Anda di halaman 1dari 45

DISKUSI TOPIK

SEPSIS
4 Juni 2021

Surya Ulhaq – 1706118980


Narasumber: Dr. dr. Robert Sinto, SpPD-KPTI
PENDAHULUAN
• Sepsis masih menjadi penyebab kematian utama di beberapa negara Eropa
setelah infark miokard akut, stroke, dan trauma.
• Pengamatan 1 bulan pada tahun 2012 di ruang rawat intensif RSCM
menunjukkan sepsis berat dan renjatan septik ditemukan pada 23 dari 84
kasus perawatan intensif.
• Angka kematian mencapai 47,8% dan angka kematian pada fase dini
mencapai 34,7%.

• Data Koordinator Pelayanan Masyarakat Departemen Ilmu Penyakit Dalam


RSCM menunjukkan jumlah pasien yang dirawat dengan diagnosis sepsis
sebesar 10,3% dari keseluruhan pasien yang dirawat di ruang rawat
penyakit dalam.
• Renjatan septik merupakan penyebab kematian tertinggi selama 3 tahun
berturut turut (2009-2011), yaitu pada 49% kasus kematian pada tahun 2009
dan meningkat menjadi 55% pada tahun 2011.

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Sepsis. Kemenkes:2017


DEFINISI
• Sepsis: disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan disregulasi
respon host terhadap infeksi.
• Syok septik adalah bagian dari sepsis dengan disfungsi sirkulasi dan
seluler/ metabolik yang berhubungan dengan risiko kematian yang lebih
tinggi.

• Protocolized Care for Early Septic Shock (ProCESS) di Amerika Serikat,


Australasian Resuscitation in Sepsis Evaluation (ARISE) di Australia, dan
Protocolised Management in Sepsis Trial (ProMise) di Inggris, melakukan
evaluasi dan implementasi terhadap kasus sepsis  pedoman baru, yaitu
third international consensus definition for sepsis atau dikenal dengan
“Sepsis-3” untuk mengetahui kriteria dan diagnosis sepsis.
• Pada pedoman tersebut, istilah SIRS dan sepsis berat dihilangkan

Suhendro. Definisi dan kriteria terbaru diagnosis sepsis: Sepsis-3. In: Widayat D, Leonard N. Jakarta antimicrobial update “Antimicrobial Usage in Clinical
Practice L Strategy to Combat Infectious Agent 2017”. Jakarta: Interna Publishing; 2017.p. 1-7
• Sejak tahun 1992, sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS) karena infeksi
= sepsis
• Tidak memberikan nilai tambah, khususnya untuk mendeteksi gangguan
fungsi organ.
• Banyaknya kasus di ruang rawat intensif dengan kriteria tersebut, namun
bukan disebabkan oleh proses infeksi.

• Sepsis-3: kriteria baru disempurnakan menggunakan the Sequential Organ


Failure Assessment (SOFA) score
• Skor SOFA digunakan unutk mendiagnosis pasien sepsis di ruang
intensif.
• Di luar ruang intensif menggunakan quick SOFA untuk menskrining
sepsis
Levy M. The surviving sepsis campaign bundle: 2018 update Intensive Care Med. 2018
Definisi dan Kriteria Sepsis Tahun 1992-2016
Definisi Sepsis 1 (1992) Sepsis 2 (2011) Sepsis 3 (2016)

Sepsis Sindrom respons inflamasi sistemik Tidak ada perubahan Gangguan fungsi organ akibat
(SIRS) yang disebabkan infeksi definisi respons tubuh terhadap infeksi
yang mengancam jiwa

Sepsis berat Sepsis disertai salah satu gejala: Tidak ada perubahan Istilah sepsis berat
gangguan fungsi organ, hipoperfusi, definisi dihilangkan
hipotensi, asidosis laktat, oliguria, atau
gangguan status mental akut

Syok/renjatan Sepsis disertai hipotensi walaupun telah Tidak ada perubahan Sepsis disertai gangguan
sepsis dilakukan terapi cairan adekuat, sepsis definisi sirkulasi, seluler, dan metabolik
dengan terapi obat inotropik atau yang mengancam jiwa
vasopressor
Etiologi

• Penyebab terbesar sepsis adalah


bakteri Gram negatif (60-
70%).
• Staphylococci, pneumococci,
streptococci, dan bakteri Gram
positif lain (20-40%)
• Jamur oportunistik, virus, atau
protozoa juga dilaporkan dapat
menimbulkan sepsis namun Karakteristik hasil kultur berdasarkan
prevalensinya lebih jarang sumber infeksi di RSCM pada Januari
2011-Juni 2012

Katu S, Suwarto S, Pohan HT, Abdullah M. J Penyakit Dalam Indones. 2017;2(2):96.


Isolat studi Extended Prevalence of Infection in Intensive Care (EPIC II)

• Bakteri gram negatif 


endotoksin dan
komponen LPS
membrane sel bakteri 
fagositosis endotoksin
oleh makrofag 
pelepasan sitokin untuk
melawan infeksi 
produk sitokin
berlebihan  sepsis.

• Bakteri gram positif 


eksotoksin,
peptidoglikan, asam
lipoteikoat, enzim
ekstraseluler seperti
streptokinase  aktivasi
kaskade inflamasi dan
memperparah kejadian
sepsis.

Gotts JE, Matthay MA. Sepsis: pathophysiology and clinical management. BMJ. 2016
Patofisiologi Umum

Evans T. Diagnosis and management of sepsis. CME Infect Dis. 2018(2):146-9.


Disfungsi Organ pada Sepsis
Target Organ Patofisiologi Manifestasi klinis Skor SOFA Terapi

Hiper-permeabilitas Ventilasi mekanik


PaO2/ FiO2<400
Paru (ARDS) vaskular, akumulasi Disfungsi oksigenasi dengan volume tidal
(infiltrasi bilateral)
neutrofil rendah dan PEEP

Disfungsi transport
Hepar intraseluler dan
Ikterik, Kolestasis Bilirubin >1,2  
  ekstraseluler cairan
garam empedu

Menurunnya laju filtrasi Kreatinin >1,2


Kerusakan sel epitel
Ginjal (AKI) glomerulus, berkurangnya luaran urin <500 Hemodialisis
tubular
volume urin ml/hari

Depresi miokardial,
Dilatasi ventrikel,
Sistem Gangguan hemostasis Agen inotropik dan
menurunnya ejeksi fraksi MAP <70 mmHg
kardiovaskular intraselular kalsium, dan penghambat beta
dan kontraktilitas
produksi fosfat

Zanon F, et al. Sepsis in the intensive care unit: etiologies, prognostic factors and mortality. Rev Bras Ter intensiva. 2008;20(2):128–34.
Disfungsi Organ pada Sepsis
Manifestasi
Target Organ Patofisiologi Skor SOFA Terapi
klinis
Traktus Perdarahan PPI, nutrisi
Hiperpermeabilitas
gastrointestin mukosa, ileus   enteral,
epitelium
al paralitik probiotik
Kerusakan seluler,
Sedasi ringan,
Sistem saraf mitokondrial, Terganggunya
GCS <15 rehabilitasi
pusat disfungsi endotelial, status mental
ringan
neurotransmisi
Koagulasi
Antitrombin,
intravaskular, Mikrotrombus,
Trombosit rekombinan
DIC kerusakan Iskemia
<150.000/uL trombomoduli
mikrovaskular, jaringan
n, FFP
kerusakan endotel
Zanon F, et al. Sepsis in the intensive care unit: etiologies, prognostic factors and mortality. Rev Bras Ter intensiva. 2008;20(2):128–34.
DIAGNOSIS
•Anamnesis:
•Tentukan apakah infeksi didapatkan dari komunitas atau
nosokomial
•Imunokompromais.

•Pemeriksaan fisis:
•Biasanya tidak spesifik, seperti demam, menggigil, malaise,
gelisah, atau kebingungan.
•Gejala biasanya lebih berat pada pasien usia lanjut, diabetes
mellitus, kanker, gagal organ multipel, dan pasien dengan
granulositopenia.
•Pemeriksaan fisis menyeluruh diperlukan untuk menentukan
sumber infeksi.
Irawan C, Pitoyo CW, Rinaldi I. Internal Medicine Emergency Life Support. Basic II. Jakarta: UI-Press; 2016:228-32.
Kriteria Diagnosis Sepsis
Kriteria Sepsis 1 (1992) Sepsis 2 (2011) Sepsis 3 (2016)
Sepsis Kriteria SIRS bila ditemukan 2 gejala atau Kriteria SIRS ditambah Skor SOFA > 2
lebih tanda sebagai berikut : dengan fokal infeksi qSOFA > 2
Suhu >38°C atau < 36°C disertai dengan kriteria
Detak jantung > 90 kali/menit hemodinamik, inflamasi
Frekuensi pernapasan > 20 kali/menit dan kriteria gangguan
atau PaCO2 < 32 mmHg fungsi organ.
Jumlah leukosit > 12000 atau < 4000
atau ditemukan sel leukosit muda > 10%
Disertai dengan fokal infeksi

Sepsis Berat Kriteria sama Kriteria sama Definisi sepsis berat dihilangkan

Syok Sepsis Kriteria sama Kriteria sama • Sepsis dengan hipotensi


• Kadar serum laktat > 2
mmol/L yang menetap
walaupun telah diberikan
terapi cairan sehingga
dibutuhkan pemberian
vasopressor untuk
mempertahankan MAP > 65

Levy M, Evans L, Rhodes A. The surviving sepsis campaign bundle: 2018 update Intensive Care Med. 2018;44:925–8
Kriteria Diagnosis Sepsis 2 (2011)
 Suhu > 38 C atau < 36 C.
 Denyut jantung > 90x/menit.
Kriteria SIRS
 Respirasi > 20x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg.
 Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau > 10% sel imatur
 Tekanan darah sistolik < 90 mmHg, MAP <70 mmHg atau tekanan darah turun > 40
mmHg
Kriteria Hemodinamik
 Saturasi darah vena < 70%
 Indeks kardiak > 3,5L/menit/m
 Jumlah leukosit > 12000 atau < 40000 atau ditemukan leukosit muda > 10%.
Kriteria Inflamasi  Kadar Protein C reaktif meningkat 2 kali nilai normal.
 Kadar Procalcitonin meningkat > 2 kali nilai normal.
 Hipoksemia arterial (PaO2/FiO2 <300)
 Oliguria akut (produksi urin <0.5 ml/kg/jam)
 Peningkatan kreatinin >0.5 mg/dl
Kriteria Gangguan Fungsi
 Abnormalitas koagulasi (INR>0,5 atau APTT>60 detik)
Organ
 Ileus
 Trombositopenia (trombosit<100.000/ul)
 Hiperbilirubin (bilirubin total>4 mg/dl)
 Kadar laktat > 3 mmol/L
Kriteria Perfusi Jaringan
 Pengisian kapiler melambat

Levy M, Evans L, Rhodes A. The surviving sepsis campaign bundle: 2018 update Intensive Care Med. 2018;44:925–8
SIRS vs Sepsis

Sepsis SIRS qSOFA


Keterbatasan Kriteria SIRS tidak spesifik Assessment untuk identifikasi kegagalan organ, tidak
(ditemukan kasus SIRS namun untuk mendefinisikan sepsis
tidak ada proses infeksi
melalui hasil kultur)
Keunggulan    Lebih dari 75% pasien diduga infeksi dengan qSOFA
skor >2 dan skor SOFA positif mengindikasikan
disfungsi organ dan suspek sepsis
 Kriteria qSOFA mudah digunakan dan membantu
klinisi memberikan tatalaksana awal tanpa
menunggu hasil laboratorium
SOFA SCORE 0 1 2 3 4
RESPIRATION
PaO2/FiO2, mmHg >400 ≤400 ≤300 ≤200 ≤100

COAGULATION
Platelets x 103/mm3 > 150 ≤ 150 ≤ 100 ≤ 50 ≤ 20

LIVER
Bilirubin, mg/dL < 1.2 1.2-1.9 2.0-5.9 6.0-11.9 > 12.0
(μmol/L) (< 20) (20-32) (33-101) (102-204) (>204)
CARDIOVASCULAR
Hypotension No MAP<70 Dopamine ≤ 5 Dopamine >5 or Dopamine >15 or
hypotension or dobutamine epinephrine ≤0.1 or epinephrine >0.1 or
(any dose)* norepinephrine norepinephrine
≤0.1* >0.1*

CENTRAL NERVOUS SYSTEM


Glasgow coma 15 13-14 10-12 6-9 <6
scale
RENAL
Creatinine, mg/dL < 1.2 1.2-1.9 2.0-3.4 3.5-4.9 > 5.0
(μmol/L) (<110) (110-170) (171-299) (300-400) (>440)
or urine output or < 500 mL/d or < 200ml/d
Vincent JL, et al. The SOFA (Sepsis-related Organ Failure Assessment) score to describe organ dysfunction/failure. On behalf of the Working Group on Sepsis-Related Problems of the
European Society of Intensive Care Medicine. Intensive Care Med. 1996;22(7):707-10
Rhodes A, et al. Surviving sepsis campaign: International guidelines for management of sepsis and septic shock: 2016. Crit Care Med. 2017;45:486–552
Skor quick SOFA (qSOFA)

 Sistem skor qSOFA saat di instalasi gawat darurat membantu


menentukan diagnosis sepsis.
 Jika nilai qSOFA > 2  evaluasi disfungsi organ lebih lanjut,
pertimbangkan eskalasi terapi, dan pertimbangan kebutuhan
ruang intensif
Askim Å, et al. Poor performance of quick-SOFA (qSOFA) score in predicting severe sepsis and mortality - a prospective study of patients admitted with infection to the emergency department.
Scand J Trauma Resusc Emerg Med. 2017;25(1):1–9.
Skor quick SOFA (qSOFA)

Singer M, et al. The third international consensus definitions for sepsis and septic shock (Sepsis-3). JAMA. 2016;315(8):801-10.
Pemeriksaan Penunjang
• Darah perifer lengkap dengan hitung jenis leukosit dan hemostasis.
– Pada awal sepsis  dapat ditemukan leukositosis dengan pergeseran ke kiri,
leukopenia, trombositopenia.
– Selanjutnya  trombositopenia dapat memburuk, disertai pemanjangan waktu
thrombin, penurunan fibrinogen, dan keberadaan d dimer  DIC.

• Gula darah  pada pasien DM dapat ditemukan hiperglikemia, hingga ketosis


yang memperburuk hipotensi.

• Evaluasi fungsi organ: Ureum dan kreatinin, Albumin, Enzim transaminase,


Elektrolit, Laktat darah, Analisis gas darah  hiperventilasi dapat menimbulkan
alkalosis respiratorik  jika otot pernapasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum
 asidosis metabolic dengan peningkatan anion gap dapat terjadi setelah alkalosis
respiratorik.

• Protein reaktif C atau prokalsitonin.


Irawan C, Pitoyo CW, Rinaldi I. Internal Medicine Emergency Life Support. Basic II. Jakarta: UI-Press; 2016:228-32.
Pemeriksaan Penunjang

• Kultur darah dan kultur dari sumber infeksi


(urin, pus, sputum, dan lainnya) harus dilakukan
disertai uji kepekaan organisme terhadap
antimikroba  Biakan darah harus diperoleh dalam
24 jam.
• Urinalisis.
• Foto polos dada.
• Elektrokardiografi.

Irawan C, Pitoyo CW, Rinaldi I. Internal Medicine Emergency Life Support. Basic II. Jakarta: UI-Press; 2016:228-32.
• Caution in
patients with
immunosuppres
sion (including
HIV), cystic
fibrosis,
pancreatitis,
trauma,
pregnancy, high
volume
transfusion,
malaria
• PCT-guided
stewardship
should not be
applied to
patients with
chronic
infections (e.g.,
abscess,
osteomyelitis,
endocarditis).
Gregio C. Role of procalcitonin use in the management of sepsis. 2019
Prokalsitonin sebagai Penanda Bakteremia
Gram Negatif
Studi Nilai titik potong Hasil Studi

Charles 16 ng/mL Sensitivitas 75% (61-86%)


PE, dkk. Spesifisitas 82,2% (68-92%)
PPV 83% (68-92%)
NPV 74% (60-85%)
LR (+) 4,21 (1,91-10,7)
LR (-) 0,30 (0,15-0,57)
Brodska, 15 pg/mL AUC PCT 0,871
dkk. Sensitivitas 75,1%
Spesifisitas 87,8%
•Perbedaan signifikan etiologi gram negatif atau gram positif
(p < 0,0001)
•Konsentrasi tinggi pada infeksi gram negatif (8,9, IK 95% 1,88-32,6),
gram positif (0,73, IK 95% 0,22-3,4) dan jamur (0,58, IK 95% 0,35-
0,73).
•PCT : penanda yang lebih spesifik untuk infeksi dibandingkan CRP
(p=0,002).

Brodská H, et al. Significantly higher procalcitonin levels could differentiate Gram-negative sepsis from Gram-positive and fungal sepsis. Clin Exp Med. 2013;13(3):165–70.
Charles PE, et al. Serum procalcitonin elevation in critically ill patients at the onset of bacteremia caused by either gram negative or gram positive bacteria. BMC Infect Dis.
2008;8:1–8.
Prinsip Tatalaksana
Prinsip Tatalaksana

In April 2018, the


Surviving Sepsis
Campaign (SSC)
combines directives
previously listed in
the three-hour and six-
hour bundles into
ONE-HOUR
BUNDLE
Prinsip Tatalaksana
Terdapat perubahan bermakna surviving sepsis
campaign 2018 dari rangkaian 3 jam, 6 jam, menjadi
rangkaian 1 jam awal.

Tujuan perubahan ini adalah diharapkan terdapat


perubahan manajemen resusitasi awal, terutama
mencakup penanganan hipotensi pada syok sepsis.
Levy M, Evans L, Rhodes A. The surviving sepsis campaign bundle: 2018 update Intensive Care Med. 2018;44:925–8
1-HOUR BUNDLE FOR SEPSIS
SSC 2018
Tatalaksana Sepsis
Surviving Sepsis Campaign Guidelines
1. Resusitasi cairan
• Cairan kristaloid 30 ml/kg diberikan dalam 3 jam pertama.
• Setelah resusitasi inisial, pemberian terapi tambahan sesuai dengan
reassessment kondisi.
• Untuk stabilisasi hipoperfusi pada sepsis  Hipoperfusi dapat
bermanifestasi berupa disfungsi organ dan/atau berkurangnya tekanan
darah dan meningkatnya laktat.
• Kadar laktat serum dapat meningkat pada hipoksia, meningkatnya
glikolisis aerob akibat stimulasi beta adrenergik berlebihan, atau
penyebab lainnya (seperti gagal hati)  berhubungan dengan
prognosis yang buruk
1. Serum laktat >4 mmol/L  derajat berat/ risiko tinggi mortalitas
Gyawali B, Ramakrishna K, Dhamoon A. Sepsis: The evolution in definition, pathophysiology, and management. 2019
Tatalaksana Sepsis
Surviving Sepsis Campaign Guidelines
2. Antibiotik

• Sebelum diberikan: kultur mikrobiologi untuk pemeriksaan aerob dan


anaerob (tanpa menunda mulainya pemberian antibiotik)
• Kultur semua tempat yang dianggap potensial sebagai sumber infeksi
(tanpa menunda pemberian antibiotik)
• Pemberian antibiotik intravena diberikan sesegera mungkin dalam 1
jam pertama setelah diagnosis sepsis dan syok sepsis  Pemberian
antibiotik yang telat berhubungan dengan meningkatnya mortalitas.
• Antibiotik yang diberikan berupa antibiotik empiris spektrum luas satu
macam atau lebih  Ketika terdapat hasil identifikasi dan sensitifitas
kuman  terapi diubah berdasarkan hasil tersebut disesuaikan dengan
perbaikan klinis.

Levy M, Evans L, Rhodes A. The surviving sepsis campaign bundle: 2018 update Intensive Care Med. 2018;44:925–8
Tatalaksana Sepsis
Surviving Sepsis Campaign Guidelines
2. Antibiotik

• Pada syok sepsis, disarankan untuk menggunakan terapi


empiris 2 antibiotik dari kelas yang berbeda.
• Direkomendasikan penilaian harian untuk eskalasi / de-
eskalasi terapi antimikroba pada pasien dengan sepsis
dan syok septik.
• Antibiotik dapat diberikan selama 7-10 hari.
• Terapi dapat diberikan lebih lama pada pasien dengan
respon klinis yang buruk, fokus infeksi tidak teratasi,
bakteremia S aureus, infeksi viral dan fungal, defisiensi imun
termasuk neutropenia, abses yang besar, dan osteomielitis.
Levy M, Evans L, Rhodes A. The surviving sepsis campaign bundle: 2018 update Intensive Care Med. 2018;44:925–8
Tatalaksana Sepsis
Surviving Sepsis Campaign Guidelines
2. Antibiotik

• Deeskalasi dapat dilakukan berdasarkan:


 perbaikan klinis (syok selesai, berkurangnya kebutuhan
vasopressor)
 biomarker infeksi perbaikan (seperti procalcitonin)
o Prokalsitonin juga dapat digunakan untuk membantu
penghentian antibiotik empirik pada pasien yang dicurigai
sepsis, namun bukti infeksi terbatas
 durasi kombinasi terapi sudah sesuai.

Dellinger, et al. Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Sepsis and Septic Shock: 2016.
Tatalaksana Sepsis
Surviving Sepsis Campaign Guidelines
3. Source control
• Sumber infeksi harus diketahui sesegera mungkin dan tentukan apakah membutuhkan
intervensi (seperti drainase abses, debridement jaringan nekrosis yang terinfeksi,
pengangkatan alat/akses yang berpotensial terinfeksi)
• Akses intravaskular yang dicurigai sebagai penyebab sepsis sebaiknya dicabut.

4. Terapi cairan
• Cairan kristaloid lebih disarankan untuk mengganti volume intravaskular
dibandingkan koloid (HES dan gelatin).
• Pada pasien yang telah mendapatkan kristaloid dalam jumlah tinggi, dapat
ditambahkan albumin.
o Kombinasi albumin 20% dan kristaloid, terutama jika albumin diberikan dalam 6
jam pertama, bermanfaat menurunkan mortalitas dalam 28 hari, pada albumin < 3
mg/dL.
3. Cairan hydroxyethyl starches (HES) tidak disarankan pada pasien sepsis karena
berhubungan dengan meningkatnya risiko mortalitas, sedangkan pemberian gelatin
tidak menjadi rekomendasi utama karena masih terbatasnya data mengenai
efektifitasnya terdapat pasien kritis.
Dellinger, et al. Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Sepsis and Septic Shock: 2016.
Tatalaksana Sepsis
Surviving Sepsis Campaign Guidelines
5. Terapi vasoaktif
a. Terapi vasopressor yang disarankan terutama norepinefrin.
o Norepinefrin memiliki efek vasokonstriksi dengan sedikit perubahan denyut nadi
dan sedikit peningkatan stroke volume dibandingkan dopamin.
b. Jika MAP belum tercapai, maka dapat menambahkan vasopressin (hingga 0.03
U/menit) atau epinefrin, vasopressin juga dapat ditambahkan untuk menurunkan dosis
norepinefrin.
o Epinefrin dapat meningkatkan produksi laktat aerobik melalui stimulasi reseptor
β2-adrenergik di otot rangka  menghambat pembersihan laktat pada resusitasi.2
c. Alternatif lainnya: dopamin yang dapat diberikan pada pasien tertentu (risiko rendah
takiaritmia dan terdapat bradikardia relatif atau absolut).
a. Dopamin meningkatkan MAP dan cardiac output melalui peningkatan stroke
volume dan denyut nadi. Bersifat aritmogenik, mempengaruhi respon endokrin
melalui aksis hipotalamus pituitary dan menyebabkan efek imunosupresif
d. Jika telah diberikan cairan adekuat dan vasopresor, namun hipoperfusi persisten, dapat
ditambahkan dobutamin

Dellinger, et al. Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Sepsis and Septic Shock: 2016.
Tatalaksana Sepsis
Surviving Sepsis Campaign Guidelines
6. Kortikosteroid
• Penggunaan hidrokortison iv pada syok sepsis tidak
direkomendasikan pada syok sepsis jika resusitasi cairan dan
terapi vasopresor adekuat.
• Jika hal ini tidak tercapai, maka dapat diberikan
hidrokortison 200 mg/hari atau 50 mg bolus dalam 4 dosis
terbagi selama 3 hari.
• Pada keadaan sepsis terjadi insufisiensi adrenal relatif.
Indikasi steroid terutama pada pasien dengan riwayat terapi
steroid atau disfungsi adrenal.
• Penggunaan steroid pada sepsis masih kontroversi karena
studi-studi menunjukkan hasil yang berbeda.
Dellinger, et al. Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Sepsis and Septic Shock: 2016.
Tatalaksana Sepsis
Surviving Sepsis Campaign Guidelines
7. Produk Darah
• Transfusi sel darah merah disarankan jika konsentrasi haemoglobin < 7
mg/dL tanpa kondisi khusus seperti iskemia miokard, hipoksemia berat,
atau perdarahan akut.
• Eritropoietin tidak boleh diberikan untuk mengatasi anemia yang
berhubungan dengan sepsis karena dapat meningkatkan risiko trombosis
• Fresh frozen plasma tidak disarankan untuk memperbaiki abnormalitas
koagulasi jika tidak terdapat perdarahan atau rencana prosedur invasif.
• Transfusi platelet profilaksis disarankan jika trombosit:
• < 10.000 mg/dL jika tidak ada perdarahan
• < 20.000 mg/dL jika terdapat perdarahan bermakna
• < 50.000 mg/dL jika terdapat perdarahan aktif, pembedahan, atau
prosedur invasif
Dellinger, et al. Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Sepsis and Septic Shock: 2016.
Tatalaksana Sepsis
Surviving Sepsis Campaign Guidelines
8. Imunoglobulins
• Studi mengenai penggunaan IVIg masih terbatas dan hingga saat
ini mayoritas studi menunjukkan tidak terdapat perbedaan dalam
menurunkan mortalitas.
• Belum terdapat rekomendasi khusus mengenai penggunaan IVIG

9. Purifikasi darah
• Purifikasi darah seperti hemofiltrasi volume tinggi dan
hemoadsorpsi (hemoperfusi), plasma exchange atau plasma
filtration (plasma dipisahkan dari whole blood, dibuang, dan
diganti dengan normal saline, albumin, atau FFP), dan sistem
hibrid belum terdapat rekomendasi khusus pada pasien sepsis.
Tatalaksana Sepsis
Surviving Sepsis Campaign Guidelines
10. Antikoagulan
• Pemberian antitrombin tidak direkomendasikan sebagai terapi
sepsis dan syok sepsis.
• Berkurangnya aktivitas plasma pada sepsis berhubungan dengan
disseminated intravascular coagulation (DIC) dan keluaran yang
buruk.
• Studi mengenai antithrombin masih terbatas (uji klinis fase
III) dan hasil sementara menunjukkan tidak terdapat manfaat pada
mortalitas.
• Studi uji klinis ini masih terbatas, meskipun beberapa pengkajian
sistematis menunjukkan manfaat heparin pada pasien sepsis dapat
menurunkan mortalitas tanpa meningkatkan risiko perdarahan
mayor.
Dellinger, et al. Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Sepsis and Septic Shock: 2016.
Tatalaksana Sepsis
Surviving Sepsis Campaign Guidelines
11. Ventilasi mekanik
• Pasien sepsis dengan ARDS direkomendasikan target volume tidal 6 mL/kg dari
berat badan prediksi dibandingkan 12 ml/kg, dan dengan plateau pressures 30
cmH20 lebih tinggi dari batas atas.
• Volume tidal dan tekanan plateu yang tinggi harus dihindari pada ARDS.
• PEEP (positive end-expiratory pressure) yang lebih tinggi lebih disarankan
pada ARDS sedang hingga berat.
o PEEP yang tinggi akan membuka sel paru sehingga terjadi pertukaran udara.
o PEEP > 5 cm H2O) biasanya dibutuhkan untuk mencegah kolaps paru.
• Posisi telungkup (prone) lebih disarankan daripada terlentang (supine) pada
PO2/FiO2 < 150 pada 36 jam pertama intubasi, selama > 16 jam/hari.
• Selain itu, pada saat posisi terlentang, direkomendasikan elevasi kepala 30-45
derajat untuk mencegah aspirasi dan VAP.
• Ventilasi noninvasif tidak disarankan pada pasien sepsis dengan ARDS.
Dellinger, et al. Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Sepsis and Septic Shock: 2016.
Tatalaksana Sepsis
Surviving Sepsis Campaign Guidelines
12.Sedasi dan analgesik
• Penggunaan sedasi kontinu atau intermitten harus
diminimalisir pada pasien dengan ventilator.

13.Kendali glukosa
• Jika pada pemeriksaan gula darah 2 kali berturut-turut
ditemukan > 180 mg/dL, maka sebaiknya diberikan insulin,
dengan target gula darah < 180 mg/dL.
• Pada beberapa pasien tertentu dapat dibuat target lebih ketat
110-140 mg/dL jika tidak terdapat riwayat hipoglikemia.
• Pemeriksaan gula darah dari arteri lebih disarankan daripada
kapiler jika pasien terdapat akses kateter arteri.
Dellinger, et al. Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Sepsis and Septic Shock: 2016.
Tatalaksana Sepsis
Surviving Sepsis Campaign Guidelines
14.Terapi pengganti ginjal
• Pasien sepsis dengan gagal ginjal akut dengan indikasi terapi
pengganti ginjal yang disertai hemodinamik tidak stabil,
continuous renal replacement therapy lebih disarankan.

15.Terapi bikarbonat
• Terapi bikarbonat tidak disarankan untuk memperbaiki
hemodinamik atau mengurangi kebutuhan vasopressor pada
pasien asidemia laktat yang diinduksi hipoperfusi dengan
pH > 7.15.
• Terapi ini berhubungan dengan overload cairan dan natrium,
peningkatan laktat dan pCO2, berkurangnya kalsium ion
serum.
Dellinger, et al. Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Sepsis and Septic Shock: 2016.
Tatalaksana Sepsis
Surviving Sepsis Campaign Guidelines
17. Profilaksis tromboemboli vena
• Profilaksis farmakologi dengan unfractionated heparin (UFH) or low-
molecular-weight heparin (LMWH) selama tidak terdapat kontraindikasi.
• LMWH lebih disarankan dibandingkan UFH.
• Jika terdapat kontraindikasi farmakologi, disarankan untuk profilaksis
mekanik (intermittent pneumatic compression (IPC) dan/atau graduated
compression stockings (GCS))

17. Profilaksis stress ulcer


• Diberikan pada pasien dengan faktor risiko perdarahan gastrointestinal,
berupa proton pump inhibitors (PPI) atau histamine-2 receptor antagonists
(H2RA).
• Profilaksis tidak diberikan jika tidak terdapat faktor risiko.
• Prediktor risiko klinis perdarahan saluran cerna adalah pasien dengan
ventilasi mekanik > 48 jam, koagulopati, penyakit hati, kebutuhan terapi
pengganti ginjal, dan gagal multipel organ
Dellinger, et al. Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Sepsis and Septic Shock: 2016.
Tatalaksana Sepsis
Surviving Sepsis Campaign Guidelines
18. Nutrisi
• Direkomendasikan untuk tidak memberikan nutrisi parenteral saja atau
kombinasi dengan enteral selama 7 hari pertama jika tidak dapat diberi
nurisi enteral segera.
• Pemberian nutrisi parenteral segera (dimulai dalam 48 jam pertama dan
target nutrisi tercapai dalam 72 jam) dengan atau tanpa enteral tidak
menurunkan mortalitas melainkan meningkatkan risiko infeksi.
• Inisiasi nutrisi enteral segera lebih disarankan daripada puasa total atau
hanya glukosa iv.
o Mempertahankan integritas usus
o Mencegah peningkatan permeabilitis intestinal
o Modulasi respon metabolik yang dapat mengurangi resistensi insulin

19. Tentukan target perawatan


• Target perawatan sebaiknya sudah dapat dibuat dalam 72 jam pertama.
Dellinger, et al. Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Sepsis and Septic Shock: 2016.
Indikator Keberhasilan Resusitasi Awal
1. Evaluasi mean arterial pressure (MAP)
o Batas rekomendasinya adalah 65 mmHg.
o Penetapan target MAP yang lebih tinggi (85 mmHg vs 65 mmHg) me↑
risiko aritmia.
2. Laktat
o Terutama jika awalnya mengalami peningkatan kadar laktat.
3. Tekanan vena sentral (CVP) dan saturasi vena sentral (SvO2)
1. CVP sebagai parameter panduan tunggal resusitasi cairan tidak
direkomendasikan lagi.
2. Jika CVP dalam kisaran normal (8-12 mmHg), kemampuan CVP untuk
menilai responsivitas cairan (setelah pemberian cairan atau fluid
challenge) terbukti tidak akurat.
4. CO2 gap (perbedaan kadar karbondioksida arteri dan vena (Pv-a CO2)
o Jika kadar laktat ↑ disertai Pv-aCO2 ↑ atau rasio Pv-aCO2 terhadap Ca-vO2
↑, kemungkinan besar penyebabnya adalah hipoperfusi
Bambang P, Antin T. Penatalaksanaan resusitasi awal. 2017
Monitoring

• Monitoring hemodinamik dan kecukupan cairan


dengan target CVP 8-12 mmHg atau 12-15 mmHg untuk
pasien dengan ventilasi mekanik.

• Monitoring dilakukan di ICU dengan memperhatikan


perkembangan klinis dan pemeriksaan penunjang
pasien (skor APACHE2).

• Monitoring respons klinis, pengobatan infeksi,


laboratorium: CRP, prokalsitonin, dan radiologis.

• Monitoring harian respons pengobatan antimikrobial.


Irawan C, Pitoyo CW, Rinaldi I. Internal Medicine Emergency Life Support. Basic II. Jakarta: UI-Press; 2016:228-32.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai