Anda di halaman 1dari 22

Dr. Lukman Hamdani,M.E.

I
Teori human capital
Materi
a. Kompetensi dan capabilitas

b. Sosial Capital

c. Spiritual capital

d. Mental Capital
Humam Capital
Human capital diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan, keterampilan, kompetensi serta kreatifitas yang
dimiliki oleh seseorang (Igun, 2006).
human capital juga diartikan sebagai nilai tambah bagi suatu perusahaan yang dapat bertambah setiap
harinya dengan motivasi, komitmen, kompetensi, dan efektivitas kerja tim (Mayo, 2000)
Menurut Larkan (2008:57), Human capital lahir didasari oleh fenomena bahwa pada abad 21 ini kesadaran
manajemen perusahaan dalam pengelolaan SDM semakin tinggi. Perusahaan- perusahaan mulai
menyadari bahwa kinerja perusahaan bukan hanya ditentukan oleh capital yang berupa finansial, mesin,
teknologi, dan modal tetap, melainkan terutama dipengaruhi oleh intangible capital, yaitu Sumber Daya
Manusia (SDM).
Menurut Jac Fitz-enZ (2009:45), Human capital muncul akibat dari pergeseran peran sumber daya manusia
dalam organisasi dari sebagai beban menjadi asset/modal. Konsep human capital menggagas nilai tambah
yang dapat diberikan oleh karyawan (manusia) kepada organisasi tempat mereka bekerja
Human resources melihat tenaga kerja sebagai sumber daya, sedangkan human capital
melihatnya sebagai aset. (Mayo:2001). HCM memandang manusia sebagai penambah nilai
sedangkan MSDM memandang manusia sebagai penambah biaya yang signifikan.
Komponen Humam Capital
Kompenen 1
.1.Individual Capability Kecakapan individu dapat dibagi ke dalam dua bagian yaitu kecakapan nyata (actual
ability) dan kecakapan potensial (potential ability). Kecakapan nyata yaitu kecakapan yang diperoleh
melalui belajar (achievement atau prestasi), yang dapat segera didemonstrasikan dan diuji sekarang.
Kecakapan potensial merupakan aspek kecakapan yang masih terkandung dalam diri individu dan
diperoleh dari faktor keturunan. Kecakapan potensial dapat dibagi ke dalam dua bagian yaitu kecakapan
dasar umum (intelligence atau kecerdasan) dan kecakapan dasar khusus (bakat dan atitudes).
Menurut Mayo (2000) individual capability meliputi lima kriteria, yaitu: 1) Personal capabilities, yaitu
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dari dalam dirinya sendiri, meliputi penampilan, pikiran,
tindakan, dan perasaannya. 2) Profesional andtechnical khow-how, yaitu kemampuan untuk bersikap
profesional dalam setiap situasi dan kondisi serta adanya kemauan untuk melakukan transfer knowledge
dari yang senior ke junior. 3) Experience, yaitu seseorang yang berkompeten dan memiliki pengalaman
yang sudah cukup lama di bidangnya serta memiliki sikap terbuka terhadap pengalaman. 4) The network
and range of personal contacts, yaitu seseorang dikatakan berkompeten apabila memiliki jaringan atau
koneksi yang luas dengan siapa saja terutama orang-orang yang berhubungan dengan profesinya 5) The
value and attitudes that influence actions, yaitu nilai dan sikap akan mempengaruhi tindakannya di dalam
lingkungan kerja seperti memiliki kestabilan emosi, ramah, dapat bersosialisasi, dan tegas.
Komponen 2
2. Individual Motivation Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2008:61), “Motivasi merupakan
kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai
tujuan organisasi perusahaan”. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam
menghadapi situasi kerja di perusahaan. Sikap mental karyawan yng positif terhadap situasu kerja
itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapau kinerja yang maksimal. Sikap mental
karyawan haruslah memiliki sikap mental yang siap sedia secara psikofisik (siap secara mental, fisik,
situasi, dan tujuan). Artinya, karyawan dalam bekerja secara mental siap, fisik sehat, memahami
situasi, dan kondisi serta berusaha keras mencapai target kerja (tujuan utama organisasi).
Edward Murray (2008:62) berpendapat bahwa karakteristik orang yang mempunyai motivasi
berprestasi tinggi adalah sebagai berikut: 1. Melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya 2.
Melakukan sesuattu dengan mencapai kesuksesan 3. Menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan
usaha dan keterampilan 4. Berkeinginan menjadi orang terkenal dan menguasai bidang tertentu5.
Melakukan hal yang sukar dengan hasil yang memuaskan 6. Mengerjakan sesuatu yang sangat
berarti 7. Melakukan sesuatu yang lebih baik daripada orang lain
Komponen 3
3. The Organization Climate
Budaya organisasi adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi
cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi. Berdasarkan hasil riset dari C.O’Reily III, J.Rhatman dan D.F
Caldwell (dalam Suwarto, 2009;4) dikemukakan
tujuh karakteristik primer yang secara bersama-sama menangkap hakikat budaya suatu organisasi, yaitu sebagai
berikut: 1. Inovasi dan pengambilan resiko (innovation and risk taking), sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi
inovatif dan mengambil resiko. 2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan
kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail. 3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokuskan pada
hasil bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut. 4. Orientasi orang. Sejauh mana
keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu. 5. Orientasi tim. Sejauh mana
kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukan individu. 6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan. 7.
Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.
Suasana kerja yang kondusif akan mendorong karyawan untuk memberikan kontribusi yang maksimum kepada
perusahaan. Karyawan yang merasa puas terhadap perusahaan tempat dia bekerja, kemungkinan besar akan memilih
terus bekerja di tempat tersebut walaupun muncul peluang tawaran pekerjaan di tempat lain. Apabila karyawan sudah
mempunyai keterikatan yang kuat dengan perusahaan, maka mereka akan bekerja keras demi perkembangan
perusahaan.
Komponen 4
4. Workgroup Effectiveness Efektifitas tim kerja didasarkan pada dua hasil-hasil produktif dan kepuasan pribadi. Kepuasan
berkenaan dengan kemampuan tim untuk memenuhi kebutuhan pribadi para anggotanya dan kemudian mempertahankan
keanggotaan serta komitmen mereka. Hasil produktif berkenaan dengan kualitas dan kuantitas hasil kerja seperti yang
didefinisikan oleh tujuan-tujuan tim yaitu konteks organisasional, struktur, strategi, lingkungan budaya, dan sistem
penghargaan. Karakter tim yang penting adalah jenis, struktur, dan komposisi tim
Menurut Ali Muhammad Abdul (2004:89), “karakteristik tim kerja yang efektif ini memiliki tiga aspek dan dapat dijadikan
standar efektivitas sebuah tim”. Ketiga aspek tersebut adalah:
1) Aspek Internal a. Definisi yang baik tentang tugas-tugas tim b. Penetapan target jangka panjang dan periodik c.
Pembatasan masalah dan macam- macamnya d. Terdapat alternatif yang relevan
2) Aspek Manajerial a. Persiapan yang baik b. Persamaan yang matang c. Penetapan standar-standar penilaian hasil d.
Kerangka-kerangka yang diikuti e. Kepemimpinan yang baik bagi tim f. Pembuatan keputusan dengan kata sepakat bukan
dengan aklamasi atau suara yang paling minim
3) Aspek Perilaku/Sosial a. Keikutsertaan semua anggota dalam mendiskusikan masalah dan solusi penyelesaian b.
Menerima tugas yang dibebankan kepada anggota dan mempersiapkan diri untuk melaksanakannya dengan baik c.
Memberikan atensi dan kesadaran dan pemahaman kepada orang secara bijaksana d. Mengungkapkan perasaan dan
indra terhadap pemikiran dan pandangan e. Kesadaran anggota dan pemahaman mereka terhadap masalah yang ada,
kerangka penyelesaian, usaha-usaha pelaksanaan, kerjasama, pengorbanan, dan pemberian bantuan dan adanya polemik
dan konflik kerangka kerja, bukan sekitar kepribadian.
Komponen 5
5. Leadership Menurut Tannebaum, Weschler and Nassarik (dalam Abdussalam 2008:18) kepemimpinan adalah
pengaruh antar pribadi dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu
atau beberapa tujuan tertentu. Sedangkan Shared Goal, Hemhiel & Coons dalam abdussalam 2008:20)
mengatakan “Kepemimpinan adalah sikap pribadi yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan
yang diinginkan”.
karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Seseorang yang belajar seumur hidup Seseorang belajar tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga
diluar sekolah. Selain itu, mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber pembelajaran.
2) Berorientasi pada pelayanan Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani sebab prinsip pemimpin
dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam memberikan pelayanan, pemimpin
seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.
3) Membawa energi yang positif Dalam menggunakan energi yang positif didasarkan pada keihklasan dan
keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan
baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan dalam kondisi yang
tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin hrus dapat menunjukkan energi yang positif.
Kompetensi
Nordhaug dan Gronhaug (1994) mengemukakan bahwa kompetensi adalah "sumber
daya kritis" yang memungkinkan organisasi untuk mencapai tujuan strategis dan
kompetitif.
Konsultan Sumber Daya Manusia Global, Development Dimensions International
(2017) mendefinisikan kompetensi adalah seperangkat perilaku, pengetahuan, dan
motivasi yang terkait dengan keberhasilan atau kegagalan di suatu pekerjaan, dan data
tentang perilaku, pengetahuan, dan motivasi tersebut dapat diklasifikasikan secara
terpercaya.
Spencer dan Spencer (2010) menyatakan bahwa kompetensi terlihat pada seseorang
yang kompeten untuk melakukan keterampilan pekerjaan mudah, cepat, dan intuitif,
serta sangat jarang atau tidak pernah melakukan kesalahan. Mereka mengatakan
bahwa ada lima komponen kompetensi yang diperlukan seperti kredibilitas pribadi,
kemampuan untuk mengelola perubahan, kemampuan untuk mengelola budaya,
penyampaian praktik sumber daya manusia, dan pengetahuan bisnis.
Kapabilitas
Kapabilitas artinya juga sama dengan Kompetensi, yaitu Kemampuan. Namun
pemaknaan kapabilitas tidak sebatas memiliki keterampilan (skill) saja namun lebih
dari itu, yaitu lebih paham secara mendetail sehingga benar benar menguasai
kemampuannya dari titik kelemahan hingga cara mengatasinya. (KBBI)
kompetensi sebagaimana tercantum dalam kamus ilmiah populer adalah kecakapan,
kewenangan, kekuasaan dan kemampuan (KBBI(
menurut Baker dan Sinkula adalah kapabilitas adalah kumpulan keterampilan yang
lebih spesifik, prosedur dan proses yang dapat memanfaatkan sumber daya ke
keunggulan kompetitif
maka dapat didefinisasikan sebagai sebuah kemampuan yang memiliki lebih dari
hanya keterampilan pada suatu hal yang menjadi keunggulan bersaing dan
menguasai kemampuan dari titik kelemahan.
Teori
Teori social capital pertama kali didiskusikan pada tahun 1916 (Lin, 2001). Social
capital yang komtemporer ditawarkan pertama kali oleh Bourdie (1986) yang
mengatakan social capital merupakan keseluruhan sumber konsep aktual atau
potensial, yang dihubungkan dengan kepemilikan dari suatu jaringan yang tahan
lama atau lebih kurang hubungan timbal balik antar institusi yang dikenalnya. Dari
berbagai poin bisnis yang penting, social capital sama dengan, sumber informasi.
Gagasan, kesempatan bisnis, modal keuangan, power,dukungan emosional,
goodwill, kepercayaan dan kerjasama yang disediakan oleh individu dan jaringan
kerja bisnis (Baker, 2000). Cohen dan Prusak (2001) mendefinisikan bahwa social
capital meupakan suatu kesedian melakukan hubungan aktif antara sesorang
meliputi: kepercayaan, kerjasama yang saling menguntungkan, berbagi nilai dan
perilaku yang mengikat setiap anggota jaringan dan kemasyarakatan juga
kemungkinan membuat kerjasama
Definisi
Porter, (1998). Mendefinisikan social capital merupakan kemampuan seorang
untuk memperoleh manfaat dengan kebaikan dari keanggotaan di dalam jaringan
sosial atau struktur sosial lainnya. Baker (2000) mengatakan sosial capital adalah
sumber daya yang tersedia dalam pribadi seseorang dan jaringan kerja yang
dimiliki. Sedangkan, Coleman (1999) mendefinisikan social capital sebagai semua
aspek yang mengarah dan diciptakan untuk memudahkan tindakan individu dalam
struktur sosial. Struktur sosial melahirkan dorongan sosial menjadi lebih berkuasa
atas perilaku individu. Dorongan sosial tersebut yang disesuaikan dengan norma
norma sosial meliputi; kultur yang dominan, pengaruh kekuatan sosial lain lain
atas perilaku lebih umum. Sedangkan World Bank (2003) mengartikan social
capital sebagai lembaga, hubungan sosial, network, kejujuran, pembentukan
norma yang berkualitas dan kuantitas interaksi sosial dengan masyarakat.
Konsep
konsep social capital digunakan berbeda oleh para ahli sosiologi,
politisi, dan ahli ekonomi. Putnam (1993) yang menganalisis fokus
jaringan kerja social horizontal yang dihubungkan dengan pengaruh
pada kinerja ekonomi. Coleman (1988) mendefinisikan social capital
lebih luas dengan konsep vertikal, institusi hirarki terhadap
kemungkinan dampak terhadap kinerja negatif dan positif bagi
perusahaan. North (1990) dan Olson (1982) mendefinisikan yang
mencakup perspektif, peran formal dalam institusi, seperti sistem
pengadilan, peraturan hukum dan kebebasan berpolitik dan
pembentukan pengembangan lingkungan sosial politik
Pembagian
Akdere (2005 membagikan social capital mikro level dan makro level. Pada tingkat
social capital mikro level, sosial kapital sipil berkaitan dengan nilai-nilai, kepercayaan,
atitud, perilaku dari norma-norma (Part, 2003). Saat ini sosial kapital sipil dibagi
dalam tiga (3) dimensi dasar, yaitu; ikatan (bonds), jembatan (bridges), dan hubungan
(lingkages). Ikatan (Bonds) yang mengambarkan hubungan kekerabatan keluarga
dekat, teman dekat, dan kolega profesional yang membantunya. Jembatan (bridges)
menggambarkan hubungan yang agak jauh agar mengapainya. Sedangkan hubungan
(lingkages) digambarkan sebagai dimensi vertikal sosial kapital dimana adanya pihak
yang tidak termasuk dalam kekuasaan. Pada tingkat makro level sosial kapital
pemerintah melekat pada rule of law, penegakan kontrak, dan bebas koropsi serta
transparansi dalam mengambil keputusan, sistem administrasi yang efisien, sistem
hukum yang dapt diandalkan. Singkatnya negara lebih mampu dan kredibel (Meier,
2002). Jadi masalah sosial kapital sangat multi dimensional.
1. Social Capital Macro Level

Social capital pada makro level merupakan langkah dimana social capital dimanfaatkan
pada cakupan yang lebih luas. Pada tingkatan ini penggunaan social capital meliputi,
seperti pemerintah, penegakan kepastian hukum sipil, kebebasan berpolitik, berdampak
pada pencapaian ekonomi suatu negara, penentuan suatu fungsi pemerintah, dan tipe
pengembangan ekonomi sektor publik. Berkaitan dengan sektor publik keterlibatan
pemerintah yang bersifat membangun pembangunan dibawah ketidakseimbangan antara
ikatan social capital ekternal dan keterpaduan internal sangat diperlukan. Pada tingkatan
makro level, sosial capital dihadapkan pada efektifitas pemerintah, akuntabilitas, dan
kemampuan untuk menyelenggarakan penegakan hukum secara adil, pertumbuhan
ekonomi dalam kaitan untuk memungkinkan pengembangan atau melumpuhkan produk
pasar domestik, serta memberi harapan atau menakut-nakuti investasi asing (Fukuyama,
1999). Dalam organisasi, tingkatan makro social capital berhadapan dengan keseluruhan
stabilitas lingkungan dan kesuksesan yang dicapai terkait dengan pertumbuhan ekonomi
2. Social Capital Meso
Level Social capital pada meso level digambarkan sebagai suatu perspektif
struktural dimana jaringan social capital terstruktur dan sumber daya
mengalir sepanjang jaringan kerja. Analisa social capital ini adalah pada
proses pengembangan struktur jaringan dan distribusi. Di samping itu pada
bagian keikutsertaan dan identitas sosial, organisasi, penarikan dan
pengeluaran orang-orang dari luar lingkaran organisasi, seperti asosiasi lokal
yang merupakan dari penjelmaan dari social capital meso level ini. Sebuah
organisasi, tingkat meso level ini melibatkan sifat alami dari team work
apakah homogen atau heterogen dan jangka waktu team work. Secara
keseluruhan social capital meso level berhubungan dengan pengembangan
dan pertumbuhan organisasi lokal atau dalam organisasi itu sendiri.
3. Social Capital Micro Level
Social Capital Micro Level Pada tingkatan social capital micro level ini menekankan
kemampuan individu untuk mengerahkan sumber daya melalui institusi jaringan lokal
seperti organisasi sosial kemasyarakatan yang didasarkan pada kekeluargaan. Banyak ahli
menekankan mikro level pada sebuah organisasi berhubungan dengan pengenalan,
kooperasi dan kerjasama, kesetiakawanan, kesetian, reputasi dan akses informasi yang
informatif. Di samping itu social capital mikro level ini mempunyai kaitan dengan fitur
demografi karyawan, lamanya pekerjaan, dan human capital. Secara keseluruhan social
capital mikro level berhubungan ego dengan orang lain, pengembangan individu dan
pertumbuhan pribadi. Sedangkan (Lin, 2001) mengembangkan konsep model social capital
dan elemen-elemen kunci interdependence (Gambar 2). Gambar 2 di bawah menjelaskan
bahwa sosial capital akan dipengaruhi oleh posisi seseorang (structural position), lokasi
jaringan (net work), tindakan untuk mencapai tujuan (purpose of action). Hasil akhir
model tersebut dapat disimpulkan jika modal social yang baik akhirnya akan mendapatkan
kemakmuran dan reputasi kekuasaan.
Perbedaan dan Persamaana
Persamaan dan Perbedaan Human Kapital Dengan Sosial Kapital Meskipun kebanyakan penulis masih blur
mendefinisikan perbedaan antara human dan sosial kapital. Part (2003) mengemukakan bahwa perbedaan yang krusial
antara human dan sosial kapital terletak pada tingkat pendidikan dan kesehatan individu dengan orang lainnya. Sosial
kapital dengan kata lain dapat didefinisikan permintaan dan keinginan sebuah grup dari orang-orang untuk
bekerjasama (Grootaert, 1998). Sosial kapital dan human kapital berkaitan erat. Ada dua faktor saling berlawanan dan
saling melengkapi (Saraceno, 2002). Menurut argumen pertama human kapital sebagai dasar pencapaian prestasi dan
persaingan merupakan kunci sukses sosial. Sosial kapital hanya bagian penting bagi target grup. Argumen ke dua
human dan sosial kapital sama mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dukungan dan pengawasan sosial, kesehatan
pemerintahan yang baik. Prestasi individu-individu akan tinggi jika individu tersebut berkompetisi dan bekerjasama
dengan jaringan dan sistem nilai umum lainnya. Hal tersebut akad didapat dengan pendidikan. Pendidikan yang layak
bagi masyarakat merupakan hal penting untuk keberhasilan pembangunan. Misalnya, jaringan kerja yang kuat dari
hubungan sipil dan perangkat pemerintah yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Social Capital dalam Menciptakan Human Kapital Banyak peneliti yang mengkaji hubungan antara human kapital dan
sosial kapital, serta pengaruh sosial kapital dari akumulasi human capital. Human kapital berkaitan dengan pendidikan
dan kesehatan yang baik dipengaruhi oleh sosial kapital horizontal. Menurut Part (2003) mengatakan ada tiga arah
penelitian dari penelitian bidang kapital ini, yaitu; sosial kapital dan prestasi anak, (ketidakmerataaan atau ketidak
stabilan) dan educational attainment (Hasil yang dicapai), educational credentials (surat kepercayaan atau Mandat) dan
labour market.
Spiritual Capital

Spiritual capital didefinisikan sebagai kekayaan yang membantu mempertahankan


kemanusiaan masa depan dan kekayaan yang memelihara dan mempertahankan semangat
manusia (Zohar & Marshall, 2004). Menurut Abdullah & Sofian (2012), spiritual capital
sangat penting dalam individu serta organisasi yang dapat memengaruhi cara suatu entitas
atau perusahaan dikelola, memastikan operasi bisnis berjalan sesuai dengan hukum dan
standar, dan jujur dalam hal keuangan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja
perusahaan. Pentingnya spiritual capital ini sama halnya dengan akar pada pepohonan.
Tanpa akar, sebuah pohon tidak akan dapat hidup apalagi tumbuh. Spiritual capital menjadi
semakin penting peranannya karena upaya membangun manusia yang cerdas dengan IQ
tinggi dan manusia yang pandai mengelola emosinya dalam berPengaruh dengan orang lain
tidaklah menghantarkan manusia pada kebermaknaan hidup (Maslow, 1984). Intinya,
profesionalitas, intelektual tinggi dan kapabilitas serta kompetensi memang diperlukan,
tetapi jika itu semua tanpa didasari dan tidak dikendalikan oleh spiritualitas yang baik,
maka kehancuranlah yang akan terjadi.
Mental Capital
Modal mental berkaitan dengan konsep modal psikologis... Dalam literatur psikologi, modal psikologis
biasanya dianggap terdiri dari harapan, efikasi diri, optimisme, dan ketahanan. Keempat landasan
modal psikologis ini semuanya adalah sikap. Modal mental adalah tidak hanya sikap positif tetapi juga
mencakup keterampilan kunci tertentu yang memungkinkan seseorang menghasilkan barang mental
seperti harga diri dan rasa pencapaian, serta keterampilan refleksi diri." (Ho, 2012, hlm. 44)

Modal mental juga terkait dengan konsep modal ekonomi immaterial, seperti yang digunakan dalam
tradisi ekonomi sejarah Jerman ('Geistiges Kapital'). Ini mengacu pada kapasitas individu, sosial dan
kolektif, serta modal immaterial yang aktual dan terakumulasi secara historis. Ekonom Jerman awal
yang menggunakan konsep ini misalnya Adam Muller dan Daftar Friedrich. Modal mental berkaitan
dengan pembentukan kebiasaan. Ketika kebiasaan terbentuk, sejauh itu melayani kepentingan
individu dalam jangka panjang, itu adalah modal mental. Sejauh kebiasaan merugikan kepentingan
individu dalam jangka panjang, itu adalah modal mental negatif. Modal mental negatif akan
membutuhkan waktu lama untuk diubah karena kebiasaan terkenal sulit dihilangkan.

Anda mungkin juga menyukai