janin yang dikandungnya melelui
plasenta, dan kekebalan ini bisa bertahan sampai bayi berusia
4-6 bulan. Pada usia 9 bulan bayi diharapkan membentuk
antibodinya sendiri secara aktif setelah menerima Vaksinasi
campak. (Widoyono, 2011).
Manifestasi Klinis pada Penyakit
CAMPAK
1 Panas meningkat dan mencapai puncaknya pada hari ke 4-5, pada saat
ruam keluar :

Coryza 
Conjunctivitis 
Cough 
Munculnya Koplik’s spot 
Ruam makulopapular semula bewarna kemerahan

2. Pada beberapa anak terdapat muntah-muntah dan diare.


3. Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas
serta suhu tubuhnya mencapai 40° Celsius. 3-5 hari kemudian suhu
tubuhnya turun, penderita mulai merasa baik dan ruam yang tersisa
segera menghilang.
.

Bercak Koplik’s

Konjungtivitis
Penyakit ini dibagi dalam 3
stadium, yaitu (Hassan, et al, 1985,
&atauAndriyanto,
1. Stadium Kataral
Prodromal : 1996).
2. Stadium
Erupsi :
3. Stadium
berlangsung 4-5 Konvalensi atau
Batuk pilek
hari, ditandai penyembuhan :
bertambah, suhu
dengan panas, lesu, Erupsi (bercak-
badan meningkat
batuk-batuk dan bercak) berkurang,
oleh karena panas
mata merah. Pada meninggalkan bekas
tinggi, kadan-
akhir stadium, kecoklatan yang
kadang anak
kadang-kadang disebut
kejang-kejang,
timbul bercak hiperpigmentation,
disusul timbulnya
Koplik`s. (Koplik tetapi lama-lama
rash (bercak
spot ini akan hilang sendiri.
merah yang
menentukan suatu panas badan
spesifik), timbul
diagnose pasti menurun sampai
setelah 3 – 7 hari
terhadap penyakit normal bila tidak
demam. Koriza
campak.) terjadi komplikasi.
dan batuk-batuk
bertambah.
Timbul enantema.
.
.
Konjungtivitis

Bronchopneumo
Ensefalitis
nia Komplikasi
Penyakit
CAMPAK

Otitis Media
Akut Enteritis
Patofosiologi CAMPAK
•Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan
berkembang biak pada epitelnasofaring.

•Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut kedalam kelenjar
limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada
semua sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari
dari infeksi awal.

•Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata
merah (3 C : coryza, cough and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin
tinggi.

•Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak
awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul
ruam makulopapuler warna kemerahan.Virus dapat berbiak juga pada susunan
saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik encefalitis.
WOC CAMPAK
 WOC Klick Here (^-^) (*-^)_.docx
Pencegahan Campak
a. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor
predisposisi/resiko terhadap penyakit Campak. Sasaran dari pencegahan
primordial adalah anak-anak yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang
tinggi agar tidak memiliki faktor resiko yang tinggi untuk penyakit Campak,
Edukasi kepada orang tua anak. Tindakan yang perlu dilakukan seperti
penyuluhan mengenai pendidikan kesehatan, konselling nutrisi
b. Pencegahan Primer
Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk
kelompok beresiko, yakni anak yang belum terkena Campak, tetapi berpotensi
untuk terkena penyakit Campak.. (penyuluhan dan Imunisasi).
c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat
timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang
ditujukan untuk pendeteksian dini Campak serta penanganan segera dan efektif.
(pengobatanpenyakit Campak).
Lanjutan Pencegahan
CAMPAK :

a. Imunisasi rutin pada bayi 9 – 11 bulan


b. Imunisasi tambahan (suplemen)
 Memberikan imunisasi Campak sekali
saja pada anak SD kelas 1 s/d 6 tanpa
memandang status imunisasi.
Penatalaksanaan
1. Memperbaiki keadaan umum pasien, Pengobatan campak hanya bersifat simptomatis, yakni mengobati
gejalanya saja. Misalnya, bila muncul demam maka yang diobati adalah gejala demamnya. Untuk
menurunkan demam, diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan
antibiotik. Pemberian obat batuk….
2. Berikan makan yang bergizi dengan nutrisi seimbang + pemberian Vit-A (Vitamin A berfungsi antara
lain menjaga kelembaban dan kejernihan selaput lendir, memungkinkan mata dapat melihat dengan
baik, membantu memperbaiki kondisi kulit menjadi sehat). Serta Perawatan kulit dan mata.
3. Anak harus diberi cukup cairan dan kalori, sedangkan pasien perlu diperhatikan dengan memperbaiki
kebutuhan cairan, diet disesuaikan dengan kebutuhan penderita dan berikan vitamin A 100.000 IU per
oral satu kali. Apabila terdapat malnutrisi pemberian vitamin A ditambah dengan 1500 IU tiap hari.
4. Tirah baring/istirahat di tempat tidur selama suhu meningkat dan pemasukan cairan yang adekuat,
pemberian antipiretik.
5. Memperhatikan masalah timbul terkait kebutuhan nutrisi, gangguan suhu tubuh, gangguan rasa aman
nyaman, risiko terjadinya komplikasi, dan bila terdapat komplikasi, maka dilakukan pengobatan untuk
mengatasi komplikasi yang timbul .
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA PENYAKIT
CAMPAK
(^_*)___ <(^_^)>
1. Pengkajian
 Anamnesis
a. Identitas diri (nama, umur (Rentan pada anak berumur
1-15 bulan dengan status gizi yang kurang dan sering
mengalami penyakit infeksi), Jenis Kelamin (Laki-laki
dan Perempuan pervalensinya sama).
b. Sudah berapa lama terjadi ?
c. Apakah pernah kontak langsung dengan orang yang
terinfeksi.
d. Keadaan apakah lembab, kering, bersisik, gatal,
panas dan tindakan apakah yang sudah dilakukan ?
(pemberian obat) apa saja yang sudah diberikan.
 Keluhan utama
Gatal-gatal pada Kulit
 Riwayat penyakit sebelumnya
 Riwayat penyakit yang mungkin diderita klien misal seperti ISPA atau
penyakit sistemik lainnya : terkait Imunologik, Vaskular, endokrin dan
Renal.
 Riwayat Imunisasi (Imunisasi yang sudah didapatkan seperti BCG, POLIO I,II,
III; DPT I, II, III. Anak belum pernah mendapatkan vaksinasi campak/ imunisasi
Campak.)
 Riwayat Alergi (apakah alergi dengan makanan, dingin, debu dll)
 Riwayat penyakit sekarang
Biasanya saat Anak masuk rumah sakit biasanya dengan keluhan adanya
eritema(kemerahan pada kulit) bercak kemerahan dibelakang telinga, di
bagaian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah,
disertai dengan badan panas/ demam, enantema ( titik merah ), anak rewel.
 Pola Hidup
Penggunaan Produk tertentu(sabun, bedak dan lotion) serta kebiasaan mandi
berapa kali dalam sehari
Pemeriksaan Fisik
5. Mulut dan bibir
Bibir nampak pucat, membran mukosa
1. Mata kering terdapat bercak koplik di mukosa
Cowong dan terdapat konjungtivitis (Kemerahan bukalis berhadapan dengan molar bawah,
pada konjungtiva mata dikarenakan proses infeksi). enantema di palatum durum dan palatum
2. Kepala mole, dan traktus digestivus.Terdapat
stomatitis
Adanya eritema (kemerahan pada kulit) bercak
kemerahan dibelakang telinga, di bagaian atas lateral 6. Kulit
tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang   Permukaan kulit (kering dan bersisik),
bawah. turgor kulit menurun, rasa gatal, ruam
makuler pada leher , muka, lengan dan
3. Hidung kaki ( pada stad . Konvalensi ), evitema,
Banyak terdapat sekret, influenza, Koriza, demam. 
perdarahan hidung. 7.  Tumbuh Kembang :
4. Pola Pernafasan BB, TB, BB Lahir , Tumbuh kembang R/
Pola nafas , RR, batuk , sesak nafas , wheezing, ronchi imunisasi.
, sputum  8. Pola Eliminasi
BAB, BAK, Diare
9. Status Nutrisi
Intake – output makanan, nafsu makan
10. Keadaan Umum
Kesadaran dan TTV
(Nursing Diagnosis: definitions and
classification 2012-2014)
1. Hipertermi berhubungan dengan terjadinya proses inflamasi
yang ditandai dengan terjadinya peningkatan suhu tubuh.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
penurunan fungsi silia yang ditandai dengan
ketidakmampuan mengeluarkan sekret.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infeksi
virus morbili yang ditandai dengan eritema/kemerahan pada
kulit, ruam dan kulit bersisik.
4. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan
diare yang ditandai dengan turgor kulit menurun.
5. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan
peningkatan reaksi histamin yang ditandai dengan rasa gatal
pada kulit.
3. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1 :

Hipertermi berhubungan dengan terjadinya proses


inflamasi yang ditandai dengan terjadinya peningkatan
suhu tubuh.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 12 jam
pasien menunjukkan : Suhu tubuh dalam batas normal
Dengan kriteria hasil :
 Suhu tubuh anak dalam rentang yang normal 36-37ᵒC
 Nadi dan RR dalam rentang normal (normal nadi 95–140x /menit dan RR 20 -25x/menit).
 Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing serta pasien merasa nyaman.
Intervensi Diagnosa 1 !!!
1. Monitor perubahan suhu tubuh, denyut nadi, tekanan darah, RR, warna kulit, dan
penurunan tingkat kesadaran serta intake dan output.
2. Lakukan tindakan yang dapat menurunkan suhu tubuh seperti lakukan kompres
pada lipatan paha dan aksila, berikanpakaian tipis dalam memudahkan proses
penguapan, gunakan selimut, tingkatkan sirkulasi udara ruangan, serta
tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
3. Libatkan keluarga dalam perawatan serta ajari cara menurunkan suhu dan
mengevaluasi perubahan suhu tubuh.
4. Kaji sejauh mana pengetahuan keluarga dan anak tentang hyperthermia
(peningkatan suhu tubuh/demam).
5. Kolaborasi dengan dokter dengan memberikan antipiretik dan antibiotic sesuai
dengan ketentuan.
`
2. Diagnosa 2 :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penurunan fungsi
silia yang ditandai dengan ketidakmampuan mengeluarkan sekret.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien
menunjukkan : keefektifan jalan nafas dibuktikan
Dengan kriteria hasil :
 Frekuensi nafas dalam rentang normal (normal 20-25x/menit) dan tidak ada suara
nafas abnormal.
 Mampu mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih serta mampu
mengeluarkan sputum dan bernafas dengan mudah.
 Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor penyebab.
Intervensi Diagnosa 2 !!!
1. Berikan O2 sesuai kebutuhan
2. Kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi napas, kecepatan,
irama dan kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
3. Catat kemampuan untuk batuk efektif.
4. Berikan posisi semi fowler tinggi. Bantu klien untuk batuk
dan latihan napas dalam.
5. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea ; keluarkan secret
dengan batuk atau suction/ pengisapan sesuai keperluan.
6. Pertahankan masukan cairan oral (motivasi banyak
minum air putih ), hidrasi yang adekuat.
3. Diagnosa 3 :
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
infeksi virus morbili yang ditandai dengan
eritema/kemerahan pada kulit, ruam dan kulit
bersisik.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam kerusakan integritas kulit pasien teratasi.
Dengan kriteria hasil :
 Integritas kulit yang baik bias dipertahankan ( elastisitas, temperature, kelembaban,
pigmentasi)
 Tidak ada lika/lesi pada kulit
 Perfusi jaringan baik
 Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera
berulang.
 Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
Intervensi Diagnosa 3 !!!
1. Pantau kulit dari adanya: ruam dan lecet, warna dan suhu,
kelembaban dan kekeringan yang berlebih, area kemerahan
dan rusak.
2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering dengan
Mandi dengan air hangat dan sabun ringan.
3. Dorong klien untuk menghindari menggaruk dan menepuk
kulit.
4. Mobilisasi pasien (Balikkan atau ubah posisi) dengan sering
setiap dua jam sekali.
5. Ajarkan anggota keluarga / memberi asuhan tentang tanda
kerusakan kulit, jika diperlukan.
6. Konsultasi pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein,
mineral, kalori dan vitamin/ pemberian diet TKTP.
4. Diagnosa 4 :
Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diare
yang ditandai dengan turgor kulit menurun.

Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
dalam 1x24 jam diare pasien teratasi,
Dengan kriteria hasil :
 Tidak ada diare
 Pola BAB normal
 Hidrasi baik (membrane mukosa, vital sign dalam rentang normal).
Intervensi Diagnosa 4 !!!
1. Pantau berat badan, suhu, kelembaban pada rongga oral, volume
konsentrasi urin
2. Ukur berat jenis urine (Menunjukkan status hidrasi dan
perubahan pada fungsi ginjal, yang mewaspadakan terjadinya
gagal ginjal akut pada respon terhadap hipovolemia).
3. Observasi kulit /membrane mukosa untuk kekeringan, dan turgor
kulit sebagai indicator dehidrasi.
4. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit dengan sering
dan pertahankan tempat tidur kering dan bebas lipatan.
5. Berikan : Bentuk-bentuk cairan yang menarik ( sari buah, sirup
tanpa es, susu ), motivasi anak untuk banyak minum air putih.
6. Konsultasi dengan ahli gizi untuk diet yang tepat. Untuk membantu
menentukan dan memenuhi kebutuhan nutrisi anak.
ASPEK LEGAL
ETIK
KEPERAWATAN
Identifikasi Issu

 Misal pada kasus Dilema Etik


 Perawat tersebut mengalami dilema etik dimana
satu sisi dia harus memenuhi permintaan
keluarga untuk merahasiakan informasi
mengenai penyakit san Anak namun di sisi lain
perawat tersebut harus memberitahukan kondisi
yang dialami oleh An. A karena itu merupakan
hak pasien untuk mendapatkan informasi.
Analisa Kasus
1. Mengkaji Situasi
Dalam hal ini perawat harus bisa melihat situasi, mengidentifikasi masalah/situasi
dan menganalisa situasi. Dari kasus diatas dapat ditemukan permasalahan atau
situasi sebagai berikut :
 An. A menggunakan haknya sebagai pasien untuk mengetahui penyakit yang
dideritanya sekarang sehingga An. A meminta perawat tersebut memberikan
informasi tentang hasil pemeriksaan kepadanya. 
 Rasa kasih sayang keluarga An. A terhadap An. A membuat keluarganya berniat
menyembunyikan informasi tentang hasil pemeriksaan tersebut dan meminta
perawat untuk tidak menginformasikannya kepada An. A dengan pertimbangan
keluarga takut jika An. A akan takut, tidak mau menerima kondisinya dan
dikucilkan/dijauhi oleh teman-temannya.
 Perawat merasa bingung dan dilema dihadapkan pada dua pilihan dimana dia
harus memenuhi permintaan keluarga, tapi disisi lain dia juga harus memenuhi
haknya pasien untuk memperoleh informasi tentang hasil pemeriksaan atau
kondisinya.
Autonomy / Otonomi :
adalah Memberikan kebebasan untuk klien menentukan
pilihan yang paling sesuai bagi klien dan didasari oleh
pemahaman klien yang baik. Bila diperlukan dalam
mengamalkannya harus diawali dengan upaya pemberian
informasi yang lengkap.
 Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang menjadi
keputusan pasien dan keluarganya, tapi ketika pasien
menuntut haknya dan keluarganya tidak setuju maka perawat
harus mengutamakan hak An. A tersebut untuk mendapatkan
informasi tentang kondisinya melalui orang tua karena anak
masih dalam hak asuh orang tua, dan anak masih belum cukup
umur untuk mengetahui semua informasi tentang penyakitnya.
Membuat Keputusan
 Berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip moral
keputusan yang bisa diambil adalah secara
langsung memberikan informasi tentang kondisi
pasien setelah hasil pemeriksaan selesai, namun
karena anak masih dalam hak asuh orang tua dan
anak belum cukup umur untuk menerima
informasi tetang penyakitnya maka kedua orang
tualah yang akan menjelaskan kepada sang anak
dan juga perawat dengan pendekatan-pendekatan
dan caring serta komunikasi terapeutik.
PERAWATAN LUKA
(WOUND CARE)
PENGERTIAN
Luka adalah suatu keadaan terputusnya
konyinuitas jaringan yang disebabkan oleh
berbagai hal.
Seperti trauma mekanik, termal/radiasi, fisik,
pembedahan dan zat kimia
JENIS LUKA

 LUKA AKUT  LUKA KRONIS


ADALAH LUKA TERJADI KETIKA
PENYEMBUHAN LUKA
YANG PROSES
TIDAK SESUAI
PENYEMBUHANNY DENGAN PROSES
A SESUAI DENGAN PENYEMBUHAN LUKA
TAHAPAN- YANG DIPENGARUHI
TAHAPAN OLEH FAKTOR
PENYENBUHAN FAKTOR EKSTERNAL
DAN INTERNAL
LUKA
LUKA AKUT
LUKA AKUT
LUKA KRONIS
LUKA KRONIS
Stadium I: kulit warna kemerahan, lapisan epidermis belum
ada yang hilang
Stadium II: hilangnya lapisan epidermis sampai batas dermis
paling atas
Stadium III: rusaknya lapisan dermis bagian bawah
hingga lapisan sub kutan
Stadium III: rusaknya lapisan dermis bagian bawah
hingga lapisan sub kutan
PRINSIP PERAWATAN LUKA
 Mengatasi atau menekan faktor causatif
 Kontrol faktor penyembuhan luka/support
sistemik
 Pemilihan wound care dressing yang tepat
 Merencanakan program perawatan luka
selanjutnya
PENGKAJIAN LUKA

 KLASIFIKASI LUKA
 LOKASI LUKA
 MEASURE
M(MEASURE) MENGUKUR PANJANG, LEBAR,
KEDALAMAN
E(EKSUDAT) JUMLAH DAN KUALITAS
EKSUDAT DAN BAU
A(APPEARANCE) PERMUKAAN LUKA, JENIS
JARINGAN
S(SUFFERING) ADANYA NYERI DAN
TINGKAT NYERI
U(UNDERMINING) ADA ATAU
TIDAKNYA GOA
R(REEVALUASI) MENGETAHUI
ADANYA KOMPLIKASI DAN
PERKEMBANGAN LUKA
E(EDGE) KONDISI TEPI LUKA DAN
KULIT SEKITAR
MEASURE
 PENGUKURAN LUKA
 PANJANG (VERTIKAL AXIS HEAD TO
TOE, JAM 12-06)
 LEBAR (HORISONTAL JAM 03-09)
 KEDALAMAN (DARI EPIDERMIS YANG
UTUH DAMPAI BAGIAN TERDALAM
DARI LUKA)
EXUDAT
 KARAKTERISTIK EXUDAT:
SEROUS,HEMOSEROUS,PURULENT
 JUMLAH EXUDAT
 BAU : TIDAK ADA SEDANG
MENYENGAT
APPEARANCE
(WARNA DASAR LUKA)
Stadium IV: rusaknya lapisan sub kutan hingga tulang dan otot Sistem
RYB (Red Yellow Black)

Kemudahan sistem ini adalah bersifat konsisten


mudah dimengerti, tepat guna memilih tindakan
perawatan atau balutan
Red (Merah)
 Dasar warna luka merah tua atau terang,
tampak lembab
 Merupakan luka bersih, bergranulasi,
vaskularisasi baik dan mudah berdarah
 Warna dasar luka merah muda/pucat (lapisan
epitelisasi)

Fase akhir proses penyembuhan luka


Red (Merah)
Tujuan perawatan :
1. Mempertahankan lingkungan luka pada
keadaan lembab.
2. Mempertahankan luka pada suhu yang
optimal.
3. Mencegah terjadinya trauma pada jaringan
granulasi/epitelisasi
Yellow (Kuning)
 Dasar luka kuning/kuning kecoklatan/kuning
kehijauan/kuning pucat adalah jaringan
nekrosis
 Merupakan luka terkontaminasi, terinfeksi,
avaskularisasi

!!! Semua luka kronis merupakan


luka yang terkontaminasi namun
belum tentu terinfeksi
Yellow (Kuning)
Tujuan perawatan

1. Meningkatkan sistem autolisis debridemen.


2. Absorb eksudat.
3. Menghilangkan bau yang tidak sedap.
4. Mengurangi/menghindari kejadian infeksi
Black (hitam)
 Dasar luka warna hitam adalah jaringan
nekrosis
 Merupakan jaringan yang avaskularisasi
 Tujuan perawatan : sama dengan dasar luka
warna kuning
Black (hitam)
SUFFERING
 TINGKAT NYERI ATAU SKALA NYERI

UNDERMINING (GOA)
 ADA ATAU TIDAKNYA GOA
 DIUKUR PANJANGNYA, LOKASI PADA
JAM BERAPA (SEARAH JARUM JAM)
a Goa

Penulisan ukuran luka (axbxkedalaman)cm dengan goa di jam 12


s.d jam 6 dengan panjang c cm
REEVALUATE
TUJUANNYA
 UNTUK MENGETAHUI ADANYA
TANDA-TANDA KOMPLIKASI DAN
MONITOR PERKEMBANGAN UNTUK
TERCAPAINYA TUJUAN
 DAPAT DIGUNAKAN FORM
PERKEMBANGAN LUKA
EDGE (KULIT SEKITAR LUKA)
 UTUH
 ESKORIASI (ABRASI)
 INFLAMASI
 MASERASI (KULIT BASAH SEKALI,
WARNA PUTIH)
 EDEMA
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
1 FAKTOR INTRINSIK
meliputi: Usia, status nutrisidan
hidrasi,oksigenasi dan perfusi jaringan, status
imunologi dan penyakit penyerta

2 FAKTOR EKSTRINSIK
meliputi : pengobatan, radiasi trauma, dll
INFEKSI
Kejadian infeksi dapat diidentifikasi
dengan adanya tanda-tanda infeksi
secara klinis, spt peningkatan suhu
tubuh, jumlah leukosit yang meningkat
 Luka terinfeksi ditandai dengan erithema
yang makin meluas, edema, cairan
purulent, nyeri, peningkatan suhu tubuh,
peningkatan jumlah sel darah putih dan
timbul bau yang khas
CARA PENGAMBILAN KULTUR LUKA
1. Siapkan alat
2. Cuci tangan
3. Buka balutan lama
4. Cuci luka dgn cairan nontoksik JANGAN
DENGAN ANTISEPTIK
5. Keringkan dengan kasa steril
6. Diamkan luka sampai mengeluarkan eksudat
7. Lakukan teknik sampling secara zig-zag sebanyak
10 x usapan yang mewakili seluruh area luka
8. Segera kirim sampel ke lab
PRINSIP PENCUCIAN LUKA
TUJUAN
1. Memfasilitasi fase fagositosis

2. Mengurangi bakterial load pada permukaan


luka
3. Rehidrasi permukaan luka

4. Meminimalkan trauma pada luka


KARAKTERISTIK CAIRAN PENCUCI
LUKA
 Nontoksik pada jaringan
 Dapat mengurangi jumlah mikroorganisme
 Hipoalergen
 Cost efektif
PENATALAKSANAAN LUKA
AKUT
 Mencakup penekanan pada faktor yang
berpengaruh terhadap proses penyembuhan
dan dressing care
 Prymari dressing adalah balutan luka yang
bersentuhan langsung dengan luka dan
ditujukan untuk mempertahankan lingkungan
yang steril, bersifat asorban, dan mampu
mencegah trauma
PENATALAKSANAAN LUKA KRONIK
 Intervensi perawatan merupakan titik tolak
terhadap proses penyembuhan luka
 Pemilihan balutan harus dilakukan untuk
memperbaiki kerusakan jaringan kulit.
TOPIKAL DRESSING
(MODERN DRESSING)
TUJUAN
 MENAMBAH KELEMBABAN PADA LUKA
YANG KERING
 MENGERINGKAN LUKA YANG TERLALU
BASAH

MENCIPTAKAN DAN ATAU


MEMPERTAHANKAN KONDISI LEMBAB
PADA LUKA (MOIST WOUND HEALING)
TUJUAN MOIST HEALING
 MEMPERTAHANKAN SUHU YANG
OPTIMAL
 MENURUNKAN RESIKO INFEKSI
 MENGURANGI RASA NYERI PADA
SAAT PENGGANTIAN BALUTAN
 MEMINIMALKAN TRAUMA PADA
JARINGAN GRANULASI
MACAM-MACAM TOPIKAL TERAPI

ALGINATE
 MENGANDUNG CALCIUM/SODIUM
ALGINATE, ASAL RUMPUT LAUT
 NONADHESIF, NONOKLUSIF, ABSORB

 MENSTIMULI PROSES PEMBEKUAN


DARAH, MAMPU MENYERAP EXUDAT
(MODERAT),MAMPU MENINGKATKAN
PROSES AUTOLISIS DEBRIDEMENT
HYDROCOLOID
 TERBUAT DARI CARBOXYMETHIL
CELULOSA,GELATIN,PECTIN
 ADHESIF, ELASTOMER,OKLUSIF
 PRIMER/SEKUNDER DRESSING
 BENTUKNYA
PASTA,POWDER,LEMBARAN
TIPIS/TEBAL
 BAIK DIGUNAKAN UNTUK LUKA
YANG BERWARNA MERAH,ABCES
 MENYERAP
EXUDAT,WATERPROOF,MOIST,
MENDUKUNG PROSES AUTOLISIS
DEBRIDEMEN, MENGHINDARI RESIKO
INFEKSI,PROTEKSI SKIN BARIER
HIDROAKTIF GEL
 BERBENTUK GEL DAN BERBHN DASAR
GLICERIN/AIR
 MEMBERIKAN KELEMBABAN
 MENGISI JARINGAN MATI/NEKROTIK,
MEMBANTU PROSES PELURUHAN JARINGAN
NEKROTIK OLEH TBH
SENDIRI,MELEMBABKAN LUKA KERING
 DIGUNAKAN PADA KONDISI LUKA:
KERING/NEKROTIK,LUKA WARNA KUNING
DENGAN EKSUDAT MINIMAL
HYDROCELULOSA
 TERBUAT DARI SELULOSA
 KEUNTUNGAN :TIDAK MUDAH
KOYAK/LARUT MUDAH
MELEPASKANNYA, MENDUKUNG
PROSES AUTOLITIK DEBRIDEMENT.
 MENINGKATKAN PROSES GRANULASI
DAN REEPITELISASI,MEMBERIKAN
KENYAMANAN PADA PASIEN.
FOAM
 BERBAHAN POLYURETHANE

 TIDAK MENINGGALKAN
RESIDU,ABSORBEN DENGAN DAYA
SERAP YANG LEBIH TINGGI, NYAMAN
DIGUNAKAN, KONTROL
HYPERGRANULASI
ANTI MIKROBIAL
 EFEKTIF PADA KASUS INFEKSI

 MENCEGAH LUKA KONTAK DENGAN


BAKTERI/JAMUR
TRANSPARAN FILM
 SEMI OKLUSIF,ADHESIF, NON
ASORBEN
 WATERPROOF DAN GAS PERMEABLE,
SECONDARY DRESSING,SUPPORT
AUTOLISIS DEBRIDEMENT,
MENGURANGI NYERI, DIGUNAKAN
UNTUK LUKA-LUKA SUPERFISIAL,
NONEKSUDATIF
HYDROFOBIK
 IDIALKYLCARBOMOILCYHLORIDE

 NONASORBEN, NON ADHESIF

 UNTUK LUKA YANG BEREXUDAT


SEDANG-BANYAK
 LUKA TERINFEKSI

 PERLU BALUTAN SEKUNDER


ZINC
 BERBENTUK ZALF

 SUPPORT AUTOLISIS DEBRIDEMENT

 MENGHINDARI TRAUMA SAAT


MEMBUKA BALUTAN
 MEMPERTAHANKAN SUASANA LEMBAB

 DAPAT DIGUNAKAN PADA DASAR LUKA


BERWARNA MERAH, KUNING, HITAM
METRONIDAZOLE
 BERBENTUK POWDER

 MENGURANGI BAU AKIBAT JAMUR


DAN ANAEROB
 MENGURANGI NYERI DAN RADANG
PROSEDURE PERAWATAN LUKA
I. PERSIAPAN ALAT
A. ALAT STERIL
1. BAK INSTRUMEN
2. PINCET ANATOMI 1 BUAH
3. PINCET CHIRURGI 1 BUAH
4. GUNTING 1 BUAH
5. SARUNG TANGAN 1 PASANG
6. KASA, KAPAS
7. KORENTANG DALAM TEMPATNYA
B. ALAT TIDAK STERIL
1. SKORT

2. BENGKOK

3. SARUNG TANGAN TDK STERIL

4. TEMPAT SAMPAH

5. TRANSPARANT DRESSING

6. VERBAN

7. GUNTING VERBAN

8. HYPAFIX
C. OBAT
1. ANTISEPTIK

2. ANALGETIK

3. CAIRAN ISOTONIK

4. TOPIKAL TERAPI (EX: HIDROAKTIF


GEL, CALCIUM ALGINATE,
HIDROCOLOID, METRONIDAZOL
POWDER, TULLE ETC)
II. PERSIAPAN LINGKUNGAN
1. ATUR LINGKUNGAN DENGAN AMAN
DAN NYAMAN
2. PERSIAPKAN ALAT-ALAT DAN
DEKATKAN

III.PERSIAPAN PENDERITA
1. PERKENALKAN DIRI

2. JELASKAN MAKSUD DAN TUJUAN

3. ATUR PENDERITA SECARA NYAMAN


IV. PELAKSANAAN
1. DEKATKAN ALAT-ALAT

2. MASUKKAN ANALGESIC SUPP 30


MENIT SEBELUM DILAKUKAN RAWAT
LUKA
3. CUCI TANGAN

4. GUNAKAN SKORT

5. GUNAKAN SARUNG TANGAN TIDAK


STERIL
6. BASAHI BALUTAN LUKA DENGAN
CAIRAN ISOTONIS
7. BUKA LUKA PERLAHAN-LAHAN, JIKA
TERJADI PERLENGKETAN PAD LUKA
BASAHI KEMBALI DENGAN CAIRAN
ISOTONIS
8. BUANG KASA KOTOR PADA
TEMPATNYA
9. LEPAS SARUNG TANGAN KOTOR GANTI
DENGAN SARUNG TANGAN STERIL
10. KAJI KEADAAN LUKA
11. BERSIHKAN LUKA DENGAN CAIRAN
ISOTONIS
12. KERINGKAN LUKA DENGAN KASA
13. BERIKAN PRIMER DRESSING SESUAI
WARNA DASAR LUKA (SPT: WARNA
HITAM BERIKAN HIDROAKTIF
GEL,MERAH MUDAH BERDARAH
BERIKAN CALCIUM ALGINATE, DLL)
14. TUTUP LUKA DENGAN SEKUNDER
DRESSING
15. RAPIKAN TEMPAT TIDUR DAN
LINGKUNGAN PASIEN
16. RENDAM ALAT PADA CAIRAN
ANTISEPTIK, CUCI ALAT, RAPIKAN DAN
SIMPAN PADA TEMPATNYA
17. CUCI TANGAN
18. CATAT TINDAKAN DAN KONDISI LUKA
PADA CATATAN KEPERAWATAN ATAU
FORM DOKUMENTASI DATA LUKA
SELAMAT
BELAJAR

Anda mungkin juga menyukai