Anda di halaman 1dari 20

PR Stase Bedah Urologi

Anatomi Skrotum dan


Refleks Genitalia Pria
Oleh:
Indra Gunawan G992102033
Achmad Faisol Mubaroh G992102062
Febiana Wulansari G992003053
Nevilia Liestiani G992003112

Periode 12-18 April 2021


Anatomi Skrotum
Merupakan kantong kulit yang terletak di
bagian bawah dinding anterior abdomen
yang berisi testis, epididymis, dan ujung
bawah funiculus spermaticus. Di linea
mediana kulit scrotum mengalami
penebalan yang disebut raphe scroti.
Scrotum berperan dalam mengatur suhu
testis agar optimal fungsi
spermatogenesisnya.
Lapisan scroutm dari superficial ke
profunda:
1. Kulit: warrna lebih kehitaman dibanding kulit
pada daerah lain karena mengandung lebih
banyak pigmen
2. Tunica dartos: terdri atas lapisan tipis otot polos
musculus dartos. Lapisan ini sangat vascular dan
tidak dijumpai jaringan lemak. Tunica dartos
akan berkontraksi ketika suhu dingin sehingga
testis akan terangkat mendekati tubuh sehingga
tempratur dari testis akan terhaga. Ketika suhu
panas, tunica dartos akan berelaksasi sehingga
testis akan turun menjauhi tubuh.
3. Fascia spermatica eksterna
4. M. cremasterica
5. Fascia spermatica interna
Vaskularisasi
Skrotum
• Skrotum menerima suplai darah dari pembuluh
darah arteri skrotalis anterior dan posterior.
o Arteri iliaca eksterna arteri femoralis arteri
pudenda eksterna  arteri skrotalis anterior
o Arteri iliaca interna  arteri pudenda interna
 arteri skrotalis posterior
o Arteri kremasterika yang merupakan cabang
dari arteri epigastrica inferior yang disuplai oleh
arteri iliaca eksterna.

• Aliran vena skrotum mengikuti arteri dan mengalir


menuju vena pudenda eksterna.

Teach Me. (2021). The Scrotum. www.teachmeanatomy.com. Available at: [https://teachmeanatomy.info/pelvis/the-male-reproductive-system/scrotum/]. Diakses pada, 11 April 2021.
Innervasi
• Anterior:
• R. Genital (cabang dari N. Genitofemoral)
• Rr. Scrotales anterior (cabang dari N. Ilioinguinal)
• Posterior:
• Rr. Scrotales posterior (cabang dari N. Perineal yang merupakan
cabang dari N. Pudendus)
• N. Kutaneus Femoris Posterior
Refleks Genitalia Pria
Mekanisme Ereksi
Ereksi penis
1. Rangsangan seksual (reseptor: nerve ending pada glans, corona, da kulit penis)
2. Transduksi aferen dibawa oleh n. dorsalis penis, kemudian n. pudendus
3. Dibawa oleh serabut parasimpatis (Serabut pelvic splanchnics S2-S4) ke ventral horn
medula spinalis untuk diolah
4. Rangsangan diteruskan oleh nucleus intermediolateralis cornu lateralis medulla
spinalis (NILCLMS) segmen S2-S4 eferen
5. Efektor diperankan oleh Nervi ergentes yang akan merelaksasi otot polos corpus
cavernosus penis dan menyebabkan vasodilatasi Aa. Helicinae.
6. Darah akan masuk mengisi cavernae hingga tunica albuginea teregang sehingga vena-
vena akan terjepit dan aliran keluardari jaringan erektil dihambat. Sehingga penis
dalam keadaan ereksi
REFLEKS EJAKULASI
• Refleks ejakulasi berlangsung pada fase
ekspulsi ejakulasi.
• Prosesnya:
1. stimulus pada cabang saraf perineal
(dorsolateral; glans dan badan penis dan
ventrolateral penis;urethra)
2. Disalurkan oleh saraf aferen oleh nervus
perineal cabang nervus pudenda.
3. Stimulus sampai pada Nukelus
Onuf(mengandung neuron motor nervus
pudenda) bersama interneuron spinal
pada segmen torakolumbar medula
spinalis (T10-L2)
4. Dilanjutkan ke saraf eferen somatis
melalui nervus perineal dan berakhir
pada komponen saraf motorik serabut Gambar 1. Neurophysiology of ejaculation. Central nervous system control of ejaculation is mediated via spinal ejaculation centers, including lumbar spinothalamic (LSt) cells
otot bulbospongiosus that constitute the spinal ejaculation generator. The LSt cells integrate peripheral signals from the genital areas with excitatory and inhibitory control from supraspinal centers
such as the nucleus paragigantocellularis. The spinal ejaculation generator integrates the sensory inputs and outputs necessary to trigger ejaculation by sending coordinated
outputs to the anatomic structures that allow ejaculation to occur. The ejaculation reflex consists of: emission—the generation of semen by the seminal vesicles and prostate
gland; and expulsion—the rhythmic muscular contractions involving the bulbocavernosus muscle, controlled by the pudendal nerves. Giuliano F. (2011). Neurophysiology of
Erection and Ejaculation. J Sex Med(8):310-315
 
Reflex Cremaster
Rangsangan berupa stimulasi taktil atau elektrikal
pada bagian superior dan medial (dalam) paha
yang merupakan trigger zone dari reflex cremaster.
Afferen: sinyal sensoris akan diteruskan oleh r.
femoralis dari N. Genitofemoral dan N. ilioinguinal.
Pusat reflex: rangsangan akan diteruskan ke nuclei
yang berada pada segmen L1-L2 medula spinalis
untuk diolah, membentuk sinaps, dan
mengaktifkan motor neuron.
Efferen: sinyal eferen diteruskan oleh r. genitalis
dari N. genitofemoral.
Terjadi kontraksi dari musculus cremaster yang
menarik testis yang berada di ipsilateral
rangsangan ke arah kanalis inguinalis.
MIMPI BASAH / NOCTURNAL
EJACULATION
Mimpi basah atau nocturnal emission adalah ejakulasi yang terjadi pada saat seorang pria tidur
tanpa adanya rangsangan seksual. Berapa kali seseorang mengalami mimpi basah sangatlah
bervariasi. Namun, pria berusia produktif, yaitu kisaran usia remaja hingga usia 30-an, lebih sering
mengalaminya. Salah satu faktor yang menjadi pemicu mimpi basah adalah minimnya aktivitas
seksual, terutama pada pria yang belum memiliki pasangan. Seberapa sering seorang pria
mengalami mimpi basah diduga juga berkaitan dengan masturbasi. Secara umum, mimpi basah
paling banyak dialami oleh pria yang jarang melakukan masturbasi.
Mimpi basah umumnya muncul pada masa-masa menjelang remaja atau pubertas. Saat itu, tubuh
pria mulai memproduksi hormon testosterone yang akan memproduksi sperma. Hal ini merupakan
penanda perkembangan primer sistem reproduksi pada pria. Perkembangan sekunder sistem
reproduksi pria juga ikut meningkat pada fase ini, ditandai dengan adanya perkembangan rambut
di area kemaluan, berubahnya suara menjadi lebih berat, dada menjadi lebih bidang, dan lain-lain.
Proses terjadinya ejakulasi pada mimpi basah hampir sama dengan
ejakulasi pada umumnya, hanya saja tidak ada rangsangan seksual yang
mengawali terjadinya proses ejakulasi tersebut. Proses ejakulasi dapat
dibagi menjadi dua tahap yaitu emisi dan ekspulsi. Emisi adalah proses
fisiologis yang melibatkan epididimis distal, vas deferens, vesikula
seminalis, kelenjar prostat, uretra prostat, dan leher kandung kemih
dan bertujuan memasukkan cairan semen kedalam uretra. Sedangkan
ekspulsi merupakan keluarnya produk-produk emisi dari uretra melalui
tindakan yang terkoordinasi antara leher kandung kemih, uretra, dan
otot lurik panggul.
1. Rangsang
Karena tidak adanya rangsang
rangsang seksual,
seksual, ejakulasi
ejakulasinocturnal
nocturnalatau
ataumimpi
mimpibasah
basahdipengaruhi
dipengaruhioleholeh
peningkatan hormon
hormontestosterone
testosteronesaat saat tidur. Hormon
tidur. Hormon testosterone,
testosterone, yang utamanya yang utamanya
meningkatkan libido
libidoatau
atau gairah
gairah seksseks seseorang
seseorang (Alwaal,
(Alwaal, 2015),2015), yangmeningkat
yang relatif relatif meningkat
jumlahnya seiring
seiringbertambahnya
bertambahnyamalam, malam,dandan mencapai
mencapai puncak
puncak kadarnya
kadarnya pada 6.pukul 6.
pada pukul
Sedangkan saat
saat manusia
manusiatidur,
tidur,terjadi
terjadi22siklus
siklusyang
yangsaling
saling bergantian,
bergantian, yaitu
yaitu tidur
tidur NREM
NREM (non(non
rapid eye movement) dan REM (rapid (rapid eye
eye movement).
movement). Pada Pada saat
saat NREM,
NREM, tubuh
tubuhmanusia
manusiasecara
secara
bertahap akan semakin relaks dan aktivitas tubuh akan menurun untuk beristirahat, tetapi saat
fase REM,
REM, terjadi
terjadipeningkatan
peningkatanmetabolisme
metabolismetubuhtubuh hingga
hingga 20% 20%
dandan aktivitas
aktivitas otak.otak. Menurut
Menurut
Potter dan Perry
Perry (2010),
(2010), saat
saatfase
faseREM
REMseseorang
seseorangbisa bisamemiliki
memilikimimpi
mimpiyang
yangpenuh
penuhwarna
warnadan dan
tampak hidup sesuai dengan
dengan keinginan
keinginan bawah
bawah sadar
sadarorang
orangtersebut.
tersebut. Sehingga
Sehinggadengan
denganadanya
adanya
libido seseorang
seseorang yang
yangtinggi
tinggiakibat
akibat hormone
hormone testosterone
testosterone yang
yang meningkat,
meningkat, mimpi mimpi tersebut
tersebut
akan menjadi
menjadi suatu
suaturangsang
rangsangseksual
seksualyang
yang nantinya
nantinya akanakan merangsang
merangsang sistem
sistem simpatis
simpatis padapada
organ genitalia untuk terjadi ejakulasi.
2. Afferent
Area sensorik dan motorik di otak berperan peran penting dalam ejakulasi, yang membutuhkan proses sentral yang sangat
terkoordinasi dan terintegrasi. Studi oleh Holstege dkk. (2003) menggunakan tomografi emisi positron menunjukkan bahwa
area tertentu di otak diaktifkan dalam proses orgasme dan ejakulasi. Ini adalah area terpisah di dalam inti tempat tidur
posteromedial stria terminalis, the bagian parvicellular dari subparafascicular thalamus, inti preoptik posterodorsal, dan medial
posterodorsal inti amigdaloid. Ada hubungan timbal balik menghubungkan area tersebut ke MPOA hipotalamus, area otak
dengan peran dalam mengendalikan perilaku seksual. Stimulasi listrik atau kimiawi dari MPOA yang ditimbulkan ejakulasi,
sedangkan lesi MPOA terlihat menghapuskan kedua fase ejakulasi. Tidak ada koneksi langsung MPOA ke pusat tulang belakang
untuk ejakulasi ditemukan studi neuroanatomical; Namun, ada proyeksi MPOA ke daerah lain di otak yang terlibat dalam
ejakulasi, seperti PVN, periaqueductal grey, dan inti paragigantoseluler (nPGi).
Proyeksi PVN ke neuron motorik pudendal terletak di segmen tulang belakang L5-L6 selain neuron preganglionik otonom di
sumsum tulang belakang lumbosakral pada tikus. Ia juga memproyeksikan ke nPGI di batang otak. Bilateral lesi pada PVN
dengan N-methyl-D-aspartate (NMDA) menghasilkan pengurangan sepertiga dari berat materi ejakulasi mani. Bagian
parvicellular dari subparafascicular thalamus ditemukan mengirimkan proyeksi ke inti lapisan stria terminalis, medial amygdala
(MeA), dan MPOA dan menerima masukan dari sel spinothalamic lumbal. Peran tepatnya dari daerah-daerah ini masih belum
jelas, tetapi mereka memang benar kemungkinan terlibat dalam menyampaikan sinyal genital ke MPOA. Daerah batang otak
(nPGI dan periaqueductal grey) baru-baru ini mendapat perhatian yang semakin meningkat. Inti nPGI kemungkinan memainkan
peran penghambatan dalam ejakulasi sebagaimana dibuktikan melalui model eksperimental refleks uretrogenital, tikus model
untuk fase pengusiran ejakulasi (Marson L, 1990). Menggunakan model yang sama, periaqueductal grey ditemukan penting
untuk proses ejakulasi, kemungkinan besar dengan bertindak sebagai penghubung antara MPOA dan nPGI (Marson L, 2004).
Struktur otak tengah memiliki peran penting dalam ejakulasi; Namun, masih banyak yang tersisa tidak diketahui tentang peran
pasti mereka dan penelitian lebih lanjut dibutuhkan. Gambar 1 merangkum struktur otak yang diduga terlibat dalam ejakulasi.
Pusat refleks
Ejakulasi merupakan puncak dari aksi seksual pria. Ketika rangsangan seksual menjadi
amat kuat, pusat refleks medula spinalis mulai melepas impuls simpatis yang
meninggalkan medulla pada segmen T-12 sampai L-2 dan berjalan ke organ genital
melalui pleksus hipogastrik dan pleksus saraf simpatis pelvis untuk mengawali emisi,
awal dari ejakulasi (Guyton, 2014)
 
Efferent
Fase emisi
diperantarai oleh saraf simpatis dari plexus pelvikus (terdiri dari nervus hipogastrikus,
nervus pelvikus, dan nervus simpatis caudal paravertebral) yang akan berpengaruh pada
kontraksi vas deferens, glandula prostatica, galndula vesicula seminalis, dan glandula
cowper.
Fase ekspulsi
diperantarai oleh sistam saraf somatis, yaitu nervus pudendus internus yang akan
membangkitkan kontraksi ritmis dari organ genetalia interna dan menyebabkan kontraksi
otot-otot ischiocavernosa dan bulbokavernous yang menekan dasar jaringan erektil penis
Efferent
Fase emisi
diperantarai oleh saraf simpatis dari plexus pelvikus (terdiri dari nervus hipogastrikus, nervus pelvikus, dan nervus simpatis
caudal paravertebral) yang akan berpengaruh pada kontraksi vas deferens, glandula prostatica, galndula vesicula seminalis,
dan glandula cowper.
Fase ekspulsi
diperantarai oleh sistam saraf somatis, yaitu nervus pudendus internus yang akan membangkitkan kontraksi ritmis dari
organ genetalia interna dan menyebabkan kontraksi otot-otot ischiocavernosa dan bulbokavernous yang menekan dasar
jaringan erektil penis
Effektor
Fase emisi
Terjadi penutupan orificium uretra internum pada VU untuk mencegah pergerakan balik (retrograde spillage) cairan semen
menuju ke VU. Setelah itu terjadi pengeluaran cairan prostat yang mengandung asam fosfatase, asam sitrat, dan zinc dan
tercampur dengan spermatozoa dari vas deferens. Kemudian, vesikula seminalis akan mengeluarkan fruktosa dan diikuti
glandula cowper untuk menyempurnakan cairan semen yang akan disalurkan melalui uretra.
Fase Ekspulsi
Semen dikeluarkan melalui uretra sebagai akibat adanya relaksasi sphincter eksternal saluran kemih (dengan leher kandung
kemih tertutup) diikuti oleh kontraksi klonik prostat, otot bulbospongiosus, ischiocavernosus, levator ani, dan otot
transversa perineum. Adapun kontraksi berirama berlangsung antara 0,6-1,0 s dengan waktu latency 0,7 s, dan durasi rata-
rata total kontraksi berlangsung 4,2 s (Sheu et al., 2014). Adanya pengaruh ini menyebabkan peningkatan tekanan ritmis
seperti gelombang di kedua jaringan erektil penis dan di duktus genital serta uretra, yang “mengejakulasikan” semen dari
uretra ke luar. Proses akhir ini disebut ejakulasi. Pada waktu yang sama, kontraksi berirama dari otot pelvis dan bahkan
beberapa otot penyangga tubuh menyebabkan Gerakan mendorong dari pelvis dan penis, yang juga membantu
mengalirkan semen ke bagian terdalam vagina dan mungkin bahkan sedikit ke dalam serviks uterus
Daftar Pustaka
• Garcia RA, Sajjad H. (2021). Anatomy, Abdomen and Pelvis, Scrotum. Dalam: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing. Tersedia pada: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK549893/
• Mellick LB, Mowery ML, Al-Dhahir MA. (2020). Cremasteric Reflex. Dalam: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing. Tersedia pada: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513348/
• Monique M. Ryan, H. Royden Jones. (2015). Neuromuscular Disorders of Infancy, Childhood, and Adolescence (Second
Edition). Chapter 14 – Mononeuropathies. Editor(s): Basil T. Darras, H. Royden Jones, Monique M. Ryan, Darryl C. De
Vivo. Academic Press: Pages 243-273, ISBN 9780124170445, https://doi.org/10.1016/B978-0-12-417044-5.00014-7.
• Nelson, C., Williams, J., dan Bloom, D. (2003). The Cremasteric Reflex: A Useful But Imperfect Sign in Testicular Torsion.
Journal of Pediatric Surgery, 38,(8): pp 1248-1249
• Netter, F. H. (2006). Atlas of human anatomy. Philadelphia, PA: Saunders/Elsevier.
• Schwarz, GM., Hirtler L. (2017). The cremasteric reflex and its muscle - a paragon of ongoing scientific discussion: A
systematic review. Clin Anat. 30(4):498-507. doi: 10.1002/ca.22875. Epub 2017 Apr 3. PMID: 28295651.
• Sengul,G. dan Ertekin, C. (2020). Human cremaster muscle and cremastic reflex: A comprehensive review. Clinical
Neurophysiology, 131: pp 1354-1364
• Wein, A. J., Kavoussi, L. R., & Campbell, M. F. 1. (2012). Campbell-Walsh urology (10th ed.). Philadelphia, PA: Elsevier
Saunders.
• Alwaal A et al. (2015). Normal male sexual function: emphasis on orgasm and
ejaculation. American Society for Reproductive Medicine, Vol.104(5).
• Giuliano F. (2011). Neurophysiology of Erection and Ejaculation. J Sex
Med(8):310-315.
• Revenig, L., Leung, A., & Hsiao, W. (2014). Ejaculatory physiology and
pathophysiology: assessment and treatment in male infertility. Translational
andrology and urology, 3(1), 41–49.
https://doi.org/10.3978/j.issn.2223-4683.2014.02.02
• Panchatsharam PK, Durland J, Zito PM. Physiology, Erection. [Updated 2020
Jun 4]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2021 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513278/
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai