Anda di halaman 1dari 50

PENYAKIT PADA KORNEA

Pembimbing : dr. Rizky Magnadi, Sp.M


Nur Muhammad Ramadhan Usman K1B1 21 022
Muhammad Allbar Raba K1B1 21 051
Iis Karlina K1B1 21 053
Nani Indriyani K1B1 21 054
Indriyanti K1B1 21 055
Syawal Nurdianzah K1B1 21 056
ANATOMI
KERATITIS
KERATITIS
DEFINISI

Inflamasi dan atau infeksi pada seluruh lapisan kornea yang ditandai dengan
blepharospasme, lakrimasi dan fotofobia (trias keratitis). Jika sudah di temukan epitel defek
atau stroma defek maka disebut sebagai ulkus

ETIOLOGI

 Infeksi (bakteri, viral, fungal, chlamidia, protozoa, spirochaetal)


 Alergi
 Naurotropik 
 Traumatik (mekanik, kimia, termal, radiasi)
 Idiopatik 
 Reaksi hipersensitifitas ( mooren dan PUK)
KERATITIS

FAKTOR RESIKO

1. Virus.
2. Bakteri.
3. Jamur.
4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari.
5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.
6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya pembentukan
air mata.
7. Adanya benda asing di mata.
8. Reaksi terhadap obat seperti neomisin, tobramisin, polusi, atau partikel udara seperti
debu, serbuk sari
KLASIFIKASI

Berdasarkan lapisan yang terkena. Keratitis dibagi menjadi:

a. Keratitis Pungtata (Keratitis Pungtata Superfisial dan Keratitis


Pungtata Subepitel)
b. Keratitis Marginal
c. Keratitis Interstisial
a. KERATITIS PUNGTATA

 Keratitis dengan infiltrat halus pada kornea  terletak superfisial dan subepitel
 Gejala klinis: sakit, silau, mata merah, dan merasa kelilipan
 Keratitis Pungtata ini disebabkan:
Moluskum kontangiosum, Akne rosasea, Herpes simpleks, Herpes zoster,
Blefaritis neuroparalitik, infeksi virus, vaksinisia, trakoma, trauma radiasi, dry
eye, keratitis lagoftalmos, keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan
bahan pengawet lainnya.
a. KERATITIS PUNGTATA

 Penatalaksaan:
Sesuai dengan etiologi.
- Virus : doxuridin, trifluridin atau asiklovir
- Bakteri gram positif : cafazolin, penisilin G atau vancomisin
- Bakteri gram negatif : tobramisin, gentamisin atau polimixin B.
- Jamur : natamisin, amfoterisin atau fluconazol.
Terapi simptomatis dengan air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid
b. KERATITIS MARGINAL

 Definisi: Infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea


sejajar dengan limbus.
 Etiologi: Strepcoccus pneumonie, Hemophilus
aegepty, Moraxella lacunata dan Esrichia.
 Gejala klinis: sakit, seperti kelilipan, lakrimasi,
fotofobia.
 Pemeriksaan: blefarospasme pada satu mata, injeksi
konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang memanjang,
dangkal unilateral dapat tunggal ataupun multipel,
sering disertai neovaskularisasi dari arah limbus.
 Pengobatan:
- Antibiotika yang sesuai dengan penyebab infeksi
lokalnya
- Steroid dosis
- Vitamin B dan C dosis tinggi
c. KERATITIS INTERSTISIAL

 Definisi: Masuknya pembuluh darah ke dalam kornea dan


dapat menyebabkan hilangnya transparansi kornea.
 Etiologi:
Keratitis Interstisial dapat terjadi akibat alergi atau infeksi
akibat tuberkulosis. Sifilis adalah penyebab paling sering
dari keratitis interstitial
 Gejala klinis: fotofobia, lakrimasi, dan menurunnya visus
Keratitis yang disebabkan oleh sifilis kongenital dengan
gejala trias Hutchinson (mata: keratitis interstisial, telinga:
tuli labirin, gigi: gigi seri berbentuk obeng), sadlenose,
dan pemeriksaan serologis yang positif terhadap sifilis.
Pada keratitis yang disebabkan oleh tuberkulosis 
gejala tuberkulosis lainnya
 Penatalaksanaan:
- Kortikosteroid tetes mata
- Atropin tetes mata
KLASIFIKASI

Keratitis berdasarkan penyebabnya diklasifikasikan:


a. Keratitis Bakteri
b. Keratitis Jamur
c. Keratitis Virus
d. Keratitis Acantamoeba
a. KERATITIS BAKTERI

 Gejala klinis:
mata merah, berair, nyeri pada mata yang
terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret
dan penglihatan menjadi kabur

 Etiologi:
Stafilokokkus aureus, streptokokkus
pneumoniae, pseudomonas

 Pemeriksaan:
Hiperemia perikornea, blefarospasme,
Edema kornea, infiltrasi kornea.

 Penatalaksanaan:
Antibiotik spektrum luas sambil menunggu
hasil kultur bakteri
b. KERATITIS JAMUR

 Definisi: Infeksi jamur pada kornea

 Etiologi:
1. Jamur berfilamen (filamentous fungi) : bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa.
2. Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp, Cladosporium sp,
Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp,Curvularia sp, Altenaria sp.
3. Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
4. Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas : Candida albicans,
Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
5. Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan
membentuk miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp, Sporothrix
sp.
b. KERATITIS JAMUR

 Diagnosis Klinis:
a. Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama.
b. Lesi satelit.
c. Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti hifa di bawah
endotel utuh
d. Plak endotel.
e. Hipopion, kadang-kadang rekuren.
f. Formasi cincin sekeliling ulkus.
g. Lesi kornea yang indolen.

 Penatalaksanaan:
a. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya dapat diberika Topikal amphotericin B,
thiomerosal), natamycin, golongan imidazole.
b. Jamur berfilamen Untuk golongan II : Topikal amphotericin B, thiomerosal, natamycin,
imidazole
c. Ragi (yeast) : Amphoterisin B, natamycin, imidazole
d. Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati: Golongan sulfa, berbagai jenis
antibiotik.
c. KERATITIS VIRUS

 Etiologi:
Penyebab paling sering Herpes simpleks virus (HSV) . Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan
cairan dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus

 Gejala klinis:
a. nyeri pada mata,
b. fotofobia,
c. penglihatan kabur,
d. mata berair,
e. mata merah,
f. tajam penglihatan turun
c. KERATITIS VIRUS

 Penatalaksanaan:

a. Debridement epithelial:
- Efektif mengobati keratitis dendritik , karena virus berlokasi didalam epitel.
- Mengurangi beban antigenik virus pada stroma kornea
- Dengan aplikator berujung kapas khusus.
- Obat siklopegik seperti atropin 1% atau homatropin 5%

b. Terapi Obat :
- IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan diberikan setiap
jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam).
- Vidarabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep.
- Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam.
- Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.
- Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya pada orang
atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif.
d. KERATITIS ACANTHAMOEBA

 Etiologi: pada penggunaan lensa kontak


 Gejala klinis:
a. kemerahan,
b. Fotofobia
c. Ulkus kornea indolen,
d. Cincin stroma, dan
e. Infiltrat perineural.
 Penatalaksanaan:
a. Isetionat, propamidin topikal (larutan 1%)
dan tetes mata neomisin.
b. Biguanid poliheksametilen (larutan 0,01-
0,02%)
c. Imidazol topikal dan oral : ketokonazol,
mikonazol, itrakonazol.
d. Kortikosteroid topikal
e. Keratoplasti
XEROPTHALMIA
XEROPTHALMIA
 Definisi : Semua manifestasi okular karena defisiensi vitamin A, termasuk
perubahan struktural yang mempengaruhi konjungtiva, kornea, dan retina
serta gangguan biofisik retina ( fungsi sel rod dan cone )  

 Gejala khas  Bitot Spot yang terdiri dari: epitel keratin, sel inflamasi,
Corynebacterium xerosis dan debris

 Klasifikasi defisiensi vitamin A berdasarkan The World Health Organization:


l. Xerosis Konjungtiva, tanpa (XlA) or dengan (XlB) Bitot spots
2. Xerosis Kornea (X2)
3. Ulkus Kornea, dengan keratomalacia mengenai < 1/3 (X3A) atau > 1/3 (X3B)
pada permukaan kornea
Dengan:
XN : Buta senja, night blindness
XF : Xerophthalmia Fundus
XS : Xerophthalmia Scar
XEROPTHALMIA

 Tatalaksana
● Terapi lokal mata
● Vitamin A
○ Untuk semua stadium (XN, X1A, X1B, X2, X3A, dan X3B)
○ Oral 
● >1 tahun : 200.000 IU atau 100.000 IU intramuskular, diulang 4 minggu kemudian
● <1 tahun atau anak dengan berat badan < 8kg : diberikan setengah dosis
● Perempuan pada usia produktif ( hamil atau tidak), dengan stadium XN, X1A, dan
X1B diberikan 10.000 IU setiap hari, oral,  selama 2 minggu 
● Rujuk ( mulai stadium X1B hingga stadium XFC)
ULKUS KORNEA
ULKUS KORNEA
DEFINISI

Diskontinuitas jaringan kornea akibat defek epitel

GEJALA UMUM

 Merah (injeksi kornea),bengkak, sakit, fotofobia, visus menurun


 Berat penyakit tergantung pada jenis kuman, kondisi host, lama penyakit
sebelum di terapi
 Hiperemi konjungtiva
 Dengan / tanpa hipopion
ULKUS KORNEA
GAMBARAN
 Bakteri : batas tegas, cenderung menetap, tidak
meluas, warna putih ke abu-abuan
 Gram (-) : cepat meluas, dgn hipopion, dpt trjdi
perforasi
 Virus : bentuk dendritic
 Jamur : Infiltrat dgn satelit

TERAPI

 Identifikasi penyebab
 Atropin tetes mata 1%, tempat ulkus sentral
a. melebarkan pupil
b.mengistirahatkan iris
c.Sedatif
d.Mencegah sinekia
EROSI KORNEA
EROSI KORNEA
DEFINISI

Erosi kornea sampai Laserasi kornea

GEJALA UMUM

Trias kornea:
 Blepharospasme
 Fotofobia
 Epifora

TERAPI

 Salep antibiotika
 Kortikosteroid
 Sikloplegik
 Bandage contact lens
KERATOKONJUNGTIVITIS SICCA /
DRY EYE
KERATOKONJUNGTIVITIS SICCA / DRY EYE

DEFINISI

• Juga dikenal dengan dry eye 


• Penyakit multifaktorial  pada air mata dan ocular surface dengan gejala discomfort, gangguan
penglihatan, dan ketidakstabilan tear film dengan potensi kerusakan pada ocular surface (Dry
Eye Workshop 2007)
• Melibatkan unit fungsional lacrimal, yang terdiri dari kelenjar lakrimal, ocular surface (kornea,
konjungtiva, dan kelenjar meibom), kelopak mata, dan seras sensorik dan motorik yang
menghubungkannya.
KERATOKONJUNGTIVITIS SICCA / DRY EYE

ETIOLOGI
KERATOKONJUNGTIVITIS SICCA / DRY EYE

GEJALA KLINIS

Gejala
• Sensasi panas atau terbakar 
• Rasa kering
• Fotofobia 
• Penglihatan kabur

DIAGNOSIS
• Anamnesis 
• Pemeriksaan oftalmologi : PENATALAKSANAAN
• Visus
• Tear break up time < 10 detik
• Artificial tears
• Tear meniskus < 1 mm
• Schimer  • Higiene eyelid, kompres hangat, masase 
PENYAKIT PADA SLERA
Pembimbing : dr. Rizky Magnadi, Sp.M
Nur Muhammad Ramadhan Usman K1B1 21 022
Muhammad Allbar Raba K1B1 21 051
Iis Karlina K1B1 21 053
Nani Indriyani K1B1 21 054
Indriyanti K1B1 21 055
Syawal Nurdianzah K1B1 21 056
ANATOMI
EPISKLERITIS
EPISKLERITIS
DEFINISI

Peradangan rekuren pada episklera yang melibatkan kapsul tenon tanpa adanya
keterlibatan sklera.
Suatu penyakit self limiting disease yang mengenai usia muda

ETIOLOGI

Penyebab pasti belum diketahui, mungkin  reaksi hipersensitifitas.


Penyakit sistemik: Gout, Rosacea, psoriasis, Rematoid artritis, Sjogren syndrome, Herpes
Zooster, Koksidioidomikosis, Sifilis, TBC
EPISKLERITIS
GEJALA KLINIS

Mata merah, transien, rasa tidak nyaman yang ringan pada mata dengan adanya
sensasi  benda asing, terbakar ataupun kasar, kadang-kadang  disertai silau dan
lakrimasi. Terjadi pada daerah yang terpapar; pada tempat sama atau berbeda

KLASIFIKASI

Secara klinis ada 2 tipe :


a.  Episkleritis simpel (difus) 
     → injeksi dan edem lebih luas dan rekuren.
b.  Episkleritis nodular
terlokalisir dengan satu atau lebih nodul  kemerahan
nodul  tegas, lunak, konjungtiva di atasnya dapat bergerak bebas
nodul umunya berlokasi 2-3 mm dari  limbus
EPISKLERITIS
PENATALAKSANAAN

Perbaiki keadaan umum dan terapi kausal


Bila berat : oral   → steroid / NSAID
                   topikal → steroid / NSAID

DIAGNOSIS BANDING

• Konjungtivitis
• Skleritis anterior

KOMPLIKASI

• Keratitis superfisial
EPISKLERITIS
SKLERITIS
DEFINISI

Peradangan kronik pada sklera yang ditandai dengan infiltrasi seluler, destruksi
kolagen, dan perubahan vaskuler yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan
hingga kebutaan bila tidak diterapi secara adekuat.

ETIOLOGI

50% berhubungan dengan autoimun sistemik atau penyakit rematik atau merupakan
akibat dari proses imun suatu infeksi (bakteri atau virus)

GEJALA KLINIS

• Mata nyeri sedang – berat yang seringkali dirasakan saat bangun pagi. Nyeri menjalar
ke rahang dan dahi. 
• Mata merah,
• rasa silau yang ringan – berat, dan
• lakrimasi)
SKLERITIS
PEMERIKSAAN

- Inflamasi pada sklera  violaceous hue, crisscross


pattern  tidak menghilang dengan cotton-tipped
applicator, fenilefrin 2.5% topikal
- Edema pada sklera

KLASIFIKASI
SKLERITIS
1. Diffuse Skleritis Anterior

Zona dari edema sklera dan kemerahan


SKLERITIS
2. Nodular Skleritis Anterior

Nodul sklera  warna merah ungu, memisahkan jaringan episklera


SKLERITIS
3. Necrotizing scleritis anterior

Paling destruktif dbandingkan jenis skleritis lain


60%  komplikasi okular dan sistemik
40%  penurunan tajam penglihatan

KLASIFIKASI
1. Necrotizing scleritis anterior dengan Inflamasi
2. Necrotizing scleritis anterior tanpa Inflamasi (scleromalacia perforans)
Necrotizing Scleritis Anterior Dengan Inflamasi
DENGAN INFLAMASI

- Nyeri hebat
- Inflamasi terlokalisir, tepi dari lesi lebih inflamasi dibandingkan sentral
- blue-gray appearance  skleral thinning  terlihat choroid
- deep episcleral blood vessel pattern
- Bila tidak diterapi  menyebar ke posterior
Necrotizing Scleritis Anterior Tanpa Inflamasi
TANPA INFLAMASI (Scleromalacia Perforans)

- Kemerahan, edema, nyeri minimal


- Long-standing rheumatoid arthritis
- Sklera menipis  terlihat jaringan uvea
- Large abnormal blood vessels  mengelilingi area sklera yang hilang
- Bulging staphyloma  jika tekanan intraokuli meningkat
- Perforasi spontan  jarang
SKLERITIS
4. Scleritis anterior

• Nyeri, proptosis, penurunan tajam penglihatan, hambatan pergerakan bola


mata
• Choroidal folds, exudative retinal detachment, papilledema, dan angle-closure
glaucoma, choroidal thickening, retraksi dari palpebra inferior
• Pemeriksaan penunjang: echography, computed tomography, atau magnetic
resonance imaging
• Sering  tidak berhubungan dengan penyakit sistemik
SKLERITIS
KOMPLIKASI

• Keratitis perifer (37%)


• Scleral thinning (33%)
• Uveitis (30%)
• Glaucoma (18%)
• Katarak (7%)

• Pada sklerokeratitis:
- kornea perifer  opasifikasi  fibrosis dan deposit lipid.
- herpes zoster scleritis, penyakit rheumatic
SCLEROKERATITIS
SCLEROKERATITIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Complete blood count (CBC)


• Erythrocyte sedimentation rate (ESR) atau C-reactive protein (CRP)
• Serum autoantibody screening (antinuclear antibodies, anti-DNA antibodies,
rheumatoid factor, antineutrophil cytoplasmic antibodies)
• Urinalysis
• Serum uric acid test
• Syphilis serology
• Chest x-ray
• Sarcoidosis screening (serum angiotensin-converting enzyme dan lysozyme)
SCLEROKERATITIS
PENATALAKSANAAN

 Anterior non-necroting tanpa inflamasi : anti inflamasi non steroid topikal atau
sistemik (tidak mengurangi nyeri), jika tidak berhasil terapi imunosupresan
dapat diberikan
 Anterior necroting dengan inflamasi : anti inflamsi steroid sistemik, jika tidak
berhasil dapat diberikan imunosupresan.
 Anterior necrotizing tanpa inflamasi ( scleromalacia perforans) : graft atau
lyophilized dura
 Posterior : sama dengan anterior necrotizing dengan inflamasi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai