Anda di halaman 1dari 25

PENGHANTARAN BARU

KOSMETIKA
PERATURAN TERKAIT KOSMETIKA
REGULASI
 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1175/Men.Kes/Per/VIII/2010 tentang Izin Produksi
Kosmetik
 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.12.11.10689
Tahun 2011 tentang Bentuk dan Jenis Sediaan Kosmetika Tertentu yang dapat
Diproduksi oleh Industri Kosmetik yang Memiliki Izin Produksi Golongan B
 Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.4.3870 Tahun
2003 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika yang BaikKosmetika yang Baik
 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.42.06.10.4556
Tahun 2010 tentang Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika yang
Baik
 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1176/Men.Kes/Per/VIII/2010 tentang Notifikasi
Kosmetik
 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.12.10.11983
Tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 34 Tahun 2013
 JDIH BADAN POM https://jdih.pom.go.id/
 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA
DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT
kategori 3: Registrasi sediaan lain yang mengandung Obat dengan
teknologi khusus, dapat berupa transdermal patch, implant, dan
beads.
 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG
PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA
Pasal 3
(1) Kosmetika harus memenuhi persyaratan keamanan dan
kemanfaatan yang dibuktikan melalui hasil uji dan/atau referensi
empiris/ilmiah lain yang relevan.
(2) Kosmetika yang mencantumkan Klaim kemanfaatan harus mengacu
pada Pedoman Klaim Kosmetika sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Pasal 4
Kosmetika harus memenuhi persyaratan mutu sebagaimana
tercantum dalam Kodeks Kosmetika Indonesia, standar lain
yang diakui, atau sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 5
(1) Penandaan harus berisi informasi mengenai Kosmetika secara
lengkap, obyektif, dan tidak menyesatkan.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. dapat berbentuk tulisan, gambar, warna, atau kombinasi antara atau
ketiganya atau bentuk lainnya yang disertakan pada Kosmetika atau
dimasukkan dalam kemasan sekunder atau merupakan bagian dari
kemasan primer dan/atau kemasan sekunder;
b. harus lengkap dengan mencantumkan semua informasi yang
dipersyaratkan;
c. harus obyektif dengan memberikan informasi sesuai dengan
kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat keamanan
dan kemanfaatan Kosmetika;
d. harus tidak menyesatkan dengan memberikan informasi yang jujur,
akurat, bertanggung jawab, dan tidak boleh memanfaatkan kekuatiran
masyarakat akan suatu masalah kesehatan; dan
e. tidak boleh menyatakan seolah-olah sebagai obat
Pasal 9
Komposisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d harus
memenuhi ketentuan:
a. menggunakan nama Bahan Kosmetika sesuai dengan nama
International Nomenclature of Cosmetic Ingredients (INCI), kecuali
untuk Bahan Kosmetika yang belum ada nama INCI, dapat
menggunakan nama lain sesuai referensi yang berlaku secara
internasional;
b. menggunakan nama genus dan spesies untuk Bahan Kosmetika yang
berasal dari tumbuhan atau ekstrak tumbuhan;
c. diurutkan mulai dari kadar terbesar sampai kadar terkecil, kecuali
Bahan Kosmetika dengan kadar kurang dari 1% boleh ditulis tidak
berurutan;
d. bahan pewarna dapat ditulis tidak berurutan setelah Bahan
Kosmetika lain dengan menggunakan nomor Indeks Pewarna (Color
Index/CI) atau nama bahan pewarna untuk yang tidak mempunyai
nomor CI;
e. bahan pewangi atau bahan aromatis dapat menggunakan kata
"parfum", “perfume”, “fragrance”, “aroma” atau “flavor”; dan
f. bahan pewarna yang digunakan dalam satu seri Kosmetika
dekoratif dapat mencantumkan kata “dapat mengandung”, “may
contain” atau “+/-“ pada Penandaan
Pasal 10
Selain nama dan negara produsen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf e, harus dicantumkan pula:
a. nama pemberi lisensi, jika Kosmetika dibuat berdasarkan
lisensi;
b. nama industri yang melakukan pengemasan primer, jika
pengemasan tersebut dilakukan oleh industri yang berbeda.
PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 23
TAHUN 2019 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS BAHAN KOSMETIKA

 Pasal 1
Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan:
 1. Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakan pada bagian luar tubuh manusia seperti epidermis, rambut,
kuku, bibir, dan organ genital bagian luar, atau gigi dan membran mukosa
mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau
memelihara tubuh pada kondisi baik.
 2.Bahan Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan yang berasal dari
alam dan/atau sintetik yang merupakan komponen Kosmetika termasuk
Bahan Pewarna, Bahan Pengawet, dan Bahan Tabir Surya.
3. Bahan Pewarna adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk
memberi dan/atau memperbaiki warna pada Kosmetika.
4. Bahan Pengawet adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan
untuk mencegah kerusakan Kosmetika yang disebabkan oleh mikroorganisme.
5.Bahan Tabir Surya adalah bahan yang digunakan untuk melindungi kulit
dari radiasi sinar ultraviolet dengan cara menyerap, memantulkan, dan/atau
menghamburkan.
6.Penandaan adalah setiap informasi mengenai Kosmetika yang berbentuk
gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada
Kosmetika, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian
kemasan, serta yang dicetak langsung pada produk.
7. Dokumen Informasi Produk adalah data mengenai mutu, keamanan, dan
kemanfaatan Kosmetika.
Pasal 2
Pelaku Usaha wajib menjamin Kosmetika yang diproduksi untuk
diedarkan di dalam negeri dan/atau yang diimpor untuk diedarkan di
wilayah Indonesia memenuhi persyaratan teknis Bahan Kosmetika.

Pasal 3
(1) Persyaratan teknis Bahan Kosmetika sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 meliputi:
a. keamanan;
b.kemanfaatan; dan
c.mutu.
Pasal 4
Bahan Kosmetika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi:
a. bahan yang diizinkan digunakan dengan pembatasan dan persyaratan
penggunaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini;
b. bahan yang diizinkan sebagai Bahan Pewarna sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Badan ini;
c.bahan yang diizinkan sebagai Bahan Pengawet sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Badan ini; dan
d. bahan yang diizinkan sebagai Bahan Tabir Surya sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Badan ini.
Pasal 6
(1) Dalam hal Kosmetika impor mengandung Bahan Kosmetika berupa
isopropylparaben, isobutyl­paraben, dan/atau benzylparaben, Kosmetika
dapat dinotifikasi di Indonesia.
(2) Notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a.isopropylparaben, isobutylparaben, dan/atau benzylparaben diizinkan
sebagai Bahan Kosmetika di negara asal; dan
b.tidak bertentangan dengan persyaratan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Badan ini.
Pasal 7
(1) Dalam hal Kosmetika mengandung Bahan Kosmetika berupa alpha
arbutin dan/atau beta arbutin, pada Dokumen Informasi Produk wajib
dilampirkan data berupa hasil pengujian kandungan hydroquinone pada:
a.sertifikat analisis Kosmetika; dan
b.uji stabilitas Kosmetika.
(2) Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), pada Penandaan Kosmetika wajib dicantumkan kondisi penyimpanan.
Pasal 9
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, huruf d, dan
huruf e dikecualikan bagi bahan alam di Indonesia yang digunakan sebagai
Bahan Pewarna, Bahan Pengawet atau Bahan Tabir Surya untuk Kosmetika
yang dibuat di Indonesia.
(2) Dalam hal Kosmetika mengandung bahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus disertai dengan pembuktian secara ilmiah atau empiris.
(3) Pembuktian secara ilmiah atau empiris sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus dicantumkan dalam Dokumen Informasi Produk.
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.42.1018 TENTANG
BAHAN KOSMETIK
Pasal 2 Bahan kosmetik yang dilarang, terdiri dari:
a. Bahan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
b. Bahan yang tidak sesuai dengan Lampiran II dalam hal kadar dan persyaratan
penggunaan;
c. Bahan pewarna yang tidak tercantum dalam Lampiran III, kecuali bahan pewarna yang
penggunaannya hanya untuk pewarna rambut;
d. Bahan pewarna yang tercantum dalam Lampiran III diluar batasan kondisi penggunaan
kecuali bahan pewarna yang penggunaannya hanya untuk pewarna rambut;
e. Bahan pengawet yang tidak tercantum dalam Lampiran IV;
f. Bahan pengawet yang tercantum dalam Lampiran IV diluar kadar dan batasan kondisi
penggunaan;
g. Bahan tabir surya yang tidak tercantum dalam Lampiran V;
h. Bahan tabir surya yang tercantum dalam Lampiran V diluar kadar dan batasan kondisi
penggunaan.
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 23
Tahun 2019 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika
 Lampiran I Daftar Bahan Yang Diizinkan Digunakan Dalam Kosmetika Dengan
Pembatasan dan Persyaratan Penggunaan
 Lampiran II Daftar Bahan Pewarna Yang Diizinkan Dalam
 Lampiran III Daftar Bahan Pengawet Yang Diizinkan Dalam Kosmetika
 Lampiran IV Daftar Bahan Tabir Surya Yang Diizinkan Dalam Kosmetika
 Lampiran V Daftar Bahan Yang Tidak Diizinkan Dalam Kosmetika
 Anak Lampiran V Definisi Produk Hewan Kategori 1, Kategori 2 Dan Kategori 3
Menurut ASEAN
 Pasal 6
(1) Dalam hal Kosmetika impor mengandung Bahan
Kosmetika berupa isopropylparaben, isobutyl­paraben,
dan/atau benzylparaben, Kosmetika dapat dinotifikasi di
Indonesia.
(2) Notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Isopropylparaben , isobutylparaben, dan/atau
benzylparaben diizinkan sebagai Bahan Kosmetika di negara
asal; dan
b. tidak bertentangan dengan persyaratan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
Pasal 7
(1) Dalam hal Kosmetika mengandung Bahan Kosmetika
berupa alpha arbutin dan/atau beta arbutin, pada Dokumen
Informasi Produk wajib dilampirkan data berupa hasil
pengujian kandungan hydroquinone pada:
a. sertifikat analisis Kosmetika; dan
b. uji stabilitas Kosmetika.
(2) Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pada Penandaan Kosmetika wajib
dicantumkan kondisi penyimpanan.
2. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 25 Tahun 2019 tentang Pedoman Cara
Pembuatan Kosmetika Yang Baik
3. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 26 Tahun 2019 tentang Mekanisme Monitoring
Efek Samping Kosmetika
 Lampiran I 30 (Tiga Puluh) Bahan Pewarna Rambut
 Lampiran II Formulir Pelaporan Cepat
 Lampiran III Formulir Pelaporan Monitoring Efek Samping
Kosmetika
 Lampiran IV Tabel Rekapitulasi Hasil Monitoring Efek
Samping Kosmetika
 Monitoring Efek Samping Kosmetika adalah kegiatan yang
meliputi pemantauan, pencatatan, pengumpulan data,
pelaporan, evaluasi, dan tindak lanjut efek tidak
diinginkan yang timbul karena penggunaan Kosmetika.
 Efek Tidak Diinginkan Serius adalah efek yang tidak
diinginkan setelah penggunaan normal Kosmetika yang
menyebabkan kematian, mengancam jiwa, membutuhkan
rawat inap, atau menyebabkan cacat permanen, tanpa
harus diketahui hubungan sebab akibat terlebih dahulu.
 Efek Tidak Diinginkan Non-Serius adalah efek yang tidak
diinginkan setelah penggunaan normal Kosmetika yang
tidak menyebabkan kematian, tidak mengancam jiwa,
tidak membutuhkan rawat inap, atau tidak menyebabkan
cacat permanen, tanpa harus diketahui hubungan sebab
akibat terlebih dahulu.
 Pelaporan Monitoring Efek Samping Kosmetika sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) dapat dilakukan melalui:
a. e-reporting;
b. Surat elektronik dengan alamat: laporkosmetik@pom.go.id;
c. faksimili; atau
d.telepon.
BAHAN YANG SEBELUMNYA DIIZINKAN KEMUDIAN
DILARANG
1. m-fenilendiamin
2. Hidrokinon
3. Fenol dan garam alkalinya
4. Lead acetate
5. Solvent red 1 (CI 12150)
6. D&C Brown No. 1 / Acid Orange 24 (CI 20170)
7. Methylene Chloride (dichloromethane)
8. D&C Red No. 13 Ext/ Solvent Red 69/ Acid Red 73/
Brilliant Croceine Noo (CI 27290)
9. Vitamin K (Fitonadion)
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG
PEDOMAN TEKNIS PENGAWASAN IKLAN KOSMETIKA
Iklan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, harus:
a. Obyektif, yaitu memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak
boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan, cara penggunaan dan keamanan
Kosmetika;
b. Tidak menyesatkan, yaitu memberikan informasi yang akurat dan
bertanggungjawab serta tidak memanfaatkan kekhawatiran masyarakat akan suatu
masalah kesehatan; dan
c. Lengkap, yaitu mencantumkan spot Iklan “BACA CARA PENGGUNAAN DAN
PERINGATAN”, jika dipersyaratkan
 HAL YANG DILARANG DALAM IKLAN
1. Menggunakan kata-kata "mengobati", "menyembuhkan" dan/atau kata/kalimat
yang bermakna sama seolah-olah untuk mengobati suatu penyakit.
2. Menggunakan kata ”halal” bila kosmetika belum memperoleh sertifikat resmi
dari otoritas yang berwenang.
3. Menggunakan kata-kata “aman”, “bebas”, “tidak berbahaya”, “tidak ada efek
samping” dan/atau kata/kalimat yang bermakna sama.
4. Menggunakan kata “ampuh” dan/atau kata yang bermakna sama.
5. Menggunakan kata-kata “satu-satunya”, “nomor satu”, “terkenal”, “top”,
“paling”, dan/atau yang bermakna sama, bila dihubungkan dengan manfaat
produk.
6. Menggunakan kata “jauh lebih” dan/atau kata/kalimat yang bermakna sama,
yang dihubungkan dengan manfaat produk kecuali jika dibandingkan dengan
produknya sendiri dan dinyatakan dengan jelas.

Anda mungkin juga menyukai