HIV/AIDS
Kelompok 13 :
- HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertikal, horizontal dan transeksual.
HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung dengan diperantarai benda tajam yang mampu
menembus dinding pembuluh darah atau secara tidak langsung melalui kulit dan mukosa seperti yang
terjadi pada kontak seksual. Begitu mencapai atau berada dalam sirkulasi sistemik, 4-11 hari sejak paparan
pertama HIV dapat dideteksi di dalam darah maka akan terjadi viremia dengan disertai gejala dan tanda
infeksi virus kut seperti pana tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah dll
keadaan ini disebut dengan Syndrome Retrroviral Akut dimna fase ini mulai terjadi penurunan CD4 dan
peningkatan HIV RNA Viral load.
- Selanjutnya, HIV berusaha masuk ke sel dalam target, dimana sel target HIV adalah sel yang mampu
mengekspresikan sel CD4 difase ini enzim polimerase akan mentranskrip DNA menjadi RNA yang secara
rstruktur RNA Genomic dan mRNA. RNA keluar dari nukleus sedangkan mRNA mengalami tranlasi
menghasilkan polipeptida. Kemudian polipetida akan bergabung dengan RNA kemudian menjadi inti virus
baru.
KLASIFIKASI STADIUM KLINIS
REKOMENDASI TERAPI
REKOMENDASI TERAPI
REKOMENDASI TERAPI
GUIDLINE TERAPI
HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat di sembuhkan secara total. Namun data
selama 8 tahun terakhir menunjukan bukti yang amat meyakinkan bahwa pengobatan dengan
kombinasi beberapa obat anti HIV (Obat anti rektronira, disingkat ARV) bermanfaat
menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV
Waktu memulai terapi anti retroviral harus dipertimbangkan dengan seksama, karena obat
atnti retroviral diberikan jangka panjang
Obat ARV direkomendasikan pada semua pasien yang telah menunjukan gejala yang
termaksud masuk dalam criteria diagnosis AIDS, atau menunjukan gejala yang sangat berat,
tanpa melihat jumlah limfosit CD4+.
Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3 obat
ARV. Terdapat beberapa regimen yang dapat dipergunakan, dengan keunggulan dan
kerugiannya masing-masing. Kombinasi obat antiretnoviral lini pertama yang umum
digunakan di Indonesia adalah kombinasi Zidovudin (ZDV)/Lamivudin (3TC), dengan
Nevirapin (NVP)
Contoh Evidence Based Medicine HIV
Nama Peneliti Negara Tujuan Metode Hasil
Setiyadi et al/ Indonesia untuk menganalisis Randomized Ada 30 responden yang diberikan intervensi hypnotherapy,
2016
pengaruh hipnoterapi controlled trial tingkat depresi pada kelompok hipnoterapi (rata-rata= 5,07;
terhadap perubahan (RCT) SD = 5,45) lebih rendah dari pada pada kelompok kontrol
depresi, kecemasan (rata-rata= 17,73; SD= 6,50) dan secara statistik signifikan (p<
dan stres pada orang 0,001). Tingkat kecemasan pada kelompok hipnoterapi (rata-
dengan HIV/AIDS rata= 7,70; SD= 5,29) lebih rendah daripada pada kelompok
(ODHA) di kontrol (rata-rata= 20,77; SD= 5,98) dan secara statistik
Kelompok Dukungan signifikan (p< 0,001). Tingkat stres pada kelompok
Sebaya hipnoterapi (rata-rata= 7.77; SD= 6.37) lebih rendah dari pada
pada kelompok kontrol (rata-rata= 20.30; SD= 5.34) dan
secara statistik signifikan (p
CONTOH KASUS
01
Seorang laki-laki 26 tahun dengan keluhan utama kejang secara tiba-tiba saat
sedang bekerja. Tipe kejang tonik-klonik dan berlangsung selama 15 menit.
Kejang berlangsung 1x dalam 24 jam. Selama periode kejang pasien tidak sadar
sampai dengan 1 jam setelah masuk rumah sakit. Sebelum kejang pun pasien
tidak mengeluhkan demam, mual muntah dan nyeri kepala. Kejang tidak diikuti
dengan demam, mual dan muntah. Pasien memiliki riwayat kejang sebelumnya,
yaitu mulai 2 tahun yang lalu dan ini merupakan episode kejang yang ke 3.
Kejang sebelumnya juga terjadi secara tiba-tiba disertai penurunan kesadaran.
Pasien saat ini dalam masa pengobatan dengan Anti Retro Viral (ARV). Pasien
didiagnosis HIV/AIDS sejak Mei 2018 dan mengkonsumsi obat ARV. Selain
itu, pasien memiliki riwayat pengobatan TB Paru selama 6 bulan dan sudah
dinyatakan sembuh. Pengobatan terakhir pada bulan Juli 2019
Penyelesaian
Subjektif
Identifikasi Data Pasien : Subyektif
bekerja dengan cara mengganggu sintesis DNA HIV melalui penghambatan kompetitif reverse
transcriptase dan penggabungan ke dalam DNA virus. Selain itu, Tenovir Disoproxil Fumarate
menghambat virus hepatitis B polimerase, menghasilkan penghambatan replikasi virus.
Dosis: 1 kaplet/ tablet, diminum 1 kali sehari. Dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah makan.
Konsumsilah secara konsisten baik sebelum makan atau sesudah makan.
PLAN
2. Efirenz
Efavirenz adalah obat yang termasuk kelompok non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors
(NNRTIs) dan termasuk dalam golongan obat antivirus. Obat ini digunakan bersama obat-obatan
HIV lainnya untuk mengontrol infeksi yang disebabkan virus HIV. Efavirenz berfungsi untuk
mencegah virus HIV berkembang biak di dalam tubuh. obat ini digunakan untuk membantu
menurunkan jumlah virus HIV dalam tubuh Anda sehingga sistem imun akan bekerja lebih baik
Dosis Dewasa 600 mg diminum satu kali sehari. Terapi dilakukan seumur hidup (lifelong therapy).
Dibutuhkan waktu 7-12 bulan untuk menurunkan jumlah virus secara signifikan hingga tidak
terdeteksi oleh alat diagnosis (undetectable viral load). Namun, pasien tetap harus mengonsumsi
obatnya setiap hari untuk mempertahankan jumlah virus yang sangat rendah tersebut.
erat badan >40 kg, 600 mg diminum 1 kali sehari. Tidak dianjurkan untuk anak dengan berat
badan di bawah 40 kg.dapat diminum sebelum atau sesudah makan sebelum tidur pada malam
hari
Sediaan lain yang beredar di Indonesia adalah kombinasi, yaitu 600 mg atau 400 mg efavirenz +
300 mg tenofovir + 300 mg lamivudin. Dosis selalu diberikan berdasarkan resep dari dokter.
PLAN
Deksametason merupakan jenis steroid intravena yang banyak digunakan sebagai terapi pendamping pada pengobatan
penyakit infeksi karena diketahui memiliki penetrasi yang baik pada susunan saraf pusat dan sifat anti-inflamasinya
sudah diteliti dengan baik (Sumampouw dkk., 2016).
Pemberian terapi pirimetamin, steroid dan obat anti retroviral pada pasien ini memperbaiki kondisi klinis. Pirimetamin
merupakan obat yang spesifik untuk toxoplasma stadium takizoit dan dapat menembus parenkim otak. Pirimetamin
memiliki efek sinergis jika dikombinasikan dengan klindamisin dan sulfadiazine. Kombinasi ini direkomendasikan
sebagai terapi lini pertama untuk toksoplasmosis cerebri pada pasien HIV (Yostila dan Amen 2018).
Alasan pemillihan
Riwayat pengobatan: Pengobatan dengan kombinasi beberapa obat anti HIV (Obat anti retroviral, disingkat ARV)
bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV (Sudoyono dkk., 2009).
Zidovudin: Mengurangi replikasi dari virus. Dosis bervariasi, 500-600 mg/hari dalam 2-5 kali pemberian atau 1 gram/hari
dalam 2 kali pemberian. Anak diatas 3 bulan 120-180 mg/m2 tiap 6 jam (maksimum 200 mg tiap 6 jam). Pencegahan
transmisi HIV maternofetal: kehamilan lebih dari 14 minggu, oral, 100 mg 5xsehari sampai saat persalinan, kemudian pada
fase persalinan dan setelah bayi lahir, intravena dimulai dengan 2mg/kg bb selama 1 jam kemudian 1 mg/kg bb sampai saat
penjepitan tali pusat. Untuk operasi sesar selektif, berikan 4 jam sebelum operasi (BPOM, 2008).
Lamivudin: Untuk mengobati hepatitis B kronik, Dosis: 150 mg 2xsehari, dosis untuk hepatitis B kronik 100mg 1xsehari;
anak dibawah 12 tahun (Sudoyono dkk., 2009)
Nevirapine: Mencegah transmisi HIV dari ibu ke anak. Dosis: Tablet 200 mg 1x200 mg selama 14 hari, dilanjutkan 2x200
mg (Sudoyono dkk., 2009).
Regimen terapi primer untuk toxoplasmosis adalah pyrimethamine dengan dosis awal 100-200 mg yang terbagi dalam 2
dosis, sulfadiazine 4-6 gram/hari per oral dalam 4 kali pemberian, dan asam folinik 10-20 mg/hari
Plan
Terapi Non Farmakologi
• Istirahat yang cukup, tidak stres , mengkonsumsi makanan seimbang, minum obat secara teratur dan
minum vitamin.
• Melakukan hubungan sebaiknya menggunakan alat pengaman seperti kondom.
• Mencegah terjadinya infeksi
KIE
• Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakitnya toksoplasmosis gejala yang muncul seperti nyeri
kepala hebat, demam tinggi, kejang hingga penurunan kesadaran (Astriani dan Sri, 2019).
• Memberikan edukasi bahwa perlu pengendalian diri serta lingkungan dalam upaya mencegah penularan
HIV.
• Menginformasikan keluarga terdekat pasien untuk psikologis dan support agar menumbuhkan kepercayaan
diri untuk sembuh.
• Menginformasikan kepada keluarga untuk tidak menstigma dan mendiskriminasi orang yang terkena HIV.
• Perbanyak istirahat.
• Menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seks.
• Tidak melakukan hubungan seks untuk yang belum menikah dan tidak mengganti pasangan untuk yang
sudah menikah.
• Memberikan informasi untuk menjaga kebersihkan diri untuk menghindari infeksi toksosplamosis
(Wahyuni, 2013).
• Memberikan informasi untuk makan makanan yang matang untuk menghindari infeksi toksosplamosis
(Wahyuni, 2013).
Monitoring
Monitoring:
• Memantau efek samping obat yang mungkin terjadi.
• Melakukan konseling kepada pasien untuk melihat
perkembangan terapinya dan memonitoring kemungkinan
terjadinya efek samping obat.
• Memantau kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi.
• Memantau terapi toksoplasmosis pada pasien HIV
selama 3 hingga 6 minggu (Astriani dan Sri, 2019).
DAFTAR PUSTAKA
BPOM, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesi.
Sudoyono, A.W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Sitti Setiati., 2009, Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid III Edisi V, Jakarta.
Terimakasih