Anda di halaman 1dari 21

ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

Aspek Sosial
Budaya Persalinan
Persalinan Kala I, II, III, & IV
Kelompok VII

Nur Andira Siadatul Aulia Siti Nashrah


Dirmayanti Rifsa Syamsuddin
PO713211211028 PO713211211037 PO713211211039
Pokok Pembahasan
01. 02.
Aspek Sosial Persalinan
Budaya

03. 04.
Fase Persalinan Aspek Sosbud
dalam Persalinan
Pendahuluan
Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia. Di
eraglobalisasi sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem
menuntut semuamanusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu
masalah yang kini banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian
ataupun kesakitan pada ibu dan anak yangsesungguhnya tidak terlepas dari faktor-
faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka
berada.
01.
Aspek Sosial
Budaya
Aspek sosial budaya adalah segala sesuatu yang
diciptakan oleh manusia
dengan pemikiran dan akal budinya serta hati
nuraninya dalam kehidupan
bermasyarakat serta aspek tersebut telah melekat
pada diri manusia.
02.
Persalinan
Persalinan Menurut Para Ahli

Moore (2001) Mayles (1996)


Persalinan adalah suatu proses Persalinan adalah suatu proses di mana
fisiologis yang memungkinkan seorang wanita melahirkan bayi yang
diawali dengan kontraksi uterus yang
serangkaian
teratur dan memuncak pada saat
perubahan yang besar pada ibu pengeluaran bayi sampai dengan
untuk dapat melahirkan janinnya pengeluaran plasenta dan selaputnya di
melalui mana proses persalinan ini akan
jalan lahir. berlangsung selama 12 sampai 14 jam.
Persalinan Menurut Para Ahli

Prawirohardjo Prawirohardjo
(2002) I (2002) II
Persalinan adalah suatu proses Persalinan dan kelahiran normal adalah
pengeluaran hasil konsepsi yang proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37–42 minggu),
dapat hidup
lahir spontan dengan presentasi belakang
dari dalam uterus ke dunia luar. kepala yang berlangsung dalam 18 jam,
tanpa komplikasi baik pada ibu
maupunpada janin.
03.
Fase Persalinan
Persalian Kala 1

Persalinan kala satu (kala pembukaan)


dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus
yang teratur dan meningkat (frekuensi dan
kekuatannya) hingga serviks membuka
lengkap (10 cm).
Persalinan kala satu terdiri atas dua fase yaitu
fase laten dan fase aktif
a. Fase laten pada persalinan kala satu:
➢ Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks
secara bertahap.
➢ Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
➢ Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.

b. Fase aktif pada persalinan kala satu:


➢ Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap
adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung
selama 40 detik atau lebih).
➢ Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan
kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara/primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm
(multipara).
➢ Terjadi penurunan bagian terbawah janin.
Persalinan Kala Dua

Pada fase ini janin mulai keluar dari


dalam kandungan yang membutuhkan
waktu sekitar dua jam. Fase dimulai saat
serviks sudah membuka selebar 10cm Persalinan Kala 3
hingga bayi lahir lengkap. Pada kala 2,
ketuban sudah pecah atau baru pecah Tahap ini disebut juga kala uri, yaitu saat
spontan, dengan kontraksi yang lebih
plasenta ikut keluar dari dalam rahim.
sering terjadi yaitu 3-4 kali tiap 10 menit.
Fase ini dimulai saat bayi lahir lengkap
dan diakhiri keluarnya plasenta. Pada
tahap ini biasanya kontraksi bertambah
kuat, namun frekuensi dan aktivitas rahim
terus menurun. Plasenta bisa lepas
spontan atau tetap menempel dan
membutuhkan bantuan tambahan.
Persalinan Kala Empat

Tahap ini merupakan masa satu jam usai


persalinan yang bertujuan untuk
mengobservasi persalinan. Tahap ini adalah
fase setelah plasenta lahir hingga 2 jam
postpartum.
04.
Aspek Sosbud
dalam Persalinan
Persalinan Kala I

➢ Minum rendaman air rumput Fatimah akan merangsang mulas.


➢ Dilarang menutup lubang-lubang, seperti lubang semut karena akan
menyulitkan proses persalinan.
➢ Minum madu dan telur dapat menambah tenaga untuk persalinan.
➢ Memberi minum ibu pada kala I dengan ramuan yang terdiri dari campuran
daun jarak muda, remasan daun kacang panjang, cengkur dan 2 siung bawang
merah yang sudah di tumbuk.
➢ Meminum minyak makan agar memperlicin jalan lahir.
➢ Membuka semua pintu agar memperlebar jalan lahir.
➢ “Ngolesi” (membasahi vagina dengan minyak kelapa untuk
memperlancar persalinan).
Persalinan Kala II

➢ Pada saat melahirkan ibu disuruh meminta maaf kepada


orang tua/suami supaya proses persalinannya lancar.

➢ Memandikan bayi langsung setelah bayi dilahirkan.

➢ Membasahi kepala dan wajah ibu agar ibu merasa


semangat dan pikiran ibu tenang selama proses persalinan.
Persalinan Kala III

➢ Memotong tali pusat ibu dengan menggunakan


sembilu.
➢ “Kodok” (memasukkan tangan ke dalam vagina dan
uterus untuk mengeluarkan placenta).
➢ Menguburkan plasenta di bawah tangga.
Persalinan Kala IV

➢ Memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan ke dalam vagina


dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar
karena proses persalinan.
➢ Memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh.
➢ Menyuruh ibu untuk istirahat.
➢ Setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandar dan kaki
diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan
perdarahan dan pembengkakan.
➢ Mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke
posisi semula.
Kesimpulan
Pada dasarnya, peran kebudayaan terhadap kesehatan masyarakat adalah dalam membentuk, mengatur
dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu individu suatu kelompok sosial untuk memenuhi
berbagai kebutuhan kesehatan. Memang tidak semua praktek/perilaku masyarakat yang pada awalnya
bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya adalah merupakan praktek yang sesuai dengan ketentuan
medis/kesehatan. Apalagi jika persepsi tentang kesehatan ataupun penyebab sakit sudah berbeda sekali
dengan konsep medis, tentunya upaya mengatasinya juga berbeda disesuaikan dengan keyakinan
ataupun kepercayaan kepercayaan yang sudah dianut secara turun-temurun sehingga lebih banyak
menimbulkan dampak-dampak yang merugikan bagi kesehatan. Dan untuk merubah perilaku ini
sangat membutuhkan waktu dan cara yang strategis. Dengan alasan ini pula dalam hal penempatan
petugas kesehatan di mana selain memberi pelayanan kesehatan pada masyarakat juga berfungsi
sebagai agen perubah (change agent) maka pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi dari petugas
kesehatan sangat diperlukan di samping kemampuan dan ketrampilan memberi pelayanan kesehatan.
Terimakasih
Stay safe stay health 

Anda mungkin juga menyukai