Anda di halaman 1dari 17

Dampak Gangguan Penglihatan dan Penyakit Mata terhadap

Kualitas Hidup Terkait Penglihatan di Indonesia

Pembimbing : dr Santi Wuriyani, SP. M


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Periode 20 November – 25 Desember 2021
RS Panti Wilasa Dr Cipto
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Mohammad Ibnu Sinna Faiz Helmy (112021033)
ABSTRAK
kebutaan di Indonesia telah mencapai 1,5% dari total penduduk. Penyebab tersering kebu-
taan adalah katarak, glaukoma, dan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi. Gangguan
Latar penglihatan dan kebutaan dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup (QoL), yang
Belakang berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk bekerja, menghabiskan waktu luang, atau
melakukan aktivitas sehari-hari

Untuk mengetahui dampak gangguan penglihatan dan penyakit mata terhadap kualitas hidup
terkait penglihatan (QoL) pada populasi dengan gangguan penglihatan berat (SVI) dan kebu-
Tujuan
taan di Indonesia.

Penelitian ini merupakan penelitian studi potong lintang dengan metode purposive sam-
pling yang melibatkan 134 responden dari 5 provisi berbeda. Dampak gangguan pengli-
Metode hatan yang terkait dengan kualitas hidup dinilai menggunakan kuesioner NEI-VFQ
25(National Eye Institute Visual Fungsi 25) . Skor tersebut kemudian dibandingkan antara
peserta dengan kebutaan (<3/60) dan peserta dengan SVI (>3/60 hingga <6/60), dan penye-
bab gangguan penglihatan.
Gangguan penglihatan berat dan kebutaan paling banyak ditemukan pada wanita usia
produktif dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang lebih rendah, dan katarak
Hasil adalah penyebab utama. Kualitas hidup terkait penglihatan lebih rendah pada kelompok
buta dibandingkan dengan kelompok SVI (P = 0,001). Dampak gangguan penglihatan
sebagian besar terkait dengan aktivitas jarak jauh (P = 0,007), fungsi sosial, dan aktivi-
tas dekat (p = 0,002). Skor NEI-VFQ 25(National Eye Institute Visual Fungsi 25) lebih
rendah pada responden glaukoma dibandingkan responden katarak.

Hasil menunjukkan bahwa subjek dengan kebutaan memiliki skor QoL total yang lebih
Kesimpulan rendah dibandingkan dengan SVI, selain skor subskala. Selanjutnya, penyakit glaukoma
memiliki skor QoL terendah
Pendahuluan
Menurut WHO, diperkirakan jumlah penyandang tunanetra di seluruh dunia adalah 285 juta,
dan sebagian besar (87%) tinggal di negara berkembang. Menurut Survei Kesehatan Mata
Nasional kebutaan di Indonesia telah mencapai 1,5% dari total penduduk, dengan penyebab
utama kebutaan adalah katarak, glaukoma, dan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi.

Gangguan penglihatan dan kebutaan dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup (QoL),
yang berhubungan dengan penurunan kemampuan seseorang untuk bekerja, menghabiskan
waktu luang, atau melakukan aktivitas sehari-hari..

Pemeriksaan formal ketajaman visual mungkin bukan cara yang paling objektif untuk menguji
pasien, karena tidak secara akurat menunjukkan dampak keseluruhan dari gangguan terkait
penglihatan yang dialami pasien. Penilaian subjektif (self-reported evaluations) terhadap kualitas
hidup, dengan menggunakan kuesioner, diperlukan untuk memberikan penilaian kesehatan mata
yang lebih komprehensif
Pendahuluan
Sejumlah penelitian di berbagai negara telah menunjukkan bahwa kuesioner
NEI-VFQ 25 adalah instrumen yang valid dalam menilai kualitas hidup terkait
penglihatan.

Riset Kesehatan Dasar Nasional Indonesia (BKN) menunjukkan bahwa kasus kebu-
taan telah menurun menjadi 0,9% dari total populasi di Indonesia, namun
metodologinya berbeda dengan survei standar yang direkomendasikan oleh WHO.

Oleh karena itu penilitian ini bertujuan untuk menentukan dampak gangguan pengli-
hatan dan morbiditas okular terhadap kualitas hidup terkait penglihatan pada pen-
duduk Indonesia yang mengalami SVI dan kebutaan
Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Studi cross-sectional/potong lintang dengan metode


purposive sampling yang melibatkan 134 responden dari 5 provisi berbeda. Dampak gang-
guan penglihatan yang terkait dengan kualitas hidup dinilai menggunakan kuesioner NEI-
VFQ 25.
Setelah responden selsai di pemeriksaan, meraka akan di wawancari menggunakan kuisoner
Fungsi Visual National Eye Institute 25 (NEI-VFQ 25), yang berisi 25 pertanyaan.

Semua responden berusia 18 tahun ke atas dengan SVI (≥ 3/60 hingga <6/60) ditempatkan ke
dalam Grup 1, dan mereka yang buta (< 3/60) ditempatkan ke dalam Grup 2. Dimana setiap
pertanyaan diambil jumlah rata-rata skornya. Gabungan dari semua skor adalah jumlah total
fungsionalitas visual.
HASIL DAN DISKUSI
Dari 145 responden dilibatkan dalam penelitian ini, namun 11 responden dikeluarkan karena gangguan pen-
dengaran dan gangguan pemusatan perhatian. Sisanya 134 responden dianalisis .

Tabel 1. Karakteristik Demografi Subyek, Durasi, dan Penyebab Penyakit Mata Berdasarkan Tingkat Tunanetra (n = 134)

Variabel Jumlah Responden Kebutaan SVI P


(N=134) (N=88) N(46)
Seks n % n % n %  

Pria 48 35.8 28 31.8 20 3.5 0,181A

Perempuan 86 64.2 60 68.2 26 6.5  

Usia rata-rata (tahun) 67,4 ± 12,3 69,5 (38-95) 67,5 (28-92) 0,173B

 Kelompok usia              

18-64 tahun 46 34.3 34 38.6 12 26.1 0,232A

> 64 tahun 88 65.7 54 61.4 34 73.9  

Tingkat pendidikan              

Rendah 88 65.7 60 68.2 28 60.9 0,392A

Medium 43 32.1 26 29.5 17 36.9  

Tinggi 3 2.2 2 2.3 1 2.2  


 Tingkat Pendapatan              

Rendah 96 71.6 60 68.2 36 78.3 0,462A

Medium 20 14.9 15 17 5 10.9  

Tinggi 10 7.5 8 9.1 2 4.3  


Sangat tinggi 8 6 5 5.7 3 6.5  

Durasi Kebutaan N kebutaan SVI 0.104B


< 1 tahun 37 28.2 31 24.1 6 36.4 0.104B
1-5 tahun 59 45.1 51 47.1 8 40.9  
>5 tahun 35 26.7 35 28.8 0 22,7  
Jenis penyakit mata              
katarak 99 73.9 63 71.6 36 78.3
Glaukoma 7 5.2 6 6.8 1 2.2
Kesalahan bias 9 6.7 4 4,5 5 10.9
Kelainan kornea 5 3.7 5 5.7 0 0
AMD 2 1.5 2 2.3 0 0
Neuropati optik 7 5.2 4 4,5 3 6.5
Retinopati diabetik 1 0,7 0 0 1 2.2
Ablasi retina 2 1.5 2 2.3 0 0
Gangguan mata lainnya 2 1.5 2 2.3 0 0
Hasil dan Diskusi

Tabel 2. Skor QoL Total Berdasarkan Jenis Kelamin, Kelompok Umur, dan Lama Kebutaan

Variabel Rata-rata (rata-rata ± SD) Median (min-maks) P

Rata-rata skor total (N) Jenis 41,9 ± 19,6 39,82 (2,5-89,4)  


Jenis Kelamin 0.280 A
Pria  43,4 ± 16,7  42.1 (15-84,6)
Perempuan 41,2 ± 21,2 39.2 (2.5-89.4)  
Kelompok Usia 0,007
18-64 tahun 48,5± 20,5 45.7(10,4-89.4)
>64 tahun 38,5±18,4 33,7(2,5-86,6)
Durasai Kebutaan 0,710
< 1tahun 43,3± 18,4 39,0(17,5-83,7)
1-5 tahun 40,6±20,3 39,8(2,5-86,8)
> 5tahun 42,9±18,9 40,5(10,4-89,4)
Dampak Gangguan Penglihatan Terhadap Kualitas Hidup. Rerata skor total QoL (skor gabungan) dari semua respon -
den adalah 41,97 (±19,66). Hasil menunjukan Pria memiliki skor total QoL yang lebih baik wanita, namun skor antara
kedua kelompok tidak signifikan (P = 0,280). Hal ini, dikarenakan total skor antara subjek pria dan wanita adalah relatif
sama dan tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistic.

Total skor QoL pada kelompok usia produktif lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia non-produktif. Kemungkinan
disebabkan oleh penyakit penyerta dan proses penuaan yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pada kelompok usia non-
produktif.

Durasi pada gangguan penglihatan tidak terkait dengan skor Kualitas Hidup.Namun menurut Nispendkk, menyarankan
bahwa penurunan kualitas hidup dipengaruhi oleh komorbiditas, Semakin lama seseorang mengalami kebutaan kualitas
hidupnya cenderung membaik, hal ini disebabkan oleh mekanisme adaptasi (coping index).
Hasil dan Diskusi
Tabel 3. Skor Total dan Subskala QoL Berdasarkan Tingkat Tunanetra
 Skor Variable
Gangguan penglihatan berat (n=46) Kebutaan (n=88)  

Rata-rata ± SD median Rata-rata ± SD median


0,001
Skor total 49,8 ± 19,20 49,7 (16,5-89,4) 37.8 + 18.80 33.5 (2.5-85.7)
0,740
Kesehatan umum 36.1 ± 22.30 25.0 (0-100) 36,0 ± 21,90 25.0 (0-100)
0,003
Kesehatan Mata 33,8 ± 13,40 40.0 (20-60) 24,4 ± 15,80 20.0 (0-60)
0,098
Sakit mata 68.5 ± 21.60 62,5 (25-100) 74,7 ± 23,70 75,0 (0-100)
0,000
Dekat aktivitas 46,7 ± 30,40 50.0 (0-100) 26.2 ± 24.50 25.0 (0-100)
0,000
Aktivitas jarak jauh 46,6 ± 26,60 50.0 (0-100) 25,9 ± 25,50 20.8 (0-100)
0,001
Fungsi sosial 52,7 ± 28,80 50.0 (0-100) 33.2 ± 28.00 25.0 (0-100)
0,210*
Kesehatan mental 53,6 ± 21,50 50 (12,5-100) 48,7 ± 21,40 50 (0-100)
0,009
Kesulitan dalam 44.4 ± 24.06 37,5 (0-100) 35,7 ± 25,20 25.0 (0-100)
0,080
Ketergantungan 49,2 ± 26,70 50.0 (0-100) 36,5 ± 26,70 33.3 (0-100)
0,002
Penglihatan warna 62,2 ± 32,20 50.0 (0-100) 42,7 ± 34,90 37,5 (0-100)
0,000
Penglihatan perifer 50,5 ± 31,70 50.0 (0-100) 28,5 ± 28,70 25.0 (0-100)

Dampak pada Subyek dengan Kebutaan dan Gangguan Penglihatan Parah pada QoL. Rerata skor total QoL pada kelompok buta lebih rendah
dibandingkan dengan SVI (P = 0,001), terutama dalam fungsi sosial (P = 0,001), kesulitan dalam mempertahankan peran pekerjaan mereka (P
= 0,008), dekat aktivitas (P = 0,000), dan aktivitas jarak jauh (P = 0,000). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam skor subskala kesehatan
umum (P = 0,740), sakit mata (P = 0,098), mental kesehatan (P = 0,210), dan ketergantungan (P = 0,080).
Hasil dan Diskusi
Skor QoL pada kelompok buta memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan kelompok SVI. Yang
terjadi hampir semua skor subskla. Hal ini mungkin karena ada perbedaan yang signifikan dalam ketajaman
visual, yang sangat penting dalam aktivitas sehari-hari. Baik, dalam aktivitas dekat maupun jarak jauh. Pada
aspek Kesehatan mental termasuk kecemasan, ketakutan, dan frustrasi relatif sama antara kedua kelompok
baik kebutaan ataupun dengan SVI.
Tabel 4. Perbandingan Skor QoL Total dan Subskala Beberapa Penyakit (n=134)
 skor variabel Katarak Glaukoma Kelainan pem- kelainan retina Optik sakit saraf Kelainan
biasan Kornea
(N = 5)
(N = 99) (N = 9) (N = 9) (N = 5) (N = 7)
40,5 ± 19,2 33.1 ± 9.0 62,4 ± 19,8 52,3 ± 24,8 45,0 ± 16,2 49,0 ± 19,6
Kesehatan umum 25 (0-75) 50 (25-100) 50 (25-100) 60±28,5 50(0-50) 25,0±25,0
Kesehatan mata 20(0-60) 20±16,3 40(20-60) 32±30 20(20-40) 40(0-40)
Sakit mata 72(25-100) 74,8±17,8 71,3±25 72,5±20 76,8±16,8 74,9±23,5
Dekat aktivitas 25(0-100) 20,7±18,2 57,8±29,4 41,6±27,6 28,5±19,8 54,9±28
Aktifitas jarak auh 25(0-100) 8.3(8-58,3) 55,2±32,4 48,3±36,9 41.60(0-50) 44,9±30,4
Fungsi social 37(0-100) 32±21,5 70,3±24,0 55±45 42,8±27,8 44,9±36
Kesehatan mental 50(0-100) 40.2±9,4 64,1±27,5 60±27,1 58,9±11,3 56,25±22,1
Kesulitan dalam 25(0-100) 48,2±36 43,75±31,3 47,5±22,3 42,8±18,9 37,5±37,5
mempertahankan
peran
Ketergantunngan 33,3(0-100) 23,8±20,6 65,6±30,7 56,6±34,1 45,2±25,4 38,3±33,6
Penglihatan warna 50(0-100) 25(0-100) 92.3(50-100) 65(0-100) 71,4±22,5 70(25-100)
Penglihatan perifer 25(0-100) 10,7±13,4 68,7±29,1 45±51 28,6±22, 50±25
 Perbandingan statistik dilakukan hanya tiga kelompok penyakit, glaukoma, katarak, dan kelainan refraksi.
responden dengan glaukoma memiliki skor QoL total terendah dibandingkan dengan penyakit lain. Dimana
semua parameter di ukur, termaksuk penglihatan umum, kesehatan mental, aktivitas dekat, dan kesulitan
peran. subjek glaukoma lebih bergantung pada orang lain. Hal ini terjadi karena defisit pada glaukoma
merupakan gabungan dari gangguan penglihatan sentral dan perifer. Glaukoma adalah penyakit kronis ire-
versibel yang tidak mudah dideteksi pada kasus awal dan biasanya menyebabkan kebutaan permanen.

 Skor kualitas hidup responden dengan kelainan refraksi tidak terkoreksi mimiliki nilai paling tinggi jika diband-
ingkan dengan penyakit lainnya. karena kelainan refraksi dan katarak biasanya dapat dihindari. Kelainan re-
fraksi dapat diobati dengan kacamata atau alat bantu low vision lainnya, dan ini mungkin menjadi alasan un-
tuk kualitas hidup yang lebih baik. Selain itu, katarak, tanpa kelainan lain, dapat dikelola melalui bedah dan
kualitas hidupnya akan meningkat secara signifikan. Responden biasanya akan produktif kembali dalam
waktu yang relatif singkat, jika prosedur dilakukan dengan tepat
Keterbatasan Penelitian

 kelayakan kuesioner NEI-VFG 25 yang divalidasi serta Kuesioner di-


gunakan oleh lebih dari satu pewawanca.

 Penelitian ini kurang untuk mencerminkan kualitas hidup masyarakat


tunanetra di Indonesia, karena hanya dilakukan di 5 provinsi.

 jumlah sampel untuk kelompok subjek yang buta dan yang memiliki
SVI(gangguan penglihatan berat) tidak seimbang secara propor-
sional.
Kesimpulan
Hasil menunjukkan bahwa subjek dengan kebutaan memiliki skor QoL yang lebih rendah
dibandingkan dengan SVI. Kemudian hasil menunjukan penyakit glaukoma memiliki skor QoL
terendah jika dibandingkan dengan penyakit lain.

Anda mungkin juga menyukai