Anda di halaman 1dari 9

PANDANGAN

AGAMA TENTANG
PENDIDIKAN MEDIS

NAMA KELOMPOK :
ASMARANY FAUZAN ACHMADI

201560411037

ZAHRA FIRLY SALSABYLA

201560411036

KELOMPOK 15
BAB I PENDAHULUAN

– Tindakan medis adalah tindakan professional oleh dokter terhadap pasien dengan tujuan
memelihara, meningkatkan, memulihkan kesehatan, atau menghilangkan atau
mengurangi penderitaan. meski memang harus dilakukan, tetapi tindakan medik tersebut
ada kalanya atau sering dirasa tidak menyenangkan.
– Telah kita ketahui bahwa hukum-hukum Islam lebih maju dari hukum-hukum modern
lainnya dalam menetapkan dasar-dasar tanggung jawab untuk melindungi hak-hak dokter
dan pasien. Islam juga mendorong perkembangan metode ilmiah yang layak dalam
prosedur medis.
– Oleh karena itu kita akan membahas bagaimana pandangan islam terhadap tindakan
medis.
BAB II PEMBAHASAN
PANDANGAN AGAMA TENTANG PENDIDIKAN MEDIS

– Imam Malik meriwayatkan hadist, bahwa Rasulullah SAW bersabda “Janganlah


membahayakan diri dan membahayakan orang lain” diriwayatkan juga dari Amr bin
Shuaib dari bapaknya dari kakeknya bahwa Rasulullah bersabda “Barang siapa yang
melakukan praktik pengobatan padahal ia tidak dikenal memiliki keahlian sebagai dokter
maka ia harus bertanggung jawab".
– Pada zaman Fir’aun mesir, ilmu kedokteran disusun dalam kitab pedoman mereka. Dokter harus
mematuhi buku itu, jika ia melanggarnya dan pasien meninggal, dokter harus membayar dengan
kepalanya. Dengan kata lain, dieksekusi mati. Di Babylon, undang-undang Hammurabi membuat
aturan-aturan ketat yang membuat para dokter bertanggung jawab atas tindakannya. Tangan dokter
akan dipotong jika ia menyebabkan pasien kehilangan anggota tubuh mereka atau menyebabkan
malfungsi fisik seorang manusia.
BAB II PEMBAHASAN
PANDANGAN AGAMA TENTANG
PENDIDIKAN MEDIS
– Di zaman Yunani Kuno, setelah Hippocrates membebaskan ilmu kedokteran dari unsur mistis, ia
mengharuskan para muridnya untuk bersumpah. Tapi sumpah ini tidak merujuk kepada suatu
pertanggung jawaban apapun. Ia lebih kepada komitmen moral atau sesuatu yang tidak bisa
dinyatakan secara jelas, karena tidak ada unsur kriminal apapun yang berkaitan dengan tindakan
dokter dalam pandangan mereka.
– Di zaman Yunani Kuno, setiap kesalahan atau penyebab oleh seorang dokter menyebabkan mereka
harus membayar kompensasi. Akan tetapi hukuman tersebut bervariasi tergantung dari status sosial
si pasien. Kematian seorang pasien bisa menyebabkan eksekusi mati atau pengasingan sang dokter.
– Pada abad pertengahan di Eropa, jika seorang pasien meninggal karena keteledoran atau
pelanggaran dokter, sang dokter akan diserahkan kepada keluarga pasien. Merekalah yang
akan membuat pilihan antara membunuhnya atau membiarkan ia hidup sebagai budak.
Namun ketika islam datang, Islam mengantarkan pada era baru dimana peraturan hanya
didasarkan pada hukum yang diwahyukan oleh Allah. Rasulullah membangun prinsip-prinsip
dasar yang merepresentasikan aturan ideal dalam hubungan antara dokter dengan pasiennya,
atas dasar logika dan keadilan.
BAB II PEMBAHASAN
PANDANGAN AGAMA TENTANG
PENDIDIKAN MEDIS
– Hukum Islam menghargai pengetahuan tentang kondisi psikis dan situasi manusia sebagai
dasar ilmu kedokteran. Ibnu Qoyyum berkata “Sangatlah penting bagi seorang dokter
memiliki pengetahuan spiritual dan masalah psikologis, serta bagaimana mengatasinya.
Karena hal tersebut merupakan aspek penting dalam mengobati gangguan fisik. Hubungan
antara fungsi fisik, pikiran serta jiwa sudah diakui kebenarannya,". Jika seorang dokter
yang memiliki pengetahuan tentang penyakit spiritual dan kejiwaan, maka ia akan menjadi
dokter ahli. Sementara dokter yang tidak memiliki pengetahuan tentang penyakit spiritual
dan kejiwaan meski ia ahli dalam pengobati penyakit fiisk hanyalah dokter biasa. Karena
ilmu kedokteran sangat diperlukan dan dibutuhkan oleh masyarakat. Islam memandang
proses belajar dan praktik kedokteran sebagai kewajiban kolektif. Maka dari itu, hukum
Islam lebih maju dibanding hukum manusia, mensyaratkan dokter untuk menggunakan
ilmu dan keterampilannya sebagai pengabdi bagi masyarakat. Seorang ulama, Muhammad
Abu Zahra berkata “Disini kita berbicara tentang resiko yang menimpa pasien yang bisa
dicegah oleh dokter yang ahli atau ditangani melalui tindakannya,".
Mengenai hal ini, para ahli fikih
berselisih pendapat :
– Pendapat pertama, kematian atau cedera yang dialami pasien dikarenakan oleh sesuatu
yang tidak diperkirakan, diluar kemampuan dan diagnosis dokter, hal tersebut bukan
termasuk kelalaian dokter sehingga tidak ada cela atau kekeliruan yang menyebabkan
dokter harus bertanggung jawab.
– Sementara, pendapat kedua, cedera pada anggota badan karena kesalahan procedural,
seperti ketika pembedahan yang dilakukan dengan segala perencanaan matang akan tetapi
tangan sang dokter lalai dan merusak bagian tubuh, maka hubuman bagi dokter adalah
membayar diyat.
– Pendapat ketiga, kematian disebabkan oleh kekeliruan dalam pemberian obat meski dang
dokter telah mencurahkan segala kemampuan dan melakukan yang terbaik namun
menyebabkan kesalahan maka sang dokter harus bertanggung jawab dengan membayar
diyat.
Mengenai hal ini, para ahli fikih berselisih pendapat
:

– Pendapat keempat, pada tiga pendapat pertama, pengobatan medis diberikan


dengan izin dari pasien atau penjaminnya. Tapi apabila kekeliruan tterjadi tanpa
izin dari pasien atau penjaminnya maka para ahli fikih sepakat harus
bertanggung jawab.
BAB III PENUTUP

– Kesimpulan
– Suatu tindakan medik adalah keputusan etik karena dilakukan oleh manusia
terhadap manusia lain, yang umumnya memerlu-kan pertolongan dan keputusan
tersebut berdasarkan pertimbangan atas beberapa alternatif yang ada. Keputusan
etik harus memenuhi tiga syarat, yaitu bahwa keputusan tersebut harus benar
sesuai ketentuan yang berlaku, juga harus baik tujuan dan akibatnya, dan
keputusan tersebut harus tepat sesuai dengan konteks serta situasi dan kondisi
saat itu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

SEKIAN & TERIMAKASIH
Wassalamu’alaikum.Wr.Wb

Anda mungkin juga menyukai