Anda di halaman 1dari 34

PBL B1

Badan Bertambah Lemah dan Pucat


SKENARIO 4
KELOMPOK PBL B1
Anggota Kelompok

Ketua : Hajar Azizah A. M. (1102020128)


Sekretaris : Aura Salsabilah (1102020125)
Anggota : Hade Irhas A. (1102020126)
Marylin Christio (1102020130)
Muhammad Reza Y. (1102020131)
Nurul Juwiyanti L. (1102020132)
Salwa Faida A. (1102020133)
Tsania Lailatul F. (1102020134)
Annisa Salsabilah P.T.(1102020135)
Dzaki Faza M. (1102020136)

PBL B1
Skenario
Seorang anak perempuan berusia 6 tahun datang ke RS YARSI dengan keluhan utama badan bertambah lemah dan pucat
sejak beberapa bulan terakhir. Pada pemeriksaan fisik : berat badan 14,9 kg, tampak pucat dengan perut agak membesar,
muka memperlihatkan tanda facies Cooley, terdapat hepatomegali dan splenomegali. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan tanda anemia hemolitik kronik, sumsum tulang memperlihatkan keaktifan sistem eritropoetik yang hebat.
Hasil elektoforesis Hb menunjukkan HbF 48% dengan HbE 50%. Rontgen tulang kepala menunjukkan gambaran hair
standing on end appearance. Dengan dasar itu dokter menegakkan diagnosis talasemia-β Hb E. Pemeriksaan terhadap
orangtua menunjukkan ayah penderita talasemia Hb E dan ibu penderita talasemia minor. Pasien direncanakan mendapat
transfusi dan terapi kelasi besi. Dokter menjelaskan kemungkinan hemosiderosis dan delayed puberty pada pasien ini dan
kemungkinan splenektomi di kemudian hari, serta melakukan konseling genetik pada orangtua bila ingin mempunyai anak
lagi.

PBL B1
Sasaran Belajar
01 Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin
1.1. Definisi dan Fungsi
1.2. Klasifikasi
1.3. Sintesis Hemoglobin
1.4. Kelainan Hemoglobin

02 Memahami dan Menjelaskan Talasemia


2.1. Definisi 2.7. Cara Diagnosis dan Diagnosis Banding
2.2. Epidemiologi 2.8. Tatalaksana
2.3. Etiologi 2.9. Komplikasi
2.4. Klasifikasi 2.10. Pencegahan
2.5. Patofisiologi 2.11. Prognosis
2.6. Manifestasi Klinis

PBL B1
Hemoglobin

Memahami dan Menjelaskan


Hemoglobin

Hemoglobin
1.1 Definisi dan Fungsi
Definisi
Hemoglobin ini merupakan sebuah gabungan dari 2 (dua) kata yakni heme (salah satu jenis zat besi) serta globin (zat
protein dalam darah yang dipecah dan menjadi asam amino).
Fungsi
Fungsi fisiologi utama hemoglobin adalah mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida didalam jaringan tubuh.
Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawah keseluruh tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.
secara umum fungsi hemoglobin yaitu :
a. Mengikat Oksigen
B. Pertahanan Tubuh
1.2 Klasifikasi
Variasi dalam polipeptida menyebabkan berbagai jenis hemoglobin diantaranya Hb A1, A2, dan F
- Hb A1
pada orang dewasa normal Hb ini mewakili 97%
- Hb A2
Hb ini mewakili 2% dari Hb yang ditemukan pada orang dewasa
- Hb F
Hb ini ditemukan pada janin dan disebut Hb janin. pada janin hanya ditemukan Hb F tetapi akan
memurun
setelah lahir. Ketika indibidu mevapai bulan kedelapan pada bayi hanya memiliki 1% dari Hb F ini
1.3 Sintesis Hemoglobin

Sumber : Hoffbrand A, Moss PA. Kapita Selekta Hematologi ed VII. 2014.


1.4 Kelainan Hemoglobin
A. Hemoglobinopati Struktural

Sindrom Sickle Cell Hb S: Pada HbS asam amino valin pada posisi ke-6 gen globin beta digantikan oleh
asam amino
Heterozigot ganda HbS dengan varian hemoglobin thalassemik
● Hb SC dijumpai pada 3% Afro-amerikan diwarisi dari orang tua yang
masing-masing membawa salah satu Hb varian (HbS/HbC)

● Hb SD
● Hb SE
● Hb S-Thallasemia-alfa
● Hb S-Thallasemia-beta

Hemoglobin dengan afinitas oksigen yang Contohnya Hb Yakima, ditemukan secara sporadic dengan klinis polisitemia
berubah
Hemoglobin tidak stabil Contohnya Hb Köln yang terjadi karena mutasi gen yang mengubah rangkaian asam
amino pada daerah yang penting untuk pengikatan heme
B. Thalassemia: Terjadi penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi satu atau lebih rantai globin a atau b ataupun rantai
globin lainnya sehingga terjadi defisiensi produk sebagian atau menyeluruh dari rantai globin.

● Thalassemia-alfa
● Thalassemia-beta
● Thalassemia-delta-beta
● Heterozigot ganda thalassemia alfa atau beta dengan varian Hb thalassemik

C. Varian hemoglobin thalassemia, hemoglobinopati persistent, dan hemoglobinopati didapat

Varian hemoglobin thalassemia Varian rantai globin beta yang dikaitkan dengan fenotip thalassemia-beta+
● HbC
● HbD-Punjab
● HbE
● Hb Lepore

Varian rantai globin alfa yang dikaitkan dengan fenotip thalassemia-alfa+ pada Hb
Constant Spring

Hemoglobin presisten herediter (Hereditary Kadar HbF tetap tinggi sampai dewasa
persistent of fetal hemoglobin/HPFH)

Hemoglobinopati didapat Terjadi akibat pajanan bahan toksik, karboksihemoglobin, HbH pada
eritroleukemia, HbF yang meningkat pada keadaan stresss eritroid dan dysplasia
BM
Talasemia

Memahami dan Menjelaskan


Talasemia

Talasemia
2.1 Definisi

•Talasemia merupakan penyakit hemolitik herediter yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin di
dalam sel darah merah. Penyakit ini ditandai dengan menurunnya atau tidak adanya sintesis salah satu rantai α, β
dan atau rantai globin lain yang membentuk struktur normal molekul hemoglobin utama pada orang dewasa.
•Thalassemia adalah pengelompokan heterogen dari kelainan genetik yang dihasilkan dari penurunan sintesis
rantai alfa atau beta hemoglobin (Hb).
2.2 Epidemiologi

Thalassemia alfa kemungkinan adalah penyakit single gene paling banyak di dunia. Terdapat sekitar 270 juta karier
untuk gen thalassemia alfa. Setiap tahun sekitar 300,000-400,000 bayi dilahirkan dengan thalassemia alfa yang berat, dengan
lebih dari 95% terdapat di Asia, India, atau Timur Tengah. Frekuensi alel thalassemia alfa adalah sekitar 5-10% pada daerah
Mediteran, 20-30% di daerah Afrika Barat, dan setinggi 60-80% pada bagian Arab Saudi, India, Thailand, Papua Nugini, dan
Melanesia
Mirip seperti thalassemia alfa, thalassemia beta juga terutama mengenai populasi Mediteran, Afrika, dan Asia Tenggara.
Prevalensi tertinggi untuk karier thalassemia beta terdapat di Siprus (14%), Sardinia (10.3%) dan Asia Tenggara. Telah
diestimasikan bahwa 1.5% dari populasi global adalah karier thalassemia beta.
Secara keseluruhan, thalassemia alfa lebih banyak mengenai penduduk di daerah Asia Tenggara dan Cina, dan lebih
jarang pada bangsa berkulit hitam dan Mediterranean. Thalassemia beta lebih banyak mengenai penduduk di daerah
Mediterranean dan lebih sedikit pada Asia dan bangsa berkulit hitam. .
Kasus thalassemia di indonesia diketahui terus meningkat setiap tahunya dan berjumlah 7,029 kasus pada tahun
2015. Penyebab utama morbiditas dan mortalitas utama pada thalassemia alfa dan beta adalah anemia dan kelebihan zat
besi. Pada thalassemia alfa mayor, semua bayi akan lahir dengan hidrops fetalis dan meninggal. Pasien dengan penyakit
HbH memerlukan pengawasan yang ketat untuk mengawasi anemia dan kelebihan zat besi
Morbiditas dan mortalitas pasien dengan thalassemia beta sangat bervariatif tergantung dari tingkat keparahan
penyakit dan terapi yang didapatkannya. Anemia yang dibiarkan dapat menyebabkan gagal jantung, sedangkan kelebihan
zat besi dapat menyebabkan deposisi zat besi tersebut dan merusak berbagai organ.

Berdasarkan jenis kelamin, terdapat 51,6% penderita talasemia berjenis kelamin laki-laki dan 48,4 % berjenis
kelamin perempuan. Jumlah penderita laki-laki lebih banyak daripada jumlah penderita perempuan. Pasien talasemia
mayor sebagian besar berjenis kelamin laki laki (50,5 %) dan perempuan (49,5%). Usia rata rata penderita talasemia
adalah 12,28 tahun, usia termuda adalah 1,3 tahun dan usia tertua adalah 49 tahun

B1 PBL
2.3 Etiologi

Etiologi dari Hemofilia ini disebabkan karena adanya defek/defisiensi pada sintesis satu atau lebih rantai
hemoglobin. Thalassemia alfa disebabkan oleh sintesis rantai globin alfa yang berkurang atau tidak ada dan
thalassemia beta disebabkan oleh sintesis rantai globin beta yang berkurang atau tidak ada. Ketidakseimbangan
rantai globin menyebabkan hemolisis dan memgganggu erytropoesis
2.4 Klasifikasi
B1 PBL
2.5 Patofisiologi (Alfa)

Patofisiologi thalasemia alfa umumnya sama dengan


yang dijumpai pada thalasemia beta kecuali beberapa
kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi
(-)atau mutasi (T) rantai globin alfa. Hilangnya gen
globin alfa tunggal (-a/aaatau aTa/aa) tidak
berdampak pada fenotip. Sedangkan thalasemia 2a-a
homozigot (-a/-a) atau thalasemia -1a-aheterozigot
(aa/- -) memberi fenotip seberti thalasemia beta
carier. Kehilangan 3 dari 4 gen globin-a memberikan
fenotip tingkat penyakit berat menengah (moderat),
yang dikatakan sebagai HbHdisease. Sedangkan
thalasemia a0 homozigot (-/-) tidak dapat bertahan
hidup, disebut sebagai Hb-Bart’s hydrops syndrome.
Sumber : calgaryguide.com
2.5 Patofisiologi (Beta)
Pada thalasemia beta, dimana terdapat penurunan produksi rantai beta, terjadi produksi berlebihan rantai alfa.
Produksi rantai globin g, dimana pasca kelahiran masih tetap diproduksi rantai globin a2g2 (HbF), tidak mencukupi
untuk mengkompensasi defisiensi a2 β2 (HbA). Hal ini menunjukan bahwa produksi rantai globin beta dan rantai
globin gamma tidak pernah dapat mencukupi untuk mengikat rantai alfa yang berlebihan. Rantai alfa yang berlebihan
ini merupakan ciri khas pada pathogenesis thalasemia beta.
Rantai alfa yang berlebihan, yang tidak dapat berikatan dengan rantai globin lainnya, akan berpresipitasi pada
prekusor sel darah merah dalam sumsum tulang dan dalam sel progenitor dalam darah tepi. Presipitasi ini akan
menimbulkan gangguan pematangan prekusor eritroid dan eritropoesis yang tidak efektif (inefektif), sehingga umur
eritrosit menjadi pendek. Akibatnya timbul anemia. Anemia ini lebih lanjut lagi akan menjadi pendorong proliferasi
eritroid yang terus menerus dalam sumsum tulang yang inefektif, sehingga terjadi ekspansi sumsum tulang. Hal ini
kemudian akan menyebabkan deformitas skeletal dan berbagai gangguan pertumbuhan dan metabolisme. Anemia
kemudian akan ditimbulkan lagi dengan adanya hemodilusi akibat adanya hubungan langsung darah akibat sumsum
tulang yang berekspansi dan juga oleh adanya splenomegali. Pada limpa yang membesar makin banyak sel darah
merah abnormal yang terjebak, untuk kemudian dihancurkan oleh sistem fagosit. Hiperplasia sumsum tulang
kemudian akan meningkatkan absorpsi dan muatan besi. Transfusi yang diberikan secara teratur juga menambah
muatan besi, hal ini akan menyebabkan penimbunan besi yang progresif di jaringan berbagai organ, yang akan
diikuti kerusakan organ dan diakhiri oleh kematian bila besi ini tidak segara dikeluarkan.
2.5 Patofisiologi (Beta)

Sumber : calgaryguide.com
2.6 Manifestasi Klinis
1.Anemia berat tampak 3-6 bulan setelah lahir pada saat seharusnya terjadi perubahan dari rantai y ke β.

2. Pembesaran hati dan limpa

3. Perlebaran tulang

4. Pada telesemia mayor

5. Infeksi sering terjadi pada bayi

6. Penyakit hati

7. Osteoporosis dapat terjadi pada pasien yang mendapat tranfusi dengan baik

8. Insiden karsinoma hepatoseluler meningkat


2.7 Cara Diagnosis & Diagnosis Banding
2.7 Cara Diagnosis & Diagnosis Banding
2.8 Tatalaksana
1. Transfusi Darah
● Koreksi anemia, menekan hematopoiesis ekstramedular dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak.
● thalassemia mayor, atau apabila Hb <7g/dL setelah 2x pemeriksaan dengan selang waktu >2 minggu, tanpa adanya tanda
infeksi atau didapatkan nilai Hb >7gr/dL dan dijumpai, gagal tumbuh, dan/atau deformitas tulang akibat thalassemia.
● Darah yang diberikan adalah darah leukodepleted yang telah menjalani uji skrining NAT dengan golongan darah yang sama
(ABO, Rh).
● Volume darah yang ditransfusikan bergantung dari nilai Hb. Bila kadar Hb pratransfusi >6 gr/dL, volume darah yang
ditransfusikan berkisar 10-15 mL/kg/kali dengan kecepatan 5 mL/kg/jam.
● Jika nilai Hb <6 gr/dL, dan atau kadar Hb berapapun tetapi dijumpai klinis gagal jantung maka volume darah yang
ditransfusikan dikurangi menjadi 2-5 ml/kg/kali dan kecepatan transfusi dikurangi hingga 2 mL/kg per jam untuk menghindari
kelebihan cairan/overload.
● Lama waktu sejak darah dikeluarkan dari bank darah hingga selesai ditransfusikan ke tubuh pasien maksimal
dalam 4 jam.
● Interval antar serial transfusi adalah 12 jam, namun pada kondisi anemia berat interval transfusi berikutnya dapat
diperpendek menjadi 8-12 jam.
● Monitoring pada transfusi
2.8 Tatalaksana
2. Kelasi Besi
● Detoksifikasi kelebihan besi yaitu mengikat besi yang tidak terikat transferin di plasma dan mengeluarkan besi dari tubuh.
● Kelasi besi diberikan bila kadar ferritin serum >1000 ng/mL atau saturasi transferin >70% atau bila data laboratorium
tidak tersedia, maka digunakan estimasi pasien telah mendapatkan 3-5 liter atau 10-20 kali transfusi PRC

Terapi Rekomendasi
Deferasirox ● Dosis awal 20 mg/kg/hari pada pasien yang cukup sering mengalami transfusi
● 30 mg/kg/hari pada pasien dengan kadar kelebihan besi yang tinggi
● 10-15 mg/kg/hari pada pasien dengan kadar kelebihan besi yang rendah
DFO ● 20-40 mg/kg (anak-anak) = 50-60 mg/kg (dewasa)
● Pada pasien anak < 3 tahun, direkomendasikan untuk mengurangi dosis dan melakukan
pemantauan terhadap pertumbuha dan perkembangan tulang
Deferiprone ● 75 mg/kg/hari
● Dapat dikombinasikan dengan DFO bila DFO tidak efektif
2.8 Tatalaksana

3. Nutrisi dan Suplementasi


● Vitamin E 2x200 IU/hari dan asam folat 2x1 mg/hari
● Vitamin C 2-3 mg/kg/hari diberikan secara bersamaan pada saat pemberian desferoksamin

4. Splenektomi
Splenektomi dipertimbangkan pada pasien usia >5 tahun yang setelah menjalani upaya transfusi yang adekuat, tetap
memiliki gejala sebagai berikut :
● Terjadi peningkatan kebutuhan transfusi PRC: 200-250 mL/kg/tahun.
● Terdapat tanda hipersplenisme.
● Splenomegali masif.
Imunoprofilaksis dan kemoprofilaksis diberikan untuk mencegah infeksi berat pasca-splenektomi
2.8 Tatalaksana
5. Transplantasi Sum Sum Tulang
● Hasil terbaik diperoleh pada anak yang berusia di bawah 3 tahun, sehingga transplantasi dipertimbangkan pada usia
muda sebelum pasien mengalami komplikasi akibat kelebihan besi.
● Transplantasi sumsum tulang hanya dapat membuat seorang thalassemia mayor menjadi tidak lagi memerlukan transfusi
darah, namun masih dapat memberikan gen thalassemia pada keturunannya.

6. Vaksinasi
● Pasien thalassemia hendaknya mendapatkan vaksinasi secara optimal karena pasien thalassemia merupakan kelompok
risiko tinggi akibat transfusi darah dan tindakan splenektomi. Status imunisasi perlu dievaluasi secara teratur dan segera
dilengkapi.
● Vaksin hepatitis B, pneumokokus, meningokokus, dan Hib perlu dilengkapi pada pasien thalassemia, terutama yang
akan menjalani splenektomi.
2.8 Tatalaksana
7. Transplantasi Sel Punca
● prosedur pencangkokan sel punca (stem cell) atau sel induk (progenitor cell) darah dari satu individu ke individu lain,
atau dari individu itu sendiri.
● Hasil yang baik. Dimana pasien thalasemia yang menerima donor sel punca darah tali pusat dapat bertahan hidup
selama lima tahun dan sebagian bebas dari thalasemia setelah tranplantasi sel punca yang pertamai. Selain itu,
engrafment (pembentukan sel darah baru setelah transplantasi) juga berjalan dengan baik.

8. Terapi Gen
● Terapi gen dimaksudkan sebagai terapi yang dapat mengubah susunan mutasi gen yang dikandung di dalam sel
hematopoiesis.
● Pendekatan terapi gen pada Talasemia adalah dengan melakukan harvesting sumsum tulang dari pasien, kemudian sel-sel
tersebut dilakukan kutlur dan pemeliharaan. Tahap selanjutnya adalah dengan melakukan insersi gen yang normal ke
kultur sel tersebut dengan menggunakan perantara virus. Hasil insersi gen normal tersebut kemudian dilakukan transfusi
kembali melalui jalur Intra Vena kepada pasien.
2.9 Komplikasi
•Komplikasi Pada Jantung : kardiomiopati hemosiderrhosis, gagal jantung, hipertensi pulmonal, arrithmia, disfungsi sistolik atau
diastolik, effuse pericardial, miokarditis atau pericarditis.
•Komplikasi Endokrin :
ühypogonadotropik hipogonadisme dilaporkan di atas 75% pasien.
üKomplikasi endokrin yang lainnya adalah intoleransi glukosa yang disebabkan penumpukan besi pada pankreas sehingga
mengakibatkan diabetes.
üDisfungsi thyroid : hypothyroid -> peningkatan kadar TSH, hypoparathyroid -> penurunan kadar serum kalsium, phosphate dan hormon
parathyroid
•Komplikasi Metabolik : Rendahnya masa tulang yang disebabkan oleh malnutrisi, disfungsi multiendokrin dan defisiensi dari vitamin
D, kalsium dan zinc.
•Komplikasi Hepar :
ühepatomegaly, penurunan konsentrasi albumin, peningkatan aktivitas aspartate dan alanine transaminase.
ühepatitis B dan hepatitis C
•Komplikasi Neurologi : Komplikasi neurologis pada penderita thalasemia beta mayor dikaitkan dengan beberapa faktor antara lain
adanya hipoksia kronis, ekspansi sumsum tulang, kelebihan zat besi dan adanya dampak neurotoksik dari pemberian
desferrioxamine.
2.10 Pencegahan
Konseling genetik merupakan proses komunikasi yang berkaitan dengan masalah-masalah manusia yang berhubungan dengan kejadian atau
resiko terjadinya kelainan genetik dalam keluarga.

Proses ini melibatkan upaya konselor dalam membantu sebuah keluarga untuk:
● Memahami fakta medis, termasuk diagnosis.
● Memahami bahwa adanya keterkaitan penyakit tersebut dengan pewarisan keturunan dan risiko terjadinya penyakit berulang pada
keluarga.
● Memahami pilihan-pilihan dalam mangangani penyakit.

Dalam memastikan diagnosis, tes genetik yang dapat dilakukan adalah:

Carrier Testing: tes yang dilakukan untuk menentukan apakah seseorang membawa satu salinan mutasi gen untuk suatu penyakit resesif
tertentu.

Preimplementation Genetic Diagnosis (PGD): teknik khusus yang dapat mengurangi risiko memiliki anak dengan kelainan genetik. Hal
ini dilakukan untuk mendeteksi perubahan genetik pada.

Prenatal Testing: tes ini digunakan untuk mendeteksi perubahan dalam gen atau kromosom pada janin. Tes ini ditawarkan selama
kehamilan jika ada peningkatan risiko bayi yang akan dilahirkan memiliki kelainan genetik. Diagnosis prenatal adalah prosedur diagnosis
janin pada saat kehamilan. Kelainan utama yang ditarget pada prosedur ini adalah kelainan genetik, baik pada level kromosom sampai DNA.
Beberapa pilihan diagnosis prenatal adalah Chorionic villus sampling (CVS), Amniocentesis, dan Percutaneous umbilical cord blood sampling
(PUCB).
2.10 Pencegahan
Prenatal Testing: tes ini digunakan untuk mendeteksi perubahan dalam gen atau kromosom pada janin. Tes ini ditawarkan selama
kehamilan jika ada peningkatan risiko bayi yang akan dilahirkan memiliki kelainan genetik.

Newborn Screening: tes ini dilakukan hanya setelah kelahiran anak untuk mengidentifikasi gangguan genetik yang dapat diobati sedini
mungkin.

Diagnostic/confirmatory Testing: tes yang digunakan untuk mengidentifikasi atau mengkonfirmasi diagnosis suatu penyakit
berdasarkan tanda-tanda fisik dan gejala. Predictive Testing: tes untuk menentukan kemungkinan bahwa seseorang yang sehat dengan
memiliki riwayat keluarga dengan penyakit tertentu atau tidak, mungkin akan menderita penyakit tersebut.

Adapula pilihan yang dapat diberikan oleh seorang konselor genetika kepada keluarga pasien yang memiliki risiko anaknya
mengalami kelainan genetik jika ingin menambah keturunan, yakni :

● Menerima risiko yang akan terjadi dan tetap mengandung anaknya.


● Melakukan prenatal diagnosis.
● Melakukan preimplantasi diagnosis.
● Mendapatkan anak melalui gamete donation.
● Mengadopsi anak.
2.11 Prognosis

Pada umumnya kasus penyakit Hb H mempunyai prognosis baik, jarang memerlukan transfusi darah atau splenektomi dan dapat
hidup biasa. Thalasemia alfa 1 dan Thalasemia alfa 2 dengan fenotip yang normal pada umumnya juga mempunyai prognosis baik dan
tidak memerlukan pengobatan khusus. Transplantasi sumsum tulang alogenik adalah salah satu pengobatan alternative tetapi hingga
saat ini belum mendapatkan penyesuaian hasil atau bermanfaat yang sama di antara berbagai penyelidik secara global.

Thalasemia β homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia dekade ke 3, walaupun digunakan
antibiotic untuk mencegah infeksi dan pemberian chelating agents (desferal) untuk mengurangi hemosiderosis (harga umumnya tidak
terjangkau oleh penduduk Negara berkembang). Di Negara maju dengan fasilitas transfuse yang cukup dan perawatan dengan
chelating agents yangbaik, usia dapat mencapai dekade ke 5 dan kualitas hidup juga lebih baik.
Sumber
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014

Buku-Referensi-Talasemia-Genetik-Dasar-dan-Pengelolaan-Terkini%20(1).pdf

Retno Dwi Wulandari. Kelainan pada Sintesis Hemoglobin: Thalassemia dan Epidemiologi Thalassemia. Jurnal Ilmiah Kedokteran
Wijaya Kusuma 5(2) : 33-43

Regar. J (2013). ASPEK GENETIK TALASEMIA.JURNAL BIOMEDIK (JBM). Https://doi.org/10.35790/jbm.1.3.2009.829

Hoffbrand A, Moss PA. Kapita Selekta Hematologi ed VII. 2014. 75-6

The Calgary Guide to Understanding Disease Disclaimer

Cappellini MD, 2012. The Thalassemias. In: Goldman, L. & Schafer, A. I. (eds.) Cecil Medicine. 24th ed. New York.

Bajwa H, Basit H. Thalassemia. Nih.gov. Published November 5, 2021. Accessed February 27, 2022.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545151/

Anda mungkin juga menyukai