Jakarta, July 2008 Pendahuluan Bila kita melihat berpuluh-puluh jenis dan warna suatu bendera, masing masing pasti mengandung arti. Demikian halnya dengan Sang Merah Putih bagi Bangsa Indonesia, warna Merah dan Putih mempunyai arti yang sangat mendalam. Kedua warna tersebut tidak begitu saja dipilih dan dibuat secara tiba-tiba. Lambang Warna Merah dan Putih Menurut sejarah, orang-orang Austronesia, 6000 tahun yg lalu datang ke Indonesia timur dan barat melalui semenanjung dan Filipina, pada zaman itu manusia memuja matahari (aditya) dan bulan (candra). Matahari dianggap sebagai lambang Merah dan Bulan dianggap lambang warna Putih. Asal Bangsa Indonesia Sekitar 4000 tahun yang lalu terjadi perpindahan kedua, yaitu masuknya orang Indonesia kuno dari Asia Tenggara dan berbaur dengan pendatang yang lebih dulu (Austronesia) ,pembauran inilah lahir keturunan yang dikenal Bangsa Indonesia. Perkataan Indonesia berasal dari ahli purbakala bangsa Jerman yang bernama Jordan sedang belajar di Belanda dengan studi khusus mengenai rantaian kepulauan. Karena kepulauan ini secara geografis berdekatan dengan India, ia menamakan kepulauan India. Nesos adalah bahasa Yunani yang berarti pulau-pulau, sehingga menjadi Indunesos dan akhirnya menjadi Indonesia (buku : Bung Karno penyambung lidah rakyat Indonesia, hal 85, oleh Cindy Adams). Pada zaman itu ada kepercayaan memuliakan zat hidup atau zat kesaktian bagi setiap mahluk hidup. Getah adalah zat yang memberi kehidupan bagi tumbuh-tumbuhan. Getih adalah zat yang memberi kehidupan bagi binatang dan manusia. Dari kepercayaan inilah maka warna merah dan putih menjadi warna pujaan,warna keangungan. Mengenal Lambang Pada permulaan tahun masehi selama 2 abad lamanya rakyat di kepulauan Nusantara ini mempunyai kepandaian membuat ukir-ukiran dari kayu, batu maupun logam (perak, perunggu, kuningan). Dengan mendapat pengaruh dari kebudayaan dong song berhasil membuat genderang terbesar se-Nusantara yang disebut Nekara. Di pulau Bali genderang ini disebut Nekara Bulan Pajeng yang disimpan di dalam pura. Pada nekara tersebut terdapat lukisan orang menari dengan hiasan bendera dan umbul-umbul dari bulu burung. Di Gunung Kidul Selatan Yogyakarta terdapat kuburan berupa Waruga (peti mati) dengan lukisan bendera merah putih berkibar di belakang seorang perwira menunggang kerbau, seperti yang terdapat di kaki Gunung Dompu. Pada petilasan waruga di dalamnya terdapat manik- manik dari tanah warna merah dan putih Pada petilasan Tugu Jawa Barat peninggalan Raja Purnawarman, Kerajaan Taruma Negara saat itu agama Hindu berkembang, terdapat sebuah lukisan tentang Kebesaran Raja menyebutkan DWAJA, dari bahasa Sanksekerta, yang artinya tanda, lambang, bendera, pataka, umbul-umbul, tunggul seperti yang terdapat di kaki Candi Borobudur. Sejak Kapan Bangsa di Dunia Ini Memakai Bendera Berdasarkan catatan sejarah bahwa awal mulanya orang menggunakan bendera sebagai identitas dimulai dengan memakai emblim sifatnya perorangan. Kemudian berkembang menjadi tanda suatu kelompok/satuan dengan menggunakan kulit atau kain yang dapat berkibar hingga mudah dilihat. Berdasarkan penelitian terhadap hasil-hasil benda kuno ada petunjuk bahwa bangsa Mesir telah menggunakan bendera pada kapal-kapalnya dan sebagai tanda bagi wilayah yang dikuasai. Bangsa Cina saat zaman Kaisar Chou tahun 1122 sebelum Masehi. Tentara Napoleon I dan II juga menggunakan bendera dengan lambang garuda di puncak tiang. Bangsa Punisia dan Yunani menggunakan bendera untuk perang atau menunjukkan kehadiran raja,opsir atau pejabat tinggi negara. Bangsa Inggris menggunakan bendera sejak abad VIII. Bangsa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928, belum menjadi negara telah mengibarkan bendera Merah Putih. Sejarah Merah dan Putih Merah Putih berkibar sebagai bendera kebangsaan pertama kali pada 28 Oktober 1928 jauh sebelum menjadi negara,baru cita-cita. Saat itu dilaksanakan Kongres Pemuda di Jakarta dan dikenal sebagai Sumpah Pemuda. Pada titik penentuan itu pemuda yang bergabung dalam Angkatan Pemuda Indonesia mengibarkan bendera Merah Putih dan memperdengarkan lagu Indonesia Raya. Keduanya merupakan lambang kebangsaan yang telah disepakati 17 tahun sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Mengapa Merah Putih Sudah Disepakati pada 1928 Ini sebagai penanda bagi satu bangsa yang dicita- citakan dan akan disebut Bangsa Indonesia. Ini bukanlah suatu koinsiden sejarah, melainkan justru suatu keputusan yang dilandasi kenyataan sejarah. Sekalipun kemerdekaan Indonesia baru diprok- lamirkan 17 tahun mendatang, tetapi kelahiran Bangsa Indonesia telah terjadi pada 28 Oktober 1928. Pada tanggal tersebut Sukarno dengan resmi mengikrarkan Sumpah Chidmat, Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa Indonesia. Pada tahun 1928 ini pula untuk pertama kali lagu Kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan. Selanjutnya Bangsa Indonesia telah mempunyai Bendera Merah Putih dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Jejak sejarah Warna Merah dan Putih Menurut sejarahwan Prof H. Muhammad Yamin, Merah Putih mempunyai jejak sejarah sepanjang 6000 tahun. Berdasarkan kajiannya bukti sejarah menunjukkan bahwa nenek moyang kita seja enam melenium lalu melakukan pemujaan terhadap Matahari dan Bulan. Matahari diwakili dengan warna Merah dan Bulan dilambangkan dengan warna Putih,ini disebut zaman Aditya Candra, Aditya itu Matahari dan Candra adalah Bulan. Pada zaman itu ada kepercayaan yang memuliakan zat hidup atau zat kesaktian bagi mahluk hidup yaitu getah dan getih. Getah berwarna putih adalah zat kesaktian tumbuh- tumbuhan, getih berwarna merah zat kesaktian hewan dan manusia. Ukiran pada dinding Candi Borobudur yang dibangun pada abad ke 9 menggambarkan tiga orang hulu balang membawa umbul-umbul berwarna gelap dan terang, diduga lambang warna merah dan putih. Catatan lain sekitar Borobudur sering menyebut Bunga Tunjung Mabang (merah) dan Tunjung Maputeh (putih). Ukiran Tunjung Merah dan Putih ini juga tampak di Candi Mendut, letaknya tidak jauh dari Candi Borobudur. Di bekas Kerajaan Sriwijaya, tampak pula berbagai peninggalan dengan unsur warna merah dan putih. Antonio Pigafetta, seorang pencatat dalam pelayaran Marco Polo pada abad 16, dalam kamus kecilnya yang berisi 426 kata-kata Indonesia memasukkan, entri cain mera dan cain pute, yang diterjemahkannya sebagai al panno rosso et al panno bianco. Bila tidak sering melihat kombinasi Merah-Putih sebagai satu kesatuan, tidak mungkin Pigafetta memasukkanya sebagai sebuah entri. Pada abad ke 16 dua bilah cincin berpermata merah dan putih diwariskan oleh Raja Majapahit kepada Ratu Jepara yang bernama Kalinyamat. Kerajaan Mataram sendiri umbul-umbul Gula Kelapa, gula warna merah dan kelapa warna putih diwariskan oleh Kiai Ageng Tarub dan terus dimuliakan oleh Sultan Agung serta raja-raja yang meneruskannya. Pangeran Diponegoro pada abad 19, dimulai dengan barisan rakyat yang mengibarkan umbul-umbul Merah-Putih. Gerakkan Paderi di Sumatera Barat meng- gunakan sorban berwarna merah dengan jubah berwarna putih, untuk menandai perlawanan terhadap Belanda. Di Sulawesi Selatan, Raja Bone yang bernama Karrampeluwa, pada abad 15 juga sudah mengibarkan umbul-umbul berwarna merah dan putih, disebut sebagai Callae ri dan Callae ri abeo. Kejayaan Merah Putih Pada masa perjuangan bendera Merah Putih semakin memperoleh tempat di hati bangsa Indonesia. Di Negeri Belanda, mahasiswa Indonesia yang tergabung dalam Perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging) pada tahun 1920 mengibarkan bendera Merah Putih untuk menyatakan cita-cita Indonesia Merdeka. Secara sederhana ketika itu dinyatakan bahwa Merah berarti Berani, sedang Putih lambang Kesucian, artinya keberanian di atas kesucian. Tahun 1927 Ir. Soekarno mendirikan Partai Nasional Indonesia, ia menggunakan lambang bendera Merah-Putih dan gambar kepala banteng di tengahnya. Ketika Bung Karno diasingkan ke Flores sebelum masa pendudukan Jepang, telah mengobarkan semangat kebangsaan dengan menggunakan sandi-sandi Merah-Putih dan Indonesia Raya. Pada 28 Oktober 1928 bendera Merah Putih dikibarkan oleh para pemuda sebagai bendera kebangsaan, semula bendera Merah Putih direncanakan akan memakai gambar garuda rajawali terbang di tengahnya, kemudian diputuskan untuk memakai lambang burung garuda rajawali itu secara terpisah. Selanjutnya lambang garuda rajawali dibakukan sebagai lambang negara, lengkap dengan Amsal Tantular yang tertera pada pita cengkeraman garuda, berbunyi : BHINEKA TUNGGAL IKA. Masih banyak lagi ihwal merah-putih seperti kepercayan orang Jawa adanya bubur merah dan putih yang dipakai untuk acara selamatan. Perjalanan sejarah Merah Putih menjadi bendera kebangsaan memang sangat panjang, perjuangan dan pengorbanan untuk mengi- barkannya di bumi persada pun sudah sangat besar. Adakah pemandangan yang lebih mem- banggakan daripada Sang Saka Merah Putih yang kini berkibar anggun pada tiang beton bersegi delapan setinggi 17 meter, dikelilingi kolam teratai berbunga merah dan putih di depan Istana Merdeka, Rumah Bangsa Indonesia. Untuk mengenang perjuangan para syuhada pendahulu Bangsa, setiap tanggal 17 Agustus diselenggarakan upacara dengan menaikkan Sang Merah Putih oleh Anggota Paskibraka di halaman Istana Merdeka. Proklamasi Kemerdekaan Mengibarkan Merah Putih Perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaannya mencapai titik puncak pada pertengahan tahun 1945 (17 Agustus 1945). Tgl.16-8-1945 Soekarno-Hatta diculik oleh tokoh pemuda dibawa ke Rengasdengklok para pemuda tidak sabar untuk segera bung Karno memproklamirkan kemerdekaan,tapi tetap pada pendiriannya. Sukarni adalah pemimpin pemuda yang mencu lik Soekarno/Hatta. Masih di Rengasdengklok, para pemuda rupa- nya meminta Wedana menyiapkan upacara di halaman didepan markas PETA, upacara digelar untuk menjadi panggung Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Siang harinya dilakukan upacara pengibaran bendera Merah Putih dipimpin oleh Wedana Soedjono Adipranoto. Karena yang hadir hanya sedikit pemuda mengajak rakyat berjalan ke alaun-alun, orangnya lebih banyak. Disana Merah Putih dikibarkan dipimpin oleh komandan PETA Ngadam Soeradji. Peran Ibu Fatmawati dengan menunjukan kondisi kesehatan Guntur waktu itu,minta pengertian pemuda untuk mereka kembali ke Jakarta malam itu juga. Setiba di Jakarta lewat tengah malam Bung Karno mengundang pertemuan di rumah Laks. Maeda, Panglima Besar AL Jepang di Jawa sebelumnya Soekarno/Hatta dan Laks. Maeda telah mengadakan pertemuan dengan Jend. Yamamoto Kepala Pem. Militer Jepang. Yang hadir dalam pertemuan antara lain, Mr.Achmad Subardjo, Dr.Radjiman, Dr.Sam Ratulangi, Prof.Soepomo, Mr.Latuharharry, Dr.Boentaran, Mr.Iwa Kusumasumantri dan dari pemuda yg hadir antara lain Chaerul Saleh, Bm Diah dan Soekarni. Bung Karno sudah menyiapkan naskah ringkas yang ditulis tangan diatas kertas bergaris biru yang disobek begitu saja, walaupun menjadi perdebatan, namun semua sadar dan sepakat bahwa harus selesai sebelum fajar menyingsing. Kemudian naskah diketik oleh Sajuti Melik, pemuda yang baru dibebaskan oleh Kempetai, Sajuti Melik adalah suami SK.Trimurti, nama Sajuti Melik hanyalah panggilan karena ada Sajuti lagi, Sajuti Melok. Malam itu para pejuang pemuda di beberapa tempat di Jakarta tampak berkumpul seolah menantikan kelahiran Republik Indonesia yang telah lama dikandung oleh Ibu Pertiwi tercinta. Esok harinya 17 Agustus 1945 jam 10 pagi naskah Proklamasi dibacakan oleh Soekarno, dihalaman rumah Jl.Pegangsaan Timur 56, Bendera Merah Putih dikibar kan, bendera dipegang pemuda Suhud, dikerek oleh pemuda Latief Hendraningrat yang berseragan PETA. Semua yang hadir mengiringi kibaran Merah Putih dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, tidak ada yang memimpin lagu, sehingga suara terdengar sumbang, selain karena emosi yang meluap-luap dari para hadirin. Ketika upacara selesai tidak seorangpun tak berlinang air matanya, tiba-tiba Ibu Fatmawati memeluk SK Trimurti, keduanya kemudian menangis tersedu, diikuti yang lain berpelukan penuh keharuan. Karena alat komunikasi dan kondisi politik saat itu tidak mungkin rakyat Indonesia serentak mengetahui bahwa bangsanya telah merdeka. Indonesia Merdeka Hari Jum’at legi, bulan puasa, tgl 17-8-1945 jam 10 pagi naskah Proklamasi dibacakan oleh Soekarno, bendera Merah Putih dikibarkan kemudian lagu Indonesia Raya dinyanyikan, Bangsa Indonesia Merdeka. 10 Juta bendera Merah Putih disebar keseluruh penjuru tanah air, tgl 1 Agustus 1945 setiap warga memekikkan ucapan MERDEKA sebagai salam dengan mengangkat telapak tangan setinggi bahu. Angka 17 adalah angka suci, mempunyai makna tersendiri menurut Soekarno yaitu, Al Qur’an diturunkan tanggal 17, orang Islam shalat sehari 17 raka’at oleh karena itu angka 17 bukanlah buatan manusia (memang bila dipikir secara logika tidak ketemu). Bendera Pusaka adalah bendera yang dijahit langsung oleh tangan Ibu Fatmawati pada tahun 1944, dua blok kain merah dan putih dari katun halus setara dengan jenis primissima untuk batik tulis halus diperoleh dari sebuah gudang di Jl.Pintu Air, pemberian Shimizu orang Jepang yang simpati kepada perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Siang dan malam bendera pusaka berkibar di tengah hujan dan terik matahari tak henti-hentinya sampai terjadi penyerangan dan aksi teror yang dilakukan oleh Belanda, Ibukota Jakarta tidak aman. Tanggal 3 Januari 1946 karena keamanan Presiden dan wakil Presiden pada malam hari dengan kereta api yang berhenti tepat dibelakang rumah berangkat ke Jogya. Tanggal 4 Januari 1946 pagi kereta api tiba di Stasiun Tugu Jogyakarta, sejak itu pemerintahan berada di Jogya dan Bendera Merah Putih berkibar di tiang bendera yang besar dan tinggi di depan Gedung Agung tampak lebih sepadan bila dibandingkan di tiang bendera di Pengangsaan Timur. Bendera Merah Putih berkibar dengan megah di halaman Gedung Agung setiap hari. Tgl 17 Agustus 1946 dilakukan peringatan ulang tahun pertama Kemerdekaan Republik Indonesia. Bapak Husein Mutahar ketika itu sudah menjadi seorang ajudan Presiden, dikenal juga sebagai pandu yang aktif diberi tugas untuk menyusun upacara pengibaran bendera. Saat itu beliau sudah mempunyai pemikiran bahwa untuk menumbuhkan rasa persatuan bangsa maka pengibaran bendera Merah Putih sebaiknya dilakukan oleh para pemuda yang mewakili daerah-daerah Indonesia. Mutahar kemudian memilih lima orang pemuda yang bermukim di Jogyakarta, 3 orang laki-laki dan 2 orang perempuan, lima orang merupakan simbol Pancasila. Upacara bendera Pusaka Merah Putih di halaman Gedung Agung dilaksanakan lagi pada tanggal 17 Agustus 1947, 1948 dan 1949 dengan menampilkan para pemuda dari daerah-daerah lainnya. Keadaan semakin tidak aman, agresi Belanda meluas diseluruh tanah air, termasuk ke Jogyakarta ibu kota negara. Serangan terbesar terjadi pada 19 Desember 1948, serbuan atas Jogya pemerintah memutuskan tidak meninggalkan kota, tapi menganjurkan perjuangan diteruskan. Jogyakarta lumpuh semua telah dikuasai Belanda kecuali Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Gedung Agung yang juga telah dikepung kendaraan lapis baja Panglima Besar Soedirman yang keadaan sakit parah datang ke Gedung Agung minta agar Presiden Soekarno meninggalkan kota tapi ditolak Jenderal Soedirman dengan kecewa berangkat bergerilya melalui jalur yang belum diduduki Belanda Jogyakarta akhirnya jatuh, Presiden dan Wakil Presiden dan pemimpin yang lain ditawan, Bung Karno dan Bung Hatta diasingkan (Brastagi, Mentok). Bung Hatta sempat mendiktekan surat kepada TB Simatupang Wakil II Kepala Staf Angkatan Perang,dan ditanda tangani yang menjadi dasar legal untuk melanjutkan perjuangan. Bung Karno pun sempat melakukan penyelamatan bendera Merah Putih yang dijahit Ibu Fatmawati, diserahkan kepada Husein Mutahar ajudan Presiden dengan amanat sebagai berikut. “Aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada diriku, dengan ini aku memberikan tugas kepadamu pribadi, dalam keadaan apapun aku memerin-tahkan kepadamu untuk menjaga bendera ini dengan nyawamu.” “Bendera ini tidak boleh jatuh ketangan musuh, disatu waktu jika Tuhan mengizinkannya engkau mengembalikan nya kepadaku sendiri dan tidak kepada siapapun kecuali kepada kepada orang yang menggantikanku sekiranya umurku pendek. Andaikata engkau gugur dalam menyelamatkan bendera ini, percayakan lah tugasmu kepada orang lain dan dia harus menyerahkannya kepadaku sebagaimana engkau harus mengerjakannya.” Mutahar adalah seorang pemuda pejuang yang terlibat dalam pertempuran lima hari di Semarang, semula sebagai sekretaris Laksamana Muda Moh. Nasir panglima AL dengan pangkat Kapten AL. Bung Karno mengenalnya sebagai pengemudi mobil yang mengantarnya dari Semarang ke Magelang, kemudian diminta dan diangkat sebagai ajudan Presiden dengan pangkat Mayor AD. Saat diserahi tugas penyelamatan bendera, Mutahar memisahkan kain merah dan kain putih dengan bantuan Ibu Pernadinata kemudian ditempatkan di dasar dua buah koper selanjutnya ditumpuki pakaian beliau. Ketika hukuman Pak Mutahar menjadi tahanan kota beliau berhasil melarikan diri ke Jakarta, di Jakarta numpang tidur di rumah Sutan Syahrir kemudian mondok di rumah R.Said Soekanto Tjokrodiatmodjo, Kapolri I, sambil mencari informasi tentang keberadaan Bang Karno yang saat itu di asingkan di Mentok, Bangka. Bulan Juni 1948 Mutahar menerima kabar dari Sudjono, seorang anggota delegasi RI yang membawa surat pribadi dari Bung Karno, minta agar bendera diserahkan beliau untuk dibawa ke Mentok. Mutahar meminjam mesin jahit dari istri seorang dokter, dengan hati-hati beliau berhasil menyatukan kedua warna kain tersebut menjadi bendera sesuai jaitan aslinya, dengan dibungkus koran sebagai penyamaran kemudian diserahkan kepada Sudjono. Tgl 6 Juli 1949 Presiden dan Wakil Presiden dan beberapa pemimpin lainnya kembali ke Jogyakarta, sebulan kemudian pada tgl 17 Agustus 1949 Sang Merah Pusat berkibar kembali di depan Gedung Agung untuk memperingti Proklamasi Kemerdekaan RI. Belanda mengakui kedaulatan RI yang ditanda tangani pada tgl 27 Desember 1949 Presiden Soekarno kembali ke Jakarta, Ibukota Republik kembali ke Jakarta. Bung Karno menempatkan bendera Merah Putih dalam sebuah peti berukir, saat turun dari pesawat yang pertama kali keluar adalah pengawal kehormatan mengiringkan Sang Merah Putih kemudian disusul penumpang yang lain yang disambut dengan pekik Merdeka, Merdeka oleh rakyat yang menyambut. Jadilah kemudian Istana Gambir menjadi Istana Merdeka termasuk jalan dan Istiqlal berarti Merdeka. Sejak itu Bendera Pusaka dikibarkan di halaman Istana Merdeka pada detik-detik Proklamasi setiap tahun. Hari kemerdekaan tahun 1967 Bung Karno sudah lengser, Sang Merah Putih tidak ada disimpan olehnya semua bingung mencari. Sebuah delegasi diutus untuk menemui Bung Karno di Istana Bogor, Bung Karno menyadari bahwa Bendera Pusaka telah menjadi milik bangsa Indonesia. Bung Karno menyetujui dengan syarat disertai dengan Panglima 4 angkatan. Kemudian Sang Merah Putih yang disimpan di bawah Monas selama ini diserahkan untuk dikibarkan di halaman Istana Merdeka. Setelah menerima kembali Bendera Pusaka Pj.Presiden memanggil Husein Mutahar untuk mengidentifikasi keasliannya yang memang beliau mengetahui betul. Presiden Soeharto prihatin melihat kondisi Bendera Pusaka dan menyampaikan niatnya untuk tidak mengibarkan Bendera Pusaka itu lagi. Bp.Mutahar tidak setuju gagasan itu walaupun hanya sekali dikibarkan pada masa pemerintahan Soeharto. Pada masa Presiden Soeharto Bendera Pusaka dikibarkan hanya 2 kali, yaitu pada 17 Agustus 1967 dan 17 Agustus 1968 karena kondisi bendera yang tidak memungkinkan lagi. Pada 5 Agustus1969 dibuatkan Duplikat Bendera Pusaka dari kain sutera alam dan Duplikat Naskah Proklamasi kemudian diserahkan kepada Daerah tk.I dan Tk.II seluruh Indonesia. Bendera Pusaka yang sudah rapuh ditempatkan disebuah peti berukir dan dipakai untuk mengiringi pengibaran Duplikat Bendera Pusaka setiap 17 Agustus di Istana Merdeka. Mulai tahun 199… sampai sekarang Bendera Pusaka tidak mengiringi dalam pengibaran karena sudah sangat renta. PASKIBRAKA Tahun 1967 Bapak Husein Mutahar menjabat sebagai Dirjen Urusan Pemuda dan Pramuka (UDAKA) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diberi tugas untuk menyusun tatacara pengibaran Bendera Pusaka. Beliau membentuk pasukan yang terdiri atas 3 kelompok yaitu : kelompok 17 sebagai pengiring /pemandu, kelompok 8 sebagai inti pembawa bendera, kelompok 45 sebagai pengawal. Pasukan ini kemudian disebut PASKIBRAKA (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka). Makna dan Falsafah Makna : Para adi Paskibraka adalah siswa Adi = Istimewa, berprestasi, dari pelajar tingkat SMU yang berprestasi, aktif berorganisasi, nilai belajar di atas cukup. Lulus seleksi/pemilihan yang dilaksanakan secara berjenjang dan jujur. Diambil dari pelajar/siswa SMU karena dianggap belum banyak terpengaruh masalah politik. Falsafah; diciptakannya pelaksanaan upacara menaikkan dan menurunkan bendera pada hari proklamasi Kemerdekaan oleh generasi muda utusan daerah dari seluruh Indonesia memiliki falsafah yang dalam antara lain bermakna bahwa kemerdekaan Indonesia ini menjadi tanggung jawab seluruh bangsa, manusia Indonesia teristimewa generasi mudanya yang akan menjadi generasi penerus dalam mengisi kemerdekaan. Ketiga kelompok itu sebagai simbol tanggal, bulan dan tahun Proklamasi Kemerdekaan RI. Tahun 1967 para pengibar bendera untuk pok.17 dan pok.8 direkrut dari putra-putra daerah yang ada di Jakarta untuk memudahkan pelatihan, kebanyakan dari anggota Pramuka yang sudah terlatih. Rencana pok.45 akan diambil dari Taruna Akabri, karena beberapa pertimbangan maka memutuskan menggunakan anggota PASWALPRES sekarang PASPAMPRES. Tahun 1967 sampai tahun 1972 namanya PENGEREK BENDERA. Mulai tahun1973, Idik Suleman, seorang pejabat di Direktorat Pembinaan Generasi Muda (Dit. PGM) melontarkan suatu nama PASKIBRAKA, PAS=Pasukan;KIB=Kibar; Ra=Bendera; KA=Pusaka, dan disetujui dan dipakai sampai sekarang. PASKIBRAKA telah lahir, tata upacara pengibaran Bendera Pusaka dengan koreografer Bapak Husein Mutahar telah dibakukan. Setiap warga bangsa yang pernah menyaksikan upacara tersebut, tentu sepakat menyatakan bahwa upacara itu berlangsung dengan agung dan khidmat. Anggota Paskibraka mendapat gemblengan yang tidak ringan, baik fisik maupun mental. Fisik oleh seorang pelatih, sedangkan mental oleh seorang pembina. Masih banyak faktor teknis dan non teknis yang berkaitan dengan keberhasilan tata upacara. Empat puluh tahun sudah acara tetap tahunan di Istana Merdeka, Paskibraka telah melahirkan beberapa pembina yang bertahun-tahun mem- persiapkan Paskibraka. Beberapa pembina yang lalu antara lain adalah Idik Sulaeman, Susanto Martodihardjo, Bunda Bunakim, Soekari Handoyosoebroto, Soebedjo, Darminto Surapati, Samboyo, Soetopo Sahid, Suksmadi, Sukirno dan Ella Seba.