Anda di halaman 1dari 13

ILMU PERILAKU & ETIKA PROFESI

Kelompok 3 :

1. RISKA AFRILIANA 20032023


2. AGI APRIAN 20032025
3. CALISTA YUSALIYANO 20032027
4. SITI FAUZIAH SA’DIAH 20032028
5. FEBI RIANI 20032030
6. FUAD ABDULLAH 20032029
7. LISTIANAWATI 20032024
8. NUR IRFANSYAH P 20032031
9. NOVALIA NUROCHMAH 20032032
DEFINISI

● Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
● Pengertian Apoteker Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1027/Menkes/SK/IX/2004, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus
Pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia
sebagai apoteker.
● Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, dan
Analis Farmasi.
DEFINISI
● Puskesmas merupakan kesatuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya
kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dapat diterima dan terjangkau oleh
masyarakat dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan
masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu
pelayanan kepada perorangan (Depkes, 2009).
● Pengertian puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat
pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta
pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara
menyeluruh, terpadu yang berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal
dalam suatu wilayah tertentu (Azrul Azwar, 1996).
● Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah unit pelaksana teknis dinas kabupaten/kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatau wilayah kerja
(Depkes, 2011).
ETIKA & PROFESI
 Etika merupakan aturan, norma, kaidah, atau tata cara yang biasa digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan perbuatan dan tingkah laku sehari-hari. Tak hanya dalam kegiatan bermasyarakat, etika juga
digunakan dalam dunia kerja yang disebut dengan etika profesi.
 Menurut Dedi Supriyadi, arti profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntuk keahlian khusus,
tanggungjawab, serta kesetiaan terhadap pekerjaan tersebut.
 Etika Profesi (professional ethics) adalah sikap hidup berupa keadilan untuk dapat/bisa memberikan suatu
pelayanan professional terhadap masyarakat itu dengan penuh ketertiban serta juga keahlian yakni sebagai
pelayanan dalam rangka melakukan tugas yang merupakan kewajiban terhadap masyarakat.
 Menurut Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
Kode etik profesi merupakan suatu pedoman sikap, tingkah laku serta juga perbuatan didalam
melaksanakan tugas dan juga dalam kehidupan sehari-hari.
KASUS

Disebuah puskesmas di daerah Y, yang menyerahkan obat kepada


pasien bukan apoteker/asisten apoteker tetapi melainkan bidan, mantri,
perawat, karena puskesmas tidak memiliki apoteker/asisten apoteker.
Bagaimana kajian saudara terhadap kasus tersebut, ditinjau dari sisi
sumpah profesi, etika farmasi dan peraturan dan perundang-undangan
yang berlaku ?
PEMBAHASAN
DITINJAU DARI SUMPAH PROFESI
Apoteker tidak melanggar karena puskesmas Y tidak memiliki
Apoteker, akan tetapi jika puskesmas Y memiliki Apoteker dan yang
menyerahkan obat Nakes lain selain Apoteker tersebut telah melanggar
sumpah Apoteker.
PEMBAHASAN
DITINJAU DARI ETIKA FARMASI
Etika farmasi pada dasarnya menitik beratkan pada kode etik atau etika sosial yang hanya berlaku bagi
kelompok profesi tertentu.
Pada kode etik Apoteker :
 Pasal 1
Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker.
 Pasal 3
Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta
selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
 Pasal 4
Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di
bidang farmasi pada khususnya.
 Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
PEMBAHASAN
DITINJAU DARI PERUNDANG-UNDANGAN
 Ditinjau dari perundang-undangan
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes/PMK) Nomor 26 Tahun 2020 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas dijelaskan bahwa Pasal 12 dihapus, dimana pasal tersebut tersirat:
mensyaratkan dalam 3 tahun sejak PMK 74 Tahun 2016 diundangkan Puskesmas harus
memiliki Apoteker.
Tidak hanya itu, dalam penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dipertegas
“dapat dilakukan tenaga kesehatan lainnya dibawah pengawasan apoteker yang ditunjuk
pemerintah” pada perubahan pasalnya.
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 206) diubah sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dilaksanakan pada unit pelayanan berupa
ruang farmasi.
(2) Ruang farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai
penanggung jawab.
(3) Dalam penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Apoteker sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dibantu oleh Apoteker, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau tenaga kesehatan
lainnya berdasarkan kebutuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal Puskesmas belum memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab, penyelenggaraan
Pelayanan Kefarmasian secara terbatas dilakukan
oleh Tenaga Teknis Kefarmasian di bawah pembinaan dan pengawasan Apoteker yang ditunjuk oleh
kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
(5) Pelayanan Kefarmasian secara terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. pengkajian dan pelayanan resep, pelayanan informasi Obat, dan monitoring efek samping Obat.
Pasal 11 dan 12 dihapus,dimana pasal tersebut tersirat :
 Pasal 11 di PMK Nomor 74 Tahun 2016 berbunyi pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dapat dikenai
sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Penghapusan pasal 11 menandakan pemerintah memberikan keringanan untuk Puskesmas yang belum memiliki apoteker
tidak diberikan sanksi.
 Sebelumnya, dalam PMK nomor 43 tahun 2019 pasal 12 tentang Puskesmas, telah dijelaskan bahwa jenis Tenaga Kesehatan
lainnya di Puskesmas paling sedikit terdiri atas:
a. perawat;
b. bidan;
c. tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku;
d. tenaga sanitasi lingkungan;
e. nutrisionis;
f. tenaga apoteker dan/atau tenaga teknis kefarmasian; dan
g. ahli teknologi laboratorium medik
Dengan demikian pada PMK 43 tahun 2019 tenaga apoteker dan/atau tenaga teknis kefarmasian masih merupakan standar
minimal sebagai tenaga kesehatan lainnya di Puskesmas. Dengan adanya PMK nomor 26 tahun 2020 apoteker dibutuhkan di
Puskesmas hanya tidak tercantum hingga kapan Puskesmas segera harus memiliki apoteker dan tidak dikenakan sanksi apabila
belum ada apoteker di Puskesmas.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa puskesmas harus memiliki setidaknya seorang apoteker penanggung jawab, bila puskesmas
belum memiliki apoteker puskesmas tersebut tidak melanggar dan tidak mendapat sanksi. Dan penyerahan obat kepada pasien
bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan lainnya secara terbatas yang telah ditunjuk oleh kepala dinas kesehatan setempat.
PERTANYAAN
 Untuk pengontrolan obat dipuskesmas itu dilakukan oleh orang intern puskesmas atau bagaimana ?
Jawab:
Menurut Undang-undang PERMENKES Nomor 74 tahun 2016. Bagi puskesmas yang belum memiliki
Apoteker sebagai penanggung jawab, penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilakukan secara terbatas
oleh Tenaga Teknis Kefarmasian atau Tenaga kesehatan lain yang ditugaskan oleh kepala Dinas
Kesehatan kabupaten/kota.Karena dalam PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS. Pelayanan kefarmasian meliputi :Pasal
3
(1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi
standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.
(2) Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. perencanaan kebutuhan;
b. permintaan;
c. penerimaan;
d. penyimpanan:
e. pendistribusian;
f. pengendalian;
g. pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan; dan
h. pemantauan dan evaluasi pengelolaa
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai