( JIM
Disusun Oleh :
Kelompok 7
Fadhil Mardino
Imam Gojali
Muhammad Zikri
Nurul Fikria
XII – IIK 1
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi
tugas kelompok untuk mata pelajaran Sejarah Indonesia Wajib , dengan judul: " Jakarta
Informal Meeting " . Makalah ini juga dapat digunakan sebagai referensi pembelajaran bagi
teman – teman .
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan saran dan kritik, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna
dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan kami. Maka dari itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran dan masukan serta kritik dari berbagai pihak. Akhirnya,
kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan.
Penyusun :
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
3.2 Saran…………………………………………………………………………………...9
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Invansi ( serbuan Vietnam ke Kamboja pada tahun 1978 menarik perhatian dunia .
Negara-negara Barat yang dipelopori oleh Amerika Serikat mengutuk Invansi ke Vietnam
tersebut , sedangkan negara – negara Blok Timur yang dipelopori oleh Uni Soviet
mendukung sikap Vietnam itu . Sikap Vietnam juga dikecam keras oleh negara – negara
ASEAN . Para Menlu ASEAN mengeluarkan suatu komunike bersama tanggal 7
Januaroi1979 di Jakarta . Dalam komunike itu dinyatakan bahwa ASEAN mengutuk invansi
bersenjata Vietnam ke Kamboja , serta menegaskan hak-hak rakyat di Kamboja untuk
menentukan masa depannya yang terbebas dari campur tangan pihak luar dan menyerukan
penarikan pasukan asing dari Kamboja .
Pernyataan ASEAN itu ditolak oleh Vietnam .Penolakan itu mengakibatkan munculnya
sikap pro dan kontra yang diikuti oleh pernyataan- pernyataan yang muncul hampir di seluruh
wilayah Kamboja. Masalah Kamboja kemudian menjadi kompleks akibat campur tangan
pihak-pihak tertentu, seperti RRC dan Amerika Serikat. Campur tangan tersebut
mengakibatkan masalah Kamboja bukan lagi menjadi masalah nasional rakyat Kamboja atau
masalah regional Asia Tenggara, tapi telah menjadi masalah internasional.
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konflik Kamboja – Vietnam pada Tahun 1977-1989
Awal mula dari konflik antara Kamboja dan Vietnam adalah terjadi pada masa
pemerintahan Pol Pot ( Pemimpin Khmer Merah yaitu ketika Vietnam melakukan kunjungan
ke Kamboja, namun tidak disambut baik oleh pemerintah Kamboja. Dimana dari peristiwa
tersebut menyebabkan hubungan antara kedua negara tersebut menjadi renggang. Menurut
yang dimuat dalam dokumen “Black Paper” milik kelompok Khmer Merah, menyatakan
bahwa Vietnam adalah lawan utamanya karena berusaha mengambil wilayah Kamboja.
Selain itu, permasalahan yang lain adalah adanya perasaan curiga dan anti terhadap bangsa
Vietnam dari kalangan bangsa Khmer Merah. Rasa curiga ini timbul dikarenakan di Kamboja
dalam program administrasi dan pekerjaan perkebunan, pemerintah kolonial Perancis banyak
mendatangkan orang-orang dari bangsa Vietnam .
Konflik ini terjadi pada tahun 1977 terjadi perselisihan tajam antara dua kubu
komunis di Asia Tenggara , yakni rezim Pol Pot yang pro – RRT dan Vietnam yang anti-
RRT. Lewat sokongan militer Vietnam , pasukan Komunis Kamboja yang pro – Vietnam
berhasil merebut negara dari cengkraman Pol Pot . Dalam hal ini , Vietnam mendukung Heng
Samrin untuk menjatuhkan Pol Pot . Pol Pot dan 40.000 pasukannya berhasil didesak hingga
ke pedalaman Thailand . Sebagai pengganti rezim sebelumnya , Heng Samrin naik menjadi
kepala negara bersama Hun Sen sebagai perdana menterinya . Namun , dari RRT , Pangeran
Kamboja Nordom Sihanouk, yang beberapa tahun lalu mengungsi ke negeri tirai bambu,
berusaha menggalang kekuatan untuk menentang kekuasan Heng Samrin di kampung
halamannya . Sihanouk membentuk kelompok perlawanan yang dikenal sebagai Coalition
Government of Democratic Kampuchea ( CGDK yang terdiri dari kelompok Khmer Merah
yang baru saja ditumbangkan Vietnam , Front Uni National pour un Cambodge Independet ,
Neutre Pacifique et COOPERATIF ( FUNCINPEC dibawah pimpinan Sihanouk dan Khmer
People Liberation Front ( KPNLF dibawah pimpinan Son Sann. Setelah Sang Pangeran
( Norodom Sihanouk memindahkan kedudukannya dari RRT ke korea Utara , ia berhasil
menghimpun 9.000 tentara nonkomunis . Dengan bantuan 15.000 tentara Son Sann dan
35.000 tentara komunis Pol Pot , ia memerangi 170.000 tentara Vietnam pendukung Heng
Samrin . 3
Secara garis besar , pertarungan sengit itu adalah antar pemerintahan Rakyat Kamboja ( PRK
yang dipimpin oleh Perdana Menteri Hun Senn dan Presiden Heng Samrin melawan
Pemerintahan Koalisi Demokratik Kamboja ( PKDK yang diklaim oleh Pangeran Sihanouk .
Pada 1978, perang ini belum memperlihatkan tanda-tanda akan selesai, justru konflik
semakin memanas setelah Vietnam terus menambah jumlah pasukannya . Dengan bantuan
senjata militer dari Uni Soviet, KNUFNS (Kampuchea National United Front for National
Salvation) atau Front Persatuan Nasional Kamboja untuk Keselamatan Nasional yang
dibentuk oleh Heng Samrin pada 3 Desember 1978 bersama dengan tentara Vietnam
melakukan serangan ke daerah basis pertahanan Khmer Merah. Hingga akhirnya pasukan
pemberontak KNUFNS yang dibantu tentara Vietnam berhasil meginvasi kota Phnom Penh
dan mengibarkan bendera kebangsaan mereka di berbagai gedung pemerintahan ibukota pada
7 Januari 1979. Sehingga dari peristiwa ini telah menandai kekuasaan Khmer Merah (Pol Pot)
berakhir ketika kota Phnom Pen jatuh ke tangan KNUFNS dengan dukungan dari Vietnam.
Pada tanggal 11 Januari 1979, pemimpin baru di Kamboja ini mendeklarasikan diri sebagai
Republik Rakyat Kamboja .
Jakarta Informal Meeting merupakan sebuah pertemuan yang diadakan oleh Indonesia
dalam rangka untuk menyelesaikan sebuah konflik.. Jakarta Informal Meeting dilakukan
sebanyak dua kali. Jakarta Informal Meeting I dilaksanakan di Bogor pada 5-28 Juli 1988 dan
Jakarta Informal Meeting II dilaksanakan di Jakarta pada 19-21 Februari 1989
Jakarta Informal Meeting merupakan sebuah kebijakan yang diambil oleh Indonesia
dalam upaya menyelesaikan konflik Kamboja dan Vietnam. Jakarta Informal Meeting I
bertujuan sebagai media yang yang mempertemukan pihak-pihak yang bertikai di Kamboja.
Selain itu juga ditujukan dalam upaya mencari solusi atas konflik Kamboja dan Vietnam.
Dalam pelaksanaannya, Indonesia berupaya untuk menjadi pihak sentral. Hal itu dilakukan
untuk melancarkan upaya penyelesaian konflik antara Kamboja dan Vietnam. Pada JIM I
yang dilaksanakan pada bulan Juli 1988, masing-masing pihak yang terlibat konflik
mengirimkan perwakilannya. Pihak Indonesia diwakili oleh Mochtar Kusumaatmadja,
Pemerintah Koalisi Demokratik Kamboja diwakili oleh Norodom Sihanouk, pemerintah
Vietnam diwakili oleh Nguyen Co Tach dan Republik Rakyat Kamboja diwakili oleh HunSen
4
Dalam JIM I, Pemerintah Koalisi Demokratik Kamboja yaitu Norodom Sihanouk
mengusulkan tiga tahap rencana untuk menyelesaikan Perang Indocina III. Tiga usul tersebut
yaitu melakukan gencatan senjata antara kedua belah pihak Kamboja dan Vietnam,
pembentukan pasukan penjaga perdamaian PBB untuk mengawasi penarikan mundur
pasukan Vietnam dari Kamboja dan penggabungan semua kelompok bersenjata di Kamboja
ke dalam satu kesatuan. Usulan tersebut disetujui dan dibahas kembali dalam Jakarta
Informal Meeting II.
Jakarta Informal Meeting II dilaksanakan pada bulan Februari 1989. Pada JIM II, ada
keikutsertaan salah satu negara besar yaitu Australia. Australia ikut serta dengan diwakili
oleh Menteri Luas Negeri yaitu Gareth Evans. Jakarta Informal Meeting II juga menghasilkan
beberapa keputusan. Australia mengusulkan rancangan Cambodia Peace Plan. Cambodia
Peace Plan berisi upaya mendorong gencatan senjata antara pihak-pihak yang bertikai di
Kamboja, menurunkan pasukan penjaga perdamaian PBB di wilayah yang sedang dilanda
konflik di Kamboja dan mendorong pembentukan Pemerintahan Persatuan Nasional untuk
menjaga kedaulatan Kamboja sampai diselenggarakannya pemilihan umum di Kamboja.
Keputusan dari pertemuan JIM I dan II dilaporkan pada menteri luar negeri yang
kemudian akan disampaikan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Brunei
Darussalam.
5
Jakarta Informal Meeting II(16-18 Februari 1989)
Dengan diadakannya Jakarta Informal Meeting I dan II, maka peran Indonesia dalam
hal ini diapresiasi oleh masyarakat internasional. Salah satunya oleh dewan Keamanan
6
Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan dibentuknya United Nation Transitional Authority in
Cambodia (UNTAC) pada tanggal 28 Februari 1992 berdasarkan resolusi Dewan Keamanan
PBB Nomor 745. PBB membentuk pemerintahan transisi di Kamboja sebelum
dilaksanakannya pemilihan umum. Pemerintah Indonesia mengirimkan pasukan penjaga
perdamaian yaitu pasukan Kontingen Garuda XII A-XII D untuk menjaga transisi
pemerintahan di Kamboja. Pasukan TNI yang dikirim oleh pemerintah Indonesia ke Kamboja
sebanyak 2000 tentara. Masuknya pasukan TNI ke Kamboja mendapatkan apresiasi dari
rakyat Kamboja.
Dari Jakarta Informal Meeting I dan II, dilanjutkan dengan Jakarta Informal Meeting
III. JIM III dilaksanakan pada bulan Februari 1990. Dalam pertemuan ini, JIM III membahas
pengaturan pembagian kekuasaan antara Pemerintah Koalisi Demokratik Kamboja dengan
Republik Rakyat Kamboja dengan dibentuknya Supreme National Council (SNC). Proses
perundingan dilanjutkan di kota Paris pada tanggal 23 Oktober 1991 yang dinamakan Paris
International Conference On Cambodia. Kelompok-kelompok yang bertikai di Kamboja
menandatangani Perjanjian Paris yang diantaranya yaitu akan diselenggarakan pemilihan
umum di Kamboja. Dengan diawasi oleh PBB dan dijaga ketat oleh pasukan UNTAC, pada
tahun 1993 dilaksanakan pemilihan umum di Kamboja. Hasil dari pemilihan umum tersebut
terpilih pemimpin Kamboja yaitu Hun Sen yang memimpin hingga sekarang ini. Dengan
adanya pemimpin di Kamboja yang merupakan hasil pemilu maka proses perdamaian di
Kamboja semakin membaik. Pada tanggal 31 Agustus 1995, Kamboja resmi menjadi anggota
ASEAN yang ke sepuluh.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Indonesia menjalankan politik luar negerinya pada salah satu perundingan yaitu
Jakarta Informal Meeting atau JIM yang bertujuan untuk menyudahi dan meredakan konflik
horizontal antara Kamboja dan Vietnam . Bahkan setelah perundingan Jakarta Informal
Meeting atau JIM Indonesia mengambil peran mengirimkan pasukan Kontingen Garuda XII
A – XII Dyang terdiri dari 2.000 personil militer ataupun polisi untuk menjaga transisi
pemerintahan di Kamboja .
Peristiwa ini membuat Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan Vietnam dan
Kamboja serta menjadi bukti bahwa Indonesia sangat berperan dalam perdamaian dunia .
8
3.2 Saran
Dengan dibuatnya karya ilmiah ini , kami berharap pembaca dapat termotivasi untuk
melanjutkan perjuangan para pejuang bangsa Indonesia dalam politik luar negeri Indonesia .
Mulai dari menanamkan pendidikan politik kepada pelajar dengan cara mensosialisasikan
gedung-gedung yang sudah menjadi bukti sejarah bahwa Indonesia telah lama mengikuti
politik luar negeri dengan begitu bangsa Indonesia jauh mendalami apa itu perjuangan negra
Indonesia dalam politik luar negeri yang bebas aktif. Terutama dalam peristiwa Jakarta
Informal Meeting yang ternyata terdapat tokoh-tokoh Indonesia yang sangat berperan dalam
peritiwa tersebut.Sifat gigih dan pantang menyerah dari para tokoh yang berusaha untuk
mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yakni untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia
dapat kita telaadani dalam kehidupan sehari-hari .
9
DAFTAR PUSTAKA
https://bpkpenabur.or.id/bekasi/smak-penabur-harapan-indah/berita/berita-lainnya/peran-
indonesia-dalam-menciptakan-perdamaian-di-kamboja-melalui-jakarta-informal-meeting
https://www.kompasiana.com/ani73433/622ccbec7a36cd314e63f332/konflik-kamboja-
vietnam-pada-tahun-1977-1989
https://www.academia.edu/38428891/
Wardhana , Aditya Wishnu dan Taufan Harimurti . 2018 . Sejarah Indonesia . Bandung :
Yrama Widya.
10