Anda di halaman 1dari 23

Praktik Perlindungan Hukum Bagi

Pembela Lingkungan Hidup di


Indonesia
Hairansyah
Wakil Ketua Internal Komnas HAM/Ketua Tim HRD KH
Pengertian Pembela HAM

Di dalam Lembar Fakta PBB No. 29, disebutkan bahwa “Pembela HAM”
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang
secara individual atau bersama-sama, melakukan tindakan untuk
memajukan atau melindungi hak-hak asasi manusia. Para pembela hak
asasi manusia dikenali terutama dari hal-hal yang mereka lakukan, dan
karena itu istilah tersebut paling mudah dijelaskan dengan
menggambarkan tindakan-tindakan mereka dan beberapa konteks di mana
mereka bekerja.

Istilah Pembela HAM semakin sering digunakan sejak diadopsinya


Deklarasi tentang Pembela HAM pada 1998. Sebelumnya, istilah-istilah
lainnya seperti “aktifis”, “professional”, “pekerja”, atau “pemantau” hak
asasi manusia sangat umum digunakan. Namun istilah “Pembela HAM”
dilihat sebagai istilah yang paling relevan dan lebih digunakan.
Menurut PBB, tidak ada definisi spesifik siapa saja yang bisa menjadi Pembela
HAM. Ia bisa seseorang atau sekelompok orang yang bekerja untuk
memajukan hak asasi manusia, mulai dari organisasi yang berkantor di kota-
kota besar, sampai pada orang-orang yang bekerja dengan komunitas lokal.
Pembela HAM dapat berasal dari identitas gender apapun, usia berapapun,
belahan dunia manapun, dengan latarbelakang profesi apapun atau latarbe-
lakang lainnya. Penting untuk ditekankan bahwa Pembela HAM bukan hanya
bisa ditemukan di dalam organisasi non-pemerintah saja, tapi boleh jadi mereka
adalah aparat pemerintah, pegawai negeri atau pihak swasta.

Pembela HAM bukan dikenali sekedar dari gelar atau nama organisasinya yang
menyertakan kata-kata hak asasi manusia. Tidak begitu penting bagi seseorang
dikenal sebagai aktifis hak asasi manusia atau bekerja pada organisasi yang
menyandang nama hak asasi manusia di dalamnya. Yang jelas, Pembela HAM
dikenal karena kerja-kerja yang dilakukannya untuk memajukan dan me-
Kerja-kerja Pembela HAM begitu beragam. Ada Pembela HAM yang melakukan
investigasi, mengumpulkan informasi dan me- laporkan pelanggaran hak asasi
manusia. Ada pula yang melaku- kan pendampingan kepada korban pelanggaran
sebagai penase- hat hukum atau memberikan konseling dan pemulihan terhadap
korban. Beberapa Pembela HAM bekerja di ranah advokasi hu- kum dan kebijakan
atau mendorong adanya proses hukum ter- hadap suatu peristiwa atau pelaku
pelanggaran. Beberapa lainnya bekerja mendesak pemerintah untuk melaksanakan
kewajiban- nya untuk menegakan hak asasi manusia. Lingkup kerja Pembela HAM
juga meliputi pendidikan hak asasi manusia.

Ringkasnya, kerja-kerja seperti pengumpulan dan penyebarluasan informasi, advokasi


dan mobilisasi opini public menjadi kerja-ker- ja yang umum dilakukan oleh banyak
Pembela HAM. Namun demikian, kerja-kerja lainnya seperti pemberdayaan komuni-
tas, pemberian layanan kebutuhan hidup, advokasi transformasi demokrasi atau
penguatan tata pemerintahan yang baik, begi- tu pula membangun perdamaian,
termasuk dalam ruang lingkup kerja Pembela HAM.
Urgensi Perlindungan Pembela Hak Asasi Manusia
I.

1. Alasan Normatif:
Sedikitnya ada dua alasan mengapa perlindungan terhadap Pembela HAM
a. Pembela Hak Asasi Manusia atau Human Rights Defender (HRD) dikenal secara luas melalui United
(masih) sangat diperlukan. Pertama, alasan normative. Kedua, alasan empiris.
Nation’s General Assembly Resolution 53/144 regarding Declaration on the Right and Responsibility of
Individuals, Groups and Organs of Society to Promote and Protect Universally Recognized Human Rights
and Fundamental Freedom (“The Declaration on Human Rights Defender”) yang dideklarasikan pada tahun
1998;

b. Merujuk pada Resolusi tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa HRD adalah siapapun yang
memperjuangkan hak asasi manusia, baik Organisasi Masyarakat Sipil, pegawai pemerintahan, pekerja
swasta, maupun individu-individu di dalam sebuah komunitas;

c. Dalam perkembangannya, istilah HRD dilekatkan dengan isu-isu tertentu, seperti Women HRD dan
Environmental HRD;

d. Dalam konteks peraturan perundangan di Indonesia, pengaturan tentang HRD tersebar di beberapa
peraturan perundangan, baik yang mengatur HAM maupun UU sektoral, seperti Pasal 28 UUD 1945, UU
9/1998, UU 39/1999, UU 13/2006, UU 32/2009, dll. Namun demikian, peraturan-peraturan tersebut belum
menyebut secara tegas apa definisi HRD.
a. Seseorang menjadi pembela HAM dapat karena ia adalah korban pelanggaran HAM yang
membela haknya. Selain itu, seseorang menjadi pembela HAM karena kepeduliannya (bukan korban
pelanggaran HAM).

b. Pembela HAM, baik yang berasal dari korban pelanggaran HAM maupun yang berasal dari
kepedulian, menerima risiko serangan balik yang sama, mulai ancaman, serangan fisik, kriminalisasi,
teror psikis, penculikan, hingga pembunuhan;

c. Beberapa contoh kasus HRD yang mengalaman serangan antara lain: Muhammad Yusuf,
wartawan di Kalsel yang sedang mendampingi masyarakat untuk melapor ke Komnas HAM rerkait
kasus konflik pertanahan. Ia dituduh melakukan pencemaran nama baik dan ujaran kebencian, ditahan
dan meninggal di tahanan, pada tahun 2018. Kasus lainnya adalah Budi Pego (2018) dan Basuki
Wasis (2018).

d. Laporan WALHI Nasional menunjukkan bahwa selama tahun 2018 tidak kurang dari 163
pembela HAM yang menerima serangan balasan. Mereka antara lain warga yang ditahan oleh polda
Banten, terkait dengan penolakan privatisasi air oleh PT Tirta Fresindo Jaya, kriminalisasi terkait
penolakan privatisasi pulau pari, kasus sengketa tanah, penolakan proyek PLTU Indramayu, dll.

e. Laporan Global Witness –sebagaimana dikutip oleh NGO Position Paper on RSPO Policy on
Human Rights Defenders- menunjukkan bahwa pada tahun 2016-2017 ada sekitar 207 kasus
pembunuhan terhadap Pembela HAM.
Jaminan
bagi Pembela HAM dan Lingkungan
Pasal 28I UUD1945
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
Pasal 100 sampai dengan 103 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia telah
menjamin hak Pembela HAM untuk berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak
asasi manusia. Namun demikian, jaminan hak ini tidak benar-benar terimplementasi. Salah satu faktor
penyebabnya adalah belum adanya kesadaran, baik dari sisi pemerintah maupun dari sisi korban,
mengenai eksistensi Pembela HAM, dan kontribusi mereka dalam usaha perlindungan dan pemajuan hak
asasi manusia.

UU 32/2009 Pasal 66 menyebutkan:

“Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”

Para Pembela HAM kerap dikesampingkan, atau bahkan menjadi sasaran pelanggaran dan mengalami
Peran Pembela HAM
Berbagai kemajuan demokrasi dan adanya instrument serta kelembagaan
demokrasi dan HAM pasca reformasi di Indonesia tidak lepas dari peran para
pembela hak asasi manusia (yang untuk selanjutnya disebut Pembela HAM)
yang melakukan kerja-kerja di berbagai sektor dan isu hak asasi manusia,
mulai dari kerja-kerja monitoring, pendampingan, pengorganisasian,
pembelaan, pemberdayaan, kampanye, sampai dengan kerja-kerja advokasi
kebijakan.

Para Pembela HAM, dengan berbagai latarbelakang profesi, baik petani,


nelayan, buruh, jurnalis, pengacara, peneliti, seniman, maupun berbagai profesi
lainnya, berkontribusi dalam memajukan hak asasi manusia hingga saat ini.
Pembela HAM merupakan salah satu pilar penting dalam mendorong
konsolidasi demokrasi serta dikenal kristis terhadap Pemerintah, guna
memastikan bahwa Negara melakukan tindakan yang diperlukan untuk
Ancaman terhadap Pembela HAM
Pembunuhan
Penculikan
Terror Intimidasi
Pelecehan Seksual
Kriminalisasi

Pasal 162 revise UU Minerba


Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha
pertambangan dari pemegang IUP, IPR, IUPK, atau SIPB yang telah
memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2)
dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Namun kerja-kerja pembelaan hak asasi manusia kerap mendapat
tantangan. Kerja-kerja tersebut dianggap sebagai ancaman tidak hanya
bagi pelaku, akan tetapi juga oleh rezim yang berkuasa. Berbagai bentuk
pelanggaran hak asasi, mulai dari ancaman, pelecehan, kriminalisasi,
kekerasan, penculikan, bahkan sampai pembunuhan, umum dialami oleh
para Pembela HAM. Oleh karenanya, Pelapor Khusus PBB tentang
Pembela HAM, Michael Forst, dalam kesimpulan laporannya mengatakan
bahwa membela hak asasi manusia merupakan kegiatan yang luar biasa
berbahaya di banyak negara.
Posisi dan Peran Komnas HAM
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang tujuan dibentuknya antara lain
mengembangkan kondisi yang kondusif serta meningkatkan perlindungan dan penegakan hak
asasi manusia, memiliki salah satu fungsi, untuk melakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan hak asasi manusia, termasuk melakukan pemantauan terhadap situasi Pembela
HAM. Oleh karena itu, dengan pertimbangan peran utama Pembela HAM dalam mema-
jukan hak asasi manusia, serta berbagai tantangan yang sampai saat ini masih dihadapi oleh
mereka, diperlukan upaya proaktif baik dari tupoksi komnas ham maupun kebijakan negara
sehingga pembela ham mendapatkan perlindungan yang memadai.

Namun demikian, pemantauan situasi Pembela HAM olle komnas HAM selama ini tidak
dilakukan secara rigid mengikuti metodologi pemantauan berbasis peristiwa (event-based
monitoring). Hal ini disebabkan oleh kesulitan yang dihadapi dalam menemukan data
pelanggaran hak Pembela HAM di dalam sistem database yang dimiliki Komnas HAM.
Sampai saat ini, sistem database Komnas HAM belum mengakomodasi kategori Pembela
HAM, sehingga indikasi adanya pelanggaran hak Pembela HAM tidak pernah tercatat secara
khusus di dalam sistem.
Upaya yang Dilakukan Komnas Ham
Pemberian Surat
Keterangan Membentuk tim
Pemberian Ket di Pembela Ham KHRI
Pengadilan

Reviu Perkom No.


Upgrade SPH
5 Tahun 2015

Pendokumentasian Koordinasi dan


Kasus kerjasama dengan
Jaringan
Upgrade SPH

• Kegiatan ini dilaksanakan oleh bagian Dukungan


Pelayanan Pengaduan (DPP)
• Launching pada akhir tahun 2019
• Menambahkan kategori “HRD” sebagai salah satu isu
untuk memper-mudah pengecekan penangan kasus
Pendokumentasian Kasus

Kasus yang masuk


ke Bagian DPP

Data Kasus
Pembela HAM
Informasi dari
yang ditangani
Media
Komnas Ham
RI

Sharing data dengan


Jaringan
Berdasarkan Pasal 37 SOP Pelayanan Pengaduan, Maka Pengaduan yang
membutuhkan penanganan segera (urgent) adalah sebagai berikut :

• kekerasa/konflik yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa maupun benda, atau diduga dapat
menimbulkan jatuhnya korban jiwa/benda

• Penahanan/Perampasan kemerdekaan

• Penggusuran yang akan dilaksanakan sagera

• Peristiwa proses penegakkan hukum , eksekusi sewenang-wenang termasuk eksekusi hukuman


mati

• sengketa perburuhan misalnya PHK yang sudah dalam waktu dekat

• sengketa pertanahan misalnya telah menimbulkan korban jiwa dan atau menimbulkan konflik
sosial yang lebih luas

• kasus diskriminasi ras dan etnis berdasarkan uu no 40 tahun 2008 tentans penghapusan
diskriminasi ras dan etnis jo PP No. 56 Tahun 2010 Penanganan kasus diskriminasi ras dan etnis
maka pengadian tersebut harus diselesaikan dalam waktu 14 hari kerja

• berkas tanggapan atau jawaban dari rekomendasi yang dikeluarkan oleh bagian administrasi
pemantauan dan penytelidikan dan atau bagian administrasi mediasi
Situasi Pembela HAM secara Umum

Data Kasus Terkait Pembela hak asasi manusia di Komnas HAM


(2012-2015: 12 kasus sedangkan 2016-2017: 18 kasus)

Kasus-Kasus yang menimpa Pembela HAM disebabkan oleh


1. Masih belum adanya pengakuan pembela hak asasi manusia
dan jaminan perlindungan bagi pembela HAM, tidak terpenuhi. Ini
dibuktikan dengan masih adanya para pembela HAM pada target
yang sama, setidaknya di sektor tenaga kerja, aktivis lingkungan
dan advokat
2. Belum maksimalnya pemahaman pemerintah dan publik akan
kehadiran pembela HAM.
3. Setidaknya tidak ada pemahaman dan peningkatan kapasitas
aparat penegak hukum (polisi, kejaksaan, hakim) tentang
perlindungan pembela HAM,
Hak-Hak Pembela HAM

Pembela HAM memiliki serangkaian hak yang secara khusus dijamin untuk
menunjang kerja-kerja pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. Jika
melihat pada Pasal 100 – 103 UU Nomor 39 Tahun 1999, maka hanya akan
didapati hak-hak Pembela HAM yang meliputi:

Pertama, menyampaikan laporan atas terjadinya pelanggaran HAM kepada


Komnas HAM atau lembaga lain yang berwenang dalam rangka perlindungan,
penegajan dan pemajuan hak asasi manusia.

Kedua, mengajukan usulan mengenai perumusan dan kebijakan yang berkaitan


dengan HAM kepada Komnas HAM dan/atau lembaga lainnya.

Ketiga, melakukan penelitian, pendidikan dan penyebarluasan informasi


mengenai HAM.
Kewajiban Negara Dalam Perlindungan Hak Pembela HAM
Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 menegaskan bahwa perlindungan hak asasi manusia adalah
tanggungjawab negara, terutama pemerintah. Ketentuan ini senada dengan Pasal 8 UU No.
39 Tahun 1999. Oleh karena hak-hak Pembela HAM termasuk dalam hak asasi manusia
yang diakui secara universal, maka kewajiban untuk melindunginya terletak di tangan
Negara, dalam hal ini Pemerintah.
Kewajiban negara dalam perlindungan hak asasi manusia terse- but diterjemahkan ke
dalam dua kewajiban utama yaitu:
1. The duty to abstain from infringing upon human rights, yaitu sejumlah kewajiban
yang spesifik berkaitan dengan kewajiban negara untuk tidak melakukan pelanggaran
HAM, baik melalui tindakan atau pendiaman yang tersirat untuk menjamin pemenuhan
secara efektif hak-hak tersebut.

2. The duty to guarantee respect of these rights, yaitu kewajiban-kewajiban negara


untuk mencegah pelanggaran, menyelidikinya ketika terjadi, memproses dan
menghukum pelaku serta melakukan reparasi atas kerusakan atau kerugian yang timbul.
menyebut beberapa kewajiban Negara sebagai berikut:
1. Menjamin bahwa semua orang dalam yurisdiksinya dapat menikmati hak asasinya (ps 2.1)

2. Melakukan langkah-langkah legislative, administrative dan langkah lainnya untuk menjamin hak
Pembela HAM (ps 2.2)

3. Melakukan harmonisasi perundang-undangan untuk menjamin perlindungan terhadap Pembela HAM (ps
3)

4. Melakukan investigasi dengan segera dan tidak memihak atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia
(ps 9.5)

5. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjamin perlindungan Pembela HAM dari
kekerasan, ancaman, pembalasan, diskriminasi, tekanan, atau tindakan lain secara sewenang-wenang (ps
12.2)

6. Melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan pemahaman setiap orang mengenai
hak-hak Pembela HAM, termasuk membuat dan menyebarluaskan publikasi terkait hak asasi manusia dan
membuka akses terhadap dokumen-dokumen tentang hak asasi manusia (ps 14.1.2)

7. Mendukung pendirian dan pengembangan lembaga-lembaga Negara yang bertujuan memajukan dan
melindungi hak asasi manusia, seperti ombudsman atau Komnas HAM (ps 14.3)

8. Memfasilitasi pengajaran hak asasi manusia di semua tingkat pendidikan dan pelatihan, khususnya bagi
pengacara, aparat penegak hukum, pasukan bersenjata, dan pejabat public (ps 15)
Deklarasi Marakesh yang dilahirkan disepakati oleh
Aliansi Lembaga HAM sedunia pada tahun 2018 (dimana
Komnas HAM dan Komnas Perempuan turut terlibat
dalam proses tersebut), telah memandatkan kepada dunia
untuk terus mempromosikan HAM dan peran Perempuan
Pembela HAM. Untuk itu Negara memiliki tanggung
jawab untuk melaksanakan dan menghormati semua
ketentuan Deklarasi Pembela HAM.
Pelaksanaan Perlindungan
Pengaduan
Langsung/tdk langsung
Dasar Perlindungan
orang/masyarakat
atau inisiatif KH

Koordinasi dengan
kementerian/lembaga Pengaduan melalui
LPSK lain SP3 dgn Form khusus HRD

Pelapor Khusus
Surat Diteruskan Bagian
dianalisis apakah
Keterangan Pemantauan dan
memenuhi sbg HRD dan
Penyelidikan
tindakan yg harus
dilakukanoleh KH
…….Bangsa kita seperti Paria
Menyangkut pelanggaran HAM berarti menyangkut peradaban dan kita
seperti bangsa yang tak beradab, padahal kita bangga pada sila
kemanusiaan yang adil dan beradab
itulah IRONI yang kami rasakan

Dr. Nur Hassan Wirajuda


HAM UNTUK SEMUA!

ANCAMAN TERHADAP PEMBELA HAM ADALAH


ANCAMAN TERHADAP HAK ASASI MANUSIA

Anda mungkin juga menyukai