Anda di halaman 1dari 8

Pendahuluan

Menjadi salah satu pendiri dan anggota ASEAN, Indonesia memainkan peran
untuk mewujudkan perdamaian di kawasan Asia Tenggara. Salah satu cara yang
berhasil dilakukan adalah dengan menggelar Jakarta Informal Meeting atau JIM.
Jakarta Informal Meeting merupakan sebuah pertemuan yang diadakan oleh
Indonesia dalam rangka untuk menyelesaikan sebuah konflik melalui jalur
diplomasi.
Diadakan di Bogor pada 5-28 Juli 1988 dan Jakarta pada 19-21 Februari 1989,
Jakarta Informal Meeting bertujuan untuk mewujudkan perdamaian atau
menyelesaikan konflik bersenjata antara dua negara bertetangga di Semenanjung
Indocina, Kamboja dan Vietnam. Berikut ini adalah pemaparan mengenai Jakarta
Informal Meeting.
Latar Belakang JIM
Kamboja dan Vietnam merupakan dua negara yang sudah berkonflik cukup lama hingga
menelan banyak korban. Mengutip jurnal ilmiah berjudul Peran Indonesia, konflik antara
Kamboja dan Vietnam dipicu oleh pergolakan dan besarnya ketegangan politik dalam negeri.
Puncak konflik Kamboja-Vietnam terjadi pada akhir 1978 ketika terjadi bentrokan antara
rezim Khmer Merah dengan Vietnam. Dalam bentrokan tersebut terjadi pembantaian warga
keturunan Vietnam di Kamboja yang membuat Vietnam akhirnya menyerbu Kamboja dengan
tujuan menghentikan genosida tersebut.
Rezim Khmer Merah pun akhirnya berhasil digulingkan berkat invasi Vietnam pada Januari
1979. Kemudian, Vietnam mendirikan rezim baru di Kamboja yang dipimpin oleh Heng
Samrin. Namun, tindakan ini tentu mendapat penolakan dari berbagai pihak Kamboja dan
menyebabkan perang yang terus berlanjut dan terus memakan korban tanpa ada tanda-
tanda penyelesaian.
Hal inilah yang akhirnya mendorong Indonesia beserta negara ASEAN lainnya untuk
mengupayakan mediasi guna mencari penyelesaian yang damai, adil, dan menyeluruh.
Diprakarsai oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas, Jakarta Informal Meeting
diadakan untuk menyelesaikan konflik Kamboja-Vietnam.
Pelopor Penyelenggaraan JIM
Penyelenggaraan Jakarta Informal Meeting ialah insiatif yang dikemukakan oleh
bangsa Indonesia. Pertemuan itu diselenggarakan di Istana Bogor secara dua kali.
Dalam pertemuan itu Thailand mengajukan didirinya untuk bertindak sebagai
mediator.
Dalam pelaksanaan JIM dhadiri oleh masing masing perwakilan, baik dari Vietnam
maupun Kamboja. Pemimpin Kamboja Hun Sen, termasuk Heng Samrin. Datang
untuk menjadi perwakilan dari Kamboja. Heng Samrin adalah tokoh Khmer Merah
pro China yang digantikan Hun Sen, tokoh komunis Kamboja yang pro Vietnam dan
Uni Soviet.
Tujuan JIM
Jakarta Informal Meeting (JIM) dibentuk oleh pemerintah Indonesia guna
menyelesaikan konflik gencatan senjata yang terjadi di Kamboja. Konflik
bersenjata itu terjadi tepat diperbatasan wilayah Kamboja. Konflik itu melibatkan
negara Vietnam. Dengan pembentukkan JIM, Indonesia berinisiatif untuk
memfasilitasi penyelesaian konflik tersebut melalui jalur diplomasi.
Dalam pelaksanaannya membutuhkan dua kali pertemuan, untuk dapat menempuh
jalan tengah antara Kamboja dengan Vietnam. Penyelesaian melalui jalur diplomasi
ini, dirasa sangat tepat bagi Indonesia agar tidak mengakibatkan adanya korban
jiwa dalam konflik bersenjata ini.
Dampak JIM
Penyelenggaraan Jakarta Informal Meeting sangat berdampak postif dalam
penyelesaian konflik internal antara Kamboja dengan Vietnam. Indonesia membantu
penyelesaian permasalahan tersebut dengan jalur diplomasi. Hal itu dilakukan untuk
mencegah adanya konflik secara fisik antara kedua negara tersebut.
Selain itu, dengan penyelenggaraan Jakarta Informal Meeting mampu berdampak
pada peningkatan citra Indonesia dimata dunia. Hal itu disebabkan karena ini
adalah diplomasi pertama yang dapat secara sukses diselenggarakan oleh
Indonesia. Dan upaya ini juga dilakukan demi menjaga perdamaian dunia. Sesuai
dengan prinsip Indonesia yang teracantum dalam pembukaan UUD 1945.
Penyelenggaraan JIM
Jakarta informal meeting dilakukan sebanyak dua kali, Jakarta Informal Meeting
pertama berlangsung di Istana Bogor pada 25-28 Juli 1988. JIM pertama lebih
ditujukan untuk memediasi kubu-kubu yang bertikai di Kamboja. Sekitar tujuh
bulan kemudian tepatnya 19-21 Februari 1989 di Jakarta digelar Jakarta Informal
Meeting kedua. JIM II dilakukan untuk menindaklanjuti hasil dari JIM I.
Perundingan yang panjang ini berakhir damai dengan tercapainya perjanjian Paris
(Paris Peace Agreement) pada 23 Oktober 1991 yang ditandatangani oleh 19
negara.
Hal ini mengakhiri perang saudara antar Vietnam dan Kamboja yang telah
berlangsung lama. Sehingga tanggal 23 dijadikan hari libur nasional di Kamboja.
Pasca ditandatanganinya perjanjian Paris, Kamboja dapat membangun
pemerintahannya kembali dibantu oleh negara-negara lain di bawah naungan PBB.
Hasil Jakarta Informal Meeting
Hasil dari JIM:
1. Gencatan senjata di seluruh wilayah Kamboja
2. Segera setelah gencatan senjata diikuti penarikan pasukan dan persenjataan
Vietnam dari Kamboja paling lambat tanggal 30 September 1989.
3. Akan dibentuk pemerintahan yang mengikutsertakan keempat kelompok yang
bertikai di Kamboja
4. Pengawasan internasional atas penarikan pasukan tersebut serta aspek yang
berkaitan.
Pada akhirnya, konflik Kamboja-Vietnam berhasil diselesaikan melalui Perjanjian
Paris pada 23 Oktober 1991. Indonesia ikut ambil bagian dalam pasukan
perdamaian United Nations Transitional Authority in Cambodia (UNTAC) melalui
pengiriman pasukan kontingen Garuda ke Kamboja sebanyak 3.957 personil pada
tahun 1992-1993.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai