Anda di halaman 1dari 21

Referensi Artikel

Karsinoma Sel Basal

Oleh:

Junivers D E I Kaiba (G992008035)


Husnul Fakhira Widiyani (G992108030)
Galih Kenya Pinanti (G992202070)
Alya Sabilah (G992102068)

Periode: 7 – 13 Februari 2022

Pembimbing:

Dr. dr. Widyanti Soewoto, Sp.B(K)Onk

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH ONKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI

SURAKARTA
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan Klinik Ilmu
Bedah Onkologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/ RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Laporan kasus dengan judul:

Karsinoma Sel Basal

Hari, tanggal : 11 Februari 2022

Disusun Oleh:

Junivers D E I Kaiba (G992008035)


Husnul Fakhira Widiyani (G992108030)
Galih Kenya Pinanti (G992108049)
Alya Sabilah (G992008019)

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing

Dr. dr. Widyanti Soewoto, Sp.B(K)Onk


BAB I
PENDAHULUAN

Kulit merupakan organ tubuh terluar yang melindungi tubuh


manusia dari lingkungan sekitar. Sebagai organ yang esensial dan vital,
kulit mencerminkan kesehatan manusia, sangat kompleks, elastis, dan
sensitif. Kulit tersusun dari jutaan sel. Normalnya, sel-sel di dalam tubuh
akan membelah lebih cepat pada masa pertumbuhan, sedangkan pada masa
dewasa sel akan lebih banyak membelah untuk menggantikan sel-sel yang
mati atau untuk memperbaiki kerusakan jaringan. Sel kanker terjadi akibat
kerusakan DNA. Sel kanker akan terus tumbuh dan membelah menjadi sel
yang abnormal, juga dapat meluas ke jaringan yang normal. Pengawasan
dan penemuan kanker kulit dapat dilakukan lebih teliti dan dini bila
masyarakat memiliki pengetahuan yang baik, sadar, dan peduli akan
kesehatan kulitnya, serta mau berkonsultasi ke dokter atau pusat kesehatan
terdekat.
Secara umum, kanker kulit dibagi menjadi melanoma dan non-
melanoma. Pada referensi artikel ini akan membahas mengenai Karsinoma
Sel Basal, yang termasuk kanker kulit non-melanoma. Basal Cell
Carcinoma (BCC) merupakan keganasan kulit yang berasal dari sel non-
keratinisasi basal sel epidermis. BCC disebut juga basalioma, epitelioma
sel basal, ulkus Rodent, ulkus Jacob, atau tumor Komprecher.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Menurut WHO, basalioma adalah satu kelompok tumor ganas kulit
yang dikarakteristik oleh sel-sel basaloid (germinative cell) yang
membentuk lobulus, kolum, pita, atau tali. Basal Cell Carcinoma (BCC)
atau Karsinoma Sel Basal merupakan tumor ganas pada kulit yang
umumnya tumbuh lambat, menginvasi jaringan lunak minimal dengan
potensi metastasis yang rendah (PERABOI, 2020).

B. Epidemiologi
Karsinoma Sel Basal (KSB) merupakan penyakit kanker kulit yang
terbanyak dijumpai, mencakup 75-80% dari kanker non-melanoma.
Menurut data Badan Registrasi Kanker Ikatan Ahli Patologi Indonesia
(1989), dari 1530 kasus kanker kulit, yang terbanyak adalah kasus BCC
(39,93%) dan insidennya meningkat setiap tahunnya (Al-Wohaib et al.,
2018).
Selama 30 tahun terakhir, tingkat insiden diperkirakan telah
meningkat antara 20% dan 80%. Umumnya BCC lebih banyak mengenai
laki-laki dibandingkan dengan perempuan, namun insiden pada perempuan
semakin meningkat seiring dengan perubahan gaya hidup. BCC sering
terjadi pada usia lanjut, antara 50 – 80 tahun, dengan usia rata-rata sekitar
68 tahun. BCC yang diderita pada usia kurang dari 35 tahun berkisar 1-
3%, terutama terjadi pada pasien dengan sindrom nevoid BCC yang
berpotensi menderita BCC pada usia muda. BCC lebih sering terjadi di
lokasi geografis dengan paparan UV yang lebih besar, seperti di lintang
yang lebih tinggi atau lebih rendah (PERABOI, 2020; Kim et al., 2019)
Prediktor paling umum dari perkembangan BCC adalah riwayat
karsinoma sel skuamosa (SCC) atau BCC. Pasien setidaknya sepuluh kali
lebih mungkin untuk mengembangkan BCC kedua jika mereka memiliki
riwayat BCC dibandingkan dengan pasien tanpa riwayat kanker kulit non-
melanoma. Mortalitas dari BCC jarang terjadi dan terjadi terutama pada
pasien immunocompromised. KSB metastatik (1%) lebih mungkin
disebabkan oleh tumor dengan pola histopatologi agresif (morfeaformis,
metatipikal, basoskuamosa, infiltrasi). Jika BCC bermetastasis, sering
melibatkan kelenjar getah bening regional, tulang, paru-paru, dan kulit.
Risiko kematian pada kasus BCC berkaitan dengan bertambahnya usia,
jenis kelamin laki-laki (lebih besar dari dua kali tingkat kejadian
dibandingkan dengan wanita), dan fenotip ras kulit putih (McDaniel et al.,
2021; Cameron et al., 2019).

C. Etiologi dan Faktor Risiko


Secara teori, etiologi dari Basal Cell Carcinoma (BCC)
berhubungan dengan faktor genetik dan lingkungan.
a. Faktor Genetik
Faktor genetik yang berperan pada terjadinya BCC terdapat
pada kromoson 1 dan satu varian dari setiap kromosom 5,7, 9,
dan 12, berhubungan dengan ketidakmampuan memproteksi
terhadap paparan sinar matahari.
b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya BCC
adalah hidrokarbon, arsenik, coal, tar, dan sinar UV. Sinar
ultraviolet merupakan salah satu faktor yang memberikan
kontribusi besar dalam etiologi Basal Cell Carcinoma.
 Sinar ultraviolet
UVB dengan gelombang pendek (290 – 320 nm) dan UVB
dengan gelombang panjang (320 – 400 nm) dapat menjadi
faktor terbentuknya BCC. UVB memiliki peran yang lebih
besar dibandingkan dengan UVA dan merupakan agen primer
dalam pembentukan sebagian besar kanker kulit. Paparan
ultraviolet dalam jangka panjang menyebabkan supresi sistem
imun pada kulit dan tidak responnya imun yang meningkatkan
risiko terbentuknya BCC. Efek lokal ini terdiri dari penurunan
jumlah sel langerhans, sel T dendritik epiderman, dan sel
Thy+1 (Bader, 2018).

Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya BCC


(Fania et al., 2021):
 Paparan ultraviolet, baik radiasi UVB dan radiasi UVA.
 Jenis Kelamin: Sebagian besar terjadi pada laki-laki.
 Usia: insiden Basal Cell Carcinoma (BCC) meningkat seiring
dengan bertambahnya usia, didapatkan pada usia tua.
 Terapi radiasi ion
 Keadaan imunosupresi
 Riwayat keluarga
 Kulit putih
 Paparan arsenik dalam jangka panjang
 Riwayat kanker kulit nonmelanoma

D. Patofisiologi
Pada BCC sporadik dan familial, ditemukan adanya aktivasi jalur
sinyal Sonic Hedgehog (Sonic Hedgehog signaling pathway). Jalur sinyal
SHH memiliki peran dalam perkembangan atau embriogenesis dalam
pengaturan proliferasi dan diferensiasi sel sehingga jaringan dapat
mencapai ukuran, lokasi, dan material sel yang cukup. Jalur sinyal ini
sangat aktif pada tahap embriogenesis kemudian menurun pada tahap
perkembangan. Jalur sinyal SHH diawali oleh pengikatan ligan Hedgehog
(SHH) ke protein transmembran patched (PTCH-1) yang kemudian
mengaktivasi protein reseptor transmembran smoothened (SMO). Aktivasi
SMO menghasilkan transmisi sinyal ke sejumlah protein yang saling
berinteraksi dan kemudian mengaktivasi suatu kelompok faktor transkipsi
Gli (Gli 1,2, dan 3) yang mengaktivasi beberapa gen target. Pada proses
karsinogenesis BCC, didapatkan adanya mutasi yang berakibat hilangnya
fungsi dari PTCH1 yang menyebabkan adanya meningkatnya upregulasi
jalur sinyal SHH. PTCH1 memiliki fungsi sebagai tumor supressor gen
pada kulit yang berlokasi di kromoson 9q22-q31. Aktivasi dari jalur sinyal
SHH pada BCC mengakibatkan proliferasi sel yang berlebihan yang
dibuktikan dengnan adanya peningkatan ekspresi PDGFR α (Platelet
derived growth factor receptor α). PDGFR α merupakan reseptor tirosin
kinase terhadap PDGF α, yaitu suatu protein mitogen dalam regulasi
pertumbuhan sel (Fania et al., 2021).
Selain itu, beberapa penelitian mendapatkan adanya mutasi tumor
supresor gen p53 pada pasien BCC sporadik sehingga jika terjadi mutasi
DNA akibat induksi UV, kerusakan tersebut tidak dapat diperbaiki.

Gambar 1. Interaksi PTCH1 dengan SMO pada Jalur Sinyal Hedgehog

E. Manifestasi Klinis
Predileksi dari BCC terutama pada 1/3 bagian atas tubuh,
dengan 75-80% berada di daerah wajah, yaitu pada hidung, nasal tip, dan
alea nasi. Sekitar 22% berada pada daerah badan, 5% di daerah penis,
vulva dan perianal.
Secara klinis, terdapat lima tipe dari BCC, yaitu:
1. Tipe nodular
Subtipe nodular merupakan bentuk yang paling sering
ditemukan pada BCC, yaitu pada sekitar 60% kasus.
Gambaran klinis awal berupa papul dan nodul kecil,
translucen, berkilap seperti mutiara, terdapat teleangiektasis,
rolled border, dan pada perabaan keras seperti ada mutiara
dalam kulit. Lesi berwarna sama seperti kulit hingga merah
muda dengan bagian tengah terlihat cekung dan nekrosis,
yang disebut sebagai ulkus rodent.
2. Tipe superfisial
Merupakan tipe kedua terbanyak, dengan angka kejadian
15% pada seluruh kasus BCC. Gambaran klinis biasanya
terdapat pada badan, berupa plak eritematosa dan tampak
multisentris. Biasanya dihubungkan dengan ingesti arsenik
kronis.
3. Tipe pigmented
Gambaran klinis berupa papul translusen, hiperpigmentasi,
dan dapat mengalami erosi.
4. Tipe morfea atau sklerosing
Tipe morfea memiliki gambaran klinis berupa plak sklerotik
yang cekung, tumbuh secara agresif, berwarna putih atau
kuning, berkilat menyerupai skar atau lesi morfea.
5. Tipe fibroepitelioma (FEP)
Tipe Fibroepitelioma umumnya terdapat pada punggung
bawah, berupa papul merah muda tidak bertangkai atau
bertangkai pendek. Permukaan halus, warna bervariasi.
Gambar 2. Tipe dari BCC

F. Penegakan Diagnosis
Secara umum, diagnosis dari BCC dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan histopatologi.
Pemeriksaan laboratorium dan radiologi hanya dilakukan bila terdapat
kecurigaan penyakit bersifat ekstensif dan adanya metastasis (PERABOI,
2020).
1. Anamnesis
a. Adanya keluhan munculnya benjolan dengan :
● Rasa gatal / nyeri
● Perubahan warna (pucat, gelap, terang)
● Ukuran membesar
● Pelebaran tidak merata ke samping
● Permukaan tidak rata
● Ulserasi / infeksi yang sukar sembuh
● Perdarahan
● Trauma
b. Faktor risiko
 Paparan sinar ultraviolet
 Jenis kelamin, lebih sering terjadi pada laki-laki
 Usia
 Terapi radiasi
 Riwayat keluarga
 Keadaan imunosupresi
 Paparan arsenik
● Kulit putih
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status lokalis,
regionalis, dan sistemik. Biasanya pemeriksaan fisik dimulai dengan
menilai status generalis (tanda vital-pemeriksaan menyeluruh tubuh)
untuk mencari kemungkinan adanya metastase dan atau kelainan
medis sekunder.
a. Gejala klinis:
 Tidak berambut
 Warna suram
 Permukaan tidak rata, cekung di tengah, pinggir agak menonjol
(linear atau papular)
 Penyebaran warna tidak homogen
 Skuamasi halus atau krusta yang melekat, bila diangkat timbul
perdarahan
 Sering timbul tunas
 Perabaan berbeda dengan keadaannya, dapat nyeri, keras, pada
tahap awal dapat digerakkan dari dasarnya
 Diameter membentuk sudut dengan garis rest skin tension line
 Teleangiektasis kadang ditemukan, mulai dari pinggir ke arah
sentral
b. Gambaran klinis menurut subtipe:
● Nodular: lesi awal muncul sebagai papul berbentuk lingkaran
seperti mutiara, tepi meninggi, permukaan mengkilat, warna
sama dengan kulit dan terdapat telengiektasis. Tumbuh lambat,
bagian tengah timbul cekungan hingga ulserasi (ulkus rodens).
● pigmentasi: gambaran sama dengan nodular, warna coklat atau
hitam bintik-bintik atau homogen.
● Mikronodular: jarang ulserasi, warna putih kekuningan, keras
pada perabaan, batas tegas
● Morpheaform: plak berwarna putih atau kuning, lilin, sklerotik,
dan jarang terjadi ulserasi, berbentuk pipih atau sedikit cekung,
fibrotik dan keras.
● Superfisial: ditemukan pada bagian tubuh atas, muncul sebagai
plak atau bercak eritematous dengan batas tegas, tepi meninggi
dengan skuama halus. Dapat meluas secara lambat, tidak ada
ulserasi.
● Fibroepitel: lesi soliter, nodul keras, bertangkai pendek dengan
permukaan halus, sedikit kemerahan
● Sindroma karsinoma sel basal nevoid (Sindrom Gorlin),
sindroma ini terdiri dari:
a. Kelainan kulit: kanker sel basal multiple jenis nevoid,
cekungan pada telapak tangan dan kaki
b. Kelainan tulang: kista pada rahang, dan kelalinan tulang
belakang (skoliosis)
c. Kelainan sistem saraf: perubahan neurologik, retardasi
mental
d. Kelainan mata
e. Lain-lain: falx cerebri, fibroma ovari dengan kalsifikasi
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Biopsi
1) Biopsi eksisi
2) Biopsi insisi dan punch biopsy, dilakukan pada:
- tindakan awal pada pemeriksaan potong beku
- massa / ulkus yang besar
- keadaan paliatif
b. Spesimen operasi
1) Tumor primer: ukuran tumor, jenis histopatologi, derajat
diferensiasi sel, luas dan dalam dari infiltrasi, radikalitas
operasi. Spesimen dikirimkan dengan mapping dan diberi
tanda batas-batas sayatan.
2) Regional: sangat jarang ada metastasis KGB

Klasifikasi histopatologi dari Karsinoma Sel Basal (KSB) menurut


WHO:
1. Nodular Basal Cell Carcinoma
2. Superficial Basal Cell Carcinoma
3. Micronodular Basal Cell Carcinoma
4. Infiltrating Basal Cell Carcinoma
5. Sclerosing / Morpheic Basal Cell Carcinoma
6. Basosquamous Basal Cell Carcinoma
7. Pigmented Basal Cell Carcinoma
8. Basal Cell Carcinoma with Sarcomatoid Differentiation
9. Basal Cell Carcinoma with Adnexal Differentiation
10. Fibroepithelial Basal Cell Carcinoma

c. Radiologi
1) Pemeriksaa rutin: foto polos pada daerah lesi untuk
melihat infiltrasi
2) Opsional: foto thorax, CT Scan, MRI, PET scan

G. Tatalaksana
Pemilihan terapi tergantung pada usia dan jenis kelamin pasien
serta lokasi, ukuran, dan jenis lesi. Tidak ada metode pengobatan tunggal
yang ideal untuk semua lesi atau semua pasien. Biopsi harus dilakukan
pada semua pasien dengan suspek BCC untuk memastikan diagnosis dan
menentukan subtipe histologis. Tujuan utama pengobatan BCC adalah
untuk mengangkat tumor sepenuhnya guna mencegah kekambuhan di
kemudian hari, untuk memperbaiki gangguan fungsional akibat tumor, dan
untuk memberikan hasil kosmetik terbaik kepada pasien, terutama karena
sebagian besar BCC ada di wajah (McDaniel B, 2020).

Tabel 1. Faktor risiko rekurensi (NCCN, 2016)


Gejala klinis Risiko rendah Risiko tinggi
Area L < 20 mm Area L ≥ 20 mm
Lokasi/ukuran Area M <10 mm Area M ≥ 10 mm
Area H
Batas Jelas Tidak jelas
Primer vs rekuren Primer Rekuren
Imunosupresi - +
Riwayat radioterapi - +
Patologi
Subtipe Nodular, superfisial Aggressive growth
pattern
Keterlibatan - +
perineural

Area H : Mask area pada wajah {pertengahan wajah, kelopak mata, alis,
periorbital, hidung, bibir (kulit dan rnerah bibir), dagu, rahang, kulit/sulkus
preaurikula dan postaurikula,telinga), genitalia,tangan dan kaki.
Area M : Pipi,dahi,scalpleher dan pretibial
Area L : Batang tubuh dan ekstremitas (kecuali tangan, kuku, pretibial,
pergelangan kaki,kaki)

Terapi destruktif lokal dan topikal digunakan untuk Basal Cell


Carcinoma (BCC) dengan resiko rendah atau BCC superfisial (Peris et al.,
2019). Krim topikal 5-fluorouracil (5-FU) dan Imiquimod 5% disetujui
oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk mengobati BCC
superfisial. Kedua terapi topikal tersebut merupakan pilihan yang baik
pada pasien dengan BCC superfisial multipel dan pada pasien yang
merupakan kandidat bedah yang buruk. Reaksi yang umum timbul dari
terapi ini yaitu eritema, pruritus, nyeri, edema, hipopigmentasi,
hiperpigmentasi, pengerasan kulit, perdarahan, dan erosi. Kerugian lain
adalah tidak ada konfirmasi histologis pembersihan tumor lengkap
(Drucker, 2018).
Bedah mikrografik Mohs atau teknik kontrol margin adalah
pendekatan bedah baku emas pada BCC dengan risiko tinggi rekuren,
terutama di area anatomi kritis, karena memberikan tingkat kesembuhan
tertinggi. Namun, pendekatan ini tidak selalu tersedia karena kebutuhan
operator ahli dan berkualifikasi tinggi serta laboratorium histopatologi
yang lengkap (Dika et al., 2020).
Rekomendasi PERABOI (2020) menyebutkan dalam
penatalaksanaan Karsinoma Sel Basal (Basalioma), harus mencapai eksisi
lesi yang radikal dan rekonstruksi dengan mempertahankan fungsi yang
baik. Terapi yang dianjurkan:
1. Eksisi luas dilakukan dengan safety margin 0,5-1 cm
2. Jika radikalitas tidak tercapai dilakukan radioterapi
3. Untuk lesi rekuren, bila masih resektabel maka dilakukan eksisi luas,
bila inoperable dilakukan radioterapi
4. Penutupan defek akibat eksisi luas dapat berupa:
- Jahitan primer
- Transplantasi kulit baik secara STSG atau FTSG
- Pembuatan flap kulit, bila radikalitas operasi tercapai
5. Untuk terapi sistemik, dapat diberikan targeted therapy vismodegib
atau sonidegib. Pemberian targeted therapy ini masih dalam trial fase II

Terapi radiasi adalah pilihan utama untuk mengobati BCC atau


SCC jika operasi dikontraindikasikan. Terapi radiasi juga dapat digunakan
sebagai pengobatan tambahan untuk karsinoma sel basal ketika operasi
lebih lanjut dapat menyebabkan komplikasi saraf utama atau struktur vital
lainnya, atau ada invasi perineural oleh sel kanker. Kerugian dari terapi
radiasi adalah biaya, kosmetik yang buruk pada beberapa pasien,
pengobatan yang berkepanjangan (15 sampai 30 kunjungan), dan
peningkatan risiko kanker kulit di masa depan (Drucker, 2018).
Cryosurgery adalah pilihan pengobatan lain untuk BCC dengan
risiko rendah. Terapi ini melibatkan peggunaan nitrogen cair yang
terkontrol ke tumor yang terlihat secara klinis dan margin kecil di sekitar
kulit yang normal untuk kontrol margin. Sebuah probe suhu dapat
digunakan dan dimasukkan pada margin tumor lateral, dan diposisikan di
ujung tepat di bawah tumor dengan mendorongnya miring. Selanjutnya,
nitrogen cair digunakan dan dilanjutkan sampai mencapai suhu -60℃.
Dalam praktiknya, suhu jarang digunakan selama prosedur ini. Prosedur
ini menguntungkan bagi mereka yang ingin menghindari operasi invasif,
dan juga relatif cepat. Area yang dirawat mungkin terasa sakit dan
bengkak. Cryosurgery juga dapat menyebabkan jaringan parut hipertrofik
dan perubahan pigmen permanen (McDaniel B, 2020).

H. Komplikasi
Komplikasi dari Basal Cell Carcinoma (BCC) antara lain adalah
efek dari invasi lokal. Tumor ini cenderung tumbuh lambat dan jarang
bermetastasis. Meskipun jarang, apabila terjadi metastasis BCC cenderung
memiliki prognosis buruk dan dapat meliputi organ paru, limfonodi,
esofagus, kavitas oral, dan lokasi lain pada kulit. Namun apabila tidak
tertangani dengan baik dapat menyebar lebih dalam dan menyebabkan
kerusakan lebih besar terutama pada daerah sekitar mata, hidung atau
telinga (Peris et al., 2020).
Komplikasi dari BCC dikaitkan dengan risiko rekurensi.
Peningkatan risko rekurensi dapat terjadi akibat ekstensi dari tumor primer
yang mungkin tidak teredikasi secara komplit. Kemungkinan terjadinya
rekurensi yang terjadi ≤ 4 tahun setelah pemberian terapi mencapai 0.7%
pada terapi operasi dan 7.5% pada terapi radiasi. Selain itu, terdapat
beberapa karakteristik klinis maupun histologis spesifik dari BCC yang
dikaitkan dengan peningkatan risiko rekurensi. Karakter tersebut antara
lain seperti lokasi anatomis tumor yang berisiko tinggi (hidung, telinga,
kelopak mata, bibir, kulit periokular, dagu, kaki, tangan dan genitalia),
tumor pada dahi, leher dan kulit kepala dengan ukuran diameter > 1 cm,
tumor pada lokasi manapun dengan ukuran diameter > 2 cm, dan tumor
dengan gambaran histologis yang agresif (subtipe infiltratif, morpheaform,
dan mikronodular). BCC tipe risiko tinggi (high risk BCC) dapat
bermigrasi ke perikondrium, periosteum, fasia, dan tarsal. (Dika et al.,
2020; Kim et al., 2019).
Komplikasi lain yang dapat timbul merupakan efek samping dari
terapi topikal yang diberikan seperti eritem, bengkak dan erosi yang dapat
menurunkan efektivitas terapi. Oleh karena itu, penggunaan terapi topikal
dibatasi untuk BCC superfisial dan tumor kecil pada lokasi risiko rendah
(Kim et al., 2019).
Pasien dengan riwayat BCC juga berisiko untuk terjadinya kanker
kulit lain seperti Non-Melanoma Skin Cancer (NMSC) dan melanoma.
Oleh karena itu, surveilans jangka panjang penting untuk dilakukan.
Menurut NCCN Guidelines, pemeriksaaan kulit seluruh badan dapat
dilakukan setiap 6-12 bulan pada 2 tahun pertama setelah terdiagnosis
BCC dan dilanjutkan tiap tahunnya sampai seumur hidup. Pasien juga
diberikan edukasi mengenai proteksi dari UV (Fania et al., 2021).

I. Prognosis
BCC merupakan tumor yang invasif secara lokal namun prognosis
keseluruhannya baik. Tingkat mortalitas BCC kurang dari 1% dengan
kasus 1000 kasus kematian per tahunnya di Amerika Serikat dibandingkan
dengan estimasi insiden BCC lebih dari 3.000.000 kasus per tahunnya.
Kasus BCC dengan metastasis adalah kondisi langka namun dapat
mengancam jiwa. Prognosisnya terutama terkait dengan potensi risiko
kekambuhan setelah terapi awal. Risiko kekambuhan tergantung pada
lokasi BCC dan gambaran klinis dan histopatologis BCC (McDaniel B,
2020).
1. Lokasi BCC
Lokasi berisiko rendah: trunk dan ekstremitas
Lokasi risiko menengah: dahi, pipi, dagu, leher, kulit kepala
Lokasi berisiko tinggi: area centrofacial, hidung, telinga, area
periorificial.
2. Gambaran klinis dan histopatologi BCC
Meliputi ukuran, tipe histopatologi, dan tumor yang bersifat primer
atau rekuren
3. Prognosis tumor
- Prognosis baik: BCC superfisial primer, BCC nodular primer <1cm
di lokasi berisiko menengah atau <2cm di lokasi berisiko rendah
- Prognosis sedang: BCC superfisial rekuren, BCC nodular <1cm di
lokasi berisiko tinggi atau <2cm di lokasi berisiko sedang atau
>2cm di lokasi berisiko rendah
- Prognosis buruk: BCC nodular >1cm di lokasi berisiko tinggi
(risiko tinggi kekambuhan), morfeaformis, infiltratif atau agresif
secara histologis (risiko kekambuhan sangat tinggi), tumor rekuren,
kecuali BCC superfisial (risiko kekambuhan sangat tinggi)

Berdasarkan analisis dari laporan kasus sebelum tahun 1984,


diperkirakan overall survival (OS) atau perkiraan kelangsungan hidup
secara keseluruhan dari saat diagnosis metastasis jauh hingga kematian
adalah sekitar 8-14 bulan. Kemudian penelitian retrospektif oleh Danial C
et al. (2013) memperbarui OS pada pasien BCC metastasis yang dilakukan
di Stanford University School of Medicine menggunakan data pasien dari
tahun 1997-2011, didapatkan nilai median OS adalah 7,3 tahun. Selain itu,
didapatkan nilai median progression free survival (PFS) adalah 3,4 tahun
(Danial C, 2013). Untuk PFS, perkembangan penyakit setelah diagnosis
BCC metastasis jauh didefinisikan sebagai tanggal pertama kali dilaporkan
pembesaran tumor metastatik, lesi metastasis tambahan, kekambuhan lesi
metastasis atau kematian (Danial C, 2013).
Penelitian RCT oleh Jansen et al. (2017) mengenai penggunaan
Methyl Aminolevulinate-Photodynamic Therapy (MAL-PDT),
Imiquimod, dan Fluorouracil pada BCC primer dan superfisial didapatkan
hasil kemungkinan kelangsungan hidup bebas tumor (tumor-free survival)
selama 5 tahun adalah 63% untuk MAL-PDT, 81% untuk imiquimod, dan
70% untuk fluorouracil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan
imiquimod lebih unggul dari MAL-PDT dan fluorouracil (Jansen et al.,
2017).
BAB III
KESIMPULAN

Karsinoma Sel Basal (BCC) merupakan tumor ganas yang berasal dari sel
basal epidermis, tumbuh dengan lambat dan jarang bermetastasis. BCC
merupakan keganasan kulit yang paling sering ditemui. Secara umum, tumor ini
dapat diterapi dengan mudah melalui metode operatif. Untuk tumor yang sifatnya
superfisial atau pasien yang tidak dapat dilakukan operasi maka dapat diterapi
dengan metode terapi topikal atau terapi non-operatif lainnya. Prognosis BCC
umumnya baik apabila dapat diagnosis dapat ditegakkan sedini mungkin dan
dilakukan pengobatan segera. Kasus BCC dengan metastasis adalah kondisi
langka namun dapat mengancam jiwa. Prognosisnya terutama terkait dengan
potensi risiko kekambuhan setelah terapi awal. Risiko kekambuhan tergantung
pada lokasi, gambaran klinis dan histopatologis BCC
DAFTAR PUSTAKA

Al Wohaib M, Al Ahmadi R, Al Essa D, Maktabbi A, Khandekar R, Al Sharif E,


Al Katan H, Schellini SA, Al Shaikh O. Characteristics and Factors Related
to Eyelid Basal Cell Carcinoma in Saudi Arabia. Middle East Afr J
Ophthalmol. 2018 Apr-Jun;25(2):96-102. [PMC free article] [PubMed].

Bichakjian, C. K., Olencki, T., Aasi, S. Z., Alam, M., Andersen, J. S., Berg, D., …
Engh, A. (2016). Basal Cell Skin Cancer, Version 1.2016, NCCN Clinical
Practice Guidelines in Oncology. Journal of the National Comprehensive
Cancer Network, 14(5), 574–597.

Cameron MC, Lee E, Hibler BP, Barker CA, Mori S, Cordova M, Nehal KS,
Rossi AM. Basal cell carcinoma: Epidemiology; pathophysiology; clinical
and histological subtypes; and disease associations. J Am Acad Dermatol.
2019 Feb;80(2):303-317. [PubMed]

Danial, C., Lingala, B., Balise, R., Oro, A. E., Reddy, S., Colevas, A., & Chang,
A. L. (2013). Markedly improved overall survival in 10 consecutive patients
with metastatic basal cell carcinoma. The British journal of dermatology,
169(3), 673–676. https://doi.org/10.1111/bjd.12333

Dika, E., Scarfì, F., Ferracin, M., Broseghini, E., Marcelli, E., Bortolani, B.,
Campione, E., Riefolo, M., Ricci, C., & Lambertini, M. (2020). Basal cell
carcinoma: A comprehensive review. International Journal of Molecular
Sciences, 21(15), 1–11. https://doi.org/10.3390/ijms21155572

Drucker AM, Adam GP, Rofeberg V, Gazula A, Smith B, Moustafa F, Weinstock


MA, Trikalinos TA. Treatments of Primary Basal Cell Carcinoma of the
Skin: A Systematic Review and Network Meta-analysis. Ann Intern Med.
2018 Oct 02;169(7):456-466

Fania, L., Didona, D., Di Pietro, F. R., Verkhovskaia, S., Morese, R., Paolino, G.,
Donati, M., Ricci, F., Coco, V., Ricci, F., Candi, E., Abeni, D., & Dellambra,
E. (2021). Cutaneous squamous cell carcinoma: From pathophysiology to
novel therapeutic approaches. Biomedicines, 9(2), 1–33.
https://doi.org/10.3390/biomedicines9020171

Jansen, M. H. E., Mosterd, K., Arits, A. H. M. M., Roozeboom, M. H., Sommer,


A., Essers, B. A. B., Kelleners-Smeets, N. W. J. (2018). Five-Year Results of
a Randomized Controlled Trial Comparing Effectiveness of Photodynamic
Therapy, Topical Imiquimod, and Topical 5-Fluorouracil in Patients with
Superficial Basal Cell Carcinoma. Journal of Investigative Dermatology,
138(3), 527–533.

Kim, D. P., Kus, K. J. B., & Ruiz, E. (2019). Basal Cell Carcinoma Review.
Hematology/Oncology Clinics of North America, 33(1), 13–24.
https://doi.org/10.1016/j.hoc.2018.09.004

McDaniel B, Badri T, Steele RB. Basal Cell Carcinoma. [Updated 2021 Sep 20].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan-.

Pathology Outlines - Basal cell carcinoma (no date). Available at:


https://www.pathologyoutlines.com/topic/skintumornonmelanocyticbcc.html
(Accessed: 9 March 2022).

Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Panduan Penatalaksanaan Kanker.


2020. II. (Djoko H, Haryono S, Arief HW, eds.). PERABOI (Perhimpunan
Ahli Bedah Onkologi Indonesia); 2020.

Peris, K., Fargnoli, M. C., Garbe, C., Kaufmann, R., Bastholt, L., Seguin, N. B.,
Bataille, V., del Marmol, V., Dummer, R., Harwood, C. A., Hauschild, A.,
Höller, C., Haedersdal, M., Malvehy, J., Middleton, M. R., Morton, C. A.,
Nagore, E., Stratigos, A. J., Szeimies, R. M., … Grob, J. J. (2020). Comment
on ‘Diagnosis and treatment of basal cell carcinoma: European consensus-
based interdisciplinary guidelines.’ European Journal of Cancer, 131, 100–
103. https://doi.org/10.1016/j.ejca.2020.02.040

Anda mungkin juga menyukai