KEPAILITAN
ADA BEBERAPA FAKTOR PERLUNYA PENGATURAN MENGENAI KEPAILITAN DAN
PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
1. untuk menghindari perebutan harta Debitor apabila dalam waktu yang sama ada
beberapa Kreditor yang menagih piutangnya dari Debitor.
2. untuk menghindari adanya Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang
menuntut haknya dengan cara menjual barang milik Debitor tanpa memperhatikan
kepentingan Debitor atau para Kreditor lainnya.
3. untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah
seorang Kreditor atau Debitor sendiri. Misalnya, Debitor berusaha untuk memberi
keuntungan kepada seorang atau beberapa orang Kreditor tertentu sehingga Kreditor
lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari Debitor untuk melarikan semua
harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para
Kreditor.
ASAS2 KEPAILITAN
1. Asas Keseimbangan Undang-Undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan
perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang dapat
mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Debitor yang
tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya
penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Kreditor yang tidak beritikad baik.
2. Asas Kelangsungan Usaha Dalam Undang-Undang ini, terdapat ketentuan yang
memungkinkan perusahaan Debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.
3. Asas Keadilan Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan
mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan.
Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya Kesewenang-wenangan pihak penagih yang
mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap Debitor, dengan tidak
mempedulikan Kreditor lainnya.
4. Asas Integrasi dalam Undang-Undang ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum
formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum
perdata dan hukum acara perdata nasional.
PRINSIP-PRINSIP UMUM DALAM KEPAILITAN
1. PRINSIP PARITAS CREDITORIUM
b. Dalam penerapan prinsip paritas creditorium dan prinsip structured prorata terjadi dissinkronisasi antara
kelompok putusan yang secara benar dan konsisten menerapkan prinsip ini yakni bahwa seluruh kelompok kreditor
termasuk kreditor separatis dan kreditor preferen berhak mengajukan permohonan kepailitan terhadap debitornya
sementara terdapat kelompok putusan lain yang secara tidak konsisten dan tidak tepat yang berpendapat bahwa
kreditor separatis tidak berhak mengajukan permohonan pailit terhadap debitornya.
c. Dalam penerapan prinsip debt collection terjadi dissinkronisasi antara kelompok putusan yang secara benar
dan konsisten menerapkan prinsip ini yakni bahwa kepailitan adalah sebagai pranata hukum untuk melakukan
pendistribusian aset debitor terhadap semua kreditornya sehingga akan menghindari perebutan harta debitor oleh
para kreditornya serta bahwa kepailitan adalah sebagai pranata hukum untuk menyelesaikan utang-utang debitor
yang karena kesulitan keuangan tidak mampu melakukan kewajiban pembayaran utang tersebut bukan sebagai alat
untuk menagih semata terhadap debitor, sementara terdapat kelompok putusan hakim yang berpendapat tidak
konsisten dan tidak tepat yakni bahwa kepailitan adalah alat untuk menagih utang debitor apapun bentuk utangnya
dan berapapun jumlahnya tanpa melihat solvabilitas perusahaan dan tanpa mempertimbangkan ada tidak terjadinya
perebutan harta debitor oleh para kreditornya.
d. Dalam penerapan prinsip utang terjadi dissinkronisasi antara kelompok putusan yang secara benar dan konsisten
menerapkan prinsip utang ini yakni bahwa utang yang dijadikan dasar untuk mengajukan permohonan pailit adalah semua
jenis utang yang timbul sebagai akibat perikatan, tidak terbatas hanya utang yang timbul sebagai akibat perjanjian utang
piutang uang saja, sementara terdapat kelompok putusan yang berpendapat tidak konsisten dan tidak tepat yakni bahwa
utang yang dapat dijadikan dasar untuk mengajukan permohonan pailit adalah utang yang timbul dari perjanjian utang-
piutang uang saja.
e. Dalam penerapan prinsip eksistensi perseroan terbatas dalam likuidasi terjadi dissinkronisasi antara kelompok
putusan yang secara benar dan konsisten menerapkan prinsip ini yakni bahwa peseroan terbatas dalam likuidasi dapat
dipailitkan, sementara terdapat putusan yang tidak konsisten dan tidak tepat yang berpendapat bahwa perseroan terbatas
dalam likuidasi tidak dapat dipailitkan.
f. Dalam penerapan prinsip commercial exit from financial distress terjadi dissinkronisasi antara kelompok putusan
yang secara benar dan konsisten menerapkan prinsip ini yakni bahwa putusan yang menerapkan prinsip ini secara benar
yakni bahwa kepailitan merupakan pranata yang digunakan sebagai jalan keluar terhadap subyek hukum yang sedang
mengalami kesulitan keuangan sehingga menyebabkan tidak dapat memenuhi kewajiban membayar utang-utangnya serta
mengakibatkan jumlah utang-utang tersebut melebihi kekayaan perseroan, sementara terdapat kelompok putusan yang
berpendapat tidak konsisten dan tidak tepat yakni bahwa kepailitan tidak berkaitan dengan kesulitan keuangan perusahaan
tetapi berkaitan hanya dengan tidak dibayarkannya suatu utang tanpa mempertimbangkan kesehatan keuangan
perusahaan serta jauh tercukupinya aset perusahaan untuk menutup utang-utang tersebut.
g. Penerapan prinsip debt pooling terjadi dissinkronisasi antara kelompok putusan yang menerapkan prinsip ini secara
konsisten dan tepat, yakni bahwa pengadilan niaga adalah satu-satunya pengadilan yang memiliki kompetensi absolut untuk
memutuskan permohonan pailit beserta hal-hal yang berkaitan dengan kepailitan tersebut seperti actio pauliana dan klausula
arbitrase, sementara terdapat kelompok putusan lain yang berpendapat bahwa pengadilan niaga tidak berwenang menangani
actio pauliana kepailitan dan tidak berwenang menangani permohonan pailit dimana terdapat kalusula arbitrase dalam
perjanjiannya