Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Stroke atau biasa dikenal dengan penyakit serebrovaskuler merupakan suatu penyakit neurologik yang
terjadi karena gangguan suplai darah menuju otak (Black and Hawk, 2009). Stroke merupakan penyakit
pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat.
(Riskesdas, 2013). Pasien stroke akan mengalami gangguan-gangguan yang bersifat fungsional.
Gangguan sensoris serta motorik post stroke mengakibatkan gangguan keseimbangan termasuk
kelemahan otot, penurunan fleksibilitas jaringan lunak, serta gangguan kontrol motorik maupun
sensorik (Irfan, 2010).
Pada pasien stroke terjadi gangguan saraf Cranialis sehingga menyebabkan terjadinya paralisis,
kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi pada wajah, kesulitan berbicara, gangguan kesadaran,
kesulitan menelan serta penurunan kebersihan mulut sehingga dapat menyebabkan terjadinya infeksi
rongga mulut (Lam, et al, 2013). Sebagian dari pasien atau penderita stroke mampu bertahan namun
akan mengalami kecacatan mulai dari ringan hingga berat, sehingga menjadi disabilitas serta
ketidamampuan memenuhi kebutuhan dasar salah satunya adalah oral hygiene (Corsalini et al, 2010).
Oral hygiene merupakan salah satu tindakan keperawatan yang sangat penting, Oral hygiene
yaitu membersihkan mulut dan gigi menggunakan sikat gigi yang lembut dengan posisi sikat gigi
membentuk sudut 45° dan gosok gigi secara lembut serta perlahan dengan cara memutar,
kemudian menyikat lidah setelah membersihkan gigi (Hidayat, 2016). Tindakan Oral hygiene
perlu disesuaikan dengan kebutuhan pasien, status kesehatan dan fungsional, status kesadaran
serta kondisi penyakit (Andarmoyo, 2012).
Menurut Bouwhuizen (2006) dalam Setianingsih (2017), oral hygiene merupakan salah satu
bentuk dari kebersihan diri atau biasa disebut personal hygiene. Oral hygiene merupakan salah
satu intervensi yang dapat mempengaruhi kenyamanan pada mulut pasien dan merupakan
pencegahan terjadinya infeksi pada mulut (Septian, 2013). Oral hygiene dalam kesehatan gigi
dan mulut sangatlah penting, beberapa masalah mulut dan gigi dapat terjadi karena kurangnya
menjaga kebersihan gigi dan mulut (Wowor, 2017).
Tindakan oral hygiene dilakukan oleh perawat dalam satu hari minimal 2 kali (Perry & Poeter,
2010). Menurut Tahulending dan Wuse (2013), tindakan tersebut sebaiknya dilakukan pada pagi
hari dan malam hari atau sebelum tidur. Hasil wawancara yang dilakukan oleh Ghofar dan
Subeqi (2015), mengatakan bahwa apabila tindakan oral hygiene tidak dilakukan dengan
maksimal, hanya dilakukan satu kali sehari, maka akan mengakibatkan infeksi serta
memperburuk keadaan pasien.
Kurangnya kebersihan mulut dapat menyebabkan masalah pada mulut dan gigi seperti infeksi rongga mulut,
caries gigi, pulpitis, kelainan jaringan penyangga gigi, kalkulus, gingivitis, periodontitis, erupsi gigi, kelainan
mukosa mulut, lesi putih dan lesi merah, lesi ulseratif, vesikuler dan mandibular (Irma, 2013).
Secara ilmiah mulut akan melakukan pembersihan yang dilakukan oleh lidah dan air liur, tetapi pada pasien
yang mengalami gangguan penurunan kesadaran serta gangguan neuromuscular lidah dan air liur tidak dapat
bekerja dengan semestinya. Sehingga memudahkan terbentuknya kolonimikroflora oral komersial, mikroflora
yang muncul yaitu streptococcus, salmonella, dan candida albican apabila keadaan tersebut dibiarkan maka
dapat menimbulkan terjadinya infeksi rongga mulut (Bouwhuizen, 2006 dalam Setianingsih, dkk, 2017).
Wowor (2017), mengatakan bahwa kurangnya perawatan oral hygiene pada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran dapat menyebabkan infeksi pada rongga mulut. Infeksi rongga mulut merupakan infeksi
yang diakibatkan oleh candidiasis albicans yang terjadi dirongga mulut dan dikenal dengan candidiasis oral
(Lestari, 2010).
Infeksi rongga mulut yang dapat timbul adalah kesehatan mulut yang menurun akibat sakit kritis atau
penggunaan ventilator mekanik, pipa endotrakhea, serta pipa orofaring pada pasien kritis yang terintubasi,
dapat menjadi vektor migrasi untuk migrasi kuman pathogen (Hidayat, 2006). Oleh karena itu semua pasien
yang sedang menjalani rawat inap baik yang sadar maupun tidak sadar perlu dilakukan tindakan oral hygiene.
Jika tidak dilakukan dengan oral hygiene yang tepat, maka akan terjadi kolonisasi mikroorganisme pada
orofaring serta keadaan tersebut dapat menimbulkan terjadinya infeksi rongga mulut, bahkan pada pasien
yang terpasang ventilator dapat menyebabkan pneumonia atau VAP (Ventilator Associated Pneumonia)
(Hunter, 2006).
Salah satu peran perawat adalah sebagai pemberi pelayanan kesehatan seperti memberikan
sebuah asuhan keperawatan atau tindakan keperawatan untuk kesembuhan atau kenyamanan
pasien. Salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan oleh perawat kepada pasien
untuk memberikan kenyamanan adalah tindakan oral hygiene. Tindakan tersebut termasuk
kedalam fungsi perawat sebagai pemberi keperawatan mandiri (Serri, 2010).
Keberhasilan tindakan oral hygiene juga dipengaruhi oleh pengetahuan serta sikap yang baik
dari perawat, apabila pengetahuan dan sikap perawat baik maka peran perawat dalam
melaksanakan oral hygiene juga akan terlaksana dengan baik. (Salam, dkk, 2013)
Hasil penelitian Setianingsih (2017), mengatakan bahwa perawat kurang memahami tentang
standar operasional prosedur pelaksanaan tindakan perawatan oral hygiene pada pelaksanaan
tindakan tersebut, perawat melakukan tindakan oral hygiene hanya dijadikan sebagai rutinitas
tanpa memperhatikan standar operasional prosedur yang sudah ada.
Hasil studi pendahuluan Ghofar dan Subeqi (2015), bahwa perawat belum optimal melakukan
tindakan oral hygiene hanya dilakukan pada pagi hari saja, sehingga peran perawat sebagai
pemberi pelayanan kesehatan serta pendidik belum terlaksana dengan maksimal hal ini
kemungkinan disebabkan karena kurangnya pengetahuan serta sikap perawat dalam
pelaksanaan tindakan oral hygiene sesuai dengan standar operasional prosedur.
Mukhtar, et al (2017), mengatakan bahwa pengetahuan perawat mengenai oral hygiene
tergolong cukup, namun sikap perawat terhadap pelaksanaan tindakan oral hygiene masih
buruk. Dalam penelitiannya didapatkan hasil bahwa perawat tidak melakukan tindakan oral
hygiene dengan benar atau tidak sesuai dengan prosedur, dan memberishkan rongga mulut
pasien merupakan tugas yang tidak menyenangkan serta tindakan tersebut sangat menyulitkan
bagi perawat.
Hasil penelitian Suyatmi, dkk (2013), bahwa dari 30 responden sebanyak 18 orang atau (60,0%),
perawat melaksanakan tindakan oral hygiene dengan tepat dan sisanya sebanyak 10 orang atau
(33,3%) melaksanakan tindakan oral hygiene kurang tepat serta terdapat 2 orang atau (6,7 %)
yang melaksanakan oral hygiene dengan tidak tepat.
Dengan dukungan teori dan studi literature yang dilakukan pada perawat mengenai gambaran
pelaksanaan tindakan oral hygiene maka peneliti tertarik untuk melakukan literature review
tentang “Gambaran pelaksanaan oral hygiene pada pasien stroke”
Rumusan Masalah
Pasien stroke merupakan pasien yang mengalami gangguan atau kerusakan neurologis karena
terganggunya suplai darah ke otak sehingga pasien stroke akan mengalami gangguan fungsional
dan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar salah satunya oral hygiene.
Kurangnya kebersihan mulut dapat menyebabkan masalah pada mulut dan gigi seperti infeksi
pada rongga mulut. Oleh karena itu pada pasien atau penderita stroke yang mengalami
gangguan penurunan neuromuscular sangat membutuhkan bantuan dari perawat untuk
memenuhi kebutuhan dasar yaitu oral hygiene.
Untuk menghindari terjadinya infeksi pada rongga mulut pada pasien stroke maka perawat perlu
melakukan tindakan oral hygiene minimal 2 kali sehari sesuai dengan standar prosedur
operasional. Di Indramayu sendiri belum ada penelitian terkait dengan gambaran pelaksanaan
tindakan oral hygiene oleh perawat pada pasien stroke. Melihat fenomena dan penjabaran latar
belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan literature review mengenai bagaimana
hubungan pengetahuan perawat dengan pelaksanaan tindakan oral hygiene oleh perawat pada
pasien stroke?
Tujuan
Mengetahui pelaksanaan tindakan oral hygiene pada pasien stroke

Manfaat Penelitian
Bagi Rumah Sakit
Hasil literature review ini diharapkan bisa menjadi tambahan infromasi bagi pelayanan kesehatan dan keperawatan
sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan yang tepat dan berkualitas pada pasien gagal
jantung kongestif.
Bagi Perawat
Hasil literature review ini diharapkan bisa menjadi tambahan informasi bagi perawat untuk memberikan
penyuluhan kesehatan dan discharge planning pada pasien stroke agar memenuhi kebutuhan dasar sehingga
dapat memberikan rasa nyaman bagi pasien stroke.
Bagi Institusi
Hasil literature review ini dapat memberikan tambahan referensi bagi institusi pendidikan untuk penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan oral hygiene
Bagi Penderita
Hasil literature review ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pengetahuan serta
perilaku kesehatan pasien stroke dalam mencegah terjadinya infeksi rongga mulut.
Ruang Lingkup Masalah Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini mengenai gambaran pelaksanaan tindakan oral hygiene pada
pasien stroke. Sumber artikel atau topik literature didapatkan melalui penelusuran yang
dilakukan secara online melalui Google Scholar. Dalam pencarian artikel dibatasi dari tahun 2009
hingga 2019, serta menggunakan kata kunci yang digunakan dalam penelusuran artikel dalam
penelitian ini adalah oral hygiene, oral care, stroke dan stroke patients.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Pengertian Perawat
Perawat adalah individu yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan pelayanan keperawatan
berdasarkan ilmu yang telah dimilikinya melalui proses pendidikan keperawatan. perawat merupakan seorang
yang telah lulus atau menempuh jenjang pendidikan keperawatan sehingga memiliki kemampuan
keperawatan untuk melakukan tindakan atau pelayanan keperawatan (Maharani, 2017). Sedangkan menurut
Rosdahl (2014) perawat merupakan bagian penting dalam tim pelayanan kesehatan yang telah menempuh
atau lulus dari pendidikan keperawatan.
Peran Perawat
Peran merupakan suatu keadaan dari tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang yang
sesuai dengan kedudukannya dalam suatu lingkungan (Serri, 2010).
Perawat mempunyai peran dan fungsi sebagai berikut:
Pemberian perawatan (Care Giver)
Care giver adalah perawat yang berperan sebagai seseorang yang memberikan asuhan keperawatan berupa
pelayanan keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui proses pendekatan keperawatan
yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, rencana dan tindakan serta evaluasi keperawatan (Serri,
2010).
Sebagai advokat keluarga / client advocate (pembela)
Client advocate adalah perawat yang berperan sebagai pembela atau penghubung antara klien
dengan tim kesehatan lain dalam mengupayakan pemenuhan kebutuhan klien, membela hak dan
juga kepentingan klien serta membantu klien untuk memahami semua informasi dan upaya
kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan kepada klien dengan pendekatan tradisional maupun
professional (Serri, 2010)
Pencegahan penyakit
Upaya pencegahan merupakan bagian dari bentuk pelayanan keperawatan sehingga setiap dalam
melakukan asuhan keperawatan harus selalu mengutamakan tindakan pencegahan terhadap
timbulnya masalah baru sebagai dampak dari penyakit atau masalah yang diderita.
Educator (Pendidik)
Selain memberikan asuhan keperawatan perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik
karena perawat harus membantu klien klien untuk meningkatkan kesehatannya dengan
memberikan pengetahuan atau informasi yang berkaitan dengan keperawatan dan tindakan medic
yang diterima klien, sehingga klien ataupun keluarga dapat menerima tanggungjawab terhadap
suatu hal yang telah diketahuinya (Serri, 2010).
Konseling/ consellor (konselor)
Perawat yang berperan sebagai konselor merupakan perawat yang berupaya untuk
mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat maupun sakit.
Kolaborasi
Perawat yang berperan sebagai collaborator merupakan perawat yang bekerja sama dengan
keluarga ataupun tim kesehatan lainnya dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan
asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada klien yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan klien terhadap kesehatannya.
Pengambilan keputusan etik
Dalam pengambilan keputusan, perawat mempunyai peran yang sangaat penting sebab perawat
selalu berhubungan dengan pasien kurang lebih 24 jam selalu disamping pasien, maka peran
perawatan sebagai pengambil keputusan etik dapat dilakukan oleh perawat, seperti akan
melakukan tindakan pelayanan keperawatan
Peneliti
Peran perawat ini sangat penting yang harus dimiliki oleh semua perawat pasien. Sebagai
peneliti, perawat harus melakukan kajian-kajian keperawatan pasien, yang dapat dikembangkan
untuk perkembangan teknologi keperawatan. Peran perawat sebagai peneliti dapat dilakukan
dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pasien (Hidayat, 2012).
 
Definisi Oral Hygiene
Oral hygiene merupakan salah satu tindakan keperawatan yang sangat penting, apabila tidak
dilakukan maka akan menimbulkan masalah kesehatan pada mulut. Tindakan tersebut perlu
disesuaikan dengan kebutuhan pasien, status kesehatan dan fungsional, status kesadaran serta
kondisi penyakit. (Andarmoyo, 2012).
Oral hygiene merupakan salah satu tindakan yang diperlukan untuk menjaga agar mulut
terhindar dari infeksi. Dengan melakukan oral hygiene juga dapat membersihkan serta
menyegarkan mulut seseorang, selain itu bagi penderita atau pasien yang mengalami defisit
neurologis dari yang ringan hingga berat termasuk dalam gangguan pemenuhan kebutuhan diri
(Activity Daily Living) (Suyatmi, dkk, 2013).
Oral hygiene sangat penting bagi manusia, karena mulut merupakan pintu utama masuknya
bakteri ke dalam tubuh, bisa melalui makanan serta minuman yang masuk kedalam tubuh
(Sariningsih, 2012).
Tujuan
Menurut Kumar & Clark (2005) dalam Siskaningrum (2018) oral hygiene mempunyai tujuan yaitu:

Menjaga kontinuitas bibir, lidah serta mukosa membrane mulut.


mencegah terjadinya infeksi rongga mulut.
Melembabkan membrane mukosa mulut dan bibir.
Mencegah terjadinya penyakit gigi dan mulut.
Membantu meningkatkan daya tahan tubuh.
Memperbaiki fungsi mulut untuk memperbaiki fungsi makan.
Meningkatkan rasa nyaman.
Meningkatkan harga diri serta penampilan
 
Faktor yang Mempengaruhi Oral Hygiene
Menurut Perry & Peoter (2012) dalam Siskanigrum (2018) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi seseorang melakukan oral hygiene antara lain:
Citra tubuh
Faktor social
Status social ekonomi
Pengetahuan
Kebudayaan
Pilihan pribadi
Kondisi fisik
Cara Menyikat Gigi yang Benar
Menurut Hidayat (2016) ada beberapa langkah dalam menyikst gigi, diantaranya:
Posisi sikat gigi membentuk sudut 45°, kemudian gosok gigi secara lembut serta perlahan
dengan cara memutar.
Gunakan gerakan yang sama, yaitu memutar untuk menyikat bagian permukaan pada gigi
bagian dalam.
Gosok semua bagian permukaan gigi yang digunakan untuk mengunyah yaitu gigi geraham.
Caranya ialah menggunakan ujung bulu sikat gigi dengan tekanan riingan sehingga bulu sikat gigi
tidak membengkok.
Gosok gigi dengan posisi tegak, kemudian gerakkan perlahan kea rah atas dan bawah untuk
membersihkan gigi depan bagian dalam.
Menyikat lidah setelah selesai menggosok gigi dapat membersihkan bakteri sehingga membuat
napas lebih segar serta terhindar dari bau mulut.
 
Prosedur Pelaksanaan Oral Hygiene
Menurut Temple & Johnson (2005) dalam Sisikaningrum (2018) menjelaskan prosedur
pelaksanaan oral hygiene, diantarnya:
Alat dan bahan
Sikat gigi lembut
Pasta gigi
Swab gigi
Bengkok
Handuk atau waslap serta perlak
Segelas air
Cairan pencuci mulut
Suction (untuk pasien yang tidak sadar atau mengalami penurunan kesadaran
Pengertian
Stroke adalah suatu penyakit gangguan neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak
yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan cacat atau kematian (Munir, 2015). Sedangkan menurut
Rahayu (2015) stroke merupakan sindrom klinis yang berupa gangguan fungsi otak sebagian atau seluruhnya
yang diakibatkan oleh adanya gangguan suplai darah ke otak.
Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang menunjukkan beberapa kelainan pada otak baik secara
fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh beberapa keadaan patologis dari pembuluh darah serebral
atau dari seluruh pembuluh darah otak, yang disebabkan oleh robekan pembuluh darah atau oklusi parsial atau
total yang bersifat sementara maupun permanen (Yasmara et al, 2016).
Etiologi
Menurut Black dan Hawks (2014) stroke disebebkan karena aliran darah ke otak bisa menurun dengan
beberapa cara. Iskemik terjadi ketika suplai darah ke bagian dari otak terganggu atau tersumbat total.
Kemampuan bertahan yang utama pada jaringan otak yang iskemik bergantung pada lama waktu kerusakan
ditambah dengan tingkatan gangguan dari metabolisme otak. Iskemik biasanya terjadi karena trombosis atau
embolik. Stroke yang terjadi karena trombosis lebih sering terjadi dibandingkan karena embolik.
Stroke bisa disebut dengan “pembuluh darah besar” dan “pembuluh darah kecil”. Stroke pada pembuluh darah
besar disebabkan karena adanya sumbatan pada arteri serebral utama, seperti pada karotid interna, serebral
anterior, serebral media, serebral posterior, vertebral, dan arteri basilaris. Sedangkan stroke pembuluh darah
kecil terjadi pada pembuluh darah kecil yang merupakan cabang dari pembuluh darah besar yang masuk ke
bagian lebih dalam bagian otak. Ada tiga hal yang menyebabkan terjadinya stroke, antara lain :
Trombosis
Penggumpalan atau biasa disebut dengan trombus mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian garis
endotelial pada pembuluh darah. Arterosklerosis merupakan penyebab utama terjadinya trombus.
Arterosklerosis menyebabkan zat lemak tertumpuk kemudian membentuk plak pada dinding pembuluh
darah. Plak ini terus membesar dan menyebabkan penyempitan (stenosis) pada arteri. Stenosis ini dapat
menghambat aliran darah yang biasanya lancar pada arteri. Darah akan berputar-putar di bagian
permukaan yang terdapat plak, sehingga menyebabkan penggumpalan yang akan melekat pada plak
tersebut yang akhirnya rongga pembuluh darah menjadi tersumbat. Selain itu, penyumbatan dapat
terjadi karena adanya inflamasi pada arteri atau disebut arteritis atau vaskulitis tetapi hal ini jarang
terjadi.
Embolisme
Sumbatan pada arteri serebral yang disebabkan oleh embolus menyebabkan terjadinya stroke embolik.
Embolus terbentuk di bagian luar otak, kemudian terlepas dan mengalir melalui sirkulasi serebral sampai
embolus. Embolus tersebut melekat pada pembuluh darah sehingga terjadi penyumbatan pada arteri.
Embolus yang paling sering terjadi adalah plak. Trombus dapat terlepas dari arteri karotis bagian dalam
pada bagian luka plak dan bergerak ke dalam sirkulasi serebral.
Perdarahan (Hemoragik)
Perdarahan intraserebral paling banyak disebabkan oleh adanya ruptur arterosklerotik serta hipertensi
pembuluh darah yang bisa menyebabkan perdarahan di dalam jaringan otak. Perdarahan intraserebral
paling sering terjadi akibat dari penyakit hipertensi dan umumnya terjadi setelah usia 50 tahun. Akibat lain
dari perdarahan adalah aneurisma. Aneurisma merupakan pembekakan pada pembuluh darah. Walaupun
aneurisma serebral biasanya kecil (2-6 mm), hal ini bisa menyebabkan ruptur. Diperkirakan sekitar 6% dari
seluruh stroke disebabkan oleh ruptur aneurisma. Stroke yang disebabkan oleh perdarahan sering kali
menyebabkan spasme pembuluh darah serebral dan iskemik pada serebral karena darah yang berada di
luar pembuluh darah membuat iritasi pada jaringan. Stroke hemoragik biasanya menyebabkan terjadinya
kehilangan fungsi yang banyak dan penyembuhannya paling lambat dibandingkan dengan tipe stroke yang
lainnya. Jumlah volume perdarahan merupakan satu-satunya perdiktor yang paling penting untuk melihat
kondisi pasien. Oleh sebab itu, tidak mengherankan bahwa perdarahan pada otak penyebab paling fatal
dari semua jenis stroke.
Hypoksia umum
Hipertensi yang payah, Cardiac pulmonary arrest, Cardiac output turun akibat aritmia (Nugroho et al,
2016)
Hipoksia setempat
Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain (Nugroho et al, 2016).
Penyebab lain
Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi dapat menurunkan aliran darah ke arah
otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang menyempit. Spasme yang hanya berdurasi pendek
tidak selamanya menyebabkan kerusakan otak yang permanen. Kondisi hiperkoagulasi adalah
kondisi terjadinya penggumpalan yang berlebihan pada pembuluh darah yang bisa terjadi pada
kondisi kekurangan protein C dan protein S, serta gangguan aliran gumpalan darah yang dapat
menyebabkan terjadinya stroke trombosis dan stroke iskemik.
Klasifikasi Stroke
Menurut Wijaya dan Yessie (2013) stroke diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan suatu jenis stroke yang terjadi akibat adanya perdarahan pada
otak serebral atau subarknoid sehingga terjadi pecah pembuluh darah pada otak. Biasanya
terjadi pada saat melakukan aktivitas aktif ataupun saat sedang beristirahat. Pada umumnya
stroke hemoragik akan menyebabkan kesadaran pasien menurun
Stroke Non Hemoragik
Stroke non hemoragik adalah stroke yang terjadi akibat adanya emboli dan trombosis sereberal,
pada stroke non hemoragik tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia sehingga dapat
menimbulkan terjadinya hipoksia yang dapat memicu edema sekunder, namun kesadaran umum
pasien tidak mengalami penurunan atau bisa dikatakan baik
Patofisiologi
Otak merupakan salah satu organ dari tubuh yang tidak dapat memproduksi oksigen sendiri. Kekurangan oksigen dalam
jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan kematian sel maupun jaringan. Stroke akan sangat meluas saat serangan
pertama terjadi ini dapat memicu terjadinya peningkatan tekanan intra kranial (TIA) selain itu ada beberapa faktor yang
dapat menyebabkan serangan stroke menjadi parah yaitu faktor hipertensi. (Wijaya dan Yessie, 2013).
Stroke non hemoragik
Klasifikasi stroke non hemoragik atau infark menurut Wijaya dan Mariza, (2013) sebagai berikut:
TIA (Transient Ischemic Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi dalam waktu 24 jam, dimana gejala ini akan hilang dan timbul dengan
spontan.
Stroke komplit
Gejala neurologis fokal terus berkembang sehingga terlihat semakin berat dan memburuk setelah 48 jam. Defisit
neurologis yang timbul berlangsung secara bertahap dari ringan hingga menjadi berat.
Stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah dapat menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan subarachnoid yang
menimbulkan perubahan komponen intrakranial yang seharusnya konstan. Akibat adanya perubahan komponen
intrakranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan tekanan intracranial, apabila terus
berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga menyebabkan kematian. Disamping itu, darah yang mengalir ke
ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut
menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga dapat terjadi nekrosis jaringan otak (Ningtiyas, 2017)
Komplikasi
Menurut Haryanto & Rini (2015) komplikasi stroke yang mungkin terjadi meliputi peningkatan
tekanan intrakranial, disritmia jantung, kontraktur, kejang akibat kerusakan atau gangguan pada
listrik otak, nyeri kepala kronis seperti migrain, malnutrisi, immobilisasi yang dapat
menyebabkan infeksi pernafasan, dekubitus dan konstipasi, paralisis yang dapat menyebabkan
nyeri kronis, risiko jatuh, serta atropi.
Tanda dan Gejala
Menurut Kemenkes (2017) stroke memiliki tanda-tanda meliputi mati rasa, lemah, lumpuh pada
wajah, lengan atau kaki pada sisi tubuh, gangguan visual, gangguan bicara.
Sedangkan gejala stroke menurut Kemenkes (2017) meliputi senyum tidak simetris, gerak
separuh anggota tubuh melemah tiba-tiba, bicara pelo/tidak dapat berbicara/tidak mengerti
kata-kata/berbicara tidak nyambung, kebas atau baal/ kesemutan separuh tubuh, rabun,
pandangan satu mata kabur, terjadi tiba-tiba, sakit kepala hebat yang muncul tiba-tiba dan tidak
pernah dirasakan sebelumnya, gangguan fungsi keseimbangan seperti terasa berputar, serta
gerakan sulit di koordinasi.
Kerangka Teori

Oral Hygiene

Tujuan oral Faktor-faktor yang Kurangnya oral


hygiene mempengaruhi oral hygiene
hygiene
•Citra tubuh
Prosedur •Faktor social
pelaksanaan oral •Status social ekonomi
hygiene •Pengetahuan Masalah pada oral
•Pasien sadar, tetapi •Kebudayaan hygiene
•Pilihan pribadi •Karies gigi
tidak bisa
•Kondisi fisik •Gingivitis
melakukan secara
•Penyakit periodontal
mandiri
•Pasien tidak sadar •Periodontitis
•Karang gigi/ kalkulus

Pasien stroke

Perawat
melakukan
tindakan oral
hygiene
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian merupakan sebuah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang
ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo,
2012). Konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan penyamarataan suatu pengertian.
Oleh karena itu, konsep tidak dapat diukur serta diamati secara langsung. Supaya dapat diamati
dan diukur, maka konsep tersebut harus dijabarkan kedalam variabel-varibel (Notoatmodjo,
2012).
Hal ini sesuai dengan topic permasalahan yang telah penulis pilih, literature review ini akan
membahas terkait beberapa penelitian dengan topic Gambaran Pelakanaan Tindakan Oral
Hygiene Pada Pasien Stroke. Adapun variabel yang akan dibahas adalah pelaksanaan tindakan
oral hygiene pada pasien stroke.
Tepat

Pelaksanaan Tindakan Oral


Perawat Hygiene pada Pasien Stroke

Tidak Tepat
Definisi Operasional
 
Definisi operasional merupakan definisi yang digunakan untuk membatasi ruang
lingkup atau penelitian variabel-variabel yang diamati atau diteliti. Perlu sekali
variabel-variabel tersebut diberi batasan “definisi operasional”. Definisi operasional
juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap
variabel-variabel bersangkutan serta pengembangan instrument atau alat ukur
(Notoatmodjo, 2012).

Variabel Definisi Operasioal


Oral Hygiene Salah satu tindakan keperawatan untuk membersihkan
  gigi dan mulut sehingga memberikan rasa nyaman pada
mulut pasien
BAB IV
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan adalah literature review atau tinajuan pustaka terkait dengan hubungan pengetahuan
perawat dengan pelaksanaan oral hygiene pada pasien stroke. Literature review ini disusun melalui pencarian
atau penelusuran artikel penelitian yang telah dipublikasi.
Sumber Artikel
Sumber artikel atau topik literature didapatkan melalui penelusuran yang dilakukan secara online melalui
Google Scholar. Kata kunci yang digunakan dalam penelusuran artikel dalam penelitian ini adalah oral
hygiene, oral care, stroke dan stroke patients.
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Tahun Penerbitan
Artikel yang akan di review dalam rentang terbitan antara 2009 sampai 2019.
Metode
Jenis penelitian yang diambil dalam penelusuran artikel penelitian ini adalah deskriptif, kolerasi, dan cross
sectional,
Populasi & Sampel
Populasi dalam penelitian yang akan dimasukkan dalam artikel yang terseleksi atau yang sudah diseleksi
adalah pasien stroke.
BAB VI
PEMBAHASAN

Dalam bab ini peneliti akan membahas mengenai hasil literature review tentang hubungan
pengetahuan perawat dengan pelaksanaan tindakan oral hygiene pada pasien stroke. Berdasarkan
hasil pencarian artikel yang sudah dipaparkan pada BAB V, maka hubungan pengetahuan perawat
dengan pelaksanaan tindakan oral hygiene pada pasien stroke adalah sebagai berikut:
Gambaran Pelaksanaan Tindakan Oral Hygiene Pada Pasien Stroke
Oral hygiene merupakan salah satu intervensi yang dapat mempengaruhi kenyamanan pada mulut
pasien dan merupakan pencegahan terjadinya infeksi pada mulut (Septian, 2013). Oral hygiene dalam
kesehatan gigi dan mulut sangatlah penting, beberapa masalah mulut dan gigi dapat terjadi karena
kurangnya menjaga kebersihan gigi dan mulut (Wowor, 2017).
Oral hygiene merupakan suatu tindakan keperawatan yang dilakukan untuk pasien dengan tujuan
untuk memberikan rasa nyaman kepada pasien serta untuk mencegah terjadinya infeksi atau masalah
kesehatan yang terjadi pada mulut. Tindakan tersebut tidak hanya dilakukan pada pasien sadar, namun
pada pasien yang tidak sadar pun sangat membutuhkan tindakan tersebut. Oleh karena itu peran
perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan sangat diperlukan untuk melakukan tindakan oral
hygiene bagi pasien yang mengalami gangguan penurunan kesadaran serta gangguan mobilitas fisik.
Hasil review yang telah dilakukan oleh peneliti dengan cara menelaah jurnal/artikel penelitian
dengan responden seorang perawat menunjukkan bahwa gambaran pelaksanaan tindakan oral
hygiene sebagian besar dilaksanakan dengan tepat. Hal ini didukung penelitian Suyatmi, dkk
(2013) bahwa pelaksanaan tindakan oral hygiene pada pasien stroke bahwa dari 30 responden
sebanyak 18 orang atau (60,0%), perawat melaksanakan tindakan oral hygiene dengan tepat dan
sisanya sebanyak 10 orang atau (33,3%) melaksanakan tindakan oral hygiene kurang tepat dan
terdapat 2 orang atau (6,7 %) yang melaksanakan oral hygiene dengan tidak tepat.
Pelaksanaan tindakan oral hygiene yang tepat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya yaitu pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi apabila
seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan tersebut dapat
berupa ingatan seseorang pada suatu materi yang telah didapatkan atau diperolehnya selama
waktu tertentu (Notoatmodjo, 2012).
Berdasarkan hasil telaah jurnal didapatkan 2 dari 3 jurnal menyatakan bahwa pengetahuan
perawat dalam kategori baik, jurnal tersebut dari penelitian Ghofar dan Subeqi (2015) serta
Rosyid (2009) yang menyatakan bahwa sebagian besar pengetahuan perawat berada pada
kategori baik. Sedangkan 1 jurnal dalam kategori cukup yaitu penelitian Salam, dkk (2013)
bahwa dari 30 responden sebagian besar pengetahuan seorang perawat berada pada kategori
cukup sebanyak 20 orang arau 66,7% dan sisanya berada pada kategori kurang.
Pengetahuan yang baik dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang. Tingkat
pendidikan yaitu pendidikan yang dimiliki responden rata-rata cukup untuk memahami
pentingnya melakukan tindakan oral hygiene pada pasien stroke. Tingginya tingkat pendidikan
akan mempengaruhi pengetahuan serta pengalaman seseorang, Perry & Potter (2009)
menyatakan bahwa tingkat pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan tentang pendidikan.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi pikiran seseorang.
Seseorang yang berpendidikan dalam menemui suatu masalah akan berusaha berfikir sebaik
mungkin dengan tenang terhadap suatu masalah. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin
mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang di miliki. Sebaliknya
pendidikan yang kurang dapat menghambat perkembangan seseorang terhadap nilai-nilai yang
diperkenalkan (Nursalam, 2001).
Perawat yang tingkat pendidikan S1 kemungkinan mempunyai pengetahuan tentang
pelaksanaan oral hygiene pada penderita stroke juga semakin baik dibandingkan dengan
perawat yang berpendidikan D3 (Salam, dkk, 2013). Hal ini tidak sejalan dengan 2 jurnal yang
memiliki pengetahuan baik, bahwa sebagian besar berpendidikan D3. Hal ini dipenagurhi oleh
lama bekerja seorang perawat pada penelitian Rosyid (2019), sebagian besar responden telah
bekerja lebih dari 5 tahun (555,2%) atau 16 orang. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin
lama masa kerja seseorang maka pelaksanaan tindakan oral hygiene pada pasien stroke akan
semakin baik. Hal ini didukung oleh Purwati (2016) bahwa lama bekerja responden 5 tahun
sebanyak 6 orang (42%) dalam kategori cukup, kurang sebanyak 3 orang (25%), dan baik
sebanyak 4 orang (35%).
Menurut Purwati (2016) pendidikan yang telah di tempuh oleh seorang perawat tidak hanya
memberikan ilmu pengetahuan secara langsung dalam pelaksanaan tugasnya, akan tetapi
sebagai landasan bagi perawat untuk mengembangkan diri serta kemampuannya dalam
melakukan tindakan oral hygiene serta motivasi bagi perawat yang berpendidikan tinggi akan
lebih baik karena telah mempunyai ilmu dan wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan
perawat yang berpendidikan rendah.
Hal ini dibuktikan dengan rata-rata nilai p value adalah < 0,05 dan didukung oleh hasil penelitian
Ghofar dan Subeqi (2015) dengan hasil uji statistik nilai p (0,001) yang artinya lebih kecil dari a
(0,05) sehingga dapa disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan perawat dengan
pelaksanaan tindakan oral hygiene pada pasien stroke.
Menurut teori Orem tugas perawat adalah memberikan asuhan keperawatan serta membantu
pasien berdasarkan dengan kebutuhan dasar manusia. Hal ini terdapat 3 kriteria kebutuhan
dasar manusia diantaranya adalah pasien yang membutuhkan bantuan secara keseluruhan,
pasien yang hanya membutuhkan bantuan secara sebagian, serta pasien yang hanya atau cukup
dibantu saja seperti pasien stroke yang masih membutuhkan bantuan seorang perawat untuk
membantu melakukan oral hygiene.
Kolaborasi seorang perawat pada tahap pelaksanaan oral hygiene menurut teori Freadman yaitu
pada tahap pertama dilakukan oleh perawat secara keseluruhan, tahap kedua perawat
memberikan edukasi pada keluarga pasien terhadap langkah-langkah tindakan oral hygiene,
kemudian pada tahap ketiga tindakan oral hygiene dilakukan oleh keluarga pasien sehingga
perawat hanya sebagai supervisor atau mengamati keluarga pasien pada saat melakukan
tindakan oral hygiene.
Tindakan oral hygiene sangat penting bagi pasien stroke dan pasien yang sadar ataupun tidak
sadar karena bertujuan untuk menghindari terjadinya masalah kesehatan pada mulut (Hamdani,
2011). Oleh karena itu tindakan oral hygiene pada pasien stroke dilakukan minimal 2 kali sehari
untuk mencegah terjadinya infeksi pada mulut pasien.
Implikasi
Implikasi Terhadap Pelayanan Kesehatan
Hasil review ini menyatakan bahwa gambaran pelaksanaan tindakan oral hygiene dapat dipengaruhi oleh
pengetahuan serta sikap perawat, dan juga pengetahuan pasien stroke akan pentingnya tindakan oral
hygiene. Secara teori dan penelitian bahwa tindakan oral hygiene sangat penting bagi pasien stroke atau
pasien yang menjalani rawat inap sehingga perlu untuk diperhatikan oleh perawat serta keluarga pasien.
Implikasi Terhadap Pendidikan
Informasi dan hasil review ini dapat bermanfaat untuk digunakan sebagai bahan pengembangan ilmu
pengetahuan yang ada di Program Studi Sarjana Keperawatan tentang gambaran pelaksanaan tindakan
oral hygiene pada pasien stroke serta dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien stroke.
Implikasi Terhadap Penelitian
Informasi dan hasil review ini menyatakan bahwa sebagian besar tindakan oral hygiene pada pasien
stroke dilakukan dengan tepat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suyatmi, dkk (2013) bahwa
sebagian besar tindakan perawat dalam memberikan Oral Hygiene secara tepat sebanyak (60,0%) atau
18 orang, kurang tepat (33,3%) atau 10 orang dan sisanya tidak tepat sebanyak (6,7%) atau 2 orang dan
sebagian besar pasien stroke memiliki kebersihan gigi dan mulut yang bersih sebanyak (60,0%) atau 18
orang, kurang bersih (30,0%) atau 9 orang dan sisanya tidak bersih sebanyak (10,0%) atau 3 orang.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memeliki keterbatasan penelitian yaitu:
Peneliti merasa kesulitan dalam mencari jurnal/artikel terkait topic yang sama dengan judul dan
responden yang diambil oleh peneliti seperti artikel yang tidak sesuai dengan kriteria inklusi dan
jurnal/artikel tidak full text sehingga peneliti harus teliti dalam mencari jurnal serta
menambahkan keyword untuk mempermudah dalam pencarian artikel/jurnal.
 
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil review penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dari 5 jurnal yang terkait
sebagian besar perawat melakukan tindakan oral hygiene pada pasien stroke dengan tepat. Sebagian besar tindakan
tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan seorang perawat.
Saran
Bagi rumah sakit
Setelah mengetahui bagaimana gambaran pelaksanaan tindakan oral hygiene pada pasien stroke, diharapkan pihak rumah
sakit dapat meningkatkan lagi terkait pelaksanaan tindakan oral hygiene sesuai dengan standar prosedur operasional yang
ada.
Bagi perawat
Setelah mengetahui informasi mengenai literature review ini diharapkan perawat dapat memberikan tindakan keperawatan
seperti oral hygiene pada pasien stroke, sehingga dapat meningkatkan rasa nyaman bagi pasien tersebut.
Bagi institusi
Bagi mahasiswa Keperawatan STIKes Indramayu diharapkan setelah mengetahui informasi dari hasil review ini mahasiswa
dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode yang lebih baik sehingga dapat mengetahui
hubungan pengetahuan dengan pelaksanaan tindakan oral hygiene pada pasien stroke.
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, Sulistyo. (2012). Personal Hygiene; Konsep, Proses, dan Aplikasi
dalam Praktik Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Aryanti, R. P, dkk. (2018). Pengetahuan dan Sikap Perawat Tentang Pelaksanaan Oral Hygiene Pada Pasien Terpasang Ventilator
Mekanik. Jurnal Keperawatan Suaka Insan. 3 (2), 1-7
Black, M.J. & Hawk, H.J. (2009). Medical surgical nursing: clinical management for positive outcome, Elsevier, Singapura.
Black, M. J. & Hawk, H. J (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan. Ed. 8. Edisi Bahasa
Indonesia. Singapore : Elsevier.
Budiman & Riyanto. (2014). Kapita Selekta Kuesioner: Pengetahuan dan Sikap Dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba
Medika
Corsalini, et al. (2010). Study on Oral Rehabilitation in stroke Patients: Analysis of a Group 33 Patients. Gerondontology. 27 (3)
Ghofar, Abdul & Subeqi, I. M. (2015). Hubungan antara pengetahuan dan sikap perawat dengan kemampuan teknikal perawat
dalam pelaksanaan oral hygiene pada penderita stroke. Jurnal Edu Health. 1 (5)
Hutahaean, Serri. 2010. Konsep dan Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta : TIM
Hidayat, A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Hidayat. (2012). Riset Kperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakrta: Salemba Medika
Hidayat, Rachmat. (2016). Kesehatan Gigi dan Mulut-Apa Yang Sebaiknya Anda Tahu. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET
Hunter, J.D. (2006). Ventilator Associated Pneumonia. Postgrad med. http://pmj.bmj.com/content/82/965/172/full.
Irfan, Muhammad. (2010). Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Yogyakarta: Graha Ilmu

Irma, Indah & Intan, Ayu. (2013). Penyakit Gigi, Mulut, dan THT. Yogyakarta: Nuha Medika

Istiqomah. (2018). Hubungan Sikap Caring Perawat dengan Pelaksanaan Oral Hygiene Berbasis Teori Swanson di Ruang
Flamboyan Rsud Jombang. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendikia Medika. Skripsi. 14.321.0023%20%20ISTIQOMAH
%20SKRIPSI.pdf (diakses pada tanggal 3 juni 2020)

Kemenkes. (2017). World Stroke Day. https://www.kemenkes.go.id

Lam, et al. (2013). Effect of Oral Hygiene Interventions on Opportunistics Pathogens in Patients After Stroke. American Journal of
Infection Control. 41 (2).

Lestari, P. E. (2010). Faktor Virulensi pada Patogenesis Infeksi Candida Albicans. JKG Unej. 2 (7), 113:17

Maharani, D. Y. (2017). Buku Pintar Kebidanan dan Keperawataan. Yogyakarta: Brilliant Books

Mubarak, W. I. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba Medika

Mukhtar, Asia, dkk. (2017). Knowledge, Attitude and Practices of Nurses to Oral Care for Hospitalized Patients in Services
Hospital, Lahore. Scholars Middle East Publishers. 5 (3)

Munir, Badrul. (2015). Neurologi Dasar. Jakarta : CV Sagung Seto.

Ningtiyas, I. F. (2017). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemandirian Dalam Activity Daly Living Pada Pasien Pasca Stroke Di
Poliklinik Syaraf Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.

Notoatmodjo. (2010). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo. (2011). Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta ; Rineka Cipta.
Nursalam. (2014). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Praktis Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika
Perry & Poeter. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice, Edisi 7. Vol. 3. Jakrta: EGC
Rahayu, I. N. (2015). Pengaruh Pemberian Latihan Range Of Motion (Rom) Terhadap Kemampuan Motorik Pada Pasien
Post Stroke Di Rsud Gambiran. 2 (6)
Riskesdas. (2013). Tersedia pada http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/Data%20Riskesdas%20 2013.pdf diakses
tanggal 6 Juni 2020
Rosdahl, C. B. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar. Edisi 10 Vol 1. Jakarta:EGC
Rosyid, F. N. (2010). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat dalam Pelaksanaan Oral Hygiene pada Pasien Stroke di
Ruang Interna. Media Informasi Ilmiah.
Salam, A. S, dkk. (2013). Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Pelaksanaan Oral Hygiene Pada Penderita Stroke di
Ruang Perawatan RSUD Labuang Baji Makassar. 5 (2)
Sariningsih. (2012). Merawat Gigi Anak Sejak Usia Dini. Jakarta: Grmaedia
Setianingsih, dkk. (2017). Gambaran Pelaksanaan Tindakan Oral Hygiene Pada Pasien di Ruang Intensive Care Unit (ICU).
Jurnal Perawat Indonesia. Vol 2
Septian, Muhammad. 2013. Gambaran Pelaksanaan Tindakan Oral Hygiene di RSUD Indramayu. Skripsi. Stikes Indramayu
Siskaningrum, Auliasari. 2018. Perbedaan Efektivitas Antara Oral Hygiene Chlorhexidine Dengan Povidone Iodine
Terhadap Pertumbuhan Kolonisasi Staphylococcus Aureus Dan Candida Albicans Pada Klien Stroke. Tesis. Surabaya:
Universitas Airlangga
Sunaryo. (2014). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC
Suyatmi, dkk. (2013). Gambaran Pelaksanaan Tindakan Oral Hygiene Pada Pasien stroke di RSUD Massenrempulu
Kabupaten Enrekang. 5 (2).
Tahulending, A. A & Wuse Chintia. (2013). Cara Menyikat Gigi dan Terjadinya Resesi Gingiva. JIK, 1 (8).
Wayunah & Saefulloh, Muhammad. (2016). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stroke Di RSUD
Indramayu. 2 (2): 65-76
Wijaya, A. S. & Yessie, M. P. (2013). Keperawatan Medikal Bedah :Keperawatan Dewasa Teori Dan Contoh Askep.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Wowor, Erdianti, dkk. (2017). Hubungan Sikap Caring Perawat Dengan Pelaksanaan Oral Hygiene Pada Pasien Total Care
di RSU Pancaran Kasih GMIM Manado. e-journal Keperawatan (e-Kep). 1 (5)
Yasmara et al. (2017). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah : Diagnosis NANDA-I 015-2017 Intervensi NIC Hasil
NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai