Anda di halaman 1dari 10

PELANGGARAN ETIKA BISNIS

PT. AJINOMOTO INDONESIA


KELOMPOK 9
FARIDDUDIN DJAMIL (11201185)
FIRLI SOLIHAT (112011234)
RISA FAUZIYYAH (112011299)
PT. Ajinomoto Indonesia
PT. Ajinomoto Indonesia berdiri tahun 1969 di Jakarta. Pada tahun 1970
mendirikan pabrik pertamanya di Mojokerto – Jawa Timur dengan produk utama
penyedap rasa dengan merek AJI-NO-MOTO yang dipasarkan keseluruh wilayah
Indonesia. Pabrik kedua di karawang didirikan pada tahun 2012 dengan tujuan
memenuhi kebutuhan produk-produk bumbu masak bagi masyarakat indonesia. Di
tahun 2015, PT. Ajinomoto Bakery Indonesia resmi didirikan. Pabrik di karawang timur
dengan japan technology dan japanese staff yang berpengalaman akan mulai
beroperasi di agustus 2016.
Saat ini selain AJI-NO-MOTO, grup Ajinomoto indonesia memproduksi Masako
bumbu kaldu penyedap, SAJIKU bumbu praktis siap saji, SAORI bumbu masakan
Asia dan Mayumi mayonaise yummy. Sekarang Group Ajinomoto indonesia terdiri dari
PT Ajinomoto Indonesia. PT Ajinomoto Bakery Indonesia, PT Ajinex International, PT
Ajinomoto Sales Indonesia. PT Ajinomoto Sales Indonesia yang memiliki Cabang
penjualan di Jakarta, Surabaya dan Medan.
PELANGGARAN ETIKA BISNIS PT AJINOMOTO INDONESIA
Etika produksi adalah seperangkat prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menegaskan tentang
benar dan salahnya hal hal yang dilakukan dalam proses produksi atau dalam proses
penambahan nilai guna barang.
Produk MSG “Ajinomoto” beberapa waktu lalu pernah dilarang oleh MUI karena produk
tersebut tidak halal. Akibatnya Ajinomoto menarik semua produknya di pasaran. Dampaknya tentu
saja perusahaan mengalami banyak kerugian. Namun, pihak manajemen melakukan pendekatan
dengan pihak MUI dan kepada Presiden Abdurrahman Wahid untuk melakukan uji lab dan
pembuktian bahwa bahan-bahan yang digunakan adalah halal dan tidak membahayakan
masyarakat. Akhirnya Ajinomoto produksi kembali dan pendapatannya juga lambat laun meningkat
tajam.
PT. Ajinomoto sebelumnya telah memiliki sertifikat halal dari MUI, namun hanya berlaku
selama 2 tahun. Namun setelah itu PT Ajinomoto tidak melakukan pemeriksaan lagi ke MUI. PT
Ajinomoto Indonesia membantah bahwa produk akhir MSG Ajinomoto mengandung ekstrak lemak
babi. Bantahan PT Ajinomoto itu dikemukakan dalam siaran pers yang ditandatangani Department
Manager PT Ajinomoto Indonesia, Tjokorda Bagus Sudarta. Sebelumnya Tjokorda melalui media
masa mengakui menggunakan bactosoytone yang diekstrasi dari daging babi untuk menggantikan
polypeptone yang biasa diekstrasi dari daging sapi.
Diungkapkan juga olehnya, alasan menggunakan bactosoytone itu karena lebih
ekonomis, namun penggunaan ekstrasi daging babi itu hanyalah sebagai medium dan
sebenarnya tidak berhubungan dengan produk akhir. Dalam siaran persnya, Tjokorda
mengatakan, untuk menghilangkan keresahan dan menjaga ketenangan masyarakat
dalam mengkonsumsi produk Ajinomoto, maka pihaknya akan menarik secara
serentak di seluruh Indonesia produk MSG Ajinomoto yang telah beredar dalam kurun
waktu dua hingga tiga minggu terhitung mulai 3 Januari 2001. Jumlahnya sekitar 10
ribu ton. Tjokorda mengatakan, setelah proses penarikan selesai dilaksanakan maka
pemasaran produk baru MSG Ajinomoto akan dipasarkan kembali setelah mendapat
sertifikat halal dari LP POM MUI. Dalam siaran pers itu juga disebutkan, PT Ajinomoto
Indonesia menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Ia mengatakan, seluruh produk Ajinomoto harus ditarik dari peredaran dan stok baru
hanya boleh dipasarkan setelah mendapat sertifikat halal yang baru dari MUI. Akibat
kasus ini, PT Ajinomoto terpaksa harus memberi ganti-rugi pedagang dengan total
nilai sebesar Rp 55 milyar.
ASPEK 3 FAKTOR
HUKUM
EKONOMI
ETIKA
HUKUM
PELANGGARAN PADA KEWAJIBAN PELAKU USAHA SEBAGAIMANA TERCANTUM DALAM PASAL 7
HURUF B UUPK. YAITU, KEWAJIBAN PIHAK AJINOMOTO UNTUK MEMBERIKAN INFORMASI YANG
BENAR, JELAS, DAN JUJUR TENTANG KONDISI DAN JAMINAN BARANG DAN ATAU JASANYA. SELAIN
ITU, YLKI JUGA MELIHAT DENGAN JELAS ADANYA PELANGGARAN PIHAK AJINOMOTO TERHADAP
KETENTUAN PASAL 8 HURUF A, F, DAN H UUPK. PASALNYA, TERDAPAT LARANGAN BAGI PELAKU
USAHA UNTUK MEMPRODUKSI DAN ATAU MEMPERDAGANGKAN BARANG DAN ATAU JASA TIDAK
SESUAI STANDAR DAN PERUNDANG-UNDANGAN, TIDAK SESUAI JANJI SEBAGAIMANA TERCANTUM
DALAM LABEL, DAN TIDAK MENGIKUTI KETENTUAN BERPRODUKSI SECARA HALAL
SEBAGAIMANA PERNYATAAN HALAL YANG DICANTUMKAN PADA LABEL. PELANGGARAN YANG
BISA DIKATAKAN SEBAGAI PENIPUAN TERHADAP KONSUMEN ADALAH PELANGGARAN YANG
DILAKUKAN OLEH PIHAK AJINOMOTO SELAKU PELAKU USAHA YANG MENGIKLANKAN DAN
MEMPROMOSIKAN AJINOMOTO.
EKONOMI
PERUSAHAAN SANGAT DIUNTUNGKAN KARENA MENGGUNAKAN
BAHAN MURAH DAN TIDAK HALAL TETAPI BANYAK ORANG YANG
DIRUGIKAN OLEH PERUSAHAAN DAN TIDAK MEMENUHI PRINSIP
ETIKA BISNIS YAITU PRINSIP KEJUJURAN
ETIKA
PT. AJINOMOTO TIDAK TERBUKA DALAM MEMBERIKAN INFORMASI
YANG JELAS TETANG JAMINAN PRODUK YANG DIBUAT DAN TIDAK
MEMENUHI SYARAT BISNIS, MEMBIARKAN PENGGUNAAN BAHAN
YANG TIDAK HALAL.
KESIMPULAN KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS PT AJINOMOTO INDONESIA
Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa beberapa PT. Ajinomoto
telah melanggar etika bisnis. Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan
bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan
dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai,
norma dan perilaku karyawan. Dalam hal ini perusahaan telah melanggar teori-teori
etika seperti teori deontologi dan teologi. Pada teori deontologi, perusahaan telah
melakukan pelanggaran menggunakan bahan yang tidak seharusnya digunakan
dalam senuah produk yang bersertifikat halal, perusahaan juga melanggar tidak
memenuhi pemeriksaan yang harusnya dilakukan dan perusahaan melakukan
pelanggaran dalam keterbukaan bahan-bahan yang ada dalam produk serta halal
atau tidak bahan yang terkandung dalam produk tersebut. Sedangkan pada teori
teologi, perusahaan telah mengabaikan hak konsumen untuk dapat mengetahui
komponen yang terdapat dalam produk tersebut dengan kualitas terjamin seperti
kehalalan suatu bahan. Perusahaan tidak memikirkan lebih jauh dampak yang
disebabkan bahan yang tidak halal untuk para konsumen yang mengaut agama
Islam. Perusahaan hanya memikirkan keuntungan yang akan dicapai.
Dalam hal ini perusahaan telah melanggar prinsip otonomi tidak mengikuti pemeriksaan ke
MUI secara rutin. Dan juga telah melanggar prinsip kejujuran, karena mereka telah
melakukan ketidakterbukaan terhadap bahan-bahan yang digunakan dalam bumbu
penyedap tesebut . Lalu, perusahaan juga telah melanggar prinsip integritas moral, karena
berbagai macam cara diupayakan agar nama baik perusahaan tetap terjaga dan membuat
konsumen terus mempercayai perusahaan tersebut. Selain itu perusahaan telah melanggar
prinsip saling menguntungkan, karena perusahaan menempuh segala cara agar
memperoleh keuntungan untuk semua pihak. Akan tetapi pada kenyataannya hanya
keuntungan perusahaanlah yang memperoleh keuntungan. Bagi setiap perusahaan yang
menjalankana suatu usaha atau bisnis diharapkan menerapkan suatu etika dalam
perusahaannya Karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya
saing yang tinggi serta mempunyai. kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang
tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Dalam kasus ini seharusnya perusahaan tidak
menggunakan bahan yang seharusnya tidak digunakan dalam sebuah produk yang
bersertifikat halal, lalu perusahaan sebaiknya lebih terbuka terhadap komponen yang
digunakan dalam memproduksi sebuah produk, dan perusahaan harus tetap melakukan
pemeriksaan kepada MUI secara rutin untuk tetap menjaga kepercayaan konsumen.

Anda mungkin juga menyukai